Latar Belakang - 4 makalah ppd perkembangan anak pada usia 7 12 tahun
A. Latar Belakang
Perkembangan anak pada usia 7-12 tahun merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalamanyang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan, saling memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut.
Pada tahapan ini, seorang individu sedang menggali potensi dirinya yang digunakan dalam rangka mencapai kematangan ketika individu tersebut beranjak dewasa. Namun, emosi anak-anak kadang kala labil sehingga harus diarahkan dan diolah sedemikian rupa agar tidak terjerumus pada sesuatu yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Pada masa inilah, setiap individu akan mengalami masa-masa sekolah dimana mereka akan berinteraksi ke dalam lingkup yang lebih luas dengan berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Guru diharapkan mempunyai pemahaman konseptual tentang perkembangan dan cara belajar anak di sekolah. pemahaman konseptual tersebut meliputi gambaran tentang siapa anak tersebut dan bagaimana mereka berkembang, yang mencakup karakteristik perkembangan anak usia tujuh sampai dua belas tahun dalam berbagai aspek fisik dan motorik, intelektual emosi, bahasa, sosial, moral, sikap dan kesadaran beragama.Oleh karena itu, harus dipelajari dan dipahami setiap karakteristik anak usia sekolah agar dapat memberikan tugas dengan tepat yang dapat mengoptimalkan potensi mereka yang sesuai dengan umur mereka.
MAKALAH
PERKEMBANGAN ANAK USIA 7-12 TAHUN
( Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik Dosen Pengampu Iyan Sofyan, S. Pd., M.A)
Disusun Oleh:
1. Titin Triana 1400007018
2. Mustika Devi 1400007019
3. Rita Karlita 1400007039
4. Lia Kurniasari 1400007066
5. Nur Hidayatulloh 1400007069
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2016
B. Pembahasan
1. Fase perkembangan usia 7-12 tahun
Arti perkembangan Banyak ahli psikologi maupun ahli pendidikan mendefinisikan perkembangan dengan berbagai cara sesuai keilmuan yang dimilikinya. Namun, semua pendapat tentang perkembangan dapat disimpulkan berupa perubahan seseorang kearah yang lebih maju, dewasa, atau lebih matang. Nana Syaodih (2009) menyimpulkan bahwa perkembangan adalah penyempurnaan dan peningkatan fungsi secara kualitas. Perubahan kearah yang lebih maju disini tidak serta merta semudah membalikan dua telapak tangan, tetapi perubahan melalui suatu proses. Oleh karena itu, sebagian besar ahli membicarakan perkembangan berkaitan dengan prosesnya.
Manusia adalah makhluk yang berdimensi biopsikososiospritual. Sejak masih dalam kandungan manusia merupakan kesatuan psikofisis yang terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan sifat kodrat manusia yang harus mendapat perhatian secara seksama. Apalagi di dunia pendidikan (di Sekolah) hal ini merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pendidik dalam rangka menfasilitasi peserta didik untuk lebih baik.
Dengan kata lain, dalam mengaplikasikan perkembangan tidak boleh pilih kasih atau diskriminasi terhadap peserta didik. Dengan demikian, perkembangan itu merupakan suatu deretan perubahan yang tersusun dan berarti, yang berkangsung pada individu dalam jangka waktu tertentu. Perkembangan lebih menunjuk pada kemajuan pada mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir hayat. Perkembangan juga merupakan proses yang sifatnya menyeluruh/hoplistic: mencakup proses biologis, kognitif, dan psikososial.
