BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing - Peranan Audit Internal Dalam Meningkatkan Sistem Pengawasan Intern Pada PT. Astra International Tbk. – Toyota Sales Operation Auto2000 Cabang Medan Amplas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Auditing

2.1.1 Pengertian Auditing

  Sejarah pengertian audit yang mempunyai arti diberi informasi (be

  

informed/told ) yang pada waktu itu berhubungan dengan suatu pemerintah,

  kekuasaan atau orang yang telah melakukan kesewenangannya. Saat ini pengertian audit dapat berarti suatu penyelidikan yang sistematis atau penilaian prosedur/operasi untuk menentukan kesesuaian dengan kriteria akuntansi termasuk analisis, pengujian, konfirmasi atau pembuktian lainnya. Apabila dikaitkan dengan akuntan publik maka audit merupakan penyelidikan atau penelaahan secara kritis oleh akuntan publik yang berdasarkan pada sistem pengendalian intern dan catatan akuntansi dari suatu badan usaha atau unit ekonomis lainnya, sebelum memberikan pendapatnya tentang laporan keuangan badan usaha atau unit ekonomis tersebut.

  Sebenarnya ada banyak literatur yang mengungkapkan tentang definisi dari audit atau pemeriksaan, dimana semua arti pengertian itu adalah hampir sama. Secara garis besar, audit merupakan proses membandingkan antara kondisi dengan kriteria untuk menguji apakah kondisi yang ada telah sesuai atau standar.

  Adapun yang dimaksud dengan kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya yang melekat pada objek yang diperiksa, sedangkan kriteria adalah standar tertentu atau hal yang seharusnya dikerjakan atau hal yang seharusnya melekat pada objek yang diperiksa.

  Definisi audit atau pemeriksaan akuntansi menurut Arens & Loebbecke dalam Jusuf (2003 : 1) yaitu: Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.

  Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan audit adalah suatu fungsi penilaian yang independen untuk memeriksa dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan sebagai jasa pelayanan terhadap organisasi perusahaan.

  Sementara itu, menurut Halim (2003: 1) definisi audit adalah sebagai berikut: Audit adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif bukti-bukti yang berhubungan dengan suatu asersi mengenai kegiatan dan transaksi ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil pemeriksaan tersebut kepada pihak yang berkepentingan.

  Sedangkan menurut Mulyadi (2002 : 9) definisi auditing adalah: Proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

  Berdasarkan beberapa pengertian auditing di atas maka audit mengandung unsur-unsur:

  1. Suatu proses sistematis, artinyamerupakan suatu langkah atau prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.

  2. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, artinya proses sistematik ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.

  3. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, artinya pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses

  4. Menetapkan tingkat kesesuaian, artinya pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.

  5. Kriteria yang telah ditetapkan, artinya kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (berupa hasil dapat berupa:

  Peraturan yang ditetatpan oleh suatu badan legislatif

  • Anggaran atau ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajemen
  • Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) di Indonesia
  • 6. Penyampaian hasil (atestasi), dimana penyampaian hasil dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report).

  7. Pemakai yang berkepentingan, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan, misalnya pemegan kreditur, calon investor, organisasi buruh dan kantor pelayanan pajak Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit adalah kegiatan pengumpulan, pengevaluasian bahan bukti yang dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan, yang akan berguna bagi pihak yang berkepentingan.

2.1.2 Jenis Audit

  Menurut Mulyadi (2002 : 30) audit terdiri dari tiga golongan yaitu “ audit laporan keuangan (financial statement audit), audit operasional (operasional

  audit) dan audit kepatuhan (compliance audit)”.

2.1.2.1 Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audits)

  Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan wajar, sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tertentu tersebut adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Prinsip akuntansii yang berlaku umum di Indonesia dimuat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

  Menurut Mulyadi (2002 : 72) “Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan”. Asersi dari laporan keuangan ini merupakan informasi yang ada dalam laporan keuangan. Bukti audit yang tersedia dapat berupa dokumen, catatan dan bahan bukti yang berasal dari sumber-sumber diluar perusahaan. Hasil akhir audit dalam bentuk opini auditor, yang dihasilkan oleh akuntan publik sebagai auditor independent. Adapun pengguna laporan keuangan yang dihasilkan oleh akuntan independent tersebut biasanya untuk pihak ekstrrem perusahaan, seperti analisis keuangan, kreditor, supplier, investor, dan pemerintah.

