Andalas Journal of International Studies| Vol 5 No 1 Mei Tahun 2016
B. METODE PENULISAN
dirinya sebagai negara yang demokratis, Tipe penelitian ini adalah tipe terbuka, humanitarian serta negara yang
penelitian ekplanasi. Dalam tipe penelitian peduli. Dalam konteks ini tentunya akan
ini, harus diketahui terlebih dahulu unit berpengaruh pula nasib hubungan negara
analisis berarti seorang peneliti harus menentukan dua poin utama yakni unit
Ratih dan Surwandono, Ibid, 5.
analisis yakni tingkatan fenomena yang Bagaimana tidak, suhu kemarau Indonesia hendak dijelaskan, dan unit eksplanasinya
menurut Deputi Bidang Klimatologi yakni berkaitan dengan penentuan variabel
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan independen dan perilaku yang hendak di
Geofisika Widada Sulistya dalam metro amati. Sehingga, dalam sebuah ekplanasi
tempo mengatakan bahwa suhu Indonesia harus merupakan pendekatan ilmiah
akan bermain pada kisaran 32-35 derajat tunggal dimana tentunya setiap peneliti
Celcius. Hal ini disebabkan salah satunya harus
akibat suhu panas yang melanda India metodologis (ontologi, epistemologi dan
yang mencapai 40 derajat Celcius lebih. aksiologi ) sebelum melakukan penelitian
Selain itu pula munculnya BMKG juga agar apa yang ditelitinya berupa objek
merilis bahwa pengaruh panas bumi di analisis dan unit ekplanasinya tidak samar-
Indonesia akibat pengaruh atmosfer lautan samar dalam meletakan posisi keilmuan
yang berdasarkan aktivitas fenomena alam, secara metodologis. Dalam penulisan ini
meliputi : El Nino/La Nina, Dipole Mode, menekankan pada unit analisis level
Sirkulasi Monsun Asia-Australia, ITCZ, negara (middle range theory). Dalam
dan Suhu Permukaan laut Indonesia.Oleh tingkat analisis menurut Mas‘oed terbagi
sebab itu panas bumi bisa membakar atas 5 tingkat analisis yakni prilaku
sejumlah hutan gambut yang kering individu, prilaku kelompok, tingkat negara
walaupun secara tidak langsung berkontak bangsa
dengan oknum “nakal”.Bencana kebakaran Sedangkan unit ekplanasinya adalah
dan sistem
internasional.
menjadikan degradasi hutan ini harus bisa bencana asap sebagai variabel independen
dikendalikan dengan baik sebab apabila dan dalam konteks sudut pandang
terus–menerus akan hubungan internasional sebagai variabel
terjadi
secara
merugikan Indonesia pula terutama banyak dependen. Tulisan ini menggunakan teknik
negara yang menghasilkan kertas, pasta analisis
gigi, coklat. Kebakaran hutan ini jelas pengumpulan data menggunakan telaah
harus menjadi bencana nasional sebab literatur atau data sekunder.
fenomena ini terjadi secara berulang setiap tahunnya. Artinya Indonesia tidak punya
C. HASIL DAN ANALISIS
menajeman tata kelola tanggap bencana
1. HASIL
walaupun sudah ada sejumlah badan atau Panasnya suhu Indonesia pada
kementerian yang telah dibentuk dan musim kemarau tahun 2015 menimbulkan
konsen terhadap bencana kebakaran hutan. salah satu bencana yakni kebakaran hutan.
Pada tahun 2015 menurut catatan hutan Indonesia mencapai 22 juta meter WWF Indonesia, terdeteksi 267 titik api
kubik pertahunya.
pembakaran hutan diwilayah Sumatra dan Degradasi hutan tersebut lebih 114 titik api yang terlihat di Riau. Menurut
disebabkan oleh bencana Hilman Nugroho, Dirjen Bina Pengelolaan kebakaran hutan.Data di atas menunjukan DAS dan Perhutanan Sosial KLHK bahwa betapa buruknya tata kelola dan kesiap lahan hutan di Indonesia memasuki status siagaan pemerintah baik pusat atau pun kritis dengan jumlah sekitar 24 juta hektar. daerah dalam menjaga bencana kebakaran. Belum lagi Kementerian Kehutanan Seharusnya pemerintah daerah yang merilis bahwa kawasan hutan Indonesia memiliki wewenang sesuai undang-undang adalah
dan peraturan menteri lebih aktif preventif diklasifikasikan menjadi:Hutan konservasi dalam menyikapi perpindahan musim yang (26,8 juta Ha), Perlindungan Hutan (28,86 terjadi di Indonesia sehingga, pemerintah juta Ha), Hutan produksi (32,60 juta bisa menata kembali lingkup hutan yang Ha Hutan produksi terbatas (24,46 juta rentan untuk terbakar. Bencana kebakaran Ha), Hutan produksi yang dapat dikonversi ini harus menjadi prioritas pemerintah (17,94 juta Ha). Pada tahun 2003-2005 bukan hanya pemerintah daerah yang saja Departemen Kehutanan kala itu terjadi dalam lingkup wilayahnya akan merilis data bahwa deforestasi hutan di tetapi kesadaran dari semua pihak untuk Indonesia mencapai 1,17 juta hektar menjaga alam agar tetap lestari.Data yang pertahunnya, bahkan lebih parah adalah dirilis oleh Walhi bahwa daftar berbagai data yang dirilis oleh State of the World’s grup besar terlibat membakar hutan dan Forests 2007 yang dikeluarkan The UN lahan, di Kalteng Sinar Mas tiga anak Food & Agriculture Organization (FAO), perusahaan, Wilmar 14. Di Riau, anak angka deforestasi (degradasi) hutan usaha Asia Pulp and Paper (APP) enam, Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta Sinar Mas (6), APRIL (6), Simederby (1), hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di First Resources (1) dan Provident (1).Di Indonesia ini membuat Guinness Book of Sumsel (8) Sinar Mas dan 11 Wilmar, (4) The
Record memberikan
‘gelar
Sampoerna, (3) PTPN, (1) Simederby, (1) kehormatan’ bagi Indonesia sebagai Cargil dan (3) Marubeni. Kalbar Sinar Mas negara dengan daya rusak hutan tercepat di (6), RGM/ APRIL (6).Di Jambi Sinar Mas dunia. Bahkan World Bank juga merilis (2) dan Wilmar (2). Catatan Walhi, 2013 data bahwa Indonesia mengalamidegradasi ada 117 perusahaan dilaporkan tetapi Sampoerna, (3) PTPN, (1) Simederby, (1) kehormatan’ bagi Indonesia sebagai Cargil dan (3) Marubeni. Kalbar Sinar Mas negara dengan daya rusak hutan tercepat di (6), RGM/ APRIL (6).Di Jambi Sinar Mas dunia. Bahkan World Bank juga merilis (2) dan Wilmar (2). Catatan Walhi, 2013 data bahwa Indonesia mengalamidegradasi ada 117 perusahaan dilaporkan tetapi
yang membuat kestabilan ekosistem 300 perusahaan, belum jelas proses
lingkungan global terganggu. Keadaan hukumnya.Walhi
Hutan Indonesia: Akan tetapi sangat miris melaporkan aktivitas tersebut kepada PBB
sendiri
sudah
1997-1998 pemerintah akan tetapi seharusnya representasi negara
pada
tahun
Indonesia hanyamemperkirakan jumlah harus dominan untuk menghukum para
kebakaran hutan sekitar 750.000 hektar, pembakar hutan sebab menimbulkan
hitungan dari Walhi kerugian terhadap masyarakat bukan
sedangkan
mengestimasi jumlahnya mencapai 13 juta hanya Indonesia tetapi juga negara
hektar. Tidak jauh berbeda dengan kajian tetangga.
yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama Bank
2. ANALISIS
Pembangunan Asia (ADB), dengan
a. Manajemen
Bencana
oleh
kerusakan hutan mencapai 9,75 juta hektar
Pemerintah
sertakerugian ekonomi mencapai US$5 Sejarah kebakaran hutan di di
miliar hingga US$6 miliar, atau dalam Indonesia merupakan masalah yang sangat
catatan studi Bappenas dan ADB kerugian pelik.Ketidaksiapan pemerintah untuk
ekonomi mencapai US$4,861 atau setara menjadikan sejarah masalah lalu terhadap
dengan Rp.711 triliun.
kebakaran hutan sebagai tolak ukur untuk Namun bencana kebakaran hutan memperbaiki tata kelola perlindungan yang terjadi pada tahun 2015 menurut habitat hutan sehingga peristiwa ini Robert Field seorang peneliti Universitas menjadi agenda tahunan pemerintah Columbia yang melakukan kajian di Indonesia untuk menyelesaikannya.Pada Goddard Institute for Space Studies milik tahun 1997-1998 merupakan sejarah kelam Badan Antariksa Amerika Serikat bahwa bagi Indonesia terkait dengan kebakaran bencana kebakaran hutan akan cenderung hutan. Pada tahun itu menurut Forest akan menyamai peritiwa tahun 1997 akibat Watch Indonesia dan Washington D.C. kemarau yang berkepanjangan serta El Global Forest Watchmemang sejarah Nino yang sejalan dengan pernyataan dari kelam dalam konteks isu lingkungan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas global dimana bumi kehilangan sekitar 25 Badan Nasional Penanggulangan Bencana juta hektar hutan akibat El Nino di (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dalam Belanda. Di Indonesia sendiri kehilangan berita BBC Indonesia, bahwa kebakaran 9,7 juta hektar hutan yang menimbulkan kebakaran hutan sebagai tolak ukur untuk Namun bencana kebakaran hutan memperbaiki tata kelola perlindungan yang terjadi pada tahun 2015 menurut habitat hutan sehingga peristiwa ini Robert Field seorang peneliti Universitas menjadi agenda tahunan pemerintah Columbia yang melakukan kajian di Indonesia untuk menyelesaikannya.Pada Goddard Institute for Space Studies milik tahun 1997-1998 merupakan sejarah kelam Badan Antariksa Amerika Serikat bahwa bagi Indonesia terkait dengan kebakaran bencana kebakaran hutan akan cenderung hutan. Pada tahun itu menurut Forest akan menyamai peritiwa tahun 1997 akibat Watch Indonesia dan Washington D.C. kemarau yang berkepanjangan serta El Global Forest Watchmemang sejarah Nino yang sejalan dengan pernyataan dari kelam dalam konteks isu lingkungan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas global dimana bumi kehilangan sekitar 25 Badan Nasional Penanggulangan Bencana juta hektar hutan akibat El Nino di (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dalam Belanda. Di Indonesia sendiri kehilangan berita BBC Indonesia, bahwa kebakaran 9,7 juta hektar hutan yang menimbulkan
serta Keputusan Presiden Nomor 29/M menjadi dominan akibat kebakaran hutan
Tahun 2008 tentang Pengangkatan Kepala tersebut
dan Pejabat Eselon I Badan Nasional sepertiRiau, Jambi, Sumatera Selatan,
Penanggulangan Bencana.Akan tetapi, Kalimantan Barat, dan
sejumlahaturan hukum tersebut sepertinya Tengah. Analisis lainnya disampaikan oleh
Kalimantan
tingkat implementasi Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi
membutuhkan
bencana yang Bencana Lapan, Parwati Sofyan bahwa
penanggulangan
komprehensif, terstruktur, terorganisasi yang diberitakan dalam okezone.com,
dan koordinasi, terutama pada awal kebakaran
prabencana, pada saat posisi darurat, menghanguskan 2,1 juta hektar lahan
bencana. Sehingga, hutan.Pada tanggal 1 Juli-Oktober 2015
maupun
pasca
penanggulangan bencana ini harus bersifat data
holisti atau atau membutuhkan peran menggunakan satelit, luas kebakaran hutan
yang dianalisis
oleh BNPB
semua stake holders, baik pemerintah mencapai 32 kali luas D.K.I. Jakarta atau
(pusat dan daerah), swasta maupun sekitar empat kali luas pulau Bali.Kondisi
masyarakat dan individu. ini menunjukan bahwa keadaan kebakaran
fenomena ini harus hutan di Indonesia sangat parah.Artinya dipahami terlebih dahulu adalah ontologis menajemen bencana pemerintah belum permasalah dari kebakaran hutan.Dalam maksimal. identifikasi penulis bawah
Melihat
menulis Pemerintah
mengatakan bahwa akar masalah dari memiliki
Indonesia
sudah
terjadinya kebakaran di sejumlah wilayah penanggulangan bencana, yaitu UU No. 24
kemarau yang Tahun 2007 tentang Penanggulangan
diakibatkan
oleh
berkepanjangan.Musim panas yang terlalu Bencana, Peraturan Pemerintah No.22
lama menjadikan sejumlah tumbuhan mati Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
di sertai dengan tandusnya tanah sehingga Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan
ekosistem kehidupan menjadi terganggu. Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang
Dalam konteks ini tumbuhan yang Peran Serta Lembaga Internasional dan
cenderung lahan gambut akan menjadi Lembaga Asing Nonpemerintah dalam
korban dari keganasan musim kemarau. Penanggulangan Bencana dan Peraturan
Kekeringan, gugurnya daun dll, yang bisa Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang
di pastikan bahwa kualitas tumbuhan di pastikan bahwa kualitas tumbuhan
sudah sangat mengering cenderung akan sinar
memicu terjadinya kebakaran. menimbulkan kebakaran kecil akibat
selanjutnya lebih keringnya daun-daun dari tumbuhan dalam komprehensif dan modern. Seperti data lahan gambut.Artinya secara ontologis, Walhi di atas bahwa sejumlah perusahaan cenderung alam sebagai unsur buatan besar cenderung juga turut andil dalam penyebab kebakaran.Pernyataan penulis pembakaran hutan.Sehingga, kondisi yang didukung oleh peristiwa El Nino yang diterapkan pun cenderung secara struktural melanda sejumlah wilayah di dunia yang dan terkendali serta terorganisir dengan menimbulkan panas bumi meningkat.