2. Ciri-ciri Perkembangan
a. Seumur hidup ( life-long ), artinya tidak ada periode usia yang mendominasi perkembangan individu.
b. Multidimentional, artinya terdiri atas biologis, kognitif, dan sosial. Bahkan dalam satu dimensi terdapat banyak komponen, misalnya intelegensi: intelegensi abstrak, intelegensi non verbal, intelegensi sosial, dsb. c. Multidirectional beberapa komponen dari suatu dimensi dapat meningkat dalam pertumbuhan, sementara komponen lain menurun. Misalnya orang dewasa dapat semakin arif tetapi kecepatan memproses informasi lebih buruk.
d. Lentur (plastis), artinya bergantung pada kondisi kehidupan individu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Selama terjadi proses perkembangan tidak luput dari adanya faktor yang mempengaruhi. Wardani (1998) menyampaikan ada 3 aliran yang berpendapat tentang faktor pengaruh dari perkembangan anak. Aliran-aliran tersebut yaitu
a. Nativisme Pelopor aliran nativisme adalah Schopen Hauer. Ia berpendapat bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor pembawaan atau keturunan (heriditi).
b. Empirisme Pelopor aliran ini adalah Jhon Lock yang menentang aliran nativisme. Ia berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata dipengaruhi oleh faktor lingkungan luar. Anak yang baru lahir diibaratkan bagaikan kertas putih yang bersih yang dapat ditulisi apa saja. Oleh karena itu, pendidikan dan lingkungan sangat berperan dalam perkembangan individu untuk masa depan. Teori aliran ini dekenal dengan teori “Tabula Rasa”.
c. Konvergensi Aliran nativisme dengan aliran empirisme selalu bertentangan, kemudian muncul aliran konvergensi sebagai penengah yang dipelopori oleh William Stren. Aliran konvergensi berpendapat bahwa perkembangan individu dipengaruhi baik oleh faktor bawaan maupun oleh faktor lingkungan. Dengan demikian, faktor bawaan dan lingkungan dapat menentukan arah perkembangan seseorang dengan menyediakan kondisi yang ideal.
4. Faktor anak dalam penyesusaian terhadap lingkungan sekolah
a. Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Awal dari perkembangan pribadi seorang pada asasnya bersifat biologis
(Allpoort, 1957. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, kondisi jasmanilah seseorang akan mempengaruhi normalitas kepribadiannya.
Secara fisik, masa remaja ditandai dengan adanya pubertas yaitu masa ketika seorang mencapai kematangan seksual dan kemampuan reproduksi. Kematangan ini hormon seksual seperti testosteronpada laki-laki serta mulai mengalami ejakulasi yang ditandai dengan mimpi basah. Dan Estradiol pada wanita serta mulai mengalami menstruasi. Perkembangan seks sekunder ditandai dengan perkembangaN alat kelamin, pertambahan tinggi, dan perubahan suara. Sedangkan pada wanita dengan perkembangan buah dada, rahim dan kerangka tubuh. Berikut adalah karakteristik perkembangan fisik dan motorik anak usia sekolah : 1. Fase/usia sekolah dasar (7-12 th) ditandai gerak/aktivitas motorik yg lincah.
2. Usia yg ideal untuk belajar keterampilan.
3. Motorik halus: menulis, menggambar, mengetik, kerajinan, menjahit, origami, dll.
4. Motorik kasar: baris, beladiri, senam, berenang, atletik, sepak bola, dll.
5. Perkembangan fisik yg normal mrp salah satu penentu kelancaran belajar (baik bidang pengetahuan maupun keterampilan)
6. Upaya sekolah untuk memfasilitasi perkembangan motorik
7. Sekolah merancang pelajaran keterampilan (mengetik, menjahit, menggambar, dan kerajinan tangan lainnya).
8. Sekolah memberikan pelajaran olahraga (senam).
9. Sekolah perlu menyiapkan guru/tenaga pengajar yg berkompeten di bidangnya.
10. Sekolah menyediakan sarana-prasarana untuk keberlangsungan kegiatan tsb.
Perkembangan psikomotorik atau disingkat sebagai perkembangan motor adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh melalui kegiatan-kegiatan yang terkoordinasikan antara susunan syaraf pusat, syaraf, dan otot. Proses tersebut dimulai dengan gerakan-gerakan kasar (gross movement) yang melibatkan bagian- bagian besar dari tubuh dalam fungsi duduk, berjalan, lari, meloncat, dan lain-lain. Kemudian dengan koordinasi halus (finer coordnation) yang melibatkan kelompok otot-otot halus dalam fungsi meraih, memegang, melempar, menulis, menggambar, mewarna, dll.