  Didalam laporan keuangan dapat terjadi kemungkinan adanya

  

“information risk” , resiko ini menunjukkan kemungkinan informasi yang

  digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan usaha tidak tepat. Resiko informasi tersebut disebabkan karena adanya kemungkinan tidak akuratnya laporan keuangan organisasi yang bersangkutan. Selain itu kondisi masyarakat yang kompleks menjadi penyebab terdapat kemungkinan pemngambil keputusan memperoleh informasi yang tidak dapat dipercaya dan tidak dapat diandalkan.

  Menurut Rahayu dan Suhayati (2009 : 5) “penyebab information risk adalah jauhnya sumber informasi, motif penyedia informasi, banyaknya data, kompleksitas transaksi dan perbedaan kepentingan”.

1. Jauhnya sumber informasi

  Jauhnya sumber informasi yang diperoleh pengambil keputusan sulit didapatkan secara langsung dari partner usaha, biasanya diperoleh dari pihak lain, hal ini akan menimbulkan ketidak tepatan informasi. Keterbatasan akses terhadap data akuntansi bagi pemakai laporan keuangan meliputi kendala waktu, ketelitian dan tenaga. Pemakai laporan keuangan kemudian lebih mempercayakan kepada pihak auditor independen untuk memeriksa laporan keuangan.

  2. Motif penyedia informasi Adanya motif penyedia informasi tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyajian informasinya. Penyebab dari hal ini adalah karena adanya kepercayaan yang sangat tinggi mengenai harapan masa depan dan juga karena adanya unsur kesengajaan memberi kesan baik kepada pihak lain. Hal tersebut menjadikan informasi tidak benar, ketidakakuratan ini dapat berupa mark-up angka, dan penjelasan tidak memadai.

  3. Banyaknya data Luasnya usaha organisasi membuat semakin kompleks dan banyaknya transaksi usaha. Jika setiap depatrtemen yang ada dalam organisasi tersebut tidak memiliki prosedur yang tepat dalam menjalankan usahanya, kemungkinan kesalahan baik kecil, maupun besar tidak dapat terderdeteksi, sehingga menyebabkan menumpuknya kesalahan yang akan berefek pada ketidaktepatan pencatatan informasi dalam pembukuan. Hal ini kan membuat ketidakakuratan laporan keuangan.

  4. Kompleksitas transaksi Perkembangan perusahaan yang pesat membuat transaksi keuangan semakin kompleks, dan semakin sulit untuk dicatat dengan baik. Peraturan akuntansi yang bersinggungan dengan entitas lain membuat masalah menjadi penting dan sulit. Penyajian laporan keuangan yang semakin kompleks karena dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan semakin tingginya resiko kesalahan interprestasi dan penyajian laporan keuangan. Masalah ini tentunya akan mempengaruhi pemakai laporan keuangan yang semakin sulit dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan. Oleh karena itu audit laporan keuangan diperlukan untuk memastikan kualitas laporan keuangan yang telah dibuat manajemen.

  5. Perbedaan kepentingan Manajemen akan berusaha agar laporan keuangan memperlihatkan kinerja yang baik, dengan meningkatkan laba dengan mengubah perlakuan akuntansi. Para pemakai laporan keuangan memiliki kepentingan lain yang berbeda dengan manajemen, dimana pemegang saham mengharapkan deviden besar, tapi kreditur lebih senang jika tidk ada pembagian deviden. Sehingga dibutuhkan kepastian laporan keuangan yang bebas dari konflik kepentingan. Laporan keuangan perlu di audit untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Audit laporan keuangan diperlukan untuk meningkatkan keyakinan pemakai laporan keuangan.

2.1.2.2 Audit Operasional (Operational Audits)

  Menurut Mulyadi (2002 : 32)audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu”. Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada menejemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan.

  Perkembangan bisnis membuat pemegang saham sudah tidak dapat mengikuti semua kegiatan operasi perusahaan sehari-harinya, sehingga mereka membutuhkan auditor manajemen yang profesional untuk membantu mereka dalam mengandalikan operasional perusahaan.

  Perbedaan utama audit laporan keuangan dan audit operasional adalah pada tujuan pengujian. Audit laporan keuangan menekankan pada apakah informasi laporan keuangan disajikan wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan audit operasional menekankan pada ekonomiasasi, efisiensi, dan efektivitas yang mencakup beranekaragam aktivitas yang luas, yang berhubungan dengan performa masa yang akan datang.

