Makalah Sosiologi Ekonomi makalah (2)

Makalah
Sosiologi Ekonomi

Judul

: Kondisi Negara Indonesia

Tema

: Kondisi Sosial Ekonomi Indonesia di Tahun 2013 s/d 2016

Kelas

: 3 AKM 2

Anggota

: Harffin Erbiyakto

3201150199


Hary Yudi Saputra

3201150186

Laila Fadhilah

3201150208

Rian Pangestu

3201150212

Tomy Aranda Siregar

3201150215

Tomy Raharjo

3201150192


Universitas Bung Karno

Daftar isi
I

........................................................................ Kata Pengantar

II

........................................................................ Bab I Pendahuluan

III

........................................................................ Bab II Pembahasan

III.1

Sosial dan Kependudukan
 Kemiskinan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016

 Pendidikan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Kesehatan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016

III.2

Pertanian dan Pertambangan
 Lahan Pertanian Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Pertambangan Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 2013 – 2016

III.3

Ekonomi dan Perdagangan
 Volume Ekspor dan Impor Menurut Golongan SITC (Berat bersih: ribu ton), 2013-2016
 Distribusi Pendapatan Nasional di Indonesia Tahun 2013 s/d 2016

III.4

Penutup


III.5

Kesimpulan

Kata Pengantar
Universitas Bung Karno

Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat Jasmani maupun Rohani
terhadap kita semua dan serta atas Ridha-Nya kami mampu menyelesaikan tugas Makalah Sosiologi
Ekonomiyang ber-Tema Kondisi Sosial Ekonomi Indonesia di Tahun 2013 s/d 2016.
Harapan kami kedepan, dengan semakin banyak nya tanggung jawab yang diberikan oleh Dosen
diperkuliahan, semakin banyak pula ilmu yang kami dapatkan. Terutama untuk mengetahui informasiinformasi di Negara kita sendiri yaitu, INDONESIA.
Dengan mengetahui kelemahan yang terdapat di Negara Indonesia, maka kita sebagai generasi
penerus bangsa wajib untuk memperbaiki agar kelemahan itu dapat menjadi kuat. Begitupun
sebaliknya, apa yang menjadi menjadi kelebihan di Negara Indonesia, semaksimal mungkin kita harus
mempertahankan nya agar tidak terperosot jauh menjadi hal negative untu Negara kita sendiri.

Pendahuluan
Universitas Bung Karno


Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi di Indonesia tingkat Provinsi selama 4 ( Empat ) tahun
terakhir,yang meliputi ;
1. Sosial dan Kependudukan
 Kemiskinan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Pendidikan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Kesehatan Penduduk Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016

2. Pertanian dan Pertambangan
 Lahan Pertanian Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Pertambangan Indonesia Tingkat Provinsi Tahun 2013 s/d 2016
 Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 2013 – 2016

3. Ekonomi dan Perdagangan
 Volume Ekspor dan Impor Menurut Golongan SITC (Berat bersih: ribu ton), 2013-2016
 Distribusi Tahun 2013 s/d 2016

Dan Kami telah menyusunnya berdasarkan sumber sumber data yang terpecaya yang terdapat
dalam Internet.


Pembahasan
Universitas Bung Karno

KEMISKINAN PENDUDUK INDONESIA TINGKAT PROVINSI TAHUN 2013 – 2016

Provinsi
ACEH
SUMATERA UTARA
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
KEP. BANGKA BELITUNG
KEP. RIAU
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
BALI
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN UTARA
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGGARA
GORONTALO
SULAWESI BARAT
MALUKU
MALUKU UTARA
PAPUA BARAT

PAPUA
INDONESIA

Rasio
2013
0.34
0.35
0.36
0.37
0.35
0.38
0.39
0.36
0.31
0.36
0.43
0.41
0.39
0.44
0.36

0.40
0.40
0.36
0.35
0.40
0.35
0.36
0.37
0.42
0.41
0.43
0.43
0.44
0.35
0.37
0.32
0.43
0.44
0.41


2014
0.32
0.32
0.33
0.35
0.33
0.40
0.36
0.35
0.30
0.40
0.43
0.41
0.38
0.42
0.37
0.40
0.42
0.38
0.36

0.39
0.35
0.36
0.35
0.42
0.37
0.42
0.41
0.41
0.35
0.35
0.32
0.44
0.41
0.41

2015
0.33
0.34
0.34
0.36
0.36
0.36
0.38
0.38
0.28
0.36
0.43
0.41
0.38
0.43
0.42
0.40
0.38
0.37
0.34
0.33
0.33
0.35
0.32
0.29
0.37
0.37
0.42
0.40
0.42
0.36
0.34
0.28
0.44
0.42
0.41

2016
0.33
0.32
0.33
0.35
0.35
0.35
0.36
0.36
0.28
0.35
0.41
0.41
0.37
0.42
0.40
0.39
0.37
0.36
0.34
0.34
0.33
0.33
0.32
0.30
0.39
0.36
0.43
0.40
0.42
0.36
0.35
0.29
0.37
0.39
0.40

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 28 juta orang pada
Maret 2016 menjadi 27,76 juta orang pada September 2016. Ada sejumlah faktor yang mendorong
penurunan tingkat kemiskinan ini. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, faktor pertama yaitu tingkat inflasi
yang rendah. Selama periode Maret – September 2016, inflasi umum relatif rendah yaitu sebesar 1.34 %
Kedua, pada periode Maret-September 2016, secara asional harga eceran sejumlah kebutuhan pokok
masyarakat seperti beras, cabai rawit, cabai merah, telur ayam mengalami penurunan. Rata-rata harga beras
turun 1.21 % yaitu, dari Rp. 13.301 per Kg pada Maret menjadi Rp. 13.140 per Kg di September.

Universitas Bung Karno

Kemudian rata-rata harga cabai merah mengalami penurunan sebesar 14.06%, dari Rp. 45.554 per Kg d
Maret menjadi Rp. 39.151 per Kg pada September 2016.
“adapun cabai rawit mengalami penurunan sebsar 13.77% dan telur ayam ras mengalami penurunan sebesar
0.56%. “ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (3-Jan-2017)
Faktor ketiga, nominal rat-rata upah buruh tani per hari pada September 2016 naik sebesar 1.42%
dibandigkan per Maret 2016 yaitu dari Rp. 47.559 menjadi Rp. 48.235.
Selain itu, rat-rata upah buruh bangunan per hari pada September 2016 juga naik sebesar 1.23%
dibandingkan upah pada Maret 2016 yaitu dari Rp. 81.481 menjadi Rp. 82.480 .
Factor keempat, yaitu nilai tukar petani (NTP) nasional pada September 2016 sebesar 102.02 atau naik
0.69% dibandingkan NTP Maret 2016 yang sebesr 101.32 .

LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK INDONESIA TINGKAT PROVINSI, 2013-2016

Universitas Bung Karno

No

Propinsi

Universitas Bung Karno

2013

2014

2015

2016

1

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

2

4,112.2

4,166.3

4,196.5

4,196.3

SUMATERA UTARA

13,217.6

13,923.6

14,549.6

15,059.3

3

SUMATERA BARAT

4,535.3

4,693.4

4,785.4

4,846.0

4

RIAU

7,469.4

8,997.7

10,692.8

12,571.3

5

JAMBI

2,911.7

3,164.8

3,409.0

3,636.8

6

SUMATERA SELATAN

7,306.3

7,840.1

8,369.6

8,875.8

7

BENGKULU

1,784.5

1,955.4

2,125.8

2,291.6

8

LAMPUNG

7,843.0

8,377.4

8,881.0

9,330.0

9

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

1,044.7

1,116.4

1,183.0

1,240.0

10

DKI JAKARTA

8,981.2

9,168.5

9,262.6

9,259.9

11

JAWA BARAT

42,555.3

46,073.8

49,512.1

52,740.8

12

JAWA TENGAH

32,451.6

32,882.7

33,138.9

33,152.8

13

D I YOGYAKARTA

3,439.0

3,580.3

3,694.7

3,776.5

14

JAWA TIMUR

36,269.5

36,840.4

37,183.0

37,194.5

15

BANTEN

10,661.1

12,140.0

13,717.6

15,343.5

16

BALI

3,596.7

3,792.6

3,967.7

4,122.1

17

NUSA TENGGARA BARAT

4,701.1

5,040.8

5,367.7

5,671.6

18

NUSA TENGGARA TIMUR

4,417.6

4,694.9

4,957.6

5,194.8

19

KALIMANTAN BARAT

4,771.5

5,142.5

5,493.6

5,809.1

20

KALIMANTAN TENGAH

2,439.9

2,757.2

3,085.8

3,414.4

21

KALIMANTAN SELATAN

3,503.3

3,767.8

4,023.9

4,258.0

22

KALIMANTAN TIMUR

3,191.0

3,587.9

3,995.6

4,400.4

23

SULAWESI UTARA

2,277.2

2,402.8

2,517.2

2,615.5

24

SULAWESI TENGAH

2,640.5

2,884.2

3,131.2

3,372.2

25

SULAWESI SELATAN

8,926.6

9,339.9

9,715.1

10,023.6

26

SULAWESI TENGGARA

2,363.9

2,653.0

2,949.6

3,246.5

27

GORONTALO

906.9

937.5

962.4

979.4

28

MALUKU

1,369.4

1,478.3

1,589.7

1,698.8

29

MALUKU UTARA

969.5

1,052.7

1,135.5

1,215.2

30

PAPUA

2,819.9

3,119.5

3,410.8

3,682.5

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang
terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 1).
Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025
menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia bertambah
dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi
1,34 persen dan 0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat
kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan karena
kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15
per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per
1000
penduduk
dalam
kurun
waktu
yang
sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata. Sejak
tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari
Universitas Bung Karno

tujuh persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase penduduk
Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4
persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat
seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan naik dari 5,5 persen menjadi
6,5 persen pada periode yang sama. Selain pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi
dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga
menentukan distribusi penduduk (Tabel 1).
Jumlah penduduk di setiap provinsi sangat beragam dan bertambah dengan laju pertumbuhan yang
sangat beragam pula. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode 1990-2000, maka terlihat laju
pertumbuhan penduduk di beberapa provinsi ada yang naik pesat dan ada pula yang turun dengan tajam
(data tidak ditampilkan). Sebagai contoh, provinsi-provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya turun tajam
minimal sebesar 0,50 persen dibandingkan periode sebelumnya (1990-2000) adalah Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua. Sementara,
provinsi yang laju pertumbuhannya naik pesat minimal sebesar 0,40 persen dibandingkan periode
sebelumnya adalah Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta dan Maluku Utara.
Tabel 2. memperlihatkan dua provinsi dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk minus yaitu, Nanggroe
Aceh Darussalam dan DKI Jakarta. Kondisi ini kemungkinan akibat dari asumsi migrasi yang digunakan, yaitu
pola migrasi menurut umur selama periode proyeksi dianggap sama dengan pola migrasi periode 1995-2000,
terutama untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pola net migrasi provinsi ini pada periode 1995-2000
adalah minus di atas 10 persen, jauh lebih tinggi dari provinsi-provinsi pengirim migran lainnya.
Indonesia masih masuk posisi 5 besar negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Indonesia berada
di nomor 4 bersaing dengan Brasil di posisi ke-5.Mengutip data Departemen Perdagangan AS, melalui Biro
Sensusnya, Kamis (6/3/2014), China masih menguasai dunia dengan jumlah populasi terbanyak.China
menempati posisi pertama dengan jumlah populasi yang mencapai 1,355 miliar. Berada di nomor dua, India
memiliki jumlah penduduk yang tak kalah dengan China yakni mencapai 1,236 miliar.AS masih berada di
posisi ke-3 dari peringkat negara dengan jumlah penduduk terbanyak. Populasi penduduk di AS mencapai
318.892 juta. Indonesia berada di peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk mencapai 253,60

PENDIDIKAN PENDUDUK INDONESIA TINGKAT PROVINSI TAHUN 2013 – 2016

Provinsi
ACEH
Universitas Bung Karno

2013
07-Des
99.36

2014
07-Des
99.66

2015
07-Des
99.84

2016
07-Des
99.90

SUMATERA UTARA
SUMATERA BARAT
RIAU
JAMBI
SUMATERA SELATAN
BENGKULU
LAMPUNG
KEP. BANGKA BELITUNG
KEP. RIAU
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
BANTEN
BALI
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN UTARA
SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGGARA
GORONTALO
SULAWESI BARAT
MALUKU
MALUKU UTARA
PAPUA BARAT
PAPUA
INDONESIA

98.60
98.34
98.13
98.70
98.11
98.97
98.64
97.72
98.44
99.04
98.36
98.87
99.77
98.65
98.26
99.18
98.18
96.15
96.66
98.62
97.85
99.12
98.16
96.87
97.62
97.57
97.74
96.19
98.27
98.31
95.59
75.45
98.02

99.03
98.81
98.59
98.81
98.57
99.50
99.03
98.13
98.63
99.40
98.85
99.28
99.96
99.05
98.60
99.26
98.20
97.34
96.91
99.05
98.76
99.46
98.92
97.70
98.24
98
97.90
95.20
98.79
98.02
95.59
75.23
98.42

99.26
99.27
98.67
99.46
99.47
99.45
99.56
99.16
99.12
99.47
99.30
99.51
99.94
99.38
99.29
99.36
99.11
97.99
98.18
99.46
99.24
99.35
98.95
97.71
98.91
99.11
98.40
97.91
99.19
98.89
96.65
80.69
98.92

