MAKALAH PERTANAHAN PENGADAAN HAK ATAS TA (1)

MAKALAH PERTANAHAN
PENGADAAN HAK ATAS TANAH

REZA HARDIAN
24.1497
A.1
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KAMPUS KALIMANTAN BARAT
2015/2016

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkatnya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada dosen
pengajar mata kuliah Hukum Agraria yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami
dapat lebih memahami mengenai materi Pengadaan Tanah.
Semoga makalah ini berkenan kepada panitia seleksi beasiswa Fakultas Hukum
Universitas Riau. Untuk segala kekurangan dan kelemahan dalam makalah ini, saya
mohon maaf. Saya terima kritik dan sarannya.

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
BAB II PERUMUSAN MASALAH
BAB III TUJUAN PENULISAN
BAB IV PEMBAHASAN
A. KONSEP PENGADAAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN
UMUM . . . . .
B. PENGERTIAN PENGADAAN HAK ATAS TANAH . . . . .
C. DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH . . . .
D. PRINSIP UNTUK KEPENTINGAN UMUM
BAB V PENUTUP
A. SARAN
B. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tanah merupakan salah satu faktor penting bagi keberlangsungan
kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan berbagai aktivitas
kesehariannya di atas tanah serta memperoleh bahan pangan dengan

memanfaatkan tanah. Bahkan bagi Negara Indonesia tanah merupakan salah
satu modal utama bagi kelancaran pembangunan. Tanah mempunyai manfaat
bagi pemilik atau pemakainya, sumber daya tanah mempunyai harapan di masa
depan untuk menghasilkan pendapatan dan kepuasan serta mempunyai nilai
produksi dan jasa. Komponen penting kedua adalah kurangnya supply,
maksudnya di satu pihak tanah berharga sangat tinggi karena permintaannya,
tapi di lain pihak jumlah tanah tidak sesuai dengan penawarannya. Komponen
ketiga adalah tanah mempunyai nilai ekonomi, suatu barang (dalam hal ini
tanah) harus layak untuk dimiliki dan ditransfer.
Istilah “Pengadaan Tanah” menjadi terkenal setelah diterbitkannya
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Istilah pengadaan
tanah juga dipakai dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan
Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006, serta dalam Undang-undang No. 2
Tahun 2012.
Istilah pengadaan tanah ini merupakan pengganti dari istilah “Pembebasan
Tanah” yang dipakai dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur
tentang Pembebasan Hak atas Tanah sebelumnya. Isitilah pembebasan hak atas
tanh dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri mendapat tanggapan negatif oleh
masyarakat dan pegiat hukum pertanahan (hukum agrarian) sehubungan

dengan banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dalam pelaksanaannya,
sekaligus bermaksud untuk menampung aspirasi berbagai kalangan dalam
masyarakat sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pembebasan tanah
yang terjadi.

BAB II
PERUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.

Konsep Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum
Pengertian Hak Atas Tanah
Dasar Hukum Pengadaan Tanah
Prinsip Untuk Kepentingan Umum

BAB III
Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari materi Pengadaan Hak Atas Tanah, diharapkan Praja dapat

mengetahui dan memahami jawaban dari rumusan masalah tersebut.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum
a. Prinsip Pengadaan Tanah
Dalam konsiderans “Menimbang” dalam Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1993, ditemukan kalimat yang sangat penting yaitu “prinsip
penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah dan prosedurnya
dengan “mengutamakan musyawarah secara langsung”
Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan pertimbangan
pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan secara “cepat dan transparan”
dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang
sah atas tanah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
ditambahkan adanya pertimbangan prinsip “kepastian hukum”.
Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 dinyatakan bahwa untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum
diperlukan

tanah


yang

pengadaannya

dilaksanakan

dengan

mengedepankan prinsip “kemanusiaan, demokratis, dan adil”. Dalam
pelaksanaan pengadaan tanah harus mempertimbangkan beberapa hal
yakni:
1. Peran tanah dalam kehidupan manusia;
2. Prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah;
3. Prinsip kepastian hukum;
4. Pelaksanaannya denga cara cepat dan transparan;
5. Berdasarkan prinsip “kemanusiaan, demokratis, dan keadilan”;
6. Berdasarkan prinsip “musyawarah langsung” dengan pemegang hak
atas tanah.
B. Pengertian Pengadaan Hak atas Tanah

Dalam pasal 1 angka (1) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
ditentukan pengertian dari pengadaan tanah ialah “setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang
berhak atas tanah tersebut”.
Dalam pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005,
mengartikan pengadaan tanah adalah “setiap kegiatan untuk mendapatkan
tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang meleaskan atau
menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah”.

Dalam Pasal 1 angka (3) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006
sama dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, tetapi
menghilangkan kata terakhir dari pengertian tersebut yakni menghapus
kata-kata “atau dengan pencabutan hak atas tanah”.
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan bahwa
pengertian pengadaan tana adalah “kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak”. Adapun objek pengadaan yang dimaksudkan meliputi: ruang atas
tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang bekaitan dengan
tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.

