Identifikasi Karakteristik Konselor Efektif Berdasarkan Tokoh Punakawan Bagong

  2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6880 2337-6880 2337-6880

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  

ISSN Online:

http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 4 Nomor 1, Februari 2016, Hlm 58-65 Volume 4 Nomor 1, Februari 2016, Hlm 58-65 Volume 4 Nomor 1, Februari 2016, Hlm 58-65

  

ISSN Online:

  

ISSN Online:

  Info Artikel: Diterima 27/01/2016 Direvisi 04/02/2016 Dipublikasikan 28/02/2016

  

IDENTIFIKASI K ASI KARAKTERISTIK KONSELOR EFEKTIF BERDAS RDASARKAN

TOKOH PUNAKAWAN BAGONG

  • * *) Wahyu Nanda Eka Saputra a
  • )

  Prodi Bimbingan dan Konsel seling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Univers ersitas Ahmad Dahlan wahyu.saputra@bk.uad.ac.id c.id

  Abstract

Bagong is Punakawan an figure. Bagong is one of the local wisdom that come omes from Indonesia.

  

Bagong have various c s characteristics sublime. The purpose of this study w y was to describe the

characteristics of Bagon gong. Characteristics of Bagong can be referred to a co counselor to develop

the characteristics of an f an effective counselor. The identification results show ow the characteristics

of an effective counselor elor based Bagong figure are (1) genuine; (2) has a sens ense of humor; (3) the

wise in responding to to the phenomenon; (4) simple and patient in serving ing the counselee; (5)

honesty; (6) have the v e view that every individual has a deficiency; (7) has as the ability to see a

difference value; and (8 (8) gives the freedom to counselee for decision making.

  g.

  Keyword: Punakawan, Bagon ong, Effective Counselor Copyright © 2016 IICET (Padang - Indonesia) - All Rights Reserved Copyright © 2016 IICET (Padang - Indonesia) - All Rights Reserved Copyright © 2016 IICET (Padang - Indonesia) - All Rights Reserved Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET) Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET) Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET) PENDAHULUAN

  Siswa di sekolah bertugas gas untuk belajar. Akan tetapi, dalam proses belajar serin ring ditemui siswa memiliki masalah. Beberapa penelitian m n menunjukkan bahwa masih banyak siswa mengalami p i permasalahan yang belum terentaskan, walaupun di seko ekolah telah ada tenaga konselor yang bertugas untuk uk membantu siswa (selaku konseli yang mengalami masala salah) menyelesaikan masalahnya. Penelitian yang dilak ilakukan Mastur, Sugiharto & Sukiman (2012) menyebutkan an bahwa sebanyak 0,70% siswa memiliki percaya diri iri kategori rendah, 78,47% siswa memiliki percaya diri p i pada kategori sedang, dan 20,83% siswa memiliki p i percaya diri pada kategori tinggi. Berdasarkan temuan p penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, Yusri & Ily Ilyas (2013) tentang profil perilaku agresif siswa SMA, d , diperoleh bahwa tindakan agresif siswa dilihat dari me menyakiti orang secara fisik dengan persentase 35,32%, se sedangkan tindakan agresif yang dilakukan siswa dili dilihat dari menyakiti orang secara verbal 41,30%, dan tin tindakan agresif dilihat dari merusak dan menghancu curkan harta benda dengan persentase 30,42%. Penelitian litian yang dilakukan Saputra (2015) menyebutkan ba bahwa di salah satu SMK Kabupaten Ngawi masih terda dapat siswa yang mengalami masalah prokrastinasi aka kademik, yaitu 7,07% siswa berada dalam kategori tinggi, gi, 79,79% siswa berada dalam kategori sedang, dan si sisanya 13,13 siswa dalam kategori rendah.

  Berbagai penelitian di ata atas menunjukkan bahwa permasalahan seakan masih me menjadi isu lama yang tidak pernah ada habisnya. Permasa asalahan merupakan suatu kondisi yang tidak bisa dih dihindari oleh siswa. Setiap siswa tidak bisa mengelak bah ahwa pada suatu saat mereka akan mengalami permasala salahan. Permasalahan yang mereka hadapi beragam jenis nis dan tingkatnya. Oleh sebab itu, membutuhkan usa saha dari siswa untuk bisa keluar dari permasalahan yang ang sedang dihadapinya. Hal ini perlu dilakukan sisw iswa karena jika siswa tidak berusaha untuk keluar dari jera eratan masalahnya, akan berpengaruh terhadap kehidupa pannya.

