PDI PERJUANGAN, PARTAI PEMERINTAH DAN ASAS GOTONG ROYONG.

PDI PERJUANGAN, PARTAI PEMERINTAH DAN ASAS GOTONG ROYONG
Oleh: GPB Suka Arjawa
Salah satu pemikiran yang muncul saat Kongres IV PDI Perjuangan adalah, menjadikan partai
ini sebagai partai pemerintah, bukan partainya pemerintah. Dalam konteks ini, partai pemerintah
yang dimaksudkan adalah memiliki kemampuan untuk membuat serta mengkreasi kebijakan
negara. Sedangkan partainya pemerintah lebih memaknakan sebagai partai stempel yang
mencoba “mengiyakan” apa yang dilakukan pemerintah. Disebutkan juga, partai pemerintah juga
dapat mengririk pemerintah jika memang diperlukan.
Bagaimanapun konsep yang ditawarkan, adanya posisi yang pasti dari PDI Perjuangan di
Indonesia, partai ini tetap mempunyai makna penting. Satu hal yang mesti dipertimbangkan
adalah bahwa selama ini, PDI Perjuangan tidak pernah terlibat secara langsung di dalam
pemerintahan dan lebih banyak duduk di luar kepemerintahan. Ini menjadi tantangan tersendiri
karena ibarat olahragawan, apabila tidak biasa terlatih, akan menjadikan pembuatan kebijakan itu
kaku. Akan tetapi, dalam konteks kedaerahan, PDI Perjuangan banyak juga mempunyai kader
yang duduk sebagai eksekutif, baik menjadi bupati maupun gubenur. Karena itu, yang penting
dipertimbangkan adalah bahwa pengalaman memerintah, baik di pusat maupun di daerah
mempunyai kemiripan. Dengan demikian, tidak keliru kalau misalnya kader-kader PDI
Perjuangan yang ada di daerah diberikan kesempatan untuk tampil di pusat. Ini berfungsi untuk
memberikan nasihat-masukan kepada para kader di pusat yang kebetulan belum pernah
mempunyai pengalaman langsung di pemerintahan.
Faktor kedua yang harus duipertimbangkan sebagai partai pemerintah adalah bahwa, harus ada

pertimbangan untuk memberikan porsi yang paling strategis bagi partai ini dalam jabatan-jabatan
eksekutif (kementerian). Secara sosiologi politik, yang dipentingkan dalam jabatan eksekutif itu
adalah kementerian dalam negeri dan kementerian luar negeri. Sedangkan untuk bidang ekonomi
harus diberikan kepada professional. Politik dalam negeri mempunyai keuntungan karena
mampu lebih memberikan gambaran gaya politik yang bagaimana diinginkan oleh suatu negara.
Partai politik akan memberikan kesatuan pandangan sesuai dengan ideologi yang ada di partai
tersebut dan kebijakan yang dianut partai. Misalnya, apabila partai menginginkan politik
berdikari, maka orientasinya lebih banyak pada pemberian pengarahan kepada aparatur baik
yang ada di desa maupun kota, untuk lebih memanfaatkan potensi-potensi sumber daya yang
ada, dengan mengurangi potensi sumber daya dari luar negeri. Jelas kementerian ini kemudian
harus mempunyai hubungan dengan kementerian di bidang ekonomi. Kementerian luar negeri
sangat penting dipegang oleh partai pemerintah apabila memang ingin memberikan sumbangan
tentang gaya politik luar negeri Indonesia. Dalam sejarahnya, politik luar negeri Indonesia itu
lebih banyak berada di tengah-tengah sejak jaman kemerdekaan. Mohammad Hatta
mengibaratkan politik tersebut ibarat mendayung diantara dua karang. Di masa Orde Baru,
terjemahan politik luar negeri mendayung diantara dua karang itu adalah Non Blok, tidak
memihak satu kekuatan dunia pun. Akan tetapi, dimasa sekarang, dimana Perang Dingin sudah

