MAKALAH KEBIJAKAN K3 GURU

  

KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERLINDUNGAN SERTA PEMBINAAN K3

I. PENDAHULUAN

  Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) saat ini merupakan tuntutan kebutuhan usaha dalam pemenuhan syarat di era perdagangan global. Pengaruh perdagangan global menuntut dunia usaha, pemerintah dan masyarakat untuk menerapkan K3 dalam rangka peningkatan efisiensi, efektifitas dan kualitas untuk mencapai produktivitas optimal. Dalam era globalisasi, peran K3 sangat penting dan dibutuhkan, karena keberadaannya telah menjadi tuntutan pasar dan konsumen, agar produk yang dipakai dapat memenuhi standar internasional, proses produksi dilaksanakan dengan memperhatikan hak asasi pekerja, dan produk yang dipakai terjamin keamanan dan kepuasan bagi konsumen. Karena itu penerapan K3 pada suatu negara secara langsung akan mempengaruhi produktivitas dan daya saing negara tersebut.

  Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja juga penyakit akibat kerja yang pada akhirnya berdampak pada efisiensi dan produktivitas kerja. Berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di tahun 2015, lalu lintas perdagangan, jasa dan sumber daya manusia diantara 10 Negara ASEAN akan lebih mudah, demikian juga di level Masyarakat Uni Eropa, dipersyaratkan pemenuhan social compliance, dimana salah satu komponen utamanya adalah pemenuhan standar K3.

  Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum dalam hal ini profesi guru. Sesuai dengan politik hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat, kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan. Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, juga merupakan hak dasar yang secara koderati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Di samping hak asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar manusia yang meliputi:

  (1) kepatuhan terhadap perundang-undangan, (2) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak asasi manusia, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Pada PP no. 74 tahun 2008 pasal 41 yaitu guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain. serta UU Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 39 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak (Pemerintah, Pemerintah daerah, Masyarakat, Organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan) wajib memberikan perlindungan kepada guru yang antara lain perlindungan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

II. PEMBAHASAN

  Pada hakekatnya hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur kepentingan pekerja saja, tetapi juga termasuk masyarakat pengusaha atau pemberi kerja, namun demikian hukum ketenagakerjaan lebih bersifat melindungi pekerja, sekalipun pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja mempunyai kedudukan hukum yang sama.

  Tahun 2003 upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan undang

  • – undang pasal 86 paragraf 5 keselamatan dan kesehatan kerja,

  BAB X undang

  • – undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan antara lain menyatakan bahwa

  “ Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas K3 “, untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya

  K3” dan “perlindungan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang

  • – undangan yang berlaku”. Penjelasan

  pasal 86 ayat (2) menyatakan “upaya K3 dimaksud untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi”. Ini juga sesuai dengan undang – undang no. 14 Tahun 2015 tentang perlindungan Keselamatan dan Kesehatan terhadap profesi guru.

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berperan penting dalam rangka perlindungan bagi pekerja dan pembangunan nasional, oleh karena itu secara garis besar aspek K3 sudah menjadi bagian dari kebijakan nasional di Indonesia yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Bahkan pemerintah berharap K3 lingkungan industri namun juga diterapkan di rumah tangga, transportasi, otomotif, pendidikan dan pariwisata

  1. Kebijakan Nasional Kementerian Ketenagakerjaan

  Data terkini terkait dari ketenagakerjaan (BPS, 2013), menunjukkan bahwa sebagian besar angkatan kerja adalah berpendidikan sekolah dasar sebanyak 55,3 juta orang (SD: 46,80%). Hal ini berdampak langsung pada ranking HDI (Human Development

  

Index, 2012) dimana Indonesia berada diurutan 124 dari 187 negara, dan berujung pada

  rendahnya tingkat produktivitas kerja.Tingginya angka kecelakaan kerja juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan K3. Data 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan peningkatan kecelakaan kerja secara bermakna, dari 83.714 kasus di tahun 2007 menjadi 103.074 kasus di tahun 2012 dan 105.182 kasus di tahun 2015. Namun tuntutan dunia kerja terhadap persyaratan K3 masih belum mampu dipenuhi karena di Indonesia pelaksanaan standarisasi K3 belum memadai. Disamping itu kesadaran masyarakat akan pentingnya menerapkan K3 masih rendah. Disadari sepenuhnya bahwa masalah