  Sebagai seorang konselo selor yang memiliki keilmuan dan pengalaman di b i bidang konseling, sering mendengar konsep unfinished ed business, yang merupakan salah satu konsep kunci ci yang dikembangkan oleh konseling Gestalt (Mann, 201 010). Unfinished business mengacu pada perasaan-per perasaan menyakitkan masa lalu yang telah terpendam d dan ingin diselesaikan saat sekarang (Sharf, 201 012) dan sangat mungkin mendominasi kehidupan konse nseli (Flanagan & Flanagan, 2004). Konseli yang meng engalami kondisi unfinished

  

business, permasalahan merek reka dimanifestasikan dalam perasaan terpendam seper perti kebencian, kemarahan,

  rasa sakit, kecemasan, kesediha ihan, rasa bersalah, dan ditinggalkan ( (Corey, 2009). Konseli akan berlama-lama memen endam permasalahan yang sebenarnya bisa segera mereka eka selesaikan. Kondisi yang dialami konseli tersebut te t tentunya akan berpengaruh besar dan mengganggu kehidup idupan mereka dalam melakukan interaksi dengan diri sen i sendiri maupun orang lain.

  Masalah yang dialami ko konseli perlu mendapatkan penanganan yang serius agar gar layanan konseling segera mendapatkan hasil yang sign ignifikan. Adiputra & Saputra (2015) mengartikan k konseling sebagai proses hubungan interaksi antar prib ribadi yang unik dan berkesinambungan antara kon onselor dan konseli secara profesional dengan tujuan mem embantu konseli mencapai kebahagiaan. Salah satu un unsur yang perlu diterapkan konselor adalah keterampilan ilan konseling. Nelson-Jones (2005) menjelaskan kete eterampilan konseling yang dimiliki konselor memegang n g nilai-nilai humanistik, antara lain menghormati konseli seli tanpa syarat, pengakuan bahwa tidak ada konseli yang ng sempurna, kepercayaan bahwa konseli bisa dididik idik, keyakinan akan potensi konseli dalam kehidupan sosia sial, dan kepercayaan bahwa konseli memiliki keingina inan yang tulus untuk dunia yang lebih baik. Konselor r yang memiliki keterampilan konseling yang baik aik tentu akan menunjang keberhasilan layanan konseling ling yang diberikan pada konseli.

  Selain itu, ketepatan tek teknik konseling yang dipilih konselor untuk memb mbantu konseli keluar dari masalahnya juga menjadi uns nsur lain yang menunjang keberhasilan layanan konse nseling yang diberikan oleh konselor kepada konseli. Erfo rford (2015) menjelaskan bahwa teknik konseling dig digunakan untuk mengatasi masalah konseli dan meningka gkatkan efektifitas layanan konseling yang diberikan. T . Terdapat berbagai macam teknik konseling yang berkem embang saat ini. Oleh sebab itu, konselor perlu memilik iliki kejelian dalam memilih teknik konseling yang tepat ses sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dialami o i oleh konseli.

  Selain keterampilan dan an teknik konseling, konselor juga perlu memperhatik tikan unsur lain yang dapat menunjang keberhasilan layan yanan konseling yang diberikan konselor pada konsel seli. Unsur yang dimaksud adalah karakteristik konselor lor efektif. Keterampilan dan teknik konseling sejatin atinya dapat meningkatkan keberhasilan layanan konselin ling, akan tetapi karakteristik konselor efektif meland ndasi kedua unsur tersebut dalam menunjang keberhasilan ilan layanan konseling. Singkatnya, karakteristik konselo elor efektif dapat menunjang keberhasilan konselor dalam m menerapkan keterampilan dan teknik konseling seh sehingga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan layanan an konseling yang diberikan.

  Brammer (1979) menjela jelaskan bahwa konselor yang efektif memiliki tuju juh karakteristik. Pertama, memiliki kesadaran diri dan an nilai-nilai. Kesadaran ini akan mendorong kons onselor untuk menghindari melakukan perilaku-perilaku u tidak etis terhadap konseli yang dapat memperbur buruk hubungan konseling. Kedua, memiliki kesadaran ak akan budaya. Konselor profesional hendaknya mempela pelajari karakteristik budaya konseli mereka agar konselor lor tidak melakukan perilaku yang bertentangan dengan gan prinsip budaya konseli. Ketiga, memiliki kemampuan uan menganalisis perasaan konselor sendiri. Konselo selor memberikan layanan konseling pada konseli sering ng bersinggungan dengan perasaan-perasaan yang munc uncul dari diri konseli, akan tetapi konselor harus mempun unyai kesadaran dan mengontrol perasaannya sendiri. Ke i. Keempat, dapat berfungsi sebagai model dan pemberi pe pengaruh. Konselor secara tulus menampakkan diri seba ebagai pribadi yang beradab, matang, dan efektif dalam k kehidupan sehari-hari sehingga dapat menjadi mod odel bagi konseli. Kelima, memiliki sifat altruistik. Seba ebagai konselor yang bertanggung jawab membantu u kesejahteraan orang lain, konselor perlu lebih mementin ntingkan kepentingan konseli daripada kebutuhannya se sendiri. Keenam, memiliki etika yang kuat. Konselor perlu erlu mematuhi kode etik yang ada yang memberi pedo doman bagi konselor untuk melakukan hal yang boleh h dan tidak boleh dilakukan konselor. Ketujuh, tan tanggung jawab. Konselor memberikan layanan konseling ling harus didasari rasa tanggung jawab.