C. Dasar Hukum Pengadaan Tanah
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria dalam Pasal 12 ayat (2) memberikan pengertian lebih
lanjut tentang arti hak menguasai oleh negara, yaitu memberikan kuasa
kepada negara sebagai berikut:
a. Mengatur dan menyelenggarakan

peruntukan,

penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan, bumi, air dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
manusia dan perbuata-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan
ruang angkasa.
2. Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas
Tanah dan Benda-benda yang Ada diatasnya. Undang-undang ini
merupakan induk dari semua peraturan yang mengatur tentang
pencabutan atau pengambilan hak atas tanah yang berlaku hingga

sekarang.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973, merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 8 Undang-undang N0. 20 Tahun 1961
tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi
sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak Atas Tanda dan Benda-benda
yang ada di Atasnya.
4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973, mengatur tentang Pedoman
Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang
Ada di Atasnya adalah sebagai aturan pelaksanaan dari UU 20 Tahun

1961. Didalam konsiderans Instruksi Presiden ini disebutkan 2 hal,
yaitu:
Pertama, pencabutan hak-hat atas tanah dan benda-benda diatasnya
supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk kepentingan umum dan
dilakukan dengan hati-hati serta dengan cara-cara yang adil dan
bijaksana. Kedua, dalam melaksanakan pencabutan hak-hak atas tanah
dan benda-benda yang diatasnya supaya menggunakan pedomanpedoman sebagaimana tercantum dalam lampiran instruksi presiden
ini.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahu 1975, mengatur
tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

Namun Permendagri ini telah dicabut oleh Keputusan Presiden No. 55
Tahun 1993 yang mengatur tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
6. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, pemerintah menerbitkan
Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Kepres ini bermaksud untuk
menampung aspirasi masyarakat karena adanya dampak negatif dari
Permendagri 1975, selain itu karen keberadaan Permendagri dianggap
bertentangan dengan Pasal 2 UUPA dan Pasal 33 UUD 1945.
7. Pengadaan Tanah menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005,
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 ini merupakan pengganti
Kepres No. 55 Tahun 1993. Faktor atau alasan diberlakukannya
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, dapat dibaca dalam
konsiderannya pada dasar pertimbangannya yaitu; Pertama, bahwa
dengan meningkatnya pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan tanah, maka pengadaannya perlu dilakukan secara cepat
dan transparan dnegan memerhatikan prinsip penghormatan terhadap
hak-hak yang sah atas tanah; Kedua, bahwa pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum seperti yang telah
diatur dalam Keputusan Presiden NO. 55 Tahun 1993 sudah tidak

sesuai

sebagai

landasan

hukum

dalam

pembangunan untuk kepentingan umum.

rangka

melaksanakan

8. Pengadaan Tanah menurut Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006,
sebagai suatu peraturan yang relatif baru, maka perlu sekali dilakukan
penelitian, sejauh mana perpres tersebut dilaksanakan dalam praktek .
Proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan dan

kepentingan umum. Sebagai ketentuan pelaksana Perpres pengadaan
tanah ini, maka pada tanggal 21 Mei 2007 diterbitkan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional (Ka. BPN) No. 3 Tahun 2007, tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum sebagai telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
9. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatu tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Dengan diundangkannya Undang-undang tersebut maka pengaturan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
mempunyai landasan hukum yang kuat karena diatur dalam sebuah
Undang-undang.
D. Prinsip Untuk Kepentingan Umum
dalam menjelaskan pengertian dan jenis proyek pembangunan untuk
kepentingan umum, berikut ini perbandingkan kekurangan/kelemahan
maupun kelebihannya dari beberapa peraturan perundangan yang telah
diuraikan di muka yakni Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006, diuraikan sebagai berikut:
a. Pengertian
1) Dalam pasal 1 angka (3) dan pasal 5 Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993, disebutkan bahwa kepentingan umum
adalah”kepentingan seluruh lapisan masyarakat” dan kegiatan
yang dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah serta tidak
digunakan untuk mencari keuntungan;

2) Dalam pasal 1 angka (5) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005

disebutkan

bahwa

kepentingan

umum

adalah

“kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat”;
3) Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tidak ada
penyempurnaan pengertian kepentingan umum, sehingga
pengertiannya sama dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka
(5) Perpres No. 36 tahun 2005, yakni “kepentingan sebagian
besar lapisan masyarakat”.
b. Bidang Kegiatan yang Termasuk Kategori Kepentingan
Umum
1) Di dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993
desibutkan ada 14 bidang kegiatan pengadaan hak atas tanah
untuk kepentingan umum, ialah:
a. Jalan Umum (termasuk jalan tol, rel kereta api), saluran
pembuangan air (termasuk saluran air minum/air bersih
dan senitasi);
b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya
termasuk saluran irigasi;
c. Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
d. Pelabuhan atau bandar udara (termasuk stasiun kereta api)
e.
f.
g.
h.
i.

