Rancang Bangun Filter untuk Menurunkan Kadar Amonia dalam Air pada Sistem Resirkulasi Budidaya Perikanan.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua
makhluk hidup, oleh karena itu kualitas air perlu dipertahankan sesuai dengan
peruntukannya, khususnya bagi kehidupan organisme akuatik. Air sangat mudah
terpengaruh faktor fisik, kimiawi maupun biologis, sehingga hal ini mudah
menyebabkan terjadinya pencemaran air yang menngakibatkan terjadinya
penurunan kualitas air (Boyd 1982).
Ikan air tawar merupakan komoditas perikanan yang saat ini banyak
menghasilkan devisa. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia dan
kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Negara kepulauan Indonesia yang memiliki
perairan cukup luas dan berpotensi untuk pengembangan perikanan baik
penangkapan maupun akuakultur (Widodo 2006). Potensi lahan budidaya kolam
yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan tercatat 375.800 ha, dan potensi
budidaya mina padi yang dimungkinkan untuk budidaya ikan bersama padi
mencapai 240.000 ha. Jenis-jenis komoditas ikan air tawar yang dapat
dibudidayakan diantaranya adalah ikan mas, lele, nilem, gurame, patin, arwana,
nila, mola, tawes, sepat siam (Setiawan, 2004).
Meningkatnya budidaya perikanan tentu akan menimbulkan dampak

negatif terhadap perairan apabila limbah akuakultur tidak ditanggulangi. Limbah
akuakultur yang masuk ke lingkungan akuatik terdiri dari berbagai macam bahan
organik dan anorganik seperti ammonium, fosfor dan karbon organik terlarut
(Piedrahita 2003; Sugiura dkk. 2006). Limbah yang dihasilkan dari sistem
budidaya intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas air baik di lingkungan
budidaya maupun di perairan sekitarnya, hal ini dapat berdampak pada penurunan
produktivitas budidaya karena dapat menimbulkan kematian pada ikan (Piedrahita
2003; Sugiura dkk 2006).

1

2

Amonia adalah senyawa hasil buangan metabolik yang berasal dari pakan
yang diberikan kepada ikan, pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil
metabolisme protein pakan yang diekskresikan ikan dan 60% - 80% masuk ke
lingkungan perairan dan secara langsung beracun untuk ikan, konsentrasi amonia
akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan protein dalam pakan
(Benli et al 2008 dalam Putra 2010). Ammonia merupakan faktor penghambat
pertumbuhan, pada konsentrasi 0,18 mg/L dapat menghambat pertumbuhan ikan

(Wedemeyer 1996 dalam Nurhidayat 2009). Amonia pada kadar 0,45 mg/L
menghambat laju pertumbuhan hewan aquatik hingga 50%, sedangkan pada kadar
1,29 mg/L sudah membunuh beberapa jenis udang (Prasetya, 1992). Kadar
amonium lebih dari 1,5 mg/L membahayakan kehidupan ikan (Sarioglu, 2005).
Bahkan menurut Sawyer (1994), amonia bebas di dalam air dengan konsentrasi
diatas 0,2 mg/L menyebabkan kematian pada beberapa jenis ikan. Karena bahaya
dan toksisitas tersebut, maka kelebihan amonia dalam perairan perlu
ditanggulangi.
Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di atas diantaranya
adalah dengan mengaplikasikan sistem resirkulasi akuakultur dengan teknik
filtrasi dalam budidaya ikan. Menurut Suantika (2001) dalam Putra (2010) sistem
resirkulasi akuakultur telah digunakan sejak tahun 1990-an, merupakan teknik
budidaya yang relatif baru. Sistem resirkulasi menjadi peluang untuk alternatif
model

budidaya

yang

memerlukan


media

pemeliharaan

ikan

dengan

memanfaatkan sistem purifikasi buatan. Sistem ini memiliki keuntungan dalam
hal pemanfaatan air secara berulang serta dapat dimanipulasi untuk kondisi
kualitas air yang dibutuhkan (Setiawan, 2004).
Penggunaan

filter

pada kegiatan budidaya perikanan dengan sistem

resirkulasi berperan sebagai penunjang untuk menigkatkan kualitas air dalam
kolam budidaya. Filter yang digunakan merupakan filter mekanik dengan

menggunakan bahan berupa zeolit, karbon aktif, silika dan batu kali (gravel). Hal
tersebut ditegaskan oleh Purtie (2010) menerangkan bahwa zeolit dan arang aktif
sebagai adsorben dalam

filtrasi mampu menurunkan kadar amoniak sebesar

85,40%. Efektifitas penyaringan yang dapat dilakukan oleh filter mekanik

3

berhubungan dengan racangan mekanisme filter yang digunakan, seperti yang
diungkapkan Collins (1998) bahwa filter air dengan sistem aliran air down-flow
dan up-flow dapat memaksimalkan proses penyaringan.
Berdasarkan uraian diatas untuk mengoptimalkan mekanisme filtrasi yang
digunakan dalam kegiatan budidaya ikan dengan sistem resirkulasi diperlukan
rancangan filter khusus yang lebih efektif dan efesien untuk menurunkan
kandungan ammonia pada air kolam budidaya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat diidentifikasi masalah
yaitu sejauh mana filter yang telah dirancang dan diterapkan pada sistem