tidak ada lagi, maka politik ini dapat diterjemahkan sebagai politik luar negeri mandiri, tanpa
meninggalkan kerjasama dengan negara-negara lain. Keluaran dari politik luar negeri seperti ini

adalah nasionalisme yang didukung oleh persahabatan dengan negara-negara lain. Dengan
nasionalisme yang kuatlah hubungan antar negara tersebut dapat dijalin. Melalui itulah kemudian
kemandirian nasional dapat ditingkatkan.
Bagi negara yang mempunyai geografis kepulauan serta masyarakat pertanian, maka partai
pemerintah haruslah juga “menguasai” hayat hidup orang bnayak, seperti kelautan-perikanan
serta pertanian. Partai politik yang berhasil memerintah berarti partai politik yang ideologinya
sesuai dengan mayoritas kehidupan sosial masyarakat. Semua identitas-identitas kehidupan
sosial di negara tersebut identik dengan ideology partai dan dengan demikian juga perjuangan
partai.
PDI Perjuangan yang kini berhasil memenangkan pemilihan umum legislatif 2014 dan
mendukung Joko Widodo sebagai presiden, mempunyai kesempatan untuk menjadi partai
pemerintah. Dalam arti sebagai partaii yang ikut memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran
dalam kepemereintahan Indonesia. Seperti yang dijelaskan tadi, partai ini mempunyai nilai-nilai
nasionalisme Indonesia sejak dibidani pertama oleh Presiden Soekarno. Maka partai ini
berpotensi memberikan sumbangan dalam menjalankan politik dalam negeri dan luar negeri.
Cita-cita berdirkari seharusnya menjadi soko guru dari partai ini sekarang dan justru itulah yang
menjadi tantangannya sekarang. Kemandirian ini menjadi pokok perbincangan di jaman
sekarang pada saat dunia dipenuhi oleh berbagai kepentingan global yang semakin menyatu di
seluruh dunia. Tantangan PDI Perjuangan saat ini adalah memformulasi bagaimana
kemandirian yang harus diperjuangkan tersebut. Presiden Soekarno pernah mengatakan bahwa

inti dari Pancasila adalah gotong royong karena itu merupakan budaya Indonesia. Maka untuk
memformulasikan konsepsi kemandirian yang mampu menjembatani anatara politik luar-negeri
dan politik dalama negeri itu, haruslah diambil dari gotong royong tersebut.
Gotong royong tidaklah mesti diartikan secara sempit sebagai bentuk kerja sosial yang
mekibatkan massa banyak di jalan raya. Ini adalah penafsiran sempit dan terlalu tradisional bagi
negara sebesar Indonesia di jaman komunikasi yang sudah maju. Gotong royong adalah konsepsi
kebersamaan secara nasional di negara yang multi ragam. Maka gotong royong dapat diartikan
sebagai memeratakan sumber daya bagi seluruh warga Indonesia. Ketika Pulau Jawa banyak
mendapat rejeni kemakmuran, maka kemakmuran itu haruslah dimeratakan ke berbagai daerah
dalam berbagai bentuk. Ahli tidak boleh menumuk di Jawa. Pariwisata tidak boleh menumpuk
di Bali tetapi sarana pariwisata juga dibangun di Papua. Penghasilan kayu yang banyak di
Kalaimantan pemanfaatannya dengan harga terjangkau haruslah juga didapatkan di Timor.
Perusahan harus memberikan sumbangan keterampilan kepada raakyat yang masih miskin.
Jangan sekedar omongan saja apa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahan.
Dokter tidak boleh menumpuk di kota, dan ahli hukum harus berpraktik juga di daerah-daerah
kecil demi memberikan penyadaran masyarakat. Inilah bentuk gotong royong modern yang tentu
saja dapat dditerjemahkan lagi ke berbagai arah.

Dengan cara demikian, proses dan konsepsi pembangunan nasional tidak perlu lagi
menggantungkan diri pada dunia luar. Indonesia menjadi mandiri.***

Penulis adalah staf pengajar Fisip Unud