Makalah Tentang Kebijakan Presiden SBY

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang
berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik,
seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen
abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan
tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta
revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber
daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan,
terutama pada satu abad belakangan ini. Sumber daya alam mutlak
diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya
keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti
Indonesia, Brazil, Kongo, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah
memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah.
Indonesia, salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam hayati
dan nonhayati terbesar di dunia.
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat
digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat
diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang

dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan.
Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah
beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat
berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk
dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang
jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses
pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis.
Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada
umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk

1

kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan
gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang
hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan
perairan.Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaaan tahun ini
kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi
berbagai jenis bahan tambang tersebut.
Indonesia sebagai negara yang memilik banyak sumber daya alam berupa
minyak


pada

Desember

tahun

1962

bergabung

(Organization of the Petroleum Exporting Countries)

dengan

OPEC

atau yang dikenal

sebagai Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi, namun pada

masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono Mei 2008.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu OPEC ?
2. Alasan Apa yang menjadi dasar Pemerintah menyatakan Indonesia
keluar Dari OPEC ?
3. Dampak Baik dan buruk dari Keluarnya Indonesia dari OPEC pada
masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ?

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Organization of the Petroleum Exporting Countries ( OPEC )
Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau Organisasi
Negara Pengekspor Minyak didirikan pada tahun 1960. Pendirian OPEC
ditujukan untuk menyatukan dan melindungi kepentingan negara-negara
penghasil minyak dunia.
OPEC memungkinkan negara anggotanya untuk menjamin pendapatan
mereka dengan mengkoordinasi kebijakan dan harga minyak. Organisasi ini
dibentuk antara lain sebagai respon atas upaya perusahaan minyak barat

untuk mendorong harga minyak terus turun.Anggota awal OPEC adalah Iran,
Irak,

Kuwait,

Arab

Saudi,

dan

Venezuela.Pada

perkembangannya,

keanggotaan diperluas dengan menambahkan tujuh negara lainnya yaitu
Aljazair, Angola, Indonesia, Libya, Nigeria, Qatar, dan Uni Emirat Arab,
membuat keanggotaan total berjumlah 12 negara.OPEC mewakili kekuatan
politik dan ekonomi yang cukup signifikan. Dua-pertiga dari cadangan
minyak dunia serta setengah ekspor minyak dunia dimiliki negara anggota

OPEC.Taring OPEC dalam pentas politik dunia pertama ditunjukkan pada
tahun 1970an.
Di era Soeharto Pada masa Orde Baru, negara ini dikenal sebagai produsen
dan eksportir utama minyak dunia. Bahkan, menurut data BP World Statistic
2012, pada saat itu mencapai puncak produksi pada 1977 sebesar 1,65 juta
barel per hari dan Indonesia masuk dalam jajaran 11 produsen minyak
terbesar di dunia pada saat itu.
Indonesia bergabung dengan OPEC, setelah dua tahun organisasi ini
dibentuk oleh lima negara produsen minyak terbesar, yakni Iran, Irak, Arab
Saudi, Kuwait dan Venezuela pada 1960. Selama 32 tahun pemerintahan
Soeharto berkuasa, yakni antara 1966-1998, rata-rata produksi minyak
mencapai 1,38 juta barel per hari. Saat itu, negara indonesia mengalami era
kaya minyak, bahkan sebagian besar pembangunan ekonomi nasional dibiayai

3

dari minyak. Kontribusi migas terhadap pendapatan negara sangat signifikan,
melebihi 50 persen, bahkan pada 1980-an sumbangan minyak pernah
mencapai lebih dari 70 persen.Dengan produksi yang melimpah, minyak
menjadi sumber energi yang mudah didapat. Apalagi, pada masa itu, tingkat

konsumsi minyak dalam negeri belum begitu besar.
Sepanjang masa pemerintahan Soeharto, rata-rata konsumsi minyak hanya
sekitar 469 ribu barel per hari. Jumlah ini hanya sepertiga atau sekitar 34
persen dari total produksi. Maka, pemerintah pun memberikan subsidi harga
bahan bakar minyak (BBM) di pasar domestik.Pada tahun 2008 Indonesia
memutuskan untuk keluar dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak
alias OPEC. Kini, Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak karena
produksi yang berada di kisaran 800 ribu barel per hari tak mampu memenuhi
permintaan yang mencapai lebih dari 1 juta barel per hari.
“Cerita Indonesia Kaya Minyak”, Sekarang indonesia adalah salah satu
negara pengimpor minyak bumi terbesar dengan menempatkan Indonesia
dalam jajaran 14 negara konsumen minyak terbesar di dunia, sekarang
indonesia hanya memiliki cadangan 0,2 persen dari total cadangan minyak
dunia, diperkirakan hanya cukup untuk 11 tahun saja.
Data dari BP Stastiscal Review 2013 mencatat cadangan minyak Indonesia
tahun 2012 hanya 3,7 juta barrel per tahun setara dengan 0,2 persen total
cadangan minyak dunia dengan tingkat produksi minyak saat ini 321 juta
barrel per tahun.
Jadi indonesia kaya akan minyak sekarang sudah tidak lagi, Indonesia
sekarang menjadi negara pengimpor minyak data Sepanjang 2013 lalu, Badan

Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia melakukan impor minyak mentah
senilai US$ 13,585 miliar atau Rp 135 triliun.
Jumlah minyak yang diimpor 16,015 juta ton. Besarnya impor minyak
mentah ini adalah karena kebutuhan konsumsi BBM di Indonesia sangat
tinggi, dan melampaui produksi minyak serta BBM di dalam negeri.

4

B. Kebijakan yang Diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Indonesia yang selama ini menjadi pengekspor minyak mentah dan
tergabung di dalam OPEC pada MEI tahun 2008 memutuskan untuk keluar
dari organisasi tersebut, hal ini disebabkan oleh menurunnya tingkat produksi
yang dihasilkan oleh Indonesia setiap harinya. Dalam sambutan Presiden
ketika

membuka

Musyawarah

Perencanaan


Pembangunan

Nasional

(Musrenbangnas) 2008 pada 6 Mei yang lalu, presiden SBY menyatakan:
“Indonesia sekarang ini tidak lagi menjadi oil exporting country dalam arti
nett yang betul-betul kita mengekspor lebih banyak. Kita sekarang juga
menjadi oil importing country. Kita mengkonsumsi sejumlah bahan bakar
minyak dan fuel yang tidak sedikit.”
“Oleh karena itulah, dalam Sidang Kabinet Terbatas, kita memikirkan
apakah kita masih tetap berada di OPEC atau sementara kita mengundurkan
diri saja, di luar itu sambil kita meningkatkan produksi dalam negeri kita,
sehingga pantas kalau kita kembali berada dalam Organisasi OPEC karena
kita memproduksi jumlah minyak yang pantas. Produksi kita sekarang kurang
sedikit dari satu juta barel per hari, menurun, karena memang sumur-sumur
sudah menjadi tua. Kita meningkatkan produksi itu, tapi masih perlu waktu,
1, 2, 3 tahun ke depan.”
Dalam beberapa tahun terakhir produksi minyak Indonesia mengalami
penurunan. Data dari BP menunjukkan, penurunan produksi crude oil

(minyak mentah) terjadi sejak tahun 1997. Pada tahun 1996 lifting crude oil
Indonesia mencapai 1,580 juta barrel per hari sedangkan tahun 1997 turun
menjadi 1,557 juta barrel. Tahun 2006 lifting harian turun menjadi 1,071 juta
barrel.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Migas Departemen ESDM, produksi
minyak mentah Indonesia tahun 2007 mencapai 347,493 juta barrel atau
sekitar 0,952 juta barrel per hari.

5

Sementara itu Kepala BP Migas menegaskan lifting minyak Indonesia
tahun 2008 mengalami peningkatan dan melampaui target APBN-P. Pada
bulan Maret lifting mencapai 985.872 bph dan April 978.960 bph sementara
target produksi dalam APBN-P mencapai 977 ribu BOPD.
Jika Indonesia sudah berani dengan lantang menyatakan dirinya bukan
pengekspor minyak tetapi pengimpor minyak, maka mulai sekarang Indonesia
harus menghentikan eksporminyak mentah. Begitu pula jika seluruh hasil
lifting minyak dalam negeri digunakan seluruhnya untuk kebutuhan nasional,
maka tidak logis mengaitkan harga BBM di Indonesia dengan harga yang
berlaku di NYMEX kecuali Indonesia mengimpor seluruh atau sebagian besar

kebutuhan nasional.
sebenarnya sangat aneh jika Indonesia mengambil kebijakan keluar dari
OPEC. Sebab kebijakan ini diambil setelah pemerintah mengambil kebijakan
menaikanharga BBM dan menyatakan harga BBM akan digerek ke tingkat
harga keekonomian,yakni harga yang sama dengan harga BBM yang berlaku
di tingkat internasional dengan acuan harga minyak mentah yang berlaku di
Amerika.
Fakta ini menggambarkan jika harga BBM sudah mencapai harga
keekonomian dan mengikuti fluktuasi harga di NYMEX, maka para
kontraktor migas dapat menjual minyak mentah dari ladang-ladang minyak
yang mereka kuasai di Indonesia kepada pemerintah dengan harga New York
bukan harga lokal. Jika kondisi ini yang terjadi, para kontraktor migas akan
mendapatkan keuntungan luar biasa sebab mereka dapat melakukan efisiensi
yang sangat tinggi dengan biaya transpot dan asuransi yang sangat minim
dibandingkan bila mereka menjual minyak mentah ke luar negeri.
Di sisi lain dengan keluar dari keanggotaan OPEC, Indonesia tidak terikat
lagi dengan sistem quota OPEC sehingga kondisi ini mungkin saja
dimafaatkan kontraktor untuk menggenjot produksi crude oil sebanyakbanyaknya.