  Tujuan audit operasional menurut Mulyadi (2002 : 32) : Tujuan Audit Operasional diarahkan pada 3 sasaran, yaitu mengevaluasi kinarja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut”.

1. Mengevaluasi Kinerja

  Bagi manajer puncak audit opersional sebagai alat dalam melakukan pengukuran prestasi terhadap manajer unit yang diperiksa, makin efektif dan efisien unit tersebut maka makin baik prestasi manajer unit yang bersangkutan.

  2. Mengidentifikasi Kesempatan Untuk Peningkatan Dengan adanya laporan hasil pemeriksaan, manajemen dapat mengidentifikasi masalah sehingga mempunyai kesempatan untuk melakukan perbaikan.

  3. Membuat Rekomendasi Untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut Masalah yang teridentifikasi dapat membantu manajemen dalam mengedakan perbaikan.

  Karena luasnya ruang lingkup pelaksanaan evaluasi terhadap keefektifan operasional adalah tidak mungkin untuk menentukan ciri-ciri pelaksanaan audit operasional secara pasti.

  Menurut Agoes (2004), tujuan dilakukannya audit operasional adalah sebagai berikut :

  1. Untuk menilai kinerja manajemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan

  2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis

  3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak

  4. Memastikan ketaatan kebijakan manajerial yang telah ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah

  5. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menetukan tindakan preventif yang akan diambil

  6. Untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada manajemen puncak untuk memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam penerapan struktur pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen dan prosedur operasional perusahan dalam rangka meningkatkan efisiensi dari kegiatan operasional perusahaan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya audit operasional menurut Tunggal (2000 : 14-15) adalah :

  1. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilankeputusan.

  2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan danpengendalian.

  3. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah.

  4. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukantindakan preventif yang akan diambil.

  5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasukmemperkecil pemborosan.

  6. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telahditetapkan.

  7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasiperusahaan.

  Maka secara umum adapun tujuan laporan audit operasional adalah sebagai berikut : Untuk memberikan informasi 1. Pemimpin perusahaan diharapkan sadar atas hasil pekerjaan audit dan diberi informasi mengenai kesimpulan audit. Laporan audit harus menyajikan butir penting ini dengan gaya yang mudah dan cepat dimengerti manajemen. Untuk mengambil tindakan 2. Informasi yang disajikan kepada manajemen puncak harus secara langsung signiifikan terhadap organisasi. Manajemen harus diyakinkan terhadap manfaat dari rekomendasi sebelum rekomendasi tersebut disetujui untuk diambil tindakan. Manajemen puncak harus melihat nilai informasi yang disajikan sebelum ia memberikan dukungan kepada audir operasional. Untuk mendapatkan hasil 3. Nilai yang terakhir dari laporan audit adalah kemampuan untuk mempromosikan tindakan. Akseptasi perubahan yang direkomendasikan untuk mengurangi risiko, mencegah masalah dan mengoreksi kesalahan adalah hasil yang diharapkan dari laporan. Semua pemeriksaan dan metode pelaporan mempunyai tujuan utama yaitu mendapatkan hasil.

  Audit operasional dikenal sebagai audit yang berkonsentrasi pada efektivitas dan efisiensi organisasi. Efektivitas mengukur seberapa berhasil suatu organisasi mencapai tujuan dan sasarannya. Efisiensi mengukur seberapa baik suatu entitas menggunakan sumberdayanya dalam mencapai tujuannya.

  Efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki.

  Efisiensi berhubungan dengan metode kerja (operasi). Dalam hubungannya dengan konsep input-proses-output, efisiensi adalah rasio antar output dan input.

  Seberapa besar output yang dihasilkan dengan menggunakan sejumlah tertentu input yang dimiliki perusahaan. Metode kerja yang baik akan dapat memandu proses operasi berjalan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

  Dibandingkan dengan efisiensi, yang ditentukan oleh hubungan antara input dan output, efektivitas ditentukan oleh hubungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggang jawab dengan tujuannya. Semakin besar output yang dikonstribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut.

  Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, setiap pusat tanggung jawab harus efektif dan efisien dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang optimal.