Trigger
modern. PT. Dalam
cara-cara
Sinarmas,&Sampoerna disinyalir sejumlah masalah menurut analisis penulis baru
konteks
epistemologis
oknum pelaku yang dirilis dari Walhi. dilihat dari aktivitas manusia. Aktivitas ini
Sebagai salah satu cara yang dipakai untuk berarti sesuai definisi yakni pembakaran
adalah dengan hutan.Kondisi ini manusia sebagai yang
membakar
hutan
menggunakan plastik yang digantung di menjadi
atas sebuah pohon yang kemudian plastik hutan.Trigger tersebut bisa diidentifikasi
tersebut dibakar yang kemudian lelehan dari tukang kebun tradisional yang
plastik tersebut menjalar dan menyebar cenderung menggunakan cara ini sebagai
keseluruh bagian lahan. Sedangkan pelaku jalan pintas untuk membuat lahan baru.
dari aktivitas tersebut pun melarikan diri Alasannya sederhana dengan melakukan
menunggu sampai lahan tersebut terbakar. pembakaran hutan cenderung lebih mudah
Kemudian penulis mengidentifikasi dalam
dari yang mengakselerasi kebakaran hutan. membuka lahan baru apalagi pola pikir Untuk yang mengakselerasi dari terjadinya tukang kebun tradisional yang cenderung kebakaran hutan cenderung disebabkan masih menggunakan cara-cara masalalu oleh angin. Dalam konteks ini angin dalam berkebun. Realitas lainnya adalah menimbulkan sebagai bagian dari aktivitas bisa disebabkan oleh aktivitas manusia kebakaran hutan yang membawa api yang cenderung bukan pemilik lahan atau menjalar dan menyebar dan membakar tidak ada hubungan dengan perkebunan lahan gambut tersebut. Akibatnya proses tetapi hanya sepintas lalu melewati area menyebarnya api ditambah dengan kondisi lahan dan membuang puntung rokok di panas matahari, serta El Nino dan juga dari yang mengakselerasi kebakaran hutan. membuka lahan baru apalagi pola pikir Untuk yang mengakselerasi dari terjadinya tukang kebun tradisional yang cenderung kebakaran hutan cenderung disebabkan masih menggunakan cara-cara masalalu oleh angin. Dalam konteks ini angin dalam berkebun. Realitas lainnya adalah menimbulkan sebagai bagian dari aktivitas bisa disebabkan oleh aktivitas manusia kebakaran hutan yang membawa api yang cenderung bukan pemilik lahan atau menjalar dan menyebar dan membakar tidak ada hubungan dengan perkebunan lahan gambut tersebut. Akibatnya proses tetapi hanya sepintas lalu melewati area menyebarnya api ditambah dengan kondisi lahan dan membuang puntung rokok di panas matahari, serta El Nino dan juga
bisa diberi garis merahsebagai daerah seperti data di atas. Secara aksiologis
rawan bencana kebakaran. Identifikasi tentunya aktivitas ini cenderung mudah
objektivitasnya tentunya sudah jelas sehingga,
secara objektif pembebasan lahan, disi lainya juga
bisa menunrunkan
merugikan bukan baik secara ekonomi menghemat
maupun manusianya.Dampak kesehatan, membutuhkan pegawai yang harus di
kerugian pendapatan yang mencapai bayar untuk membersihkan lahan gambut
miliyaran membuktikan secara objektif bahwa fenomena tersebut harus menjadi
Dari identifikasi tersebut sebenarnya agenda khusus pemerintah pusat dan bisa dilakukan aktivitas-aktivitas untuk daerah serta masayarakat dalam mencegah menceegah terulangnya peristiwa yang terjadinya pembakaran hutan secara sama. Dalam model analisissistem audit berulang. Sehingga, pemerintah harus yang dikenal dengan istilah PLOR, yaitu lebih tanggap bencana dengan menjadikan problem,
peristiwa tahun 1967 dimana Kalimantan reference, tentunya bisa dilakukan cross diselimuti kabut asap yang melumpuhkan check terhadap variabel PLOR itu. Seperti aktivitas serta peristiwa tahun 1997-1998 yang telah dipaparkan di atas bahwa sebagai referensi untuk lebih baik dalam masalah dari terjadinya kebakaran hutan
bencana kedepannya, adalah masalah alam dan aktivitas manusia apalagi berkaca pada referensi pada tahun baik
perusahaan.Identifikasi selanjutnya adalah lokasi kejadian. Seperti data yang
Seharusnya menajemen bencana ditampilkan di atas bahwa peristiwa
yang dilakukan adalah menggunakan kebakaran hutan yang menimbulkan asap
model penanggulangan bencana seperti di Indonesia di dominasi oleh wilayah
yang dikatakan oleh Syamsul Maarif yakni Kalimantan dan Sumatra, Jambi, Riau,
(a) Disaster management continuum pernah pula terjadi di Papua. Dengan
model. Model ini mungkin merupakan teridentifikasinya sejumlah wilayah yang
model yang paling popular terdiri dari rawan akan peritiwa pembakaran hutan
tahap-tahap yang jelas sehingga lebih pemerintah dan aktor lainya harus selalu
mudah diimplementasikan. Tahap-tahap siap siaga baik dari segi regulasi dan
manajemen bencana dalam model ini aktivasi dalam menindak pelaku pembakar
meliputi emergency, relief, rehabilitation, meliputi emergency, relief, rehabilitation,
kapasitas untuk dan early warning. (b) Pre-during-post 157 mengurangi resiko tersebut .
mengembangkan
disaster model.