Menurut Hurlock (1978) pencapaian kemampuan-kemampuan tersebut kemudian mengarah pada pembengtukan ketrampilan (skill). Ketrampilan tersebut yang dipelajrai dengan baik akhirnya akan menimbulkan kebiasaan.
Perkembangan psikomotorik berhubungan erat dengan perilaku individu. Pada aspek sosial, masa remaja adalah masa mencari jati diri. Ketrampilan sosial membantu siswa melihat berbagai hal dari berbagai sudut pandang yang selanjutrnya mengembangkan cara berpikirnya.
Sedangkan pada aspek moral dan emosi, masa remaja adalah masa-masa yang sensitif dan reaktif bahkan ada yang cenderung temperamental. Kondisi ini diakibatkan oleh lingkungan yang tidak baik yang tidak baik. Bagi anak kegiatan fisik diperlukan untuk mengembangkan kestabilan tubuh dan kestabilan gerak serta melatih koordinasi untuk menyempurnakan berbagai keterampilan. Kebutuhan untuk selalu bergerak perlu bagi anak karena energy yang terumpuk pada anak perlu penyaluran.
Di samping itu kegiatan jasmani diperlukan untuk lebih menyempurnakan berbagai keterampilan menuju keseimbangan tubuh,seperti bagaimana menendang bola dengan tepat sasaran, mengantisipasi gerakan. Pada prinsipnya selalu aktif bergerak penting bagi anak. Oleh karena itu, penanaman moral dan kepribadian yang baik sangat menentukan dalam membentuk sikap peserta didik pada usia selanjutnya.
b. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget, masa kanak-kanak akhir berbeda dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-12 tahun), dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas. Anak menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual, anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Kini anak mampu berfikir logis meski masih terbatas pada situasi sekarang.
Masa kanak-kanak akhir menurut Piaget (Partini, 1995: 52 - 53) tergolong pada masa operasi konkret dimana anak berfikir logis terhadap objek yang konkret. Berkurang rasa egonya dan mulai bersikap sosial. Terjadi peningkatan pemeliharaan, misalnya mulai mau memelihara alat permainannya. Mengelompokan benda-benda yang sama. Memperhatikan dan menerima pandangan orang lain. Materi pembicaraan lebih ditujukan kepada lingkungan sosial, tidak pada dirinya sendiri. Berkembang pengertian tentang jumlah, panjang, luas dan besar.
Pada masa ini anak dapat melakukan banyak pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada yang dapat mereka lakukan pada masa sebelunya. jalan dari dan ke sekolah. Mereka mempunyai ide yang lebih baik tentang jarak dari satu tempat ke tempat lain, lama waktu tempuhnya, dan dapat mengingat rute dan tanda-tanda jalan.
Keputusan tentang sebab akibat akan meningkat. Anak berinisiatif menggunakan strategi untuk penambahan, dengan menggunakan jari-jari atau dengan benda lainnya. Mereka juga dapat memecahkan soal cerita yang bersifat sederhana. Kemampuan mengkategorisasi membantu anak untuk berfikir logis.
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan berfikir anak berkembang dan berfungsi. Kemampuan berfikir anak berkembang dari tingkat yang sederhana dan konkret ketingkat yang lebih rumit dan abstrak. Pada masa ini anak juga dapat memecahkan masalah-masalah yang bersifat konkret. Anak mengetahui volume suatu benda padat atau cair meskipun ditempatkan pada tempat yang berbeda bentuknya. Berkurang rasa egonya dan mulai besifat sosial. Terjadi peningkatan dalam hal pemeliharaan, misalnya mulai memelihara alat permainannya.