  Pada umumnya audit operasional dibutuhkan apabila manajemen menghadapi masalah sebagai berikut :

  1. Penurunan laba perusahaan secara terus menerus 2.

  Turn over karyawan tinggi 3. Prestasi atau performa suatu departemen di bawah standar 4. Adanya kebutuhan untuk menemukan suatu daerah yang mana penghematan biaya yang terinci dan penelitian efisiensi akan membawa hasil yang baik

  5. Ada petunjuk bahwa aspek manajemen kegiatan operasi atau pekerjaan tertentu menuntut adanya perbaikan

  6. Ada alasan untuk mencurigai bahwa lapran keuangan mengenai masalah yang besar dalam area fungsional dan operasional tidak mengungkapkan semua fakta 7. Adanya suatu rencana untuk membeli usaha atau perusahaan lain dan perlu diketahui masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan tersebut dan prospek masa depannya.

  Suatu penugasan audit operasional biasanya dibuat untuk memenuhi suatu kombinasi dari ketiga maksud berikut :

  1. Penilaian performa

  Penilaian performa organisasi adalah membandingkan dengan kebijakan, standar, dan tujuan yang ditetapkan manajemen atau kriteria pengukuran tepat yang lain. Mengidentifikasi kesempatan perbaikan 2. Dari penilaian performa auditor pada umumnya mengetahui kesempatan baik untuk meningkatkan ekonomi, efisiensi, dan efektifitas.

  Mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan yang lebih 3. jauh. Rekomendasi akan bervariasi tergantung pada sifat masalah dan kesempatan untuk perbaikan.

  Masalah-masalah yang dapat diungkapkkan melalui audit operasional antara lain adalah sebagai berikut : Kekurangan dalam perencanaan seperti kurang atau tidak adanya rencana 1. standar, kebijakan dan prosedur yang baik dalam ruang lingkup fungsional maupun operasional kegiatan perusahaan Lemahnya struktur organisasi dan pola penempatan personil 2. Kelemahan dalam pengelolaan bahan dan fasilitas 3. Sistem pengawasan manajemen tidak efektif 4. Prosedur administrasi intern yang buruk 5.

2.1.2.3 Audit Kepatuhan (Compliance Audits)

  Menurut Mulyadi (2002 : 31), “Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria”.

  Manajemen bertanggung jawab untuk menjamin bahwa entitas yang dikelolanya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku atas aktivitasnya. Tanggung jawab ini mencakup pengidentifikasian peraturan yang berlaku dan penyusunan pengendalian intern yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai bahwa entitas tersebut mematuhi peraturan.

  Tanggung jawab auditor adalah menguji dan melaporkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan bervariasi sesuai dengan syarat perikatan.

  Auditor harus menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama untuk memastikan bahwa auditor dan manajemen memahami tipe perikatan yang harus dilaksanakan auditor.

  Hasil audit kepatuhan berupa pernyataan temuan atau tingkat kepatuhan. Hasil audit kepatuhan dilaporkan kepada pemberi tugas yaitu pimpinan organisasi, karena pimpinan organisasi yang paling berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan.

2.2 Audit Internal

2.2.1 Pengertian Audit Internal

  Dalam hal Aktivitas Audit Internal diberikan peran utama untuk bertanggung jawab dalam investigasi kecurangan, maka harus dipastikan bahwa tim yang bertugas untuk itu memiliki keahlian yang cukup mengenai skema- skema kecurangan, teknik investigasi, ketentuan perundang-undangan dan hukum yang berlaku, serta pengetahuan dan keahlian lain yang dibutuhkan dalam investigasi. Tenaga staf yang diperlukan dapat diperoleh dari dalam (in-house), outsourcing, atau kombinasi dari keduanya.

  Dalam beberapa kasus, audit internal juga dapat menggunakan staf nonaudit dari unit lain di dalam organisasi untuk membantu penugasan. Hal ini sering terjadi bila keahlian yang diperlukan beragam dan tim harus dibentuk dengan segera. Dalam hal organisasi membutuhkan ahli eksternal, perlu menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi lembaga penyedia sumber daya eksternal terutama dalam hal kompetensi dan ketersediaan sumber daya.

  Dalam hal di mana tanggung jawab utama untuk fungsi investigasi tidak ditugaskan kepada Aktivitas Audit Internal, Aktivitas Audit Internal masih dapat diminta untuk membantu penugasan investigasi dalam mengumpulkan informasi dan membuat rekomendasi untuk perbaikan pengendalian internal.