  Karakteristik konselor efe efektif di atas adalah karakteristik konselor efektif umu mum yang berasal dari luar negeri dan memiliki sensitifita ifitas budaya yang kemungkinan cenderung tidak sama d a dengan di Indonesia. Oleh sebab itu, konselor perlu me mempertimbangkan budaya lokal atau kearifan lokal kal untuk mengembangkan karakteristik konselor efektif d tif di Indonesia. Dalam pelaksanaannya hal ini tentu me memiliki rasa yang berbeda baik dari unsur keluwesan dan an kedinamisan interaksi hubungan konseling antara ko konselor dan konseli ketika konselor memiliki basis buday aya luar negeri dibandingkan dengan konselor memiliki iliki sensitifitas kearifan lokal asli Indonesia.

  Terdapat beragam keari arifan lokal yang ada di Indonesia. Hal ini sesuai ai dengan pernyataan yang dingkapkan oleh Goodwin & & Giles (2003) yang mengungkapkan bahwa Indonesia sia adalah salah satu negara yang memiliki beragam buda daya. Kearifan lokal di Indonesia jika ditelaah lebih d h dalam untuk kepentingan pengembangan profesi konselo elor, memiliki potensi yang tidak kalah dengan rumusan san teori keilmuan konseling dari luar negeri. Salah satu ga gagasan sebelumnya dirumuskan oleh Saputra & Bhakt akti (2015) yang melakukan telaah karakter ideal konselo elor berdasarkan tokoh Punakawan Semar. Berdasark arkan hasil telaah tersebut dirumuskan bahwa konselor d r di Indonesia perlu mengembangkan karakter tanggung ng jawab dan didasari cinta serta pola pikir yang fungsion ional dalam membimbing konseli layaknya karakter y r yang dimiliki oleh Semar. Erich Fromm mengategorikan an karakter-karakter tersebut sebagai tipe karakter yan yang berorientasi produktif, yaitu pribadi yang memiliki be i beberapa unsur karakter, yaitu (a) tanggung jawab dalam lam pekerjaan; (b) memiliki kebutuhan hubungan sosial da l dan cinta; dan (c) melakukan sesuatu dengan akal (Boe Boeree, 2007; Feist & Feist, 2006).

  Salah satu kearifan loka kal yang berasal asli dari Indonesia adalah pewayang ngan. Wayang berasal dari budaya Jawa (Dwiandiyanta ta dkk., 2012) dan masih cukup populer sampai se i sekarang (Sunarto, 2006). Nurgiyantoro (2011) menyebut but bahwa Wayang telah diakui UNESCO sebagai “Kary Karya-karya Agung Lisan dan Tak Benda Warisan Manusia”. ia”. Wayang ini diakui sebagai karya agung karena wayan yang mempunyai nilai tinggi bagi peradapan umat manusia. sia. Wayang sarat nilai, baik yang tercermin pada karak rakter tokoh, cerita, maupun berbagai unsur lain yang mend ndukung. Semua itu baik dijadikan rujukan bagi konselo selor untuk mengembangkan karakteristik konselor efektif y f yang berbasis kearifan lokal.

  Kearifan lokal dalam to tokoh pewayangan yang akan diidentifikasi pada m makalah ini adalah tokoh Punakawan. Jajawan Punakaw kawan terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bag agong (Albiladiyah, 2011; Humarni, 2014; Ningrum, Al Al Hakim & Winarno, 2014; Suwardi, 2002; Udasmor oro, 1999). Masing-masing tokoh Punakawan adalah unik nik karena memiliki karakteristik berbeda-beda satu de dengan yang lainnya. Akan tetapi, secara khusus makalah lah ini akan mengidentifikasi karakteristik tokoh Pun unakawan Bagong sebagai rujukan konselor untuk mengem gembangkan karakteristik konselor efektif.

  Bagong dipilih sebagai to i tokoh Punakawan yang diidentifikasi karakteristiknya ya karena Bagong memiliki banyak dimensi karakteristik p k positifnya. Bagong adalah salah satu tokoh Punakaw awan yang ikut serta dalam membimbing dan mendamping ingi para Pandawa (Tavinayati, 2014). Tugas dari Bag agong hampir sama dengan konselor, yaitu membimbing d g dan mendampingi konseli yang sedang terlibat masa asalah menjadi pribadi yang mampu mengembangkan segala gala potensi yang dimiliki.