Mengerti perubahan-perubahan dan proses dari kejadian-kejadian yang lebih komplek serta saling hubungannya. Mereka memiliki pengertian yang lebih baik tentang konsep ruang, sebab akibat, kategorisasi, konservasi, dan tentang jumlah. Anak mulai memahami jarak dari satu tempat ketempat lain, memahami hubungan antara sebab dan akibat yang ditimbulkan, mengkelompokan benda berdasarkan kriteria tertentu, dan menghitung. Guru diharapkan membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berfikirnya.
Kemampuan berfikir ditandai dengan adanya aktifitas – aktifitas mental seperti mengingat, memahami dan memecahkan masalah. Pengalaman hidupnya memberikan andil dalam mempertajam konsep. Anak sudah lebih mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomuniksi, karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis. Anak mampu mengklasifikasikan dan mengurutkan suatu benda berdasarkan ciri – ciri suatu objek. Mengkelompokan benda – benda yang sama kedalam dua atau lebih kelompok yang berbeda. Misalnya mengelompokan buku berdasarkan warna maupun ukuran buku.
c. Perkembangan Bahasa Kemampuan bahasa terus tumbuh pada masa ini. Anak lebih baik perbendaharaan kata dan tata bahasa. Bersamaan dengan pertumbuhan perbendaharaan kata selama masa sekolah, anak–anak semakin banyak menggunakan kata kerja yang tepat untuk menjelaskan satu tindakan seperti memukul, melempar, menendang atau menampar.
Maka belajar tidak hanya untuk menggunakan banyak kata lagi, tetapi juga memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu. Area utama dalam pertumbuhan bahasa adalah pragmatis, yaitu penggunn prktis dari bahasa untuk komunikasi. Anak kelas satu merespon pertanyaan orang dewasa dengan jawaban yang lebih sederhana, jawaban pendek. Sebagian besar anak usia 6 tahun sudah dapat menceritakan kembali satu bagian pendek dari buku, film, atau pertunjukan televisi.
Belajar membaca dan menulis membebaskan anak-anak dari keterbatasan untuk berkomunikasi langsung. Menulis merupakan tugas yang dirasa lebih sulit daripada membaca bagi anak. Cara belajar menulis dilakukan setahap demi setahap dengan latihan dan seiring dengan perkembangan membaca. Membaca memiliki peran penting dalam pengembangan bahasa. Pada masa ini perubahan terjadi dalam hal anak berfikir tentang kata-kata. Mereka menjadi kurang terikat dengan kegiatan dan dimensi pengamatan yang berhubungan dengan kata, dan menjadi lebih analistis dalam hal penggunaan kata-kata. Misalnya, bila anak diminta menyebut sebuah benda yang berhubungan dengan kata yang didengar, misalnya anjing, maka anak akan merespon dengan satu kata yang menunjukan penampilannya seperti : hitam, besar, atau kepada kegiatan yang berhubungan dengan anjing seperti : duduk, gonggongan anjing.
Anak yang lebih tua lebih sering merespon anjing dengan menghubungkannya dengan kategori binatang yang dekat atau menyukai seperti kucing. Meningkatnya kemampuan menganilisis kata membantunya untuk mengerti yang tidak secara langsung berhubungan dengan pengalaman pribadinya. Anak bisa membedakan antara saudara kandung dengan saudara sepupu, desa dengan kota dan sebagainya. Demikian juga peningkatan dalam tata bahasa. Anak bisa membandingkan, sehingga bisa mengatakan lebih pendek, lebih dalam dan sering bersifat subjektif. Anak biasanya menggunakan berbagai aturan dalam tata bahasa.
Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral terlihat dari perilaku moralnya di masyarakat yang menunjukan kesesuaian dengan nilai dan norma di masyarakat. Perilaku moral ini banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta perilaku moral orang-orang disekitarnya. Perkembangan moral ini juga tidak terlepas dari perkembangan kognitif dan emosi anak.