Model
manajemen
model di atas bisa bencana ini membagi tahap kegiatan di dikombinasikan untuk menanggulangi sekitar bencana. Terdapat kegiatan- bencana asap lintas batas yang terjadi di kegiatan yang perlu dilakukan sebelum Indonesia kedepannya. Artinya komparasi bencana, selama bencana terjadi, dan model penanggulangan bencana dengan setelah bencana model ini seringkali metode komprehensif sangat penting untuk digabungkan dengan disaster management menanggulangi bencana. Sehingga, penulis continuum model, (c) Contract-expand membagi dalam 3 bentuk, yakni pre- model.Model ini berasumsi bahwa seluruh bencana, dimana dalam tahap ini tahap-tahap yang ada pada manajemen pemerintah harus mengidentifikasi lokasi- bencana (emergency, relief, rehabilitation, lokasi yang rawan bencana seperti asap reconstruction, mitigation, preparedness, dari kejadian masalalu. Kalimantan, dan early warning) semestinya tetap Sumatera, Riau, Jambi, Papua merupakan dilaksanakan pada daerah yang rawan sejumlah wilayah yang rawan bencana bencana. Perbedaan pada kondisi bencana kebakaran dari hasil pembakaran hutan. dan tidak bencana adalah pada saat Sejumlah wilayah tersebut harus menjadi bencana
wilayah yang mendapat status emergency dikembangkan (emergency dan relief) dan early warning sejak dini bahwa sementara tahap yang lain seperti sosialisasi kepada masyarakat, perusahaan, rehabilitation,
reconstruction,
dan
atau aktor-aktor lainnya sangat penting mitigation kurang ditekankan,(d) The
menjadi lokasi tersebut sebagai lokasi siap crunch and release model. Manajemen siaga bencana dengan konsekuensi hutan bencana
ini menekankan
upaya
gambut yang dimilikinya. Kemudian mengurangi kerentanan untuk mengatasi adalah peristiwa bencana berkaitan dengan bencana. Bila masyarakat tidak rentan pertolongan cepat dan tepat atau relief, maka
reconstruction sangat kemungkinannya terjadi meski hazard penting untuk dilakukan sebagai bantuan tetap terjadi,(e)Disaster risk reduction untuk merespon penderitaan warga secara framework.Model ini menekankan upaya cepat. Artinya evakuasi warga yang dekat manajemen bencana pada identifikasi
rehabilitation,
resiko bencana baik dalam bentuk
157 June Cahyaningtyas dan Ludiro Madu (ed), Isu Bencana dalam Hubungan Internasional,
kerentanan maupun
hazard
dan
(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012), hal. 4-5.
dengan daerah bencana sangat penting Fenomena inilah yang dimaksudkan misalnya
oleh penulis sebagai bencana sebagai pengungsian, apalagi dengan pengaruh
memindahkan
kelokasi
hubungan internasional. asap yang merusak sistem pernafasan yang
instrumen
Disaster diplomacyberhubungan dengan salah satunya menimbulkan penyakit
faktor politik internasional dan hubungan ISPA. Setelah itulah baru post-bencana
internasional. Adapun beberapa sebab yang berkaitan dengan
sebuah negara cenderung melakukan tambahan kepada korban, baik itu
pertolongan
disaster diplomacy,(1) untuk membangun pemeriksaan psikologis dan tambahan
investasi hubungan yang lebih kondusif obat.
di masa depan, sekalipun telah terjadi konflik di antara kedua negara (the
b. Belum optimal
menggunakan
potential that one state providing aid to
bencana sebagai
instrumen
another state could lead to a similar
diplomasi
reciprocal gesture in the future, despite Dalam konteks ini sebenarnya
conflict between the state). Dengannegara pemerintah tidak perlu sungkan dalam
melakukan disaster diplomacy dengan hal bencana. Ketika meminta bantuan
harapan, akan terjadi hubungan timbal kepada negara lain,biasanya secara tidak
balik (resiprokal) pada masa mendatang, langsung menunjukan bahwa Indonesia
yakni jika negara donor pada masa tidak baik dalam menanggulangi bencana
mendatang mengalami musibah 158 . dalam hal ini. Namun, Indonesia tidak
menyimpulkan ada memiliki
beberapa tipologi disaster diplomacy. menanggulangi bencana padahal bencana
Propinquity/Neighbourliness, asap adalah cenderung menjadi agenda
Pertama,
yakni negara yang ‘berbagi’ daratan, atau tahunan. Disinilah kelemahannya ketika
berbatasan di jalur darat, seperti India sifat kebijakan luar negeri close image,
dan Pakistan; kedua, negara yang tidak yang berupaya unilateral berdiri sendri
dibatasi oleh daratan, namun terpisah yang padahal kondisi tersebut bisa
oleh ‘perairan yang sempit’, seperti dilakukan secara multilateral. Akibatnya
Korea Utara dan Jepang; ketiga, negara penderitaan yang menghirup asap selama
yang secara fisik tidak berdekatan, kurang lebih 2 bulan pada tahun 2015,
namun memberi bantuan karena beberapa sementara negara ASEAN lainnya tidak
alasan: a) mutual aid, yakni jika negara- bisa berbuat banyak akibat ketertutupan
kebijakan struktural.
158 Cahyaningtiyas dan Madu(ed), Ibid.
negara yang berkonflik menghadapi Singapura terkait dengan latihan militer ancaman yang sama atau disebabkan oleh
Singapura dalam daratan kedaulatan peristiwa yang sama, sehingga mereka
Indonesia yang kebetulan juga menjadi memilih bekerja sama; b) combined aid,
lokasi bencana asap yakni Riau dan yakni jika negara-negara yang berkonflik
Kalimantan pun bisa menjadi renegosiasi melakukan koordinasi bantuan bagi
sengketa. Artinya dari sejumlah masalah negara kepada negara yang sedang
tersebut agenda isu bencana bisa berkonflik dengan mereka; atau c) donor-
agenda setting recipient, jika satu negara membantu dan
yang lain dibantu 159 . Memang terjadi perubahan model
Dampak dari asap lintas batas kebijakan struktural Indonesia pasca sejumlah negara ASEAN ini sebenarnya
terjadinya bencana kebakaran hutan dan bisa dijadikan instrumen politis bagi
akhirnya dengan Indonesia untuk mempererat hubungan
kabut
asap
humanitarianisme bilateral
mengutamakan
rakyat dan kerugian ASEAN. Misalnya Indonesia dengan
di antara
negara–negara
penderitaan
ekonomi, terjadi pergeseran kebijakan Malaysia yang sering berkonflik terkait
struktural politik luar negeri Indonesia batas laut teritorial, atau budaya
oleh Jokowi dengan mengutamakan open kesenian.Dengan adanya humanitarian
image yakni dengan menggunakan diplomacy ini cenderung dari sejumlah
bencana sebagai instrumen politik sengketa yang terjadi bisa direnegosiasi
mencari bantuan negara lain.Menurut apalagi dalam lokasi darat yang
penulis kondisi ini bukan dalam konteks berdekatan. Selain itu pula efek asap ini
Indonesia dalam tidak menimbulkan penderitaan saja
ketidakmampuan
menanggulangi bencana akan tetapi kepada Malaysia saja atau Indonesia
memang kondisi ini sangat terstruktur tetapi kedua negara. Dalam konteks ini
dalam ontologis, epistemologis bencana isu bencana bisa dijadikan instrumen
sehingga tidak bisa dilakukan secara untuk lebih mendekatkan jiwa sosial
unilateral. Kebijakan Jokowi meminta kedua negara untuk menanggulangi
sejumlah negara untuk membantu bencana asap secara bersama untuk
merupakan sebuah keuntungan bersama. Selain itu pula,
Indonesia
kebijaksanaan politik luar negeri menurut sengketa
antara Indonesia dengan penulis.Artinya kesejateraan takyat lebih utama dibanding citra politik.