dan/atau terminal;
Peribadatan;
Pendidikan atau sekolah;
Pasar umum atau pasar INPRES;
Fasilitas pemakaman umum;
Fasilitas keselamatan umum seperti antaara lain tanggul

penggulungan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
j. Pos dan telekomunikasi;
k. Sarana olahraga;
l. Stasiun penyiran radio, televisi beserta sarana
pendukungnya;
m. Kantor pemerintah (termasuk Pemda, Perwakilan Negara
Asing, perserikatan bangsa-bangsa dan/atau lembagalembaga international di bawah naungan Perserikatan
Bangsa-bangsa);
n. Fasilitas angkatan bersenjata Republik Indonesia (termasuk
Kepolisian sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya).

2) Dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ada
penambahan 7 bidang, sehingga menjadi 21 bidang kegiatan
yang meliputi:
a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air
bersih, saluran pembuangan air dan irigasi;
b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

termasuk saluran irigasi;
Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
Peribadatan;
Pendidikan atau sekolah;
Pasar umum;
Fasilitas pemakaman umum;
Fasilitas keselamatan umum;
Pos dan telekomunikasi;
Sarana olahraga;
Stasiun penyiran radio, televisi beserta sarana

pendukungnya;
m. Kantor pemerintah (termasuk Pemda, Perwakilan Negara
Asing, perserikatan bangsa-bangsa dan/atau lembagalembaga international di bawah naungan Perserikatan
Bangsa-bangsa);
n. Fasilita Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
o. Lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan;
p. Rumah susun sederhana;
q. Tempat pembuangan sampah;
r. Cagar alam dan cagar budaya;
s. Pertamanan;
t. Panti sosial;
u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
3) Dalam pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
disebutkan hanya 7 bidang kegiatan, meliputi:
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah,
diruang atas tanah, ataupun diruang bawah tanah), saluran
air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. Waduk bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan
pengairan lainnya;
c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;

d. Fasilitas

keselamatan

umum,

seperti

tanggul

penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
e. Tempat pembuangan sampah;
f. Cagar alam dan cagar budaya;
g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
c. Didasarkan pada RUTRW
Di dalam pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993
dan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 36 thun 2005 sebagai mana
yang telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006
ditentukan bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan
akan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum hanya dapat dilakukan rencana pembangunan untuk
kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) yang telah
ditetapkan terlebih dahulu, sedang bagi daerah yang belum
mempunyai RUTRW, harus dilakukan berdasarkan perencanaan
ruang wilayah atau kota yang telah ada.
d. Unsur Kepentingan Umum
Berdasarkan beberapa pengertian Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum dala Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993,
Perpres No. 36 Tahun 2005, Perpres No.65 Tahun 2006 dan UU
No.2 Tahun 2012, maka kegiatan yang kategorikan kepentingan
umum ada 5 unsur, yakni:
a. Adanya kepentingan seluruh masyarakat.
b. Dilakukan dan dimiliki oleh Pemerintah.
c. Tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
d. Masuk dalam daftar kegiatan yang telah ditentukan.
e. Perancanaan dan pelaksanaannya sesuai dengan RUTRW
dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah (Pasal
14 dan Pasal 15 UU No. 2 Tahun 2012).

BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum di
Indonesia telah mengalami proses perkembangan sejak unifikasi UndangUndang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dilakukan dengan cara pembebasan hak atas tanah yang
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975.
Namun dalam praktiknya ketentuan ini banyak menimbulkan masalah
sehingga tidak dapat berjalan dengan efektif. Kemudian pemerintah
mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, sebagaimana
dicabut dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 mengenai
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, yang kemudian direvisi oleh
Peraturan

Presiden

Nomor

65

Tahun

2006.

Berbagai masalah yang terdapat dalam pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum telah coba diminimalisir melalui peraturanperaturan tersebut. Meskipun telah diadakan perubahan-perubahan untuk
menyempurnakan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dalam rangka
memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat, namun tetap saja
ada beberapa permasalahan yuridis dalam peraturan perundang-undangan
tersebut yang luput dari perhatian penyusun peraturan perundangundangan, yaitu meliputi aspek yuridis formal dan aspek yuridis materiil.
2. Saran
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan mengambil tanah milik
masyarakat umum sangat berkaitan erat dengan masalah Hak Asasi
Manusia, maka seharusnya pengaturannya segera dimuat di dalam UndangUndang.

Daftar Pustaka
Sugiharto, Umar Said DKK. 2015. Hukum Pengadaan Tanah, Pengadaan
Hak Atas Tanah untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi.
Setara Press, Malang.
Sinaga, Angelina. 2011. Pengadaan Tanah. Diambil dari website
https://angelinasinaga.wordpress.com/tag/pengadaan-tanah/ pada tanggal
13 Februari 2016, pukul 21.05.