  Tujuan dari penelitian in ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kar karakteristik dari salah satu tokoh Punakawan, yaitu Bagon gong. Identifikasi dan deskripsi yang dilakukan bersum umber dari beberapa sumber pustaka maupun hasil-hasil pe penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dari ari identifikasi dan deskripsi karakteristik dari salah satu tu tokoh Punakawan, yaitu Bagong dapat menjadi r i rujukan bagi konselor di Indonesia untuk mengembangk ngkan karakteristik konselor efektif yang berbasis kearifa rifan lokal.

METODELOGI PENELITIAN TIAN

  Penelitian ini menggunak akan metode penelitian kualitatif deskriptif/intepretif. M tif. Menurut Van Doren, 1991 (dalam Mappiare-AT, 2013) p ) penelitian kualitatif sering disebut sebagai gaya ilmiah iah baru karena dapat tampil untuk mengorganisasikan sepe perangkat fenomena yang tidak terukur, yang tampak tid tidak sederhana, dan kacau.

  Secara harfiah, penelitian kua ualitatif deskriptif/intepretif menunjuk pada uraian data data untuk ditafsirkan. Sifat penafsiran terkandung mulai d lai dari saat pengumpulan data, penyajian dan analisis is data, sampai pada upaya pelaporan penelitian. Jenis pen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah p h penelitian pustaka (library

research ), yaitu penelitian yan yang menggunakan sumber data berupa buku dan bac acaan sebagai sumber data.

Selain sumber data buku, pen penelitian ini juga menggunakan sumber data hasil-ha -hasil penelitian yang telah dilakukan (Hadi, 1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN AN PENELITIAN HASIL PENELITIAN

  Warbung (2015) menjela elaskan bahwa Punakawan merupakan tokoh pewayan angan yang berbentuk aneh dan lucu, termasuk watak dan an tingkah polahnya. Mereka melambangkan orang keb kebanyakan dengan karakter yang mengindikasikan macam am-macam peran, seperti penasihat para ksatria, pengh ghibur, kritisi sosial, badut, bahkan sumber kebenaran dan an kebijakan. Tokoh Punakawan pada dasarnya adalah h manivestasi dari beberapa bentuk dan karakter manusia y ia yang banyak mempunyai nilai-nilai falsafah yang men enyiratkan tentang karakter perilaku dan perbuatan manu nusia yang paling rendah secara kasta dalam falsafa afah jawa dan mampu bisa memberi contoh bagi kehidup upan manusia (Prayoga, Fianto & Hidayat, 2015). Suh uharno (2015) menjelaskan bahwa peran Punakawan telah lah menjadi inspirasi penciptaan karya seni di luar wa wayang kulit purwa, seperti poster, komik, wayang hiphop op, dan sebagainya. Hadirnya panakawan dalam bentuk tuk dan fungsi baru ini tentu menunjukkan bahwa ada nilai lai daya hidup (life force) dari wayang Punakawan yang ang dapat ditransformasikan ke dalam karya seni kekinian s n sesuai konteksnya.

  Salah satu tokoh Punaka akawan adalah Bagong. Bagong adalah bayangan lain lain dari Semar dan Semar- Bagong hakekatnya adalah tu tunggal dan memiliki peran penting dalam pergelaran an wayang kulit gaya Jawa Timuran (Christianto, 2003). 3). Ningrum, Al Hakim & Winarno (2014) mengga gambarkan ciri fisik yang menonjol dari Bagong adalah: h: (1) tubuhnya bulat, matanya lebar, dan bibirnya tebal; al; (2) kedua telapak tangan yang kelima jarinya terbeber le r lebar yang memiliki simbol bahwa selalu siap sedia un untuk bekerja keras. Secara jelas bentuk fisik dari tokoh Pu Punakawan Bagong dapat digambarkan secara jelas pad ada gambar 1.1.

Gambar 1.1. Bentuk fisik Punakawan Bagong Sumber: Dhika (2013)

  Identifikasi karakteristik tik Punakawan Bagong dilakukan dengan mengumpu pulkan beberapa informasi berdasarkan beberapa sumbe ber pustaka berupa buku. Salah satunya adalah lah Achmad (2012), yang menggambarkan Bagong mirip irip Semar tetapi hitam gelap sehingga di sebut sebagai b i bayangan Semar. Karakter yang disimbolkan dari bentuk tuk Bagong adalah manusia harus sederhana, sabar, dan an tidak terlalu kagum pada kehidupan di dunia. Makna m mendalam dari karakter Bagong adalah tidak terlalu k lu kagum dengan kehidupan dunia.