Ibid.
Seperti yang diberitakan oleh BBC pun membantu cenderung disebabkan Indonesia bahwa Jokowi meminta
oleh penderitaan akibat asap yang sejumlah negara untuk
negara tersebut. Indonesia dalam hal asap. Singapura,
Sehingga, konsekuensinya harus terlibat Rusia, Malaysia, Jepang , Cina, Australia,
dalam pemadaman titik api disejumlah akan tetapi menurut Sutopo Purwo
bahwa kualitas Nugroho sebagai Kepala Pusat Data,
titik.
Realitasnya
diplomasi bencana Indonesia tidak bisa Informasi, dan Humas Badan Nasional
mempengaruhi China, Australia, Jepang Penanggulangan Bencana, BNPB,barulah
sebagai donor dalam Singapura dan Malaysia yang siap
dan Rusia
membantu Indonesia terkait bencana memberi bantuan aktif kepada Indonesia.
asap.
Pemerintah Singapura mengirimkan satu
c. Kepastian hukum dan kepatuhan
helikopter Chinook beserta pesawat yang
hukum terkait isu bencana asap
mampu membawa air 5.000 liter pada Melihat kasus ini dalam perspektif
Jumat (9/10) dan berangkat dari hukum dalam ketaatan atau kepatuhan Singapura
langsung
menuju
Indonesia dalam hukum internasional Palembang.Singapura
juga
tentunya sangat menarik. Artinya bisa memberangkatkan satu pesawat Hercules
dilihat dari alasan aktor kemudian tidak C-130 berisi 42 personel pemadam ingin meratifikasi sebuah hukum, atau kebakaran dari Badan Pertahanan Sipil
mengapa kemudian aktor berbeda tentang Singapura beserta peralatan. Sedangkan
kepatuhan hukum serta alasanya. Dengan Malaysia menyiapkan pengiriman satu demikian bisa diidentifikasi tentang pesawat Bombardier CL415 pengebom
efektivitas dalam hal meratifikasi secara air dan satu pesawat Hercules C-130
rasional hukum internasional dalam yang mengangkut awak, peralatan hukum nasional. Secara hukum Indonesia pemadaman kebakaran hutan dan lahan,
memang belum meratifikasi konvensi serta satu helikopter kecil untuk survei
tentang asap lintas batas, konsekuensi dan memandu pemboman air. Dari Indonesia tidak memiliki Undang-undang diplomasi bencana di atas bisa dikatakan
khusus terkait dengan penyelesaian bahwa kualitas diplomasi belum optimal.
masalah sanksi hukum terhadap pembakar Dari enam negara yang menjadi tujuan hutan.Dengan masalah ekspor asap lintas diplomasi Indonesia hanya Malaysia dan
batas secara tidak langsung ada stigma Singapura yang aktif membantu. Sudah
negatif bahwa Indonesia sangat baik jelas bahwa dari kedua negara tersebut negatif bahwa Indonesia sangat baik jelas bahwa dari kedua negara tersebut
health.Dalam konteks ini menjadikan deklarasiStockholmdalam
negara harus intens melakukan kerjasama sederhana bisa disimpulkan bahwa
terjemahan
dengan aktor lainya untuk tetap menjaga deklarasi ini mengandung aturan bahwa
kelestasian alam.
setiap manusia memiliki hak untuk bebas Lebih lanjut, dalam The Geneva
menikmati lingkungan yang berkualitas
The Long-Range untuk melindungi kehidupan baik saat itu
Convention
on
Transboundary Air Pollutan, 1979 ataupun generasi mendatang. Sehingga,
(Konvensi Geneva 1979) Pasal 2 dengan adanya asap memang bisa
menyatakan “The Contracting Parties, dikatakan melanggar HAM domestik dan
taking due account of the facts and eksternal negara.Selain itu pula dalam
problems involved, are determined to Deklarasi Rio 1992, Prinsip 1, Human
protect man and his environment against beings are at the centre of concerns for
air pollution and shall endeavour to limit sustainable development. They are
and, as far as possible, gradually reduce entitled to a healthy and productive life in
and prevent air pollution including long- harmony with nature.Dalam deklarasi
range transboundary pollution”.Dalam tersebut bisa di terjemahkan sederhana
terjemahan sederhana bisa disimpulkan bahwa aktor, baik negara atau non negara
bahwa setiap aktor harus berusaha ataupun masyarakat seharusnya menjaga
melindungi dan mencegah fakta-fakta dan melstarikan alam. Sehingga ada
yang berhubungan dengan bencana polusi kesesusaian antara alam dan manusia
manusia.Kemudian sebagai makhluk yang tinggal di alam.
udara
terhadap
Konvensi Tentang Perubahan Iklim 1992 Dengan menjaga alam cenderung bisa
Undang–Undang mencegah terjadinya bencana lebih dini,
(Ratifikasi
melalui
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1994 selain itu pula dengan kesesuaian dengan
tentang pengesahan United Nations alam untuk menjamin pembangunan
Framework Convention On Climate bekelanjutan di masa depan.Sehingga,
Change, Konvensi Kerangka Kerja PBB dalam dalam Prinsip 14 Deklarasi Rio
Mengenai Perubahan Iklim). menyatakan, States should effectively
Pasal 3 Paragraf 1, “In their actions cooperate to discourage or prevent the to achieve the objective of the relocation and transfer to other States of Convention and to implement its any activities and substances that cause provisions, the Parties shall be severe environmental degradation or are Pasal 3 Paragraf 1, “In their actions cooperate to discourage or prevent the to achieve the objective of the relocation and transfer to other States of Convention and to implement its any activities and substances that cause provisions, the Parties shall be severe environmental degradation or are
24 Februari 1976. Deklarasi tersebut climate system for thebenefit of
menyebutkan bahwa: “Natural disasters present and future generations of
and other major calamities can retard the humankind, on the basis of equality
pace of development of member status, and in accordance with their
therefore they shall extend, within their common
capabilitis, assistance for relief member responsibilities
but
differentiated
states in distress.”Selanjutnya pada tahun capabilities.