99.35
99.44
98.79
99.55
99.53
99.65
99.62
99.22
99.34
99.56
99.57
99.56
99.89
99.45
99.41
99.41
99.48
98.13
98.27
99.54
99.43
99.63
98.39
99.33
98.02
99.03
99.30
98.69
98
99.38
99.08
96.74
81.04
99.09

Pendidikan di Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan dan tantangan yang kompleks dan mendasar,
sekaligus menyongsong harapan di tengan era global. Bangsa Indonesia dengan pasti tidak dapat
menghindar dari pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang mempengaruhi
segala aspek berkehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai bangsa yang relatif muda
(belum sampai berumur satu abad), tentulah jika masa depan kita berorientasi kepada kecenderungan modus
(standar) internasional dewasa ini, akan banyak dijumpai kekurangan-kekurangan yang bersifat ontologis baik
yang menyangkut sumber daya manusia maupun penguasaan teknologi. Derasnya aliran barang, jasa,
pengetahuan, dan teknologi dari luar negeri tidak diimbangi dengan kesadaran adanya aliran
pemikiran/paham, karakter atau gaya hidup yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Sehingga
bangsa dan masyarakat Indonesia dewasa ini bersifat terbuka absolut dari pengaruh luar. Hal inilah yang
menyebabkan bangsa Indonesia dewasa ini seakan mengalami disorientasi baik dari segi ekonomi, politik,
sosial, budaya dan pendidikan. Dewasa ini Indonesia sedang mengalami disorientasi epoleksosbud. Revolusi
mental yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo kiranya patut direnungkan, digali dan diimplementasikan
Universitas Bung Karno

untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan.
Revolusi mental perlu didukung dengan penguatan 4 (empat) pilar yaitu: Pancasila, Undang-undang Dasar
1945, NKRI dan BhinekaTunggal Ika. Kegamangan pendidikan salah satunya disebabkan oleh keraguan
menetapkan komitmen terhadap konsep pendidikan yang berkarakter Indonesia. Selama ini bangsa Indonesia
telah terbuai dengan janji dan implementasi berbagai konsep pendidikan dari luar yang ternyata hanya
menjauhkan atau mencerabut marwah ke Indonesiaan dari generasi ke generasi berikutnya. Sudah saatnya
kita menggali, mengembangkan dan mengimplementasikan harta karun konsep pendidikan asli Indonesia
yaitu yang salah satunya telah digagas dan diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: ing ngarsa sung tuladha,
ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Hanya di Indonesialah terdapat konsep ing ngarsa sung
tuladha dan tut wuri handayani. Sementara di negara-negara Barat, mereka hanya unggul ing madya mangun
karsa. Jelaslah kiranya bahwa konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara cukup menjanjikan solusi untuk
mengatasi krisis multidimensi bangsa. Adalah tantangan dan tugas kita semua, para pelaku dan stake holder
pendidikan untuk mampu menggali dan mengimplementasikannya; sementara pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan Nasional diharapkan mampu memfasilitasi dan membuat kebijakan kependidikan
yang selaras dengan semangat tersebut. Ditengah kegamangan politik, ekonomi, sosial dan budaya maka
dalam bidang pendidikan terdapat pertanyaan guru seperti apakah dewasa yang dianggap ideal bagi bangsa
ini? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selama ini, walaupun telah mengalami berbagai fase perubahan
kurikulum yang dibarengi dengan berbagai macam peraturan perundangan, masih saja kualitas pendidikan
belum seperti yang diharapkan, terutama jika dilihat dari prestasi yang dibandingkan dengan prestasi
pendidikan bangsa-bangsa lain. Walaupun hasil penelitian OECD tahun 2015 menunjukkan adanya inovasi
pembelajaran, tetapi herannya mengapa prestasi belajar masih belum memuaskan? Disorientasi bidang
epoleksosbud ditengarai sebagai biangnya segala persoalan yang muncul dalam bidang pendidikan.
Disorientasi epoleksosbud menyebabkan timbulnya anomali paradigma kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat, yang pada gilirannya menghasilkan ketidakteraturan pola kehidupan masyarakat yang dapat
berujung pada perikehidupan yang anarkhis. Pengembangan pendidikan di Indonesia terkendala oleh adanya
anomali paradigma pendidikan yaitu: pendidikan jangka panjang versus pendidikan jangka pendek,
pendidikan terdesentralisasi versus pendidikan terpusat, pendidikan terbuka versus pendidikan tertutup,
inovasi pendidikan versus status quo pendidikan, pendidikan sebagai kebutuhan versus pendidikan sebagai
investasi, pendidikan yang melestarikan versus pendidikan yang konstruktif, pendidikan berorientasi proses
versus pendidikan berorientasi hasil, pendidikan untuk semua versus pendidikan terkanalisasi, dst. Selama
anomali paradigma tersebut belum memperoleh solusinya maka selama itu pula persoalan pendidikan masih
bersifat imanent dan latent. Akibat lanjut dari adanya persoalan pendidikan yang belum tuntas maka
berdampak pula pada pengembangan kualitas pendidikan, profesional guru dan prestasi belajar. Anomali
paradigma pada gilirannya juga muncul dalam pengembangan pendidikan guru di Indonesia, misalnya: guru
sebagai pengembang pendidikan versus guru sebagai pelaksana pendidikan, guru kelas versus guru mata
pelajaran, guru pusat versus guru daerah, pendidikan guru concurant versus pendidikan guru consecutive,
tanggung jawab masyarakat versus tangung jawab pemerintah, idealitas pendidikan versus pragmatisme
pendidikan, dst. Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka banyak persoalan pendidikan yang
menghadang didepan kita: kegamangan penerapan kurikulum, kontroversi (fungsi) ujian nasional, persoalan
sertifikasi guru dan dipenuhinya jam mengajar, penguatan peran LPTK, sinergitas antar lembaga birokrasi
pendidikan, persoalan penempatan guru, pengembangan profesionalitas guru, peran lembaga penjaminan
mutu yang overlaping dengan peran LPTK, reformasi pendidikan, overlaping permendiknas, sustainabilitas
dan auntabilitas pendidikan, pemerataan pendidikan, partisipasi pendidikan, standar nasional pendidikan
guru, pendidikan karakter dan karakter bangsa, dst. Keadaan tambah runyam dikarenakan adanya fenomena
The Death Blow of Humanistic Sciences, yaitu ditetapkan dan dikukuhkannya The Naturalistic Sciences
sebagai the Knightnya peradaban dunia; sehingga sepak terjang peradaban bangsa-bangsa di dunia dianggap
dapat dituntun oleh hegemoni ilmu-ilmu dasar (Basic Sciences) saja yang didefinisikan sebagai Fisika, Biologi,
Kimia dan Matematika Murni; dengan serta mengabaikan (kematian) Humanistic Sciences, yang meliputi
Agama, Budaya, Seni, Social Sciences, Psychology, dst. Sehingga puncak sistemik di Indonesia terjadi pada
gerakan Back to Basicnya Wardiman (Mendikbud mantan Menristek), bahwa anak SD tak perlu macammacam yang penting Calistung (Baca, Tulis dan Hitung saja); dan yang terakhir pada Kurikulum 2013 dengan
ketetapan bahwa semua Mapel menggunakan pendekatan Saintifik. Untuk membangun peradaban yang adil
diperlukan redefinisi perihal apa yang dimaksud dan disebut sebagai Basic Sciences; menurut saya Basic
Sciences juga harus meliputi the basicnya dari Ilmu-ilmu Humaniora. Terdapat harapan dari apa yang
disampaikan oleh Mendikbud Anies Baswedan bahwa pengembangan pendidikan guru akan dilakukan dengan
Universitas Bung Karno