resirkulasi dapat menurunkan kandungan ammonia dalam air pada kolam
budidaya.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan filter dalam
menurunan kadungan amonia dalam air dengan menggunakan sistem resirkulasi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat khususnya pembudidaya ikan dalam mengaplikasikan filter untuk
menurunkan kandungan ammonia dalam air pada sistem resirkulasi budidaya
perikanan.
1.5 Pendekatan Masalah
Sistem resirkulasi akuakultur (SRA) dapat didefinisikan sebagai sistem
akuakultur yang berhubungan dengan pengolahan (treatment) dan penggunaan air
kembali dengan penggantian air kurang dari 10% setiap hari. Komponen air yang
diolah, dibutuhkan untuk mengakomodasi input yang berupa pakan dengan
jumlah yang tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan dan stocking densities
yang tinggi (Hutchinson et al. 2004).

4


Beberapa penelitian tentang sistem resirkulasi akuakultur yang dilakukan
untuk memperbaiki kualitas air yang berupa kualitas fisik seperti suhu (Hermanto
dkk. 2004) dan kimiawi seperti oksigen, amonia, nitrat, pH, alkalinitas (Setiawan
2004), model kesetimbangan air sistem resirkulasi akuakultur, (Ardiansyah dkk.
2004 dan Hanifah dkk, 2004), model aliran air pada filtrasi mekanik dan
perubahan sifat hidroliknya (Ardiansyah dkk, 2003 dan Ardiansyah dkk, 2004),
dan pertumbuhan benih ikan pada sistem resirkulasi akuakultur (Setiawan 2004).
Nurhasani dkk, (2012) dalam hasil penelitianya menyatakan bahwa karbon
aktif dapat digunakan sebagai adsorben dengan nilai efisiensi adsorpsi mencapai
88,43% dengan nilai kapasitas adsorpsi untuk ion logam Al dan Fe adalah sebesar
1,0262 mg/g.
Mifbakhuddin dan Ratih Sari Wardani (2008) menyatakan bahwa Zeolit yang
paling efektif dalam menurunkan kesadahan air sumur artesis adalah pada ukuran
diameter zeolit 0,5 mm dan Persentase penurunan kesadahan air sumur artesis setelah
melewati filter zeolit dengan diameter yang berbeda adalah rata-rata sebesar 77,38%
pada perlakuan dengan diameter zeolit 2 mm, rata-rata penurunan 84,57% pada
perlakuan dengan diameter zeolit 1 mm, dan rata-rata 95,95% pada perlakuan dengan
diameter zeolit 0,5 mm.

Sumarlin dkk, (2007) dalam hasil penelitianya menyatakan bahwa zeolit

memiliki kapasitas adsorpsi ammonium (NH4+) terhadap berbagai variasi
konsentrasi urin (air seni) dari 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Konsentrasi
ammonium terkecil terdapat pada filtrat dengan konsentrasi urin 20% yaitu 51,243
mg/L, konsentrasi ammonium urin awal sebelum di filter yaitu ± 72,513 mg/L.
Putrie (2010) menyatakan bahwa campuran bahan zeolit dan arang aktif
sebagai adsorben yang paling efektif dalam filtrasi, karena mampu menurunkan
kadar amoniak dalam limbah cair industri soun sebesar 85,40%. Kemudian
Irmanto dan Suyata (2007) menyatakan bahwa zeolit teraktivasi asam, teraktivasi basa

dan terimpregnasi TiO2 dapat digunakan untuk menurunkan kadar amonia limbah
cair industri tahu, dengan efesiensi sebesar 84,26.
Yudha (2009) dalam hasil penelitianya menyatakan bahwa efektifitas
penambahan zeolit terhadap kinerja filter air dalam sistem resirkulasi pada

5

pemeliharaan ikan arwana di akuarium bergantung pada banyak zeolit yang
digunakan, semakin banyak zeolit yang digunakan maka kualitas air pemeliharaan
juga cenderung lebih baik. Hasil filtrasi terbaik terdapat pada perlakuan zeolit
terbanyak yaitu 1,8 kg dengan kandungan amonia 0,0 mg/L dan kandungan H2S

sebesar 0,0036 mg/L.
Sari (2012) dalam penelitianya menyatakan bahwa pemanfaatan zeolit aktif

dalam beberapa perlakuan dengan ditambahkan pasir kuarsa 0%, 10%, 20%, 30%,
40%, dapat menurunkan ammonia (NH3) pada limbah tahu. hasil filtrasi terbaik
yaitu pada zeolit aktif tanpa campuran pasir kuarsa yang efektif menurunkan
amonia sebesar 70%, dari kadar amonia awal sebesar 1,092 mg/L kemudian
setelah difilter kadar ammonia menjadi 0,254 mg/L.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan uraian pada pendekatan masalah maka dapat diajukan hipotesis
bahwa penggunaan zeolit dan karbon aktif sebagai media filter dapat menurunkan
kadar amonia dalam air pada kolam budidaya.