andrespective
1995, ASEAN Cooperation Plan On developed country Parties should
Accordingly,
the
Pollution (ACPTP), takethe lead in combating climate
Transboundary
menjadikan Polusi Asap Lintas Batas atau change and the adverse effects
Transboundary Haze Pollution sebagai thereof.
perhatian umum ASEAN.Setelah itu, ASEAN Agreement on Dalam ratifikasi hukum ini setiap
salah
satu
Transboundary Haze Pollution di Kuala negara dituntut untuk saling bekerjasama
Lumpur, Malaysia. Perjanjian ini mulai dalam menjaga iklim demi keseimbangan
berlaku mulai pada hari ke-60, setelah iklim global.Sehingga, kerjasama negara-
penyimpanan (deposit) negara anggota negara yang menyeimbangkan iklim
meratifikasi, menerima, dan menyetujui, global terutama Indonesia dengan negara
perjanijan tersebut, yaitu Enam dari tujuh paru-paru dunia dengan hutannya yang
negara anggota ASEAN, (Brunei, Laos, lebat sebagai konsekuensi harus menjaga
Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand, hutannya dengan lebih baik agar menjamin
dan Vietnam). Pada tahun 2002, Indonesia kehidupan
yang telah menyebabkan kebakaran lainya.Implementasi dari semua aturan
hutan,sampai saat ini belum meratifikasi tersebut maka ASEAN sebagai organisasi
AATHP. 160
regionalisme kawasan tenggara Asia Pada tahun 2003 dibentuk ASEAN memasukkan
Committee on Disaster Management dalam aturan regionalisme ASEAN
prinsip-prinsip
tersebut
(ACDM), komite ini bertujuan untuk sebagai tindak lanjut dari aturan hukum di
membuat agenda kerjasama prioritas di atas maka komitmen negara-negara
kawasan regional ASEAN terhadap respon anggota ASEAN untuk saling membantu
bencana. Respon bencana merupakan pada saat terjadi bencana antara lain
dimuat dalam Declaration of ASEAN
160 Ibid.
bagian prioritas
ARDEX-10 pada tahun 2010, melalui pascagempa dan banjir tsunami 2004
ASEAN
apalagi
acara yang kemudian dibuatlah sejumlah ASEAN
penyelenggaraan
Badan Nasional Regional
diselenggarakan
Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Management
tanggal 30 Oktober hingga 20 November program terpadu ARPDM, mencakup lima
(ARPDM).
Rangkaian
2010.Kegiatan pelatihan bersama ASEAN komponen inti yaitu: a) Pembentukan
ini mengusung tema Partnership for Better Kerangka Penanganan Bencana regional
Response atau kerjasama untuk tanggap ASEAN; b) Peningkatan Kapasitas; c)
bencana yang lebih baik. ARDEX-10 Pertukaran Informasi dan Sumber Daya; d)
diikuti 1.200 peserta dari negara ASEAN, Peningkatan Kolaborasi dan Penguatan
PMI Internasional, PBB bidang bencana Kemitraan;
alam (UND AC) serta BNPB Daerah se- Pengetahuan, Kesadaran dan Advokasi
Untuk mempercepat Publik.Berlanjut pada tahun 2005 dengan
Indonesia.
ASEAN Agreement on dibentuknya (ASEAN Agreement on
pelaksanaan
Mitigation of Disaster and Rapid Disaster Management and Emergency
Response, Pertemuan Menteri Luar Negeri Response(AADMER)
menyepakati pembentukan penanganan bencana yakni : a) Identifikasi
Standby Force untuk penanggulangan resiko bencana, penilaian dan pemantauan
bencana. Dalam hal ini masing-masing (disaster risk identification, assesment and
anggota ASEAN diharapkan membentuk monitoring) b) Pencegahan dan mitigasi
Standby Force, sehingga apabila terjadi (prevention and mitigation) c) Peringatan
bencana yang besar di negara anggota, dini (early warning) d) Kesiapsiagaan
satuan-satuan Standby Force ini bersama- (preparedness) f) Tanggap Darurat
sama segera dikerahkan ke daerah (emergency response) g) Rehabilitasi
bencana.
(rehabilitation). Kemudian ASEAN juga Pada tahun 2011,diselenggarakan menyelenggarakan
operasi kemanusiaan dan penanganan penanggulangan bencana ASEAN (ASEAN
pelatihan bersama
bencana (humanitarian assistance and Regional Disaster Emergency Response
disaster relief HADR) yang dilanjutkan Simulation Exercise (ARDEX). Kegiatan
oleh ASEAN Coordinating Centre for rutin yang diselenggarakan setiap tahun ini
Humanitarian Assistance on Disaster didasarkan pada kerawanan negara-negara
(AHA Centre) yang tujuanya: 1) sebagai ASEAN
pusat informasi bencana ASEAN 2) bencana.Indonesia
sebagai pusat mobilisasi bantuan kepada sebagai pusat mobilisasi bantuan kepada
di ASEAN namun belum juga meratifikasi termasukaset, peralatan,
jika
dibutuhkan,
perjanjian tersebut yang dimana sejumlah dana dan sumber daya manusia. 3) sebagai
material,
ASEAN sudah pusat koordinasi operasi antara lain
negara
di
menandatanginya. Hal ini bisa dilihat memfasilitasi tanggap darurat bersama 4)
dalam 3 aspek (1) apa yang dimaksud sebagai pusat koordinasi administrasi yang
dengan kepatuhan (2) mengapa aktor memfasilitasi
tidak patuh pada hukum (3) alasan apa personil,peralatan , material dan fasilitas
yang membuat ketidakpatuhan itu terjadi. lainnya dalam kaitan dengan pemberian
Compliance theory sebagai metode bantuan. 5) sebagai pusat koordinasi
analisis melihat ketiga aspek tersebut pengetahuan dan penelitian kebencanaan
terkait ratifikasi di ASEAN, memfasilitasi kerjasama teknis
dalam
membedah
konvensi asap oleh Indonesia.Dalam dan penelitian di bidang kebencanaan.