  • – masalah tersebut harus secara terus menerus diselesaikan oleh pemerintah bersama
  • – sama masyarakat agar segera terwujud masyarakat industri yang sadar akan pentingnya penerapan K3 di tempat kerja. Maka dari itu penjelasan dari un
  • – undang dasar 1945 pasal 27 ayat (2) yg menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dimana pekerjaan yang layak pada konteks ini artinya bahwa pekerjaan yang dilakukan harus bersifat manusiawi yang memungkinkan pekerja dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

  Penjelasan tersebut lebih dipertegas lagi dalam undang

  • – undang No. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok Mengenai Tenaga kerja, yang selanjutnya diganti dengan undang – undang No, 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

  2. Visi K3 Nasional

  Terwujudnya Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia. Dan untuk mencapai visi tersebut maka Misi K3 Nasional adalah :

  1. Meningkatkan penerapan SMK3

  2. Meningkatkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan K3

  3. Meningkatkan peran serta pengusaha/satuan pendidikan/penyelenggara satuan pendidikan, tenaga kerja, masyarakat untuk mewujudkan kemandirian dalam pelaksanaan K3

  3. Strategi

Sesuai dengan visi, misi dan kebijakan K3 Nasional, maka telah disusun rencana

  strategi dan program kerja utama K3 yaitu :

  1. Menyusun dan meningkatkan kebijakan K3

  2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia di bidang K3

  3. Meningkatkan pembinaan penerapan SMK3

  4. Meningkatkan sarana dan prasarana pengawasan K3

  • – 5. Meningkatkan jejaring dan peran serta instansi, lembaga, personil dan pihak pihak terkait

  4. Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Saat ini Keselamatan dan kesehatan kerja sudah mulai memasyarakat, khususnya

dilingkungan perusahaan besar dan menengah di berbagai sektor kegiatan dan wilayah.

  Pengusaha, pengurus, dan pekerja sudah banyak yang memahami dan menyadari arti pentingnya K3. Dari kalangan ini dinilai adanya kebutuhan

  • – kebutuhan untuk lebih mendalami peraturan, ketentuan
  • – ketentuan dan materi K3. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya pelat
  • – pelatihan K3 yang diselenggarakan secara mandiri di perusahaan – perusahaan maupun saat ini di institusi
  • – institusi pemerintah. Dilain pihak, untuk perusahaan kecil dan beberapa perusahaan menengah baik pengusaha, pengurus dan pekerjanya belum mengenal dan memahami peraturan perundang – undangan K3.

  Dari uraian tersebut diatas dapat dimaklumi bahwa upaya pembinaan termasuk penyuluhan, pelatihan, dan upaya persuasif lainnya merupakan prioritas untuk dilakukan dan sangat strategis dalam rangka pencegahan kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat kerja secara dini. Setiap peraturan perundang

  • – undangan yang ada di Indonesia harus dapat
  • >– dikembalikan atau bersumber pada hukum dasar tertulis yang tertinggi, yaitu Undang Undang Dasar 1945. Peraturan perundang
  • – undangan K3 terkait dengan UUD 1945 pasal 27 ayat (2). Setiap ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945 masih bersifat sangat umum, oleh karena itu untuk mewujudkan >– cita tersebut khususnya di bidang ketenagakerjaan dijabarkan lebih lanjut dengan undang
  • – undang No. 14 tahun tahun 1969 pasal 9 dan 10 mengatur tentang pembinaan dan perlindungan tenaga kerja termasuk K3. Maka berdasarkan tersebut diatas un
  • – undang no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja disahkan oleh Presiden RI. Pada tanggal 12 Januari 1970 atas persetujuan DPR. RI. dan sejak saat itulah VR (Veiligheids Reglement) 1910 Stbl.406 dicabut. UU. No. 14 tahun 1969 telah dicabut dan kini berlaku UU. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun K3

5. Jenis – jenis Peraturan Perundangan

  Peraturan perundangan Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Kerja

  11. Permenakertrans No. Per. 02/Men/1980 ttg Pemeriksaan Kesehatan

Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja

  