  Selain menggunakan sum sumber pustaka berupa buku, identifikasi karakteristik tik Punakawan Bagong juga dilakukan berdasarkan hasil-h il-hasil penelitian. Warbung (2015) dalam penelitian tiannya menjelaskan bahwa Bagong adalah bayangan Sem Semar yang akan menjadi teman Semar ketika Bago gong diturunkan ke dunia. Seketika itu, bayangannya beru erubah wujud menjadi Bagong. Bagong bersifat lancang ng dan suka berlagak bodoh serta sangat lucu. Prayoga, F , Fianto & Hidayat (2015) dalam penelitiannya men enyebutkan bahwa Bagong termasuk Punakawan yang dih ihormati, dipercaya dan mendapat tempat di hati para ks ksatria karena berada dalam jalur kebenaran, dan juga me memiliki kekurangan. Jadi manusia yang sejati adalah lah manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan.

  Sebagai tambahan juga d dilakukan penelitian lain yang mengidentifikasi karakte kteristik Bagong. Hidajat & Pujiyanto (2014) dalam pene nelitiannya menyebutkan bahwa Bagong memiliki wa wajah dengan karater yang selalu tersenyum. Ningrum, A Al Hakim & Winarno (2014) dalam penelitiannya men enyebutkan bahwa Bagong berasal dari bahasa arab baqha qha yang artinya dapat membedakan antara baik dan b buruk. Bagong merupakan anak bungsu Semar, di mana to a tokoh Bagong diciptakan dari bayangan Semar. Bagon ong memiliki karakter yang sama halnya dengan saudaran ranya yaitu gareng dan petruk, di mana Bagong juga s a suka bercanda dan penuh dengan kebebasan. Penelitian s n selanjutnya dilakukan Rosyid (2013) yang menjelaska kan bahwa Bagong dari kata

  

bagho (lalim/jelek) dan bagha ghaa (berontak) yakni memberontak bila terdapat kem munkaran. Konsep tersebut

  berpegang pada koridor bahw hwa berita adalah fatwa yang berlawanan dengan fina finatan lil alamin , menjauhi bombastis (ngibul), provokatif, tif, dan pembual.

  PEMBAHASAN

  Berdasarkan penyajian ha hasil penelitian di atas, dapat dijelaskan bahwa Bagong ong sebagai salah satu tokoh Punakawan memiliki bebera erapa karakteristik. Karakteristik Bagong terangku kum sebagai berikut: (1) pembimbing yang tulus; (2) 2) melakukan interaksi sosial dengan menyelingi hum umor; (3) bijaksana dalam menanggapi fenomena; (4) se sederhana dan sabar dalam melayani individu yang dib dibimbing; (5) menjunjung tinggi kejujuran; (6) memilik iliki pandangan bahwa setiap individu memiliki ke i kekurangan; (7) memiliki kemampuan melihat suatu pe perbedaan nilai; dan (8) memberi kebebasan individu idu untuk mandiri memilih keputusan. Delapan karakteris teristik Bagong tersebut dapat dirujuk dan diimplemen entasikan konselor sebagai karakteristik konselor efektif y f yang berbasis kearifan lokal Indonesia.

  Karakteristik konselor ef efektif yang pertama adalah pembimbing yang tulus. Ke s. Ketulusan konselor dalam memberikan layanan konseling ling kepada konseli merupakan unsur yang fundamental. tal. Elliot (2011) menyatakan bahwa konselor dalam member berikan layanan konseling pada konseli benar-benar tulu ulus berusaha untuk menjadi empatik, konselor tidak akan an berusaha untuk memaksakan nilai-nilai pribadinya a pada konseli dan dengan demikian akan lebih mungkin in untuk mengikuti pedoman etis. Senada dengan pernya nyataan sebelumnya, Rogers (1957) menyatakan bahwa ke ketulusan konselor dalam sebuah hubungan konselin ling merupakan salah satu kondisi memadai yang diperluk lukan untuk perubahan perilaku konseli.

  Karakteristik konselor efe efektif yang kedua adalah melakukan interaksi sosial d l dengan menyelingi humor. Sen (2012) menjelaskan humo or adalah fenomena universal yang ditunjukkan oleh b banyak budaya. Romero & Cruthirds (2006) menjelaskan an humor sebagai komunikasi lucu yang menghasilkan an emosi dan kognisi positif dalam individu, kelompok, ata atau organisasi. Selain itu, humor adalah elemen umum d m dari interaksi manusia dan karena itu memiliki dampak pa pada kelompok kerja tertentu. Humor lebih dari konsep sep lelucuan, itu merupakan alat yang bersifat multifungsi si yang dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujua juan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, humor dapa apat menjadi salah satu media bagi konselor untuk menu enumbuhkan perasaan rileks pada konseli sehingga proses k s konseling dapat dilaksanakan konselor dan konseli den engan baik.