  Menurut Agoes (2004 : 221) mendefinisikan internal audit (pemeriksaan intern) sebagai berikut : Internal audit adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.

  Menurut Tugiman (2006 : 11), “Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”

  IIA (Institute of Internal Auditor) memperkenalkan Standards for the

  

Professional Practice of Internal Auditing - SPPIA (Standar) dikutip dari Sawyer

  (2005 : 8-9), ”Audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada perusahaan.”

  Dari beberapa defenisi di atas, kita dapat memahami bahwa tujuan daripada internal auditor adalah untuk membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien dengan memberikan kepada mereka analisis penilaian, rekomendasi dan komentar yang obyektif mengenai kegiatan yang diperiksa.

2.2.2 Definisi Auditor Internal

  Kedudukan atau posisi Auditor Internal didalam organisasi perusahaan dapat mempengaruhi luasnya aktivitas fungsi yang dijalankan oleh perusahaan tersebut, karma semakin tinggi kedudukan Auditor Internal didalam sebuah organisasi perusahaan dapat berpengaruh terhadap independensi dalam melaksanakan fungsinya.

  Pernyataan diatas dapat diperkuat oleh pendapat yang dikemukakan oleh Katijo (2008 : 11) tentang Auditor Internal mengemukakan bahwa: “Auditor Tugas auditor internal adalah melakukan penilaian secara independent atas aktivitas dari suatu oganisasi.” Menurut Mulyadi (2002 : 29), ‘Auditor Intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.’

  Sedangkan menurut Witarsa (2007 : 11) adalah: “Auditor internal adalah orang yang melaksanakan kegiatan Internal auditing.” Berdasarkan kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

  Auditor Internal adalah sebagai salah satu profesi yang bekerja di suatu perusahaan yang memiliki status aktivitas penilaian yang bebas dan independent dalam organisasi perusahaan untuk meneliti kembali dalam bidang Akuntansi, keuangan, pengendalian intern, dan bidang lainya sebagai dasar dalam memberikan pelayanan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi dalam menetapkan keputusan atau kebijakan.

2.2.3 Tujuan Audit Internal

  Tim audit internal di bentuk tentunya memiliki tujuan yang jelas, ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai tujuan audit internal.

  Menurut Tugiman (2006 : 11) “Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.Tujuan ini mencangkup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya wajar.”

  Dalam Statements of Responsibilities of Internal Audit yang diterbitkan oleh Institute of Internal Audit (IIA) menyatakan bahwa: Tujuan audit internal adalah untuk membantu anggota organisasi melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif, staf audit internal diharapkan dapat melengkapi organisasi dengan analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi, rekomendasi dan informasi tentang kegiatan yang ditelaah. Selain itu tujuan audit internal berupaya meningkatkan pengendalian yang efektif pada biaya wajar.” (Guy, Alderman, Dan Winters, 2002 : 410).

2.2.4 Fungsi Dan Tanggung Jawab Internal Auditor

  Menurut Mulyadi (2002 : 211) “Fungsi audit intern merupakan kegiatan penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi, yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain, untuk memberi jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentar-komentar penting terhadap kegiatan manajemen, auditor intern menyediakan jasa tersebut.”

  Fungsi audit internal menurut Tugiman (2006 : 11) adalah sebagai berikut: Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuannya adalah membntu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.

  Sedangkan menurut SPAI (Standar Profesional Audit Internal) yang dikeluarkan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004 : 21), fungsi audit internal dinyatakan sebagai berikut : “Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan .”

  Menurut Tunggal (2000 : 21) tanggung jawab departemen bagian audit adalah sebagai berikut :

  1. Tanggung jawab direktur audit internal adalah menerapkan program audit interna perusahaan, direktur audit internal mengarahkan personil dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal, juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan.

  2. Tanggung jawab auditing supervisor adalah membantu direktur audit internal dalam mengembangkan program audit tahunan dan membantu dalam mengkoordinasi usaha auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai tanpa duplikasi usaha.

  3. Tanggung jawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang ditugaskan dari auditing supervisor, senior auditing memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit.