menganalisis apa yang dimaksudkan Dari sejumlah konvensi yang telah
dengan kepatuhan. Ada dua logika melihat disepakati oleh sejumlah negara ASEAN
ini a) Logic of Consequencesdalam logika baik dalam bentuk hukum internasional
ini hukum dilihat dari konsekuensi yang konteksnya supranasional sampai pada
sehingga aktor tingkat
ditimbulkannya,
memperhitungkan secara rasional dengan penanggulangan bencana di ASEAN bisa
tersendiri tentang dikatakan
kalkulasi
sangat
sempurna namun
keikutsertaannya dalam mematuhi hukum. implementasi memang belum maksimal. 161 Dalam
kepatuhan hukum Permasalahan ratifikasi konvensi
konteks
Indonesia terhadap hukum internasional tentang pengaruh asap lintas batas sampai
mulai dari Deklarasi Stockholm sampai saat ini belum juga ditandatangani oleh
tingkat perjanjian regional kawasan Indonesia sebagai negara yang pengekspor
sebenarnya Indonesia sangat sadar betul polusi asap di ASEAN. Informasi terbaru
dengan adanya konsekuensi hukum yang bahwa Indonesia sudah memasukan nota
akan diterimanya yang sudah dijelaskan di kesepahaman
atas terkhusus meratifikasi konvensi perjanjian tersebut yang sudah diserahkan
untuk
menandatangani
tentang polusi asap.Logika ini difokuskan oleh petinggi ASEAN di Jakarta. Dalam
pada penegakan hukum dan pencegahan konteks ini ada keanehan bagi Indonesia
hukum dengan pemberian sanksi kepada sebagai negara yang menyuplai polusi asap
pelanggaran hukum. Sehingga, dalam logika ini hukum sifatnya sangat unilateral
Ibid
dimana hukum menjadi senjata untuk dimana hukum menjadi senjata untuk
negara ketika meratifikasi perjanjian bisa Indonesia memikirkan konsekuensi
dilihat dalam dampak positif dan kalkulasi sanksi hukum yang akan
negatifnya. Dampak negatifnya sangat didapatkan apabila meratifikasi konvensi
jelas, apabila Indonesia tidak bisa tentang asap terutama yang diatur dalam
mengurusi polusi asapnya yang diekspor AATHP pasal 14 ayat (1) dan (2),
ke negara lain dengan menggunakan persetujuan (acceptance), atau persetujuan
alasan Konvensi Jenewa, Deklarasi Rio (approval) berdasarkan kondisi yang
dan Stockholm sebagai landasan hukum berlaku bagi ratifikasi yang umum bagi
internasional, dengan instrumen melanggar perjanjian
kebebasan misalnya mendapatkan udara konsekuensinya adalah hukum nasional
internasional
multilateral,
yang segar, atau tergangunya aktivitas tunduk
ekonomi dan aktivitas lainya maka secara internasional,sehingga, sebagai efek dari
pada
hukum
tidak langsung Indonesia bisa dihukum, hal itu aturan hukum internasional harus
apalagi telah disepakati pula sejumlah dibentuk
perjanjian tingkat regional ASEAN nasional.Dengan
dimana negara-negara ASEAN terutama internasional mengikat hukum nasional,
yang terkena dampak polusi udara walaupun setiap negara berdaulat atas
tentunya akan menuntut hal tersebut. hukum
nasionalnya.Akibatnya Dengan logika ini perhitungan Indonesia kewenangan
sangat matang untuk menghindari sanksi menolak
internasional. Akan tetapi seandainya kedaulatan negara. Seperti halnya yang
Indonesia meratifikasi konvensi tentang tercantum dalam Pasal 29 ayat (2)
polusi udara menurut penulis juga bisa AATHP, menyatakan perjanjian ini akan
mendapatkan dampak positifnya yakni mulai berlaku (entry into force) pada hari
dengan adanya ratifikasi akan menjadi keenam
beban psikologis bagi Indonesia untuk penyimpanan
dalam mengelola (ratification), penerimaan (acceptance),
penanggulangan bencana. Disisi lainya persetujuan
adalah ketika adanya ratifikasi maka aksesi(accession) yang keempat puluh.
(approval),
atau
cenderung akan dibuat sebuah Undang- Menyelaraskan dengan kasus polusi
undang khusus dalam skala nasional asap lintas batas, ketika Indonesia tidak
tentang asap sehingga bagi oknum yang meratifikasi dengan kalkulasi bahwa
melakukan pembakaran hutan memiliki melakukan pembakaran hutan memiliki
dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip Yang perlu digarisbawahi adalah
hukum. Peran lembaga hukum baik tidak ada satu negara pun yang ingin
nasional maupun internasional sangat menyusahkan negara lainya.Apalagi dalam
penting untuk menginternasionalisasi konteks ASEAN terhadap asap lintas
norma hukum. Pendekatan ini lebih batas, sebenarnya bukan alasan utama
condong pada efek yang ditimbulkan untuk menghukum Indonesia sebagai
dari aktivitas pelanggaran hukum harus wilayah yang menyuplai asap. Karena
dikooordinasikan. pada dasarnya Indonesia juga tidak ingin
disesuaikan
dan
Sifatnya sangat multilateral dengantidak bencana tersebut terjadi namun akibat
berdiri sendiri.
prilaku oknum dan alamlah yang Menghubungkan logika ini dengan
menjadikan kondisi ini terjadi. Dampaknya kasus asap tentunya sangat penting pula
bukan hanya sejumlah negara yang yakni yang dicantumkan dalam Pasal 4
menuntut kepada Indonesia sebagai korban
menanggap bahwa, akan tetapi rakyat Indonesia juga pun
yang
Transboundary haze pollution dianggap menjadi penderita akibat asap. Sehinga,
sebagai masalah bersama oleh para sebenarnya semua negara tidak salah yang
anggota ASEAN. Sehingga, masalah perlu diperbaiki adalah tata kelola
pembakaran hutan yang menimbulkan sehingga penting bagi Indonesia untuk
kebakaran adalah masasalah bersama meratifikasi konvensi tentang asap sebagai
yang harus diselesaikan secara bersama- acuan untuk menghukum pelaku kriminal
sama. Seperti yang sudah dijelaskan pembakar hutan.
bahwa kondisi ini Indonesia bukan Selain dari itu, tawaran lain dari
menjadi trigger dari pembakaran hutan Logic of appropriatenessdalam logika
akan tetapi sejumlah korporasi besar ini berasumsi bahwa kepatuhan terhadap
yang memiliki kepentingan membuat hukum adalah sebuah tindakan dari
lahan sawit sehingga, keteledoran kewajiban aktor.Fokusnya adalah bukan
menimbulkan kebakaran dan berefek untuk mebuat aktor taat terhadap hukum
pada penyebaran polusi asap. Sehingga, maka
harus dilakukan
tindakan
antar negara-negara persuasif, kekuatan ide, teknologi
kerjasama di
ASEAN sangat penting untuk masalah informasi.Pendekatan ini sangat normatif
asap. Apalagi ASEAN telah memiliki dengan tidak terlalu mementingkan
sejumlah lembaga komite seperti AHA sanksi hukum, yang diuatamakan adalah
Center yang bisa dijadikan instrumen faktor yang membantu membentuk the untuk
Shadow of the Future, yakni: a) Long intens.Dalam pendekatan ini terjadi
Time Horizon, hubungan kerjasama terus harmonisasi antara kesesuaian kebijakan
berlanjut dalam kurun waktu yang tidak setiap negara untuk masalah yang sama.