  Karakteristik konselor e efektif yang ketiga adalah bijaksana dalam menang nggapi fenomena. Dimensi kebijaksanaan (wisdom) kons nselor menjadi salah satu karakteristik yang perlu d diperhatikan konselor, hal tersebut dibuktikan oleh bebera erapa pendapat. Menurut Tukiainen (2010) konsep kebij ebijaksanaan memungkinkan konselor secara filosofis meng ngidentifikasi tugas-tugas yang tepat untuk dilakukan. Ko n. Konsep ini mengacu pada sejumlah besar kebajikan kog ognitif dan praktis, dan konseling yang berlandaskan n filosofis adalah proses di mana kekuasaan konseli unt ntuk mengambil sebuah keputusan secara mandiri d i didorong. Hal ini sering dilakukan dalam proses konse nseling dan hal tersebut dapat meningkatkan kesejahte hteraan konseli. Selain itu, Osterlund (2014) menjelaskan kan bahwa kebijaksanaan konselor diekspresikan mela elalui pribadi konselor dan berpotensi akan mengubah h hubungan konseling. Kebijaksanaan konselor m mencakup sikap reflektif, kemampuan untuk mendapatka tkan wawasan dari pengalaman, kecerdasan emosional, al, kemampuan kognitif, dan kepedulian terhadap orang lain lain.

  Karakteristik konselor ef efektif yang keempat adalah sederhana dan sabar dala alam melayani konseli yang dibimbing. Permasalahan yan ang dihadapi oleh konseli memiliki tingkat dan jen jenis yang beragam. Tidak menutup kemungkinan juga p a permasalahan konseli tidak segera terselesaikan setela telah mendapatkan layanan konseling. Dalam hal ini, Cav avanagh (1982) menjelaskan bahwa konselor perlu m memiliki kesabaran dalam menghadapi konseli yang sulit lit menyelesaikan permasalahannya. Sikap sabar ditunju njukkan dengan kemampuan konselor untuk bertoleransi p i pada keadaan yang ambigu, mampu berdampingan n secara psikologis dengan konseli, tidak merasa boros s waktu, dan dapat menunda pertanyaan yang akan kan disampaikan pada sesi berikutnya.

  Karakteristik konselor e efektif yang kelima adalah menjunjung tinggi keju ejujuran. Kejujuran adalah dimensi yang perlu diperhatika tikan konselor dalam memberikan layanan konseling pad pada konseli. Konselor yang jujur memiliki makna bahwa k a konselor bersifat terbuka, otentik dan penuh keikhlasan san dalam membantu konseli keluar dari permasalahannya nya (Cavanagh, 1982). Kejujuran yang ditunjukka kan oleh konselor ketika memberikan layanan konseling ling menjadi model bagi konseli untuk melakukan perila erilaku serupa, yaitu terbuka dan jujur terhadap segala perm rmasalahan yang dialami.

  Karakteristik konselor efe efektif yang keenam adalah memiliki pandangan bahwa wa setiap individu memiliki kekurangan. Corey (2009) men enyatakan bahwa salah satu karakteristik yang perlu di dimiliki adalah pemahaman bahwa setiap individu pernah ah mengalami suatu kesalahan, termasuk konselor. Ak Akan tetapi, hal yang perlu dilakukan konselor adalah beru erusaha untuk mengakui kesalahan yang telah diperbuat at dan melakukan perbaikan di masa mendatang.

  Karakteristik konselor efe efektif yang ketujuh adalah memiliki kemampuan meli elihat suatu perbedaan nilai. Hal ini seperti yang diungkap kapkan Brammer (1979) yang menyatakan bahwa kara arakteristik konselor efektif adalah menyadari nilai-nilai ya i yang terkandung dalam dirinya. Konselor memerlukan an kesadaran akan posisi diri mereka sendiri. Konselor haru arus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan, siapakah kah saya? Apakah yang bisa saya lakukan? Apakah saya m a mampu menjadi pribadi yang bermakna bagi orang g lain? Mengapa saya mau menjadi konselor? Kesadaran ran ini akan mendorong konselor untuk menjadi p i pribadi yang tulus dalam berinteraksi dengan orang lain. in.

  Karakteristik konselor efe efektif yang kedelapan adalah memberi kebebasan konse nseli untuk mandiri memilih keputusan. Karakteristik yang ng terakhir ini terkait dengan salah satu asas dalam bi bimbingan konseling, yaitu asas kemandirian. Prayitno (20 (2012) yang menyatakan bahwa konselor yang mendor orong agar konseli berfikir, menganalisis, menilai dan me menyimpulkan sendiri, kemudian mempersepsi, merasa asakan dan bersikap sendiri atas apa yang ada pada diri iri sendiri dan lingkungannnya, dan pada akhirnya ko konseli mampu mengambil keputusan sendiri untuk bertind tindak dan mampu bertanggungjawab serta menanggung ng resiko yang mungkin ada sebagai akibat keputusan terseb sebut.