memperkuat kompetensi kepala sekolah, guru, dan pemangku kepentingan lainnya; meningkatkan kualitas
dan akses; dan meningkatkan efektivitas birokrasi pendidikan dan pelibatan publik dalam penyelesaian
persoalan pendidikan.
Yogyakarta, 1 Januari 2017
http://www.kompasiana.com/marsigit/keadaan-pendidikan-saat-ini_5535b99c6ea834f62ada42f6

KESEHATAN PENDUDUK INDONESIA TINGKAT PEROVINSI TAHUN 2013-2016
Ratio
Provinsi
2013
ACEH

Universitas Bung Karno

2014
75.10

2015
74.09

2016
74.11

60.73

SUMATERA UTARA

73.09

74.49

75.30

61.93

SUMATERA BARAT

74.26

71.13

72.93

64.41

RIAU

72.80

73.64

75.43

66.35

JAMBI

76.66

74.96

73.59

69.64

SUMATERA SELATAN

80.44

78.75

77.69

74.58

BENGKULU

80.70

78.02

78.45

76.25

LAMPUNG

80.64

81.15

80.68

77.76

KEP. BANGKA BELITUNG

76.18

79.66

79.80

76.78

KEP. RIAU

80.80

83.04

78.19

79.19

DKI JAKARTA

81.76

76.37

81.37

75.64

JAWA BARAT

79.56

78.83

80.08

71.15

JAWA TENGAH

80.71

81.14

80.35

77.23

81

82.55

82.54

80.14

JAWA TIMUR

79.01

80.09

81.10

74.79

BANTEN

74.11

72.94

73.78

62.80

BALI

80.22

83.24

84.56

81.27

NUSA TENGGARA BARAT

82.86

82.45

85.26

78.48

NUSA TENGGARA TIMUR

79.93

80.04

80.04

74.07

KALIMANTAN BARAT

73.44

72.68

73.31

64.58

KALIMANTAN TENGAH

79.12

79.96

76.72

69.98

KALIMANTAN SELATAN

76.62

74.78

74.44

70.59

KALIMANTAN TIMUR

82.93

83.67

80.75

74.90

KALIMANTAN UTARA

-

-

-

71.76

SULAWESI UTARA

80.45

83.05

81.67

77.84

SULAWESI TENGAH

71.59

74.31

76

67.33

SULAWESI SELATAN

77.10

77.66

78.22

71.92

SULAWESI TENGGARA

75.81

78.40

79.39

71.59

GORONTALO

77.07

79.86

79.07

73.33

SULAWESI BARAT

72.71

74.04

70.65

67.40

MALUKU

72.42

74.65

74.90

67.21

MALUKU UTARA

79.04

80.32

81.51

63.32

PAPUA BARAT

77.34

76.86

77.04

65.73

PAPUA

62.91

64.54

63.53

57.61

INDONESIA

78.10

78.10

78.65

71.63

DI YOGYAKARTA

Sehat adalah suatu kondisi dimana kita dalam posisi keadaan baik. Kondisi baik melingkup kondisi fisik,
mental dan sosial yang tidak terganggu sehingga daapat melakukan aktivitas sehari-hari. Jikasalah satu dari
bagian anggota tubuh kita tidak dalam keadaan baik, maka kita disebut tidak sehat. Tentunya masalah
kesehatan dapat terjadi dalam lingkungan masyarakat kita saat ini.
Jika kita berbicara masalah kesehatan maka masalah kesehatan itu bukan saja berbicara soal teori dalam
suatu lingkungan masyarakat itu sendiri, karena terkadang masyarakat mengalami beberapa masalah
tentang penyakit, gizi makanan, kesehatan lingkungan, Namun masalah itu juga berbicara bagaimana aplikasi
atau penerapan dari teori tersebut untuk menyelsaikan masalah kesehatan masyarakat sehingga berguna
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Universitas Bung Karno

Masalah kesehatan di Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang
sangat mempengaruhi masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah pengaruh urbanisasi
penduduk, kondisi tempat pembuangan limbah, faktor tingkat pendidikan, faktor lingkungan, faktor oleh
petugas kesehatan, faktor pelayanan kesehatan, dan budaya.
1. Urbanisasi salah satu yang sangat sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat Indonesia. Pengertian
urbanisasi adalah perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari desa ke kota. Faktor ini
mengakibatkan banyak masalah baru di ibu kota terutama dalam hal kesehatan masyarakat kota.
Masalah ini akibat ketidak adaan skill atau keahlian khusus dari warga yang pindah ke kota sehingga
menimbulkan penganggur atau pengemis dan masalah lainnya. penduduk yang pindah itu terkadang
pindah tampa memiliki tempat tinggal tetap sehingg menciptakan lingkungan kumuh dll.
2. Kondisi tempat pembuangan limbah dapat menjadi masalah untuk kesehatan di lingkungan tempat
pembuangan sampah.
3. Masalah lingkungan itu timbul dari limbah rumah tangga, yang dapat mengakibatkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Masalah besar yang ditimbulkan oleh limbah rumah tangga tersebut adalah
pencemaran air, tanah, udara serta air sungai yang menjadikan tempat berkembangbiaknya penyakit
agens dan vektor penyakit menular.
4. Pendidikan juga menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pendidikan sangat mempengaruhi prilaku
masyarakat, kurangnya pendidik mengakibatkan kurang nya kesadaran untuk menghargai kesehatan.
5. Faktor lingkungan adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan, lingkunganlah
yang membuat kita berinteraksi. Jadi situasi lingkungan yang jelek sangat berpengaruh terhadap
status kesehatan.
6. Lingkungan pemukiman khususnya rumah tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi
kehidupan manusia.

Untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan yang ada di Indonesia ini dilakukanlah berbagai cara guna
mengatasi masalah tersebut dengan meningkatkan kesehatan di Indonesia, diantaranya:






Melakukan edukasi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
Peningkatan pembangunan jumlah serta meningkatkan kualitas Puskesmas.
Peningkatan kualitas dan kuantitas dari tenaga kesehatan itu sendiri
Peningkatan tingkat pendidikan kesehatan pada lingkungan masyarakat sejak usia dini
Peningkatan sistem jaminan kesehatan terutama untuk penduduk miskin.

Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini salah satunya adalah masalah gizi masyaraka. Masalah
gizi masyarakat Indonesia saat ini belum mendekati normal, ini bermakna bahwa angka kecukupan gizi di
masyarakat Indonesia sangat rendah. Kondisi ini khususnya terjadi di daerah pedesaan. Di pedesaan yang
ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah sering terjadi kekurangan gizi.

LAHAN PERTANIAN INDONESIA TINGKAT PROVUNSI TAHUN 2013-2016

Provinsi

Suaka Alam
dan
Pelestarian
Alam 7

Hutan
Lindung

1
Aceh9

.825

Universitas Bung Karno

Hutan
Produksi
Terbatas

1
.061

1
42

Hutan
Produksi
yang dapat
Dikonversi

Hutan
Produksi
Tetap

5
57

Jumlah Luas
Daratan
Kawasasn
Hutan

1
5

Jumlah Luas
Hutan dan
Perairan

3
599

4
.449

1
Sumatera Utara

.297

Sumatera Barat10

92

Riau2 & 11

13

Jambi9

80

Sumatera Selatan9

86

Bengkulu10

51

Lampung
Kepulauan Bangka
Belitung9

18

4
77

7

8
07

2

2

6

1
5

8

2

2

4
63

3

1
73

4
62

1

3
3

2

1

2

3

1

4
.222

9
25

1

1
.388

1

92

3

- 005
4

5

2
.794

.483

2

7
.739

108

72

6

7

1

1

3
.150

.121

1

.711

2

2

9

4
.219

.380

.856

69

14

1

1

2

3
.742

88

.894

61

00

3

1

6

5
3

61

.541

86

1
.036

33

17

86

8
79

1
.467

6

- 33

1 55

6
90
6

Kepulauan Riau9

-

DKI Jakarta

0 08
2
32
8
27

Jawa Barat

91

Jawa Tengah

4

1
1

-

-

-

1

0
2

- 08

90
1

03
1

84

- 17
3

62

- 57
1

DI Yogyakarta

2
3

Jawa Timur10

45

Banten4

2

Bali
Nusa Tenggara
Barat10
Nusa Tenggara
Timur

6

Kalimantan Barat9
Kalimantan
Tengah10
Kalimantan
Selatan10

.306

Kalimantan Timur10

.867

Sulawesi Utara9

62

Sulawesi Tengah9

.310

Sulawesi Selatan10

.233

Sulawesi Tenggara9

.081

Gorontalo10

05

Sulawesi Barat9

52

Maluku9
Maluku Utara10

31

1
2
1
64

9

9

4

1
79

7
31

3

2

2
1

- 361
- 53

2

1

5
2
1
1
1

1

8
51

1
2
4
6

2
7

7
8

94
2

9

3

4

4

0

36

29

4

2

2

3

02

51

14

1

4

1

23

24

67

97

4

4

1

5

04

95

.787

6
5

.373

7
6

42
6

- 047
1
.809
2
.356
2
2.720
1
.780

4

2

9

51

.091

09

94

7

5

3

.544

62

.067

15

3

1

1

06

.882

27

.741

2

3

2

02

.097

.317

13

4
28

.117

.631

- 31

51
1

1

1

5

7
2
97

.629

26

2

87

50

.346

- 83
4
7

2
6

30

- 7
7

34
1

Universitas Bung Karno

- 4

.327
4

- 3953
1
65
2
.305
2
.726
9
.831
8
25
2
.107
1
.924
5

- 20
1
09
8
49
7
74
1
8
1
.591
2
66
1
54
1
.215
1
.037
8
.797
1
4.328
1
.993
1
5.694
7
.010
4
.959
2
.970
3
.114
8
.021
1
.321
3
.353
2

1
9
7
1
1
3
1
1
2
9
1
1
1
1
4
2
4
1
1
4
2

84

18
1

Papua Barat7

.652

Papua10

.815

.676
7

Indonesia

9.917

67
2
.849
7

.755
2

7.399

82
1
.844
5

.961
2

7.687

64
1
.291
4

.739
2

8.897

515
2
0313
4

.116
2

5.525

.734
1
3

0.387
1

1
2.054

24.023

3
7.124

1

29.425

1

Catatan: r = Angka diperbaiki
1

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Serta
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)

2

SK Penunjukan masih berdasarkan TGHK

3

Belum ada SK Penunjukan, data masih bergabung dengan provinsi induk

4

Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Jawa Barat

5

Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Bangka Belitung

6

Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Gorontalo

7

Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Papua

8

Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Maluku Utara

9

SK Persetujuan Perubahan

10 SK Penunjukan Baru
11 Perhitungan luas berdasarkan SK TGHK Prov Riau dikurangi SK Perubahan Prov Kepri

Sumber: Kementerian Kehutanan
Sampai tahun 2016 lauas lahan perkapita masyarakat hanya mencapai 0.25 hektar perkapita per tahun. Luas
ini kalah jauh di banding dengan Negara ASEAN lainnya, yakni Thailand, Vietnam dan Malaysia yang rata-rata
mmencapai 3.5 Hektar perkapita.
Hingga akhir tahun 2016 luas lahan pertanian di Indonesia baru mencapai 8.1 juta hektar dimana tingkat alih
fungsi lahan mencapai 100 ribu hektar per tahunnya. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari
250 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 1.6% pertahun, lahan yang sawah yang
diperlukan mencukupi kebutuhan pangan masyarakat adalah minimal 10 juta hektar.
Untuk mencapai target peroduksi pertanian tahun 2017, yang terdiri antara lain padi 75.13 juta ton, gula 3.07
juta ton, kedelai 1.5 juta ton serta jagung 21.35 juta ton, maka mau tidak mau perluasan lahan pertanian
harus dilakukan.
Undang – Undang (UU) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang bertujuan untuk
mencegah penyusutan lahan pertanian, adalah payung hukum untuk mencapai target pertanian tersebut.
Selama ini, UU PLP2B belum di implementasikan dengan tegas dan menyeluruh. Padahal UU ini bertujuan
menetapakan mana saja area pertanian yang dilindungi, “demikian pendapat Jamhari, Dekan Fakultas
Prtanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Universitas Bung Karno

Dalam aplikasinya, UU PLP2B telah diturunkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA) diberbagai provinsi
Indonesia. Namun secara keseluruhan masih belu diintegrasikan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
di level Kabupaten serta belum diwujudkan menjadi Peraturan Bupati (PERBUB). Tanpa integrasi, penentuan
mana saja lahan yang akan dilindungi di wilayah kabupaten tidak bisa dilakukan.
Sektor pertanian Indonesia akan lebih sulit bersain dengan Negara-negara ASEAN yang bergabung dalam
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), bila lahan pertanain terus berkurang dari waktu ke waktu.