12. Permenakertrans No. Per. 01/Men/1981 ttg Kewajiban Melapor

Penyakit Akibat Kerja

  13. Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982 ttg Pelayanan Kesehatan Kerja

  14. Permenaker No. Per. 03/Men/1985 ttg Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes

  15. Permenaker No. Per. 03/Men/1986 ttg Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja Yang Mengelola Pestisida

  16. Permenaker No. Per. 01/Men/1998 ttg Penyelenggaraan JPK Dengan Manfaat Lebih Baik

  17. Kepmenaker No. Kepts. 333 tahun 1989 ttg Diagnosis Dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja

  18. Kepmenaker No. Kep. 187/Men/1999 ttg Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya Di Tempat Kerja 2

  

Peraturan perundangan Yang Berkaitan Dengan

Kesehatan Kerja

19.

  Kepmenaker No. Kep. 51/Men/1999 ttg Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja

  

20. Kepmenakertrans No. Kep. 79/Men/2003 ttg Pedoman Diagnosis Dan

Penilaian Cacat Karena Kecelakaan Dan Penyakit Akibat Kerja

  21. Kepmennakertrans No. Kep. 68/Men/2004 ttg Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja

  22. Permennakertrans No. 11/Men/VI/2005 ttg Pencegahan dan

Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika,

Psikotropika dan zat adiktif lainnya di Tempat Kerja.

  23. SE. Menakertrans No. SE. 01/Men/1979 ttg Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.

  

24. SE. Menaker No. SE. 01/Men/1997 ttg Nilai Ambang Batas Faktor Kimia

Di Udara Lingkungan Kerja.

  

25. SE. Dirjen Binawas No. SE. 86/BW/1989 ttg Perusahaan Catering Yang

Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.

  26. Kepts. Dirjen Binawas No. Kepts. 157/BW/1989 ttg Tata Cara dan

Bentuk Laporan Penyelenggaraan Pelayananan Kesehatan Kerja

3 JENIS PELATIHAN DAN DASAR HUKUM

JENIS PELATIHAN DAN DASAR HUKUM

  Dasar Hukum No Jenis Pelatihan

Supervisor UU No 1 Tahun 1970

  1 Kebakaran Kep. No. 186/MEN/1999

  2 P3K Per . No . 69/MEN/1969

  3 Operator Forklift Per . No . 05/MEN/1986

  4 Operator Boiler Per . No . 04/MEN/1987

  5 Scaffolding Per . No . 01/MEN/1980

  6 Hoist Crane Per . No . 05/MEN/1985

  7 Mobile Crane Per . No . 05/MEN/1985

  8 Calon Ahli K3 Kimia Kep. No . 187/MEN/1999

  9

drs/Kebjk_K3 4 Pembinaan K3 baik melalui pendekatan peraturan, pengawasan, standarisasi dan pengembangan Sumber Daya Manusia harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan terutama kepada profesi guru dimana guru sebagai tenaga professional berfungsi sebagai agen pembelajar, yakni sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik mempunyai faktor potensi resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja yang dalam melakukan tugasnya tidak dapat dihindari.

  Dengan adanya PP no. 74 tahun 2008 pasal 41 yaitu guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain. serta UU

  16 Calon Ahli K3 Umum Per. No. 02/Men/1992

  22 Ahli K3 Konstruksi Kep Dirjen No. Kep 20/DJPPK/2004 JENIS PELATIHAN DAN DASAR HUKUM JENIS PELATIHAN DAN DASAR HUKUM

  21 Teknisi Lift Kep Dirjen No. Kep 407/BW/1999

  20 Petugas K3 Listrik Kep. DirJen No. Kep 311/BW/Men/2002

  19 Keselamatan bekerja di ruang tertutup (Confened Space) SE No. 140/Men/2005

  18 Paramedis Perusahaan Per. No. 01/Men/1979

  17 Dokter Perusahaan Per. No. 01/Men/1976

  15 E R P UU No 1 Tahun 1970

  

Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 39 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan

  14 Petugas K3 Kimia Kep. No . 187/MEN/1999

  13 Gondola Per . No . 05/MEN/1985

  12 SMK3/Auditor Internal Per . No . 05/MEN/1996

  11 P2K3 Per . No . 04/MEN/1987

  10 Bahan Berbahaya Per . No . 187/MEN/1999

III. PENUTUP

  terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja maka pembinaan dan penerapan K3 bagi profesi guru harus dijalankan dengan optimal serta sinergis dengan kerjasama antar pemangku kepentingan serta peran serta masyarakat pendidikan drs/Kebjk_K3 5

  

PERLINDUNGAN GURU DITINJAU DARI ASPEK PELAYANAN JAMINAN SOSIAL

KESELAMATAN DAN KECELAKAAN KERJA

  

I. PENDAHULUAN

Kecelakaan di tempat kerja memakan lebih banyak korban jika dibandingkan

  dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO (International Labor

  

Organization) menghasilkan kesimpulan bahwa setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal,

  setara dengan satu orang setiap 15 detik atau 2,2 juta orang pertahun akibat sakit atau kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibandingkan wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Sedangkan di Indonesia tingkat kecelakaan kerja juga tergolong tinggi dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Dari sekitar 254 juta warga negara Indonesia, lebih dari 50% adalah kelas pekerja Berdasarkan data BPS, pada tahun 2015 status pekerjaan penduduk adalah bekerja dengan status berusaha (46,79%), pekerja penerima upah (38,58%), dan pekerja keluarga (9,83%). "Mereka tersebar di sektor formal maupun informal." Sementara data dari Jamsostek menunjukkan, 9 orang meninggal akibat kecelakaan kerja setiap hari pada tahun 2013. Menurutnya, data tersebut hanya menunjukkan pekerja yang aktif dan tercatat. Itu artinya, data tersebut hanya menunjukkan 10% dari keseluruhan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja aktual. "Sementara data dari ILO menunjukkan, rata-rata terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70% berakibat fatal, yakni kematian atau cacat seumur hidup," Sejalan dengan itu dari jumlah kejadian kecelakaan kerja seperti diatas dapat mungkin saja terjadi pada profesi guru. Fakta di lapangan menunjukkan banyak peristiwa kecelakaan kerja yang dialami guru belum mendapatkan perlindungan yang layak sesuai Undang-undang yang berlaku. Sepanjang berkaitan dengan hak guru atas keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksudkan di atas.

II. PEMBAHASAN

1. BPJS Kesehatan

  BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia,

  Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.

  Hal ini berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Jaminan kesehatan apa yang diberikan yaitu jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.melalui penerapan system kendali biaya dan kendali mutu,dan diselenggarakan berdasarkan asuransi sosial dan equitas bagi seluruh penduduk di wilayah Republik Indonesia. JKN menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk, termasuk warga asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.

  Sedangkan BPJS [Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial meliputi :

  1. BPJS Kesehatan: Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan

  2. BPJS Ketenagakerjaan Peserta BPJS Kesehatan adalah :

  1. Adalah semua penduduk Indonesia WAJIB menjadi peserta Jaminan kesehatanyang

  dikelola BPJS Kesehatan. Artinya mereka tidak boleh tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan meskipun sudah memiliki Jaminan kesehatanlain.

  2. Orang asing yang bekerja minimal 6 bulan di Indonesia dan telah membayar iuran

  Peserta BPJS Kesehatan Peserta PBI Jaminan Kesehatan adalah :

  1. Fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang

  iurannya dibayar pemerintah sebagai peserta Jaminan Kesehatan yang diatur melalui peraturan pemerintah

  2. Orang yang cacat total tetap dan tidak mampu cacat fisik/mental sehingga seseorang

  tidak mampu melakukan pekerjaan, yang penetapnnya dilakukakn oleh dokter Pekerja penerima upah adalah : Adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lain, terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non PNS, PTT, Honorer, Staf khusus dan pegawai lain yang dibayar ddengan APBN atau APBD, Pegawai Swasta, Pekerja lain yg memenuhi kriteria pekerja penerima upah Pekerja bukan penerima upah adalah : Adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, terdiri atas Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan Pekerja lain yg memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah Bukan pekerja adalah : Adalah Setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan, terdiri atas Investor, Pemberi kerja, orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dlm bentuk lain; Penerima pensiun; Veteran; Perintis Kemerdekaan; serta Bukan pekerja lain yg memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah Yang dimaksud anggota keluarga adalah Adalah Isteri/Suami yang sah dari peserta; Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta; Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal

  1. Peserta Bukan PBI JK, dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, maks. 5

  org

  2. Jika jumlah peserta dan anggota keluarga lebih dr 5 org, dpt mengikutsertakan

  dengan membayar iuran tambahan Kerugian tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan, seperti ketika sakit dan harus berobat atau dirawat maka semua biaya yg timbul hrs dibayar sendiri & kemungkinan bisa sangat mahal di luar kemampuan Pelayanan Kesehatan yang dijamin :

  A. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

  B. Pelayanan kesehatan Non Spesialistik:

  1. Administrasi pelayanan

  3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

  7. Rehabilitasi medis 8.

  BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja),

  BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang

  ditetapkan)

  4. Peserta berhak dpt pelayanan alat bantu kesehatan (jenis dan plafon harga

  dijamin

  3. Pelayanan kesehatan yang telah ditanggung dlm program pemerintah tdk tmsk yang

  2. Perawatan Inap di Ruang Intensif

  Perawatan Inap non Intensif

  Rawat Inap 1.

  Pelayanan darah 9. Pelayanan kedokteran forensik 10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

  6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis

  4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

  Pelayanan alat kesehatan implant

  4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 5.

  3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

  subspesialis;

  2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan

  1. Administrasi pelayanan

  C. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan Rawat Jalan

  8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi

  7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.

  5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis.

2. BPJS Ketenagakerjaan

  BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang memiliki tanggung jawab dari Presiden untuk memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja Indonesia, baik sektor formal maupun informal, dan orang asing yang bekerja di Indonesia sekurang- kurangnya 6 bulan. Perlindungan yang diberikan antara lain adalah JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JK (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), dan JP (Jaminan Pensiun). Menurut BPJS Ketenagakerjaan akan tetap melaksanakan program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JK (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), dan JP (Jaminan Pensiun). Peraturan tersebut berlaku, sebelum ada peraturan baru yang mengatur tentang prosedur dan persyaratan menjadi peserta program BPJS Ketenagakerjaan. Sementara itu, sebelum BPJS beroperasi secara penuh pada 1 Juli 2015, prosedur dan manfaat tersebut masih sama dengan yang berlaku di PT Jamsostek. Program layanan BPJS Ketenagakerjaan adalah :

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

  Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran sebagai berikut :

  1. Biaya Transportasi (Maksimum)

  Darat/sungai/danau Rp750.000 Laut Rp1.000.000 Udara Rp2.000.000

  2. Sementara Tidak Mampu Bekerja

  Empat (4) bulan pertama, 100% x gaji sebulan Empat (4) bulan kedua, 75% x gaji sebulan Seterusnya 50% x gaji sebulan

  3. Biaya Pengobatan

  Perawatan Rp20.000.000 (maksimum) pergantian gigi tiruan Rp2.000.000 (maksimum)

  4. Santunan Cacat

  • Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan gaji
  • Total-tetap: Sekaligus: 70% x 80 bulan gaji Berkala (24 bulan) Rp200.000,- per bulan

  5. Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan gaji

  6. Santunan Kematian

  Sekaligus 60% x 80 bulan gaji Berkala (24 bulan) Rp200.000 per bulan Biaya pemakaman Rp2.000.000

  7. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang

  ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp2.000.000 Prothese/alat penganti anggota badan Alat bantu/orthose (kursi roda)

  

8. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan

sama dengan poin ke-2 dan ke-3.

  Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran : Kelompok I = Premi sebesar 0,24% x gaji kerja sebulan Kelompok II = Premi sebesar 0,54% x gaji kerja sebulan Kelompok III = Premi sebesar 0,89% x gaji kerja sebulan Kelompok IV = Premi sebesar 1,27% x gaji kerja sebulan Kelompok V = Premi sebesar 1,74% x gaji kerja sebulan. Untuk pengajuannya, apabila terjadi kecelakaan kerja, pengusaha wajib mengisi form BPJS Ketenagakerjaan 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh atau meninggal dunia oleh dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja atau ahli waris. Form BPJS Ketenagakerjaan 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:

  1. Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan

  2. Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form BPJS Ketenagakerjaan

  3b atau 3c

  3. Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan

  2. Jaminan Kematian (JK)

  Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:

   Santunan Kematian : Rp14.200.000  Biaya Pemakaman : Rp2.000.000  Santunan Berkala : Rp200.000/ bulan (selama 24 bulan) Iuran JK sendiri ditanggung oleh pengusaha sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp12.000.000 terdiri dari Rp10.000.000 santunan kematian dan Rp2.000.000 biaya pemakaman dan santunan berkala. Adapun tata cara untuk mengusahakan JK dapat diusahakan pengusaha atau pihak keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada BPJS Ketenagakerjaan disertai bukti-bukti, antara lain:

   Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan

   Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan

   Salinan atau fotokopi KTP atau SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku

   Identitas ahli waris (fotokopi KTP atau SIM dan Kartu Keluarga)

   Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah atau Kepala Desa setempat

   Surat Kuasa bermeterai dan fotokopi KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan)

  3. Jaminan Hari Tua (JHT)

  Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja,

   Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap  Berhenti bekerja yang telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun dan masa tunggu

  1 bulan

   Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI  Adapun besaran iuran Program Jaminan Hari Tua ditanggung perusahaan sebesar 3,7%, sementara oleh tenaga kerja sebesar 2%. Untuk alurnya sendiri, premi JHT yang dibayar pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai penghasilan karyawan atau tidak menambah penghasilan bruto karyawan. Kemudian, pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan yang bersangkutan menerima Jaminan Hari Tua dari PT Jamsostek. Sementara itu, premi JHT yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto bagi karyawan dalam perhitungan PPh karyawan tersebut. Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 BPJS Ketenagakerjaan kepada kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan:

   Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan asli

   Kartu Identitas diri KTP atau SIM (fotokopi)

   Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial

   KK (Kartu Keluarga)

   Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia

   Fotokopi Paspor

   Fotokopi VISA

   Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan

   Fotokopi Kartu keluarga

   Fotokopi surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan

   Surat pernyataan belum bekerja lagi

   Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri Sipil/POLRI/ABRI

4. Jaminan Pensiun (JP)

  Selain ketiga program yang ada, BPJS Ketenagakerjaan juga akan memberikan perlindungan di hari tua dengan adany Dana tersebut akan keluar ketika tenaga kerja telah memasuki usia pensiun, meninggal dunia, mengalami cacat tetap, atau pindah secara permanen ke luar negeri. Berdasarkan rancangan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) Jaminan Pensiun, masa iuran untuk mendapatkan manfaat atas program ini minimal 15 tahun. Dana pensiun akan diberikan saat usia pekerja 56 tahun. Selain itu, aturan ini hanya berlaku bagi peserta jaminan pensiun yang bekerja di perusahaan swasta, bukan di lembaga negara. Dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2015 tentang

  

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara

  oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada 16 September 2015 lalu memberi kepastian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK), maka pemberi kerja (penyelenggara negara yang mempekerjakan Pegawai

  ASN termasuk profesi guru pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) wajib memberikan perlindungan berupa JKK dan JKM kepada peserta (pegawai ASN termasuk profesi guru yang menerima gaji yang dibiayai dari APBN atau APBD, kecuali Pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Pegawai ASN di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia).

  

III. KESIMPULAN

Pemerintah saat ini telah berusaha memberikan perlindungan pada profesi guru

  terutama perlindungan terhadap Keselamatan dan Kesehatan kerja sesuai dengan amanat Undang

  • – undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2008 serta saat ini telah ditandatanganinya Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara oleh Bapak Presiden Joko Widodo yang berarti sejalan dengan Peraturan dan Perundangan lainnya di bidang ketenagakerjaan dalam program perlindungan bagi pekerja. Dengan demikian pekerja termasuk profesi guru (ASN) dapat terlindungi serta memberikan rasa aman dalam menjalankan tugasnya selain menjadikan pembelajaran tersendiri dalam merubah prilaku yang sehat, aman dan selamat dalam melakukan pekerjaannya. Dengan demikian dapatlah menjamin terwujudnya perlindungan dan budaya K3 bagi guru.