KESIMPULAN DAN SARAN ARAN KESIMPULAN

  Bagong adalah salah satu atu tokoh Punakawan yang populer dalam Pewayangan gan Jawa. Bagong memiliki karakteristik yang dapat diiden iidentifikasi sebagai karakteristik konselor efektif yang b berbasis kearifan lokal asli Indonesia. Hasil identifikasi m i menunjukkan bahwa karakteristik konselor efektif berd rdasarkan tokoh Punakawan Bagong terdiri dari (1) pembim bimbing yang tulus; (2) melakukan interaksi sosial deng ngan menyelingi humor; (3) bijaksana dalam menanggapi f pi fenomena; (4) sederhana dan sabar dalam melayani ni individu yang dibimbing; (5) menjunjung tinggi kejujur juran; (6) memiliki pandangan bahwa setiap individu m u memiliki kekurangan; (7) memiliki kemampuan melihat ihat suatu perbedaan nilai; dan (8) memberi kebebasan san individu untuk mandiri memilih keputusan.

  SARAN

  Delapan karakteristik ko konselor efektif tersebut adalah karakteristik konselo selor efektif yang berbasis kearifan lokal asli Indonesia. Dih . Diharapkan rumusan karakteristik konselor efektif ter tersebut dapat menjadi salah satu rujukan konselor di Indon onesia untuk mengembangkan diri menjadi konselor ya yang memiliki karakteristik konselor efektif. Sehingga, ko konselor dapat memberikan layanan konseling yang be bermakna bagi konseli dan dapat secara efektif berpengaru aruh secara signifikan terhadap perubahan tingkah laku k u konseli.

DAFTAR PUSTAKA

  Achmad, S. W. 2012. Wisdom dom Van Java: Mendedah Nilai-Nilai Kearifan Jawa a . . Bantul, Yogyakarta: IN AzNa Books. Adiputra, S., & Saputra, W. N. N. E. 2015. Teori Dasar Konseling. Lampung: Aura Pub ublishing. Albiladiyah, S. I. 2011. Panaka akawan dalam Pewayangan. Jantra: Jurnal Budaya dan an Sejarah, 6 (12): 178-189. Boeree, C. G. 2007. Personality ality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psik sikolog Dunia. Alih bahasa: Inyiak Ridwan Muzir. Jog Jogjakarta: Prismasophie. Brammer, L. M. 1979. The Help Helping Relationship: Process and Skills. New Jersey: Pr : Prentice-Hall, Inc. Cavanagh, M. E. 1982. The he Counseling Experience: A Theoretical and Practic ctical Approach. Monterey.

  California: Brooks/Cole P le Publishing Company. Christianto, W. N. 2003. Pera eran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergela elaran Lakon Wayang Kulit Gaya Jawa Timuran. Huma Humaniora, 15 (3): 285-301.

  Corey, G. 2009. Theory an and Practice of Counseling and Psychotherapy. . Belmont, CA: Thomson B Brooks/Cole. Dhika. 2013. Mengenal Puna unakawan dalam Cerita Wayang Kulit . (Online), (http http://www.mahardhika.net), diakses 4 Februari 2016.

  6. Dwiandiyanta, B. Y., Wijaya,

  a, A. B. M., Maslim, M., & Suyoto, 2012. New Shado dow Modeling Approach Of Wayang Kulit. Internatio tional Journal of Advanced Science and Technology , 43: 43: 95-103. Elliot, G. R. 2011. When Va Values and Ethics Conflict: The Counselor’s Role and nd Responsibility. Alabama Counseling Association J n Journal , 37 (1): 39-45. Erford, B. T. 2015. 40 Techniq niques Every Counselor Should Know. Hoboken, NJ: Pea earson Education, Inc. Feist, J., & Feist, G. J. 2006. Th . Theories of Personality. New York: McGraw Hill. Flanagan, J. S., & Flanagan, R , R. S. 2004. Counseling and Psychotherapy Theories ies in Context and Practice.

  New Jersey: John Wiley & y & Sons, Inc. Goodwin, R., & Giles, S. 20 2003. Social Support Provision and Cultural Values i s in Indonesia and Britain.

  Journal of Cross-Cultura ral Psychology , 34 (10): 1-6.

  Hadi, S. 1990. Metodologi Res esearch. Yogyakarta: Andi Offset. Hidajat, R., & Pujiyanto. 2014

  14. Open Your Mask: Traditional Paradox of Mask Pup uppet of Malang, East Java, Indonesia. Asian Journal al of Social Sciences & Humanities, 3 (1): 19-27. Hidayat, H., Yusri, & Ilyas, A.