PERTAMBANGAN INDONESIA TINGKAT PROVINSI TAHUN 2013-2016
Volume Produksi Pertambangan Bahan Galian (M3)

Jenis Bahan Galian
2013

2014

2015

2016

Pasir

252.746.435

309.448.774

261.691.048

302.439.255

Batu

83.668.562

89.590.918

84.113.959

104.276.218

5.980.898

15.614.556

15.726.758

13.864.769

Kerikil

18.460.348

16.436.700

30.091.653

37.508.536

Batu Kapur

12.391.563

5.067.234

7.835.405

13.317.839

1.145.262

1.217.808

1.828.492

2.446.715

865.409

678.610

754.696

707.163

5.643.143

9.867.236

8.545.141

7.729.717

Tanah

40.036.033

19.105.218

21.730.810

27.335.816

Batu Lain

19.457.199

7.784.140

15.007.423

12.332.312

Batu Apung

169.338

105.732

433.010

689.208

Feldspar

676.504

285.745

588.685

566.979

Trass

402.909

2.589.600

726.189

2.267.872

Kaolin

254.592

239.724

284.583

706.297

Zeolite

114.098

130.592

116.600

102.000

Andesit

Pasir Kwarsa
Marmer
Tanah Liat

Perkembangan industri pertambangan yang dahulu dan sampai sekarang menjadi primadona di beberapa
daerah di Indonesia merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional. Kegiatan pertambangan di
mulai dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang terkadang dilakukan sampai puluhan tahun, hal
tersebut menyebabkan indutri pertambangan adalah industri yang padat modal dan berbeda dengan industri
– industri lainnya. Industri pertambangan mengalami tantangan dengan adanya aturan – aturan baru, seperti
UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan pemegang IUP
Universitas Bung Karno

melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri (Pasal 103 ayat 1), kewajiban ini
dilakukan paling lambat 5 tahun sejak undang-undang ini diterbitkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, akan tetapi
amanat UU tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, hal tersebut membuat pemerintah menerbitkan
Permen Nomor 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan
pemurnian mineral, selain sebagai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 juga bertujuan untuk menjamin
ketersediaan bahan baku untuk pemurnian dan pengolahan bahan tambang serta mencegah adanya
eksploitasi secara berlebihan. Permen Nomor 7 Tahun 2012 menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku
industri pertambangan, diantaranya mengenai larangan ekspor hasil tambang mentah (raw materialatauore)
ke luar negeri mulai bulan Mei 2012, khususnya bagi Ijin Usaha pertambangan (IUP) dan Ijin Pertambangan
Rakyat (IPR) yang sedang dalam tahap eksplorasi atau baru akan melakukan produksi, sedangkan bagi IUP
Operasi Produksi dan Kontrak Karya (KK) yang sudah berjalan sebelum terbitnya peraturan ini diberi tenggang
waktu selama lima tahun sejak disahkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Pemberlakuan Permen Nomor 7 Tahun 2012 menyebabkan banyaknya perusahaan tambang yang
berhenti dan akan berhenti beroperasi (terutama perusahaan kecil – menengah) serta menimbulkan keraguan
bagi para investor dan calon investor yang mencoba melakukan eksplorasi untuk mencari lahan tambang
baru, hal tersebut menyebabkan terjadinya PHK di beberapa perusahaan pertambangan dan berkurangnya
ekspor bahan tambang Indonesia ke negara – negara importir. Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini
sedang dalam kondisi setengah normal, hal tersebut menyebabkan pemerintah melakukan berbagai kebijakan
untuk mengatasinya, diantaranya adalah melakukan revisi sementara terhadap Permen Minerba Nomor 7
Tahun 2012, perusahaan – perusahan tambang kembali dibebaskan untuk melakukan ekspor tanpa ada
pembatasan, Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan situasi yang dialami Indonesia adalah hal yang tidak
normal, “ini karena nggak normal, kita musti selamatkan diri. Negara ini harus diselamatkan dulu, nanti kalau
sudah normal kita kembali lagi.” Ungkap Jero saat ditemui di kantor Kementrian Keuangan, Jakarta, Jumat
(23/8/2013), Jero Wacik mengakui hal tersebut mengganggu agenda hilirisasi yang selalu digemborkan
selama ini, Jero menilai hal tersebut layak dilakukan untuk menyelamatkan negara. “Iya. Kembali lagi
daripada kita nggak selamat” sebutnya. Dalam situasi yang kondisional seperti saat ini, revisi terhadap
Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012 memang harus dilakukan dan tentu saja seharusnya hanya bersifat
sementara, untuk meningkatkan ekspor dengan tujuan memperbaiki neraca transaksi berjalan guna
menyelamatkan perekonomian Indonesia. Revisi sementara terhadap Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012
yang dilakukan pemerintah harus di imbangi dengan pengawasan yang ketat, terutama mengenai kegiatan
eksploitasi secara berlebihan, yang selama ini tentu saja tidak maksimal dilakukan dan cenderung menjadi
permainan antara perusahaan aparat pemerintah terkait, dalam hal ini Jero Wacik menyatakan akan
melakukan pengawasan agar perusahan tidak melakukan eksploitasi secara berlebihan dan penerapan bea
keluar sebesar 20%. “Ya nggak dikeruk habis-habisan tentu kan ada aturannya. Tapi maksudnya ini kan
relaksasi agar kita bisa selamat ekonomi kita. Tentu ada yang dikorbankan sedikit dalam situasi emergency
begini” jelasnya, Jero Wacik juga menyatakan revisi Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012 hanya berlaku
sementara, jika perekonomian sudah membaik, maka rencana akan kembali ke awal, “ Sampai kita normal
nanti, kalau dunia sudah normal, ekspor kita sudah normal, ya pelan – pelan kita kembali lagi, siapa yang
nyangka kayak begini?” pungkasnya. Industri pertambangan seringkali dituding sebagai industri kotor yang
merusak lingkungan dan selama ini di cap sebagai industri penjual tanah air, tudingan yang dituduhkan
tersebut tentu saja tidak 100% salah, karena dewasa ini industri pertambangan di kuasai oleh para garong
yang mengeruk isi perut bumi Ibu pertiwi, yaitu orang – orang yang hanya mencari keuntungan yang sebesar
– besarnya tanpa terlalu memikirkan dampak negatif dari kegiatan penambangan, akan tetapi tidak dapat
dikesampingkan pula bahwa selain memberikan dampak negatif, industri pertambangan juga memberikan
dampak positif atas keberadaanya, diantaranya adalah menciptakan lapangan pekerjaan bagi para tenaga ahli
pertambangan dan tentu saja bagi masyarakat setempat serta menjadi pemasukan bagi pemerintah daerah
dan pemerintah pusat, dalam UU No.25/1999, pembagiannya tidak jauh berbeda, tetapiroyaltydanlandrentdipisahkan, selain itu, ada perbedaan pendapatan antara propinsi dan kabupaten atau kota, untuk iuran
tetap, pembagiannya 20% untuk pusat, 16% untuk kabupaten/kota propinsi dan 64% untuk kota penghasil.
Sementara untukroyalty,pembagiannya 20% untuk pusat, 16% untuk kabupaten/kota propinsi, 32% untuk
kabupaten/kota penghasil, dan kabupaten/kota lain dalam propinsi. Sesungguhnya Permen dibuat dan
diberlakukan memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor
pertambangan (saat ini diketahui sektor pertambangan hanya menyumbang 4% dari total PNBP), akan tetapi
pemerintah dalam membuat dan memberlakukan peraturan – peraturan cenderung menggunakan kacamata
Universitas Bung Karno