Usia 5-12 tahun konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang telah dipelajari dari orang tua menjadi berubah. Piaget menyatakan bahwa relativisme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya, bagi anak usia 5 tahun, berbohong adalah hal yang buruk, tetapi bagi anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong adalah dibenarkan dan oleh karenanya berbohong tidak terlalu buruk. Piaget berpendapat bahwa anak yang lebih muda ditandai dengan moral yang heteronomous sedangkan anak pada usia 10 tahun mereka sudah bergerak ketingkat yang lebih tinggi yang disebut moralitas autonomus.
Kohlberg memperluas teori Piaget dan menyebut tingkat kedua dari perkembangan moral masa ini sebagai tingkat moralitas dari aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini oleh Kohlberg disebut moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap yang kedua Kohlberg menyatakan bahwa bila kelompok sosial menerima peraturan- peraturan yang sesuai bagi semua anggota kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari penolakan kelompok dan celaan (Hurlock, 1993 : 163).
Kohlberg (Duska dan Wehelan, 1981 : 59-61) menyatakan adanya 6 tahap perkembangan moral. Enam tahap tersebut terjadi pada tiga tingkatan, yakni tingkatan : (1) prakonvensional (2) konvensional (3) pasca konvensional. Pada tahap prakonvensional, anak peka terhadap peraturan-peraturan yang berlatarbelakang budaya dan terhadap penilaian baik buruk, benar-salah tetapi anak mengartikannya dari sudut akibat fisik suatu tindakan. Pada tahap konvensional, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau agama dianggap sebagai suatu yang berharga pada dirinya sendiri, anak tidak peduli apapun akan akibat-
Sikap yang nampak pada tahap ini terlihat dari sikap ingin loyal, ingin menjaga, menunjang dan memberi justifiksi pada ketertiban. Pada tahap pasca konvensional, ditandai dengan adanya usaha yang jelas untuk mengartikan nilai- nilai moral dan prinsip-prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan, lepas dari otoritas kelompok atau orang yang memegang prinsip-prinsip tersebut terlepas apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.
Pengembangan moral termasuk nilai-nilai agama merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk sikap dan kepribadian anak. Misalnya, mengenalkan anak pada nilai-nilai agama dan memberikan pengarahan terhadap anak tentang hal-hal yang terpuji dan tercela.
e. Perkembangan Emosi Emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan anak. Sering dan kuatnya emosi anak akan merugikan penyesuaian sosial anak. Emosi yang tidak menyenangkan (unpleasent emotion) merugikan perkembangan anak. Sebaliknya, emosi yang menyenangkan (pleasent emotion) tidak hanya membantu perkembangan anak, tetapi juga merupakan sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan bagi perkembangan anak. Pergaulan yang semakin luas dengan teman sekolah dan teman sebaya lainnya dapat mengembangkan emosinya. Anak akan belajar untuk mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi yang kurang dapat diterima. Ciri-ciri Emosi Masa Kanak-kanak
a). Emosi anak berlangsung relatif singkat (sebentar) Emosi anak hanya beberapa menit dan sifatnya tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena emosi anak menampakkan dirinya di dalam kegiatan atau gerakan yang nampak.
b). Emosi anak kuat atau hebat Hal ini terlihat bila anak takut, marah, atau sedang bersenda-gurau. Mereka akan nampak marah sekali, takut sekali, tertawa terbahak-bahak meskipun kemudian cepak hilang.
c). Emosi anak mudah berubah Sering kita jumpai seorang anak yang baru saja menangis berubah menjadi tertawa, dari marah berubah tersenyum. Sering terjadi perubahan, saling berganti- ganti emosi, dari emosi susah ke emosi senang dan sebaliknya dalam waktu yang
Hal ini timbul karena anak dalam proses perkembangan kearah kedewasaan. Ia harus mengadakan penyesuaian terhadap situasi di luar, dan hal ini dilakukan secara berulang-ulang.
e). Respon emosi anak berbeda-beda Pengamatan terhadap anak dengan berbagai tingkat usia menunjukkan bervariasinya respon emosi. Pada waktu bayi lahir, pola responnya sama. Secara berangsur-angsur, pengalaman belajar dari lingkungannya membentuk tingkah laku dengan perbedaan emosi secara individual.