  A. 2013. Profil Siswa Agresif dan Peranan Guru BK. J K. Jurnal Ilmiah Konseling, 2 (1): 1-5. Humarni, S. 2014. Fungsi Sos Sosial Wayang di Daerah Transmigrasi . (Online), (epr eprints.ung.ac.id ), diakses 4 Februari 2016. Mann, A. 2010. Gestalt Therap rapy: 100 Key Points and Techniques . New York: Routle utledge. Mappiare-AT, A. 2013. Tipe-T e-Tipe Metode Riset Kualitatif untuk Eksplanasi Sosia sial Budaya dan Bimbingan dan Konseling. Malang: E : Elang Mas. Mastur, Sugihanto, DYP., & S Sukiman. 2012. Konseling Kelompok dengan Teknik nik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kep Kepercayaan Diri Siswa. Jurnal Bimbingan dan Konseling ling, 1 (2): 74-80. Nelson-Jones, R. 2005. Practic actical Counselling And Helping Skills: Text And Activ Activities For The Lifeskills Counselling Model . Lond ndon: SAGE Publications. Ningrum, D. S., Al Hakim, S. S., & Winarno, S. 2014. Peran Tokoh Punakawan dala alam Wayang Kulit sebagai

  Media Penanaman Karak akter di Desa Bendosewu Kecamatan Talun Kabupaten ten Blitar. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Unive iversitas Negeri Malang , 1 (1): 1-11. Nurgiyantoro, B. 2011. Wayan ang dan Pengembangan Karakter Bangsa. Jurnal Pendid ndidikan Karakter , 1 (1): 18- 34. Osterlund, L. C. 2014. Wisdom om in the Counseling Relationship. Jesuit Higher Educa 3 (2): 74-84.

  ucation, Prayitno. 2012. Jenis Layanan an dan Kegiatan Pendukung Konseling . Padang: Univers ersitas Negeri Padang.

  Prayoga, D. S., Fianto, A. Y. Y. A., & Hidayat, W. 2015. Penciptaan Buku Novel Gr Graphic Punakawan sebagai Upaya Pengenalan Warisa risan Budaya kepada Anak-Anak. Jurnal Desain Komun munikasi Visual, 4 (1): 1-9. Rogers, C. H. 1957. The Nece Necessary and Sufficient Conditions of Therapeutic Person sonality Change. Journal of Consulting Psychology , 2 , 21: 95-103. Romero, E. J., & Cruthirds, K. , K. W. 2006. The Use of Humor in the Workplace.

  e. Academy of Management Perspectives, 20 (2): 58-6 8-69. Rosyid, M. 2013. Membingk gkai Sejarah Pers Islam di Tengah Terpaan Era Dig Digital. At-Tabsyir: Jurnal Komunikasi Penyiaran Is Islam , 1 (1): 1-18. Saputra, W. N. E. 2015. Per Perbandingan Prokrastinasi Akademik Siswa SMK me melalui Penerapan Teknik

  Cognitive restructuring ing dan Cognitive Defusion. Tesis tidak diterbitkan itkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malan lang.

  Saputra, W. N. E., & Bhakti, ti, C. P. 2015. Telaah Karakter Ideal Konselor berdas dasarkan Tokoh Punakawan

  Semar. Makalah disajika ikan di Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling g dengan Tema Konseling Berbasis Multibudaya, Se Semarang, 22 Desember 2015.

  Sen, A. 2012. Humour Analysis ysis and Qualitative Research. Social Research Update, te, 63: 1-4. Sharf, R. S. 2012. Theories ies of Psychotherapy and Counseling: Concepts an and Cases. Belmont, CA: Brooks/Cole.

  Suharno. 2015. Seni Dalam m Bingkai Budaya Mitis: Nilai Life Force dan Tran ransformasinya ke Budaya Ontologis. Jurnal Panggu ggung, 25 (3): 236-248. Sunarto. 2006. Pengaruh Islam lam dalam Perwujudan Wayang Kulit Purwa. Jurnal Sen eni Rupa dan Desain , 3: 40- 51. Suwardi. 2002. Mistik Kejawe wen di Hotel Natour Garuda. Humaniora, 7 (1): 71-94. .

  Tavinayati. 2014. Mahabharata rata dan Ramayana Versi Indonesia dalam Perspektif tif Perlindungan Hak Moral Pencipta . (Online), (eprin rints.unlam.ac.id ), diakses 4 Februari 2016. Tukiainen, A. 2010. Philosoph ophical Counselling as a Process of Fostering Wisdom om in the Form of Virtues, (Online), (www.society-f y-for-philosophy-in-practice.org), diakses 4 Februari 201 016. Udasmoro, W. 1999. Memah ahami Karakteristik Unconscious Filosofi Jawa melalu lalui Tokoh Wayang Bima.

  Humaniora , 12: 28-48. .

  Warbung, T. 2015. Tinjauan Ik Ikonografi pada Lukisan “Hidup Ini Indah Apapun Ke Keadaannya”. Humaniora, 6 (2): 155-161.