kuda tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari pelaksanaan peraturan – peraturan tersebut dan juga
umum diketahui oleh para pelaku di industri pertambangan bahwa pelaksanaan peraturan – peraturan
tersebut cenderung pilih kasih dan bersikap tebang pilih serta beraroma politis, dikarenakan para pemilik,
investor atau petinggi perusahaan tambang besar adalah para pengusaha kakap (lokal dan internasional),
para politisi/petinggi partai, para birokrat berpengaruh, para aparat berbintang, yang mana mereka semua
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi atau memanipulasi setiap kebijakan pemerintah. Saat ini situasi
perekonomian sedang mengalami situasi yang tidak normal, pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk
menstabilkan dan menyelamatkan perekonomian Indonesia, tentu saja segala kebijakan tersebut harus kita
dukung dan laksanakan, peran serta media dan masyarakat sebagai pengawas sangat penting agar kebijakan
– kebijakan tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Salah satu upaya pemerintah yang merevisi
Permen Minerba Nomor 7 Tahun 2012, menunjukkan sedikit banyak industri pertambangan berperan serta
dalam upaya menyelamatkan perekonomian negara, dalam hal ini para pelaku usaha dan pekerja di sektor
usaha pertambangan yang selama ini di anggap tidak nasionalis karena turut andil dalam menjual tanah air
dapat sedikit berbangga diri dan menyatakan bahwa industri pertambangan menyelamatkan Indonesia. Salam
Bumi
(BTH

MC)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/muhammad_cobain/industri-pertambanganmenyelamatkan-indonesia_552a2684f17e61ae63d623b4
PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR MENURUT JENIS TANAMAN, INDONESIA (Ton), 2013 - 2016
Tahun
2013
2014
2015
2016*

Karet
Kering
30,40

Minyak
Sawit
6

5198,05

5
82,80
81,50

Biji
Sawit
1
1

6817,80
5

7771,30

5
97,80

446,04

Coklat
3
3

363,60
1

554,30

1
8661,20

7,54

6

3

2,22

5
3,30
5,50

3
732,20

Kopi

5,10

2

0,50

5
7,80

2

9,30
5

9

3

,43

9
1,70
4,10

3
1,10

Kulit
Kina

Teh

0

9

244,15

0
,50r)
,20

9
1,80

Gula
Tebu 1)
2

0

,37

2
592,60
553,50

0
,10

Temba
kau 1)

2
,38

2

,10

2
575,40

1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat
2) r) Angka Direvisi
3) *) Angka sementara
Karet
Pohon karet memerlukan suhu tinggi yang konstan (26-32 derajat Celsius) dan lingkungan yang lembab
supaya dapat berproduksi maksimal. Kondisi-kondisi ini ada di Asia Tenggara tempat sebagian besar karet
dunia diproduksi. Sekitar 70% dari produksi karet global berasal dari Thailand, Indonesia dan Malaysia.
Memerlukan waktu tujuh tahun untuk sebatang pohon karet mencapai usia produksinya. Setelah itu, pohon
karet tersebut dapat berproduksi sampai berumur 25 tahun. Karena siklus yang panjang dari pohon ini,
penyesuaian suplai jangka pendek tidak bisa dilakukan.

Universitas Bung Karno

3
3

,30

Catatan :

Produksi dan Ekspor Karet Indonesia

2

Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting untuk pasar global.
Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami pertumbuhan produksi yang stabil.
Kebanyakan hasil produksi karet negara ini - kira-kira 80% - diproduksi oleh para petani kecil. Oleh karena
itu, perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran yang kecil dalam industri karet domestik.
Kebanyakan produksi karet Indonesia berasal dari provinsi-provinsi berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Sumatra Selatan
Sumatra Utara
Riau
Jambi
Kalimantan Barat

Total luas perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil selama satu dekade terakhir. Di tahun
2015, perkebunan karet di negara ini mencapai luas total 3,65 juta hektar. Karena prospek industri karet
positif, telah ada peralihan dari perkebunan-perkebunan komoditi seperti kakao, kopi dan teh, menjadi
perkebunan-perkebunan kelapa sawit dan karet. Jumlah perkebunan karet milik petani kecil telah meningkat,
sementara perkebunan Pemerintah dan swasta telah agak berkurang, kemungkinan karena perpindahan
fokus ke kelapa sawit.
Sekitar 85% dari produksi karet Indonesia diekspor. Hampir setengah dari karet yang diekspor ini dikirimkan
ke negara-negara Asia lain, diikuti oleh negara-negara di Amerika Utara dan Eropa. Lima negara yang paling
banyak mengimpor karet dari Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (RRT),
Jepang, Singapura, dan Brazil. Konsumsi karet domestik kebanyakan diserap oleh industri-industri manufaktur
Indonesia (terutama sektor otomotif).
Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia memiliki level
produktivitas per hektar yang rendah. Hal ini ikut disebabkan oleh fakta bahwa usia pohon-pohon karet di
Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan dengan kemampian investasi yang rendah dari para petani
kecil, sehingga mengurangi hasil panen. Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg) karet per
hektar per tahun, Indonesia hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha. Baik Vietnam (1.720 kg/ha) maupun
Malaysia (1.510 kg/ha) memiliki produktivitas karet yang lebih tinggi.
Industri hilir karet Indonesia masih belum banyak dikembangkan. Saat ini, negara ini tergantung pada impor
produk-produk karet olahan karena kurangnya fasilitas pengolahan-pengolahan domestik dan kurangnya
industri manufaktur yang berkembang baik. Rendahnya konsumsi karet domestik menjadi penyebab mengapa
Indonesia mengekspor sekitar 85% dari hasil produksi karetnya. Kendati begitu, di beberapa tahun terakhir
tampak ada perubahan (walaupun lambat) karena jumlah ekspor sedikit menurun akibat meningkatnya
konsumsi domestik. Sekitar setengah dari karet alam yang diserap secara domestik digunakan oleh industri
manufaktur ban, diikuti oleh sarung tangan karet, benang karet, alas kaki, ban vulkanisir, sarung tangan
medis dan alat-alat lain.
Sebagai importir karet terbesar di dunia, kebijakan-kebijakan RRT bisa memiliki dampak sangat luas bagi
industri karet dunia. Di akhir tahun 2014, Pemerintah RRT memutuskan untuk menyetujui standar baru untuk
impor senyawa karet. Kandungan karet mentah yang diizinkan dalam senyawa karet yang diimpor dikurangi
dari 95-99,5% menjadi 88%, mengimplikasikan bahwa impor senyawa karet ke RRT dikenai beacukai impor
20% (tarif yang sama dengan beacukai impor karet alam). Kebijakan RRT yang baru ini adalah pukulan bagi
para suplier karet dari Indonesia karena menyebabkan penurunan penggunaan senyawa karet di negara
dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Masalah lain adalah AS memindahkan ban buatan Indonesia dari sistem preferensi umumnya ( generalized
system of preference). Program AS ini didesain untuk mendukung negara-negara berkembang dengan
memotong beacukai impor dan pajak untuk kira-kira 5.000 produk dari 123 negara. Ban buatan Indonesia