f). Emosi anak dapat diketahui atau dideteksi dari gejala tingkah lakunya Meskipun anak kadang-kadang tidak memperlihatkan reaksi emosi yang nampak dan langsung, namun emosi itu dapat diketahui dari tingkah lakunya. Misalnya melamun, gelisah, menghisap jari, sering menangis, dan sebagainya.
g). Emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatanny Suatu ketika emosi anak begitu kuat, kemudian berkurang. Emosi yang lain mula- mula lemah kemudian berubah menjadi kuat.
h). Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosional Anak-anak memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap apa yang mereka inginkan. Ia tidak mempertimbangkan bahwa keinginan itu baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, juga tidak mempertimbangkan bahwa untuk memenuhi keinginannya itu memerlukan biaya yang tidak terjangkau oleh orang tuanya.
f. Perkembangan Sosial Perkembangan emosi tak dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial, yang sering disebut sebagai perkembangan tingkah laku sosial. Sejak lahir anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia berada secara terus-menerus.
1. Kegiatan bermain Bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial anak.
Dengan bermain anak berinteraksi dengan teman main yang banyak memberikan sebagai pengalaman berharga. Bermain secara berkelompok memberikan peluang dan pelajaran kepada anak untuk berinteraksi dan bertenggang rasa dengan sesama teman. Permainan yang disukai anak cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara berkelompok, kecuali bagi anak-anak yang kurang diterima dikelompoknya dan cenderung memilih bermain sendiri.
Teman sebaya pada umumnya adalah teman sekolah dan atau teman bermain di luar sekolah. Pengaruh teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan sosial anak baik yang bersifat positif maupun negatif. Keinginan anak untuk diterima dalam kelompoknya sangat besar. Anak berusaha agar teman- teman dikelompoknya menyukai dirinya. Santrock (1997, 325) menyatakan bahwa anak sering berfikir: Apa yang bisa aku lakukan agar semua teman menyukaiku? Apa yang salah padaku? Mereka berupaya agar mendapat simpati dari teman- temannya, bahkan ingin menjadi anak yang paling populer di kelompoknya.
Wentzal dan Asher menyatakan para pakar perkembangan membedakan 3 tipe anak yang tidak populer, yaitu: 1) Anak yang diabaikan (neglected children): yaitu anak yang jarang dinominasikan sebagai teman terbaik tetapi bukan tidak disukai oleh teman- teman di kelompoknya. Anak ini biasanya tidak memiliki teman bermain yang akrab, tetapi mereka tidak dibenci atau ditolak oleh teman sebayanya. 2) Anak yang ditolak (rejected children): yaitu anak yang jarang dinominasikan oleh seseorang sebagai teman terbaik dan tidak disukai oleh kelompoknya, karena biasanya anak yang ditolak adalah anak yang agresif, sok kuasa, dan suka mengganggu. Anak ini biasanya mengalami problem penyesuaian diri yang serius dimasa dewasa. 3) Anak yang kontrovesi (controversial chidren) adalah anak yang sering dinominasikan keduanya yaitu baik sebagai teman terbaik dan sebagai teman yang tidak disukai (Santrock (1997, 325).
5. Aspek perkembangan usia 7-12 tahun
a. Aspek Perkembangan Biologis Tahapan perkembangan menurut Aristoteles 7-14 tahun masa anak atau masa belajar atau masa sekolah rendah (sekolah dasar sederajat).
Tahapan perkembangan menurut J.J.Rousseau, 12-15 tahun masa remaja,anak hidup sebagai petualang,perkembangan inelek dan pertimbangan. Tahapan perkembangan menurut Stanley Hall, 8-12 tahun masa puber atau remaja awal, sebagai biadab atau liar.
Tahapan perkembangan menurut Sigmund Freud, 6-12 tahun masa latensi (latency stage) dorongan seksualnya tidak nampak sebab tersembunyi dalam berbagai aktivitas dan hubungan sosial.