6


Di sisi lain, Bangsa Barat seperti yang pernah dikemukakan Presiden AS
Bush meminta OPEC meningkatkan produksi minyak mentah untuk
mengendalikan harga minyak. Permintaan Bush ditolak oleh OPEC. Sekjen
OPEC menyatakan masalah kenaikan harga minyak mentah bukanlah
masalah produksi (supply) tetapi masalah spekulasi dan penurunan nilai mata
uang.
Keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC sangat memungkinkan
sebagai bagian dari Barat untuk melemahkan peranan OPEC. OPEC di masa
lalu dapat dijadikan senjata negeri-negeri muslim melawan Barat dengan
embargo minyaknya. Dengan semakin lemahnya peranan OPEC baik dari sisi
politis dan ekonomi, maka tidak tertutup kemungkinan AS dapat
mengendalikan bisnis perminyakan di dunia dengan segala dampaknya.
C. Dampak Baik dan buruk dari Keluarnya Indonesia dari OPEC
Kebijakan ini sempat menimbulkan pro dan kontra tersendiri, seandainya
indonesia tidak keluar dari OPEC maka indonesia sendiri tidak bisa
memenuhi kouta minyak di dalam negeri. Karena indonesia sudah tidak
begitu mampu untuk memenuhi persyaratan bisa menghasilkan 1 Juta Barel
per hari, dan juga membayar US$3.1 juta, sedangkan Indonesia hanya mampu
untuk menghasilkan 650-750 ribu barel perhari.
Seandainya Indonesia Keluar dari OPEC akan mengikis kemampuan
Indonesia dalam memengaruhi harga minyak dunia selama masa krisis. Jika
Indonesia tetap berada di OPEC, ada kewajiban yang harus dipenuhi anggota
lainnya, yaitu jika masalah muncul, mereka harus membantu kita, misalkan
terjadi bencana dan sebagainya di Indonesia maka negara-negara anggota
OPEC wajib membantu Indonesia.
Selain itu dalam perbaikan perekonomian dan meningkatkan produksi
perminyakan di indonesia, Indonesia membutuhkan Infestasi-infestasi dari
negara-negara asing penghasil minyak di dunia. Seandainya indonesia keluar

7

dari OPEC maka hal itu akan menyulitkan indonesia dalam melakukan lobilobi politik.
Dalam hal ini Indonesia akan mengalami kehabisan sumber Minyak dalam
waktu 10-15 tahun kedepan. Maka indonesia harus dekat dan bekerjasama
dengan negara-negara yang bisa menghasilkan minyak, karena ketika kita
lepas dari OPEC maka Indonesia tidak akan ada kepentingan lagi dengan
negara-negara penghasil minyak seperti timur tengah. Maka yang akan terjadi
adalah indonesia akan ikut dalam perebutan importir minyak dan akan
dikhawatirkan hal itu akan menyebabkan indonesia menjadi krisis di bidang
perekonomian karena harus bertarung dengan eropa dan afrika dalam
memperebutkan minyak.

8

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan yang diambil oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
mei 2008 tentang keluarnya indonesia dari OPEC memang banyak yang pro dan
kontra tersendiri. Indonesia memang akan kehilangan kekuatan dalam
mempengaruhi harga minyak dunia, dan akan melemahkan kedudukan indonesia
di mata dunia. Namun hal itu cukup beralasan karena indonesia sudah tidak
mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri ditambah harus
melakukan ekspor keluar.
Dalam hal ini Keputusan Presiden cukup tepat untuk melakukan
penyelamatan terhadap perekonomian di indonesia. Selain harus memperbaiki
sistem pengelolaan pertambangan pemerintah juga harus mempertimbangkan
jumlah konsumsi BBM di indonesia yang terus meningkat.

9

DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal-ekonomi.org/indonesia-keluar-dari-opec-ada-apa/ (Diakses 3
Desember 2014 )
http://jurnalitas.blogspot.com/2011/08/indonesia-dan-dunia-perminyakan.html
(Diakses 3 Desember 2014 )
http://migasreview.com/tag/lobi-lobi-opec (Diakses 11 Desember 2014 )
http://migasreview.com/perlukah-jadi-anggota-opec.html (Diakses 11 Desember
2014)

10