terhingga, b) Regularity of Stakes, interaksi yang terus nenerus, bukan a
Menurut Axelrod dan Keohane single-play, satu kali permainan selesai.
menjelaskan bahwa
kecenderungan
Reliability of Information about the kerjasama antara negara dilakukan pada
tiga asumsi yakni :1. Mutuality of Others’ Actions,c)informasi yang bisa diandalkan tentang tindakan aktor lain,
interest(sama-sama berkepentingan) 2.
d) Quick feedback about changes in the The shadow of the future (bayangan
feedback antara tentang masa depan) 3. Number of actors
others’
actions,
hasil yang (jumlah pemain).Dalam Mutuality of
kebijakan
dan
dicapai.Kemudian Number of Actors interest di asumsikan Payoff structure
dalam konteks ini dengan melihat akan mempengaruhi the level of
banyaknya aktor yang bermain dalam cooperation artinya kebijakan negara
konteks kerjasama maka tidak bisa yang saling menguntungkan cenderung
dipungkuri dalam kerjasama pula banyak akan dipilih sejumlah aktor untuk
terjadi aktor yang menjadi profokator. bekerjasama
dibandingkan
dengan
Kondisi inilah yang harus dihindari menawarkan
solusi
yang
sehingga bisa diidentifikasi tentang konfliktual.Sehingga,
The
Payoff
aktor-aktor yang tidak memiliki tujuan structure yang mempengaruhi mutuality
yang sama.
of interest dengan demikian setiap aktor tertuju pada tujuan yang sama.
Pada dasarnya tujuan yang akan dibentuk harus bersifat jangka panjang
Dengan demikian berdasarkan artinya semua aktor harus fokus pada
fenomena asap yang mendapat kerugian pokok persoalan yang akan diselesaikan.
adalah sejumlah
negara
ASEAN
Sehingga komponen efektivitas kerjsama termasuk Indonesia, oleh sebab itu dari
dalam menanggulangi asap bisa dilihat pada saling menghujat satu sama lainya
dari keluaran atau kesepakatan dalam cenderung lebih baik untuk saling
dalam upaya koordinasi, saling membantu untuk
penanggulangan
menanggulangi masalah misalnya berupa menanggulangi asap. Selanjutnya, the
aturan hukum, konvensi, yang kemudian Shadow of the Future.Terdapat empat aturan hukum, konvensi, yang kemudian Shadow of the Future.Terdapat empat
telaah dalam menyelesaikan masalah itu yang perlu diperhatikan adalah Level
asap kedepannya.
of Collaboration atau tingkat kolaborasi
D. KESIMPULAN
actor dalam melihat masalah, yang Dari hasil analisis di atas,sebagai
biasanya menyangkut
koordinasi,
bagian kesimpulan bahwa aktivitas komunikasi,dan
saling
memahami,
pembakaran hutan yang menimbulkan sebab dengan ketiga hal tersebut akan
terjadinya kebakaran hutan, sehingga cenderung
mudah
dalam
efeknya terjadi polisi asap yang mengidentifikasi
tingkat
kesulitan
menimpah wilayah Indonesia dan masalah serta kapasitas penyelesaian
negara-negara ASEAN. masalah
Aktivitas pembakaran hutan tersebut Malignancy, kondisi ini harus dilihat
dilakukan oleh sejumlah oknum yang pada tingkat kesulitan masalahnya oleh
untuk meminimalisir biaya pembebasan sebab itu yang harus dilakukan adalah
lahan terutama sawit.Polusi udara yang menghitung seberapa serius aktor untuk
ditimbulkanya merupakan hasil aktivitas menyelesaikan masalah yang ada,
pembakaran lahan lahan gambut yang sehingga perpecahan dan diskoordinasi
diikuti oleh keadaan alam yang tidak terjadi. Problem Solving Capacity
memasuki musim kemarai disertai El atau memahami
tingkat kapastias
Nino.
masalah. Dalam membuat kapasitas penyelesaian itu haruslah kerjasama
Kebakaran yang terjadi selama dibuat dalam interval negosiasi yakni
akibat lambannya membuat rancangan minimum dan
berbulan-bulan
struktural menimbulkan maksimum dari setiap capaian aktivitas
kebijakan
penderitaan yang luar biasa bagi rakyat dalam
Indonesia disertai kerugian ekonomi dan masalah. Yang perlu diperhatikan juga
koordinasi
menyelesaikan
bidang lainya begitu pula dengan negara- adalah bagaimana membagi kekuatan
negara ASEAN terutama Singapura dan dan kekuasan dalam menyelesaikan
Malaysia. Proses penyelesaian bencana masalah dan kepercayaan terhadap
yang dilakukan Indonesia adalah salah skill(kemampuan/SDM)
satunya meminta bantuan sejumlah danenergy(keseriusan) tema kerjasama
negara seperti Jepang, Rusia, Australia, atau distribusi kekuasaan. Oleh sebab itu
Malaysia, akan tetapi penting bagi Indonesia melihat poin-poin
Singapura,
Malaysia dan Singapura lebih aktif Malaysia dan Singapura lebih aktif
untuk melakukan mungkin karena kesamaan rasa akibat
setiap
aktor
tindakan.Dalam konteks itulah Indonesia polusi asap. Penanggulangan asap lintas
menerapkan logika kesesuaian untuk batas sebenarnya memang tidak eksplisit
menjalin kerjasama lebih intens dengan melanggar aturan akan tetapi hanya
anggota ASEAN lainya. Hal ini sebatas rasa kemanusiaan. Dalam
dikarenakan bahwa Indonesia sebagai Konvensi Jenewa, Deklarasi Rio atau
mengekspor asap deklarasi
wilayah
yang
sebenarnya tidak ingin juga kejadian itu mencantumkan bahwa setiap negara
Stockholm
hanya
terjadi namun karena perilaku oknum harus
momok yang kesesuaian dengan alam, sehingga tidak
menakutkan bagi sejumlah negara mengganggu aktivitas negara lainya.
ASEAN. Akan tetapi secara logika terbalik bahwa justru Indonesia jugalah
Polusi udara akibat asap sudah yang mengekspor udara segara kepada
jelas menggangu
aktivitas negara
ASEAN dengan lainya,dalam konteks itu pula ASEAN
sejumlah negara
lebatnya hutan di Indonesia dari hasil sebagai organisasi regional mengambil