Tahapan pekembangan menurut Erikson, 6-12 tahun masa sekolah, ditandai oleh kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan rasa rendah diri ( industry- inferiority).
b. Aspek Perkembangan Kognitif Tahap perkembangan menurut Piaget, tahap operasi konkret 7-11 tahun proses berpikir anak harus konkret,belum bisa berikir abstrak.Dengan demikian, pada masa ini dalam menyelesaikan masalah anak menggunakan logika-logika yang konkret atau bersifat fisik. Kemudian pada tahap ini pula anak sudah mulai dapat menyusun kategori berdasarkan hierarki.
c. Aspek Perkembangan Afektif
d. Aspek Perkembangan Didaktis Tahap perkembangan aspek didaktis, sekolah dasar usia 7-12 tahun dimana anak memperoleh pendidikan dasar guna melanjutkan kependidikan menengah pertama. Pendidikan yang diperoleh lebih menekankan kepada dasar- dasar ilmu yang akan dipelajari di tingkat menengah pertama.
Ciri ciri pada masa kelas-kelas rendah (6/7-9/10) tahun : Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional Adanya kecenderungan memuji diri sendiri Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
Pada masa usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau buruk. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13) tahun :
Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret Sangat realistik, rasa ingin tahu dan belajar Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus Menurut Sumantri dan Nana Syaodih (2006) karakteristik anak pada usia SD adalah
1. Senang bermain Pada umumnya anak SD terutama kelas-kelas rendah itu senang bermain. Karakteristik ini menurut Guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD seharusnya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan didalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius dan santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang-seling antara mata pelajaran serius dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan.
2. Senang bergerak Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, Guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapih untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3. Senangnya bekerja dalam kelompok Melalui pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak dapat belajar aspek-aspek penting dalam proses sosialisasi seperti belajar memenuhi aturan- aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada orang dewasa disekelilingnya. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa Guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.
4. Senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung Berdasarkan teori tentang psikologi perkembangan yang terkait dengan perkembangan kognitif , anak SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, anak belajar menghubungkan antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. pada masa ini anak belajar untuk membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu. Pembelajaran di SD cepat dipahami anak, apabila anak dilibatkan langsung melakukan atau praktik pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas.
C. Kesimpulan Implikasi Perkembangan Peserta Didik terhadap Pendidikan Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Pada masa ini anak mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian, meskipun masih terbatas pada hal-hal yang sifatnya konkret, dapat digambarkan atau pernah dialami. Meskipun sudah mampu berpikir logis, tetapi cara berpikir mereka masih berorientasi pada kekinian. Baru pada masa remajalah anak dapat benar-benar berpikir abstrak, membuktikan hipotesisnya dan melihat berbagai kemungkinan dimana anak sudah mencapai tahapan berpikir operasi formal. Anak telah mampu menggunakan simbol-simbol untuk melakukan suatu kegiatan mental, mulailah digunakan logika.
Pada masa ini umumnya egosentrisme mulai berkurang. Anak mulai memperhatikan dan menerima pandangan orang lain. Berkurang rasa egonya dan mulai bersikap social. Materi pembicaraan mulai lebih ditunjukkan kepada yang sama ke dalam dua atau lebih kelompok yang berbeda. Anak mampu mengklasifikasikan objek menurut beberapa tanda dan mampu menyusunnya dalam suatu seri berdasarkan suatu dimensi. Mulai timbul pengertian tentang jumlah, panjang, luas dan besar. Anak dapat berpikir dari banyak arah atau dimensi pada satu objek. Mengalami kemajuan dalam pengembangan konsep. Pengalaman langsung sangat membantu dalam berpikir. Oleh sebab itu, guru perlu mengamati dan mendengar apa yang dilakukan oleh siswa dan mencoba menganalisisnya bagaimana siswa berpikir.
D. Daftar Referensi
Hurlock. E. 2010. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa Istikada,Yanti. Jakarta:Erlangga.
Sulistyorini, Sri. 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta:Tiara Wacana. Sutirna. 2013. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik.Yogyakarta:Andi.