Universitas Bung Karno

dipindahkan dari daftar sistem ini karena AS meyakini bahwa industri ban Indonesia sudah cukup kompetitif.
Ini berarti ekspor ban ke AS kini dikenai pajak impor 5%.
Seperti kebanyakan komoditi lain, harga karet internasional telah melemah sejak awal 2011 karena rendahnya
permintaan global. Harga karet diprediksi akan tetap rendah di masa mendatang yang dekat karena laju
pertumbuhan RRT diprediksi akan semakin menurun di tahun-tahun mendatang.
Kelapa Sawit
Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki sumber daya alam yang tak
terhingga. Keuntungan ini memang karena letaknya yang dilewati garis khatulistiwa sehingga banyak
tumbuhan yang bisa hidup di tanah yang cukup subur ini. Salah satu dari banyaknya tumbuhan tersebut ialah
sawit. Sawit ini merupakan komoditas utama di Indonesia. Hasil olahannya yang memiliki banyak manfaat,
membuat banyak pihak yang juga ingin meraup keuntungan dari hasil olahannya berupa minyak sawit
mentah (Crude Palm Oil).
Di Indonesia, persebaran perkebunan bisa dilihat dari Sumatera hingga ke Sulawesi. Perkebunan ini dikelola
terus untuk diambil hasil produksinya. Dari sejumlah daerah penghasil sawit, Provinsi Riau adalah salah satu
yang terbesar. Hampir setiap tahun terjadi kasus kebakaran hutan salah satu penyebabnya adalah
pembukaan lahan perkebunan. Pada pertengahan Juni tahun 2015 lalu, sejumlah titik api muncul di
Pekanbaru, Riau, yang pada akhirnya ditumbuhi sawit-sawit di lahan yang sudah terbakar tadi. Meskipun
image kebakaran ini melekat pada provinsi yang lebih dikenal karena industri pengolahan CPO ini, hal ini tidak
menurunkan produksi dan tetap menjadikan provinsi ini menjadi yang terbanyak perkebunannya.
Sebagai salah satu provinsi yang berbatasan darat langsung dengan Malaysia, Kalimantan memiliki potensi
yang besar untuk ditanami jenis tanaman palem ini. Ada banyak perusahaan perkebunan di Kalimantan yang
awalnya dimulai dari perkebunan rakyat. Lalu seiring meningkatnya permintaan dunia akan produksi C rude
Palm Oil dan didukung dengan keberadaan lahan yang masih luas, maka Kalimantan menjadi salah satu
provinsi dengan produksi tumbuhan ini sebagai yang terbanyak.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga terdapat pada Pulau Sumatera dan salah satunya adalah Provinsi
Sumatera Utara. Salah satu perusahaan perkebunan tanaman ini yang terbesar dimiliki oleh perusahaan milik
negara yaitu PTPN yang luasnya mencapai lebih dari 300.000 ha dan luas areal perkebunan milik rakyat ada
lebih dari 400.000 ha. Perkebunan di Pulau Sumatera mampu memproduksi CPO hingga mencapai 14 juta ton
pada tahun 2012 dan meningkat setiap tahunnya. Nilai ekspor C rude Palm Oil di Sumatera Utara mengalami
kenaikan 2,05 persen karena besarnya permintaan dunia akan kebutuhan CPO yang dipicu oleh kekhawatiran
akan kekeringan yang terjadi di lahan budidaya tanaman palma ini.
Selanjutnya, provinsi yang kebagian rejeki tumbuhan ini adalah Sumatera Barat. Terletak pada pesisir pantai
barat Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, Sumatera Barat memiliki potensi alam
yang kaya dan tidak menutup kemungkinan untuk membudidayakan tanaman ini. Sawit yang dibudidayakan
di ranah Minang sendiri bisa dikatakan baru, mengingat bahwa ekspansi agribisnis ini masuk sekitar tahun
1990-an dan terdiri dari 35.000 ha lebih.
Sampai sekarang, Indonesia terus berusaha dan tetap optimis untuk tetap menjaga produksi C rude Palm Oil
dan terus meningkatkan ekspor ke negara-negara yang sudah menjadi langganan tetap. Sektor industri
agribisnis terbesar ini sudah menyelamatkan perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun.
Cokelat
Produksi biji kakao nasional diprediksi meningkat mulai 2014. Karena program Gernas Kakao akan mulai
dirasakan tahun ini juga. Produksi biji kakao diprediksi meningkat mulai tahun 2014. Karena dampak program
Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) mulai dirasakan. Hingga saat ini
produksi kakao mencapai 712.231 ton yang menempatkan Indonesia sebagai Negara produsen terbesar
Universitas Bung Karno

ketiga dunia. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementrian Pertanian, Gamal Nasir, mengatakan Gernas Kakao
merupakan salah satu upaya dalam mempercepat peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao
nasional dengan mengoptimalkan seluruh potensi pemangku kepeningan dan sumber daya yang ada. Selain
itu, Gernas Kakao juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi,
produktivitas, dan mutu hasil. Gamal mengungkapkan, dari luas areal tanaman kakao di Indonesia yang
mencapai 1.732.641 hektare (Ha) didominasi perkebunan rakyat (94%) dengan petani yang terlibat secara
langsung sebanyak 1.626.816 KK. Dari luas areal kakao itu dibagi menjadi 873.785 Ha Tamanan Menghasilkan
(TM), dan 690.859 Ha Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), dan 167.998 Ha Tanaman Tidak
Menghasilkan/Tua Rusak (TTM/TR).
Menurut Gamal, hingga tahun 2012 realisasi Gernas Kakao mencapai luasan 433.253 Ha atau 96.27% dari
target seluas 450.000 Ha. Program Gernas Kakao dibagi menjadi tiga kegiatan yakni peremajaan 85.520 Ha,
rehabilitasi 191.743 Ha dan intensifikasi seluas 158.990 Ha dengan anggaran sebesar Rp 2.884.0 miliar.
Sedangkan target yang belum selesai dilakukan pada 2013 dengan focus rehabilitasi tanaman seluas 28.280
Ha. Ga