4. Tanggung jawab staf auditor adalah dalam melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit.

  Hal ini sesuai dengan SPAI yang dikutip oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004 : 15) tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit internal : “Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam charter audit internal, konsisten dengan SPAI, dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi.”

  2.2.5 Kualifikasi Audit Internal

  Kualifikasi dalam bidang internal auditing yang merupakan simbol profesionalisme dari individu pemegangnya. Kualifikasi ini sangatlah penting apabila para pemeriksa internal ingin memenuhi tanggung jawabnya. Sebagaimana dinyatakan dalam kode etik, para anggota haruslah menggunakan cara-cara yang tepat sesuai dengan standar. Kualifikasi audit internal meliputi independensi, kemampuan profesional, ruang lingkup pekerjaan, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan manajemen bagian audit internal. (Risa, Skripsi : Pengaruh Auditor Internal Bersertifikat Qualified Internal Auditor Terhadap Efektivitas Kualitas Laporan Audit Internal, yang dikutip dalam buku Standar Profesional Audit Internal 2011 : 22)

  2.2.6 Independensi Auditor Internal

  Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan, independensi memungkinkan auditor internal untuk melakukan pekerjaan audit secara bebas dan objektif. Hal ini dapat tercapai apabila audit internal diberikan status dan kedudukan yang jelas, seperti yang dikemukakan Tugiman (2006 : 20), sebagai berikut :

  Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif pada auditor internal. Independensi menurut Tugiman (2006:20) menyangkut 2 (dua) aspek, yaitu:

1. Status organisasi

  Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk mengetahui atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan. Audit internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan kerja sama dari pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain.

2. Objektivitas

  Merupakan sikap mental independen yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan suatu pemeriksaan. Auditor internal ini tidak boleh menempatkan penilaian yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan penilaian yang dilakukaan oleh pihak lain. Dengan kata lain penilaian tidak boleh berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh pihak lain. Sikap objektif auditor internal mengharuskan pelaksanaan pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan yakin dengan hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan dan tidak akan membuat penilaian dengan kualitias yang tidak benar atau meragukan. Auditor internal tidak boleh ditempatkan dalam keadaan yang membuat mereka tidak dapat membuat penilaian yang objektif dan profesional.

  Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004 : 8), menyatakan bahwa : “Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap pimpinan dan dewan pengawas organisasi.”

2.2.7 Karakteristik Audit Internal Yang Baik

  Dalam menganalisa karakteristik pengawasan internal yang baik, perlu terlebih dahulu untuk mengetahui pengertian dan tujuan pengawasan internal, standar pengawasan internal, karakteristik atau ciri-ciri pengawasan internal yang baik serta keterbatasan pengawasan internal.

  Struktur pengawasan internal dapat mempunyai pengertian yaitu struktur pengawasan internal dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti luas, system pengawasan internal dapat dipandang sebagai system sosial (social system) yang mempunyai wawasan dan makna khusus yang berada dalam organisasi perusahaan.

  Sistem tersebut terdiri dari kebijakan, teknik, prosedur, alat-alat listrik, dokumentasi, orang-orang yang berinteraksi satu sama lain diarahkan untuk melindungi harta, menjamin terhadap terjadinya hutang yang tidak layak, menjamin ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi, dapat diperolehnya operasi yang efisien dan menjamin ditaatinya kebijakan perusahaan.

  Standar pengawasan internal dalam buku Sawyer (2005 : 23) terdapat

  

Statement on Internal Auditing Standard (SIAS) atau pernyataan atas standar

  audit internal, berisi :

  1. Kontrol : konsep dan tanggung jawab,

  2. Mengkomunikasikan hasil,

  3. Pencegahan, pendeteksian, investigasi, dan pelaporan kecurangan,

  4. Keyakinan kualitas,

  5. Hubungan auditor internal dengan auditor luar yang independen,

  6. Kertas kerja audit,

  7. Komunikasi dengan Dewan Direksi,

  8. Prosedur audit analitis,

  9. Penentuan resiko,

  10. Evaluasi pencapaian tujuan dan sasaran operasi atau program,

  11. Pernyataan Omnibus 1992,

  12. Perencanakan penugasan audit,

  13. Menindaklanjuti laporan audit,

  14. Daftar kata,

  15. Pengawasan,

  16. Ketaatan audit terhadap kebijakan, rencana, prosedur, hukum, regulasi dan kontrak,

  17. Penilaian kinerja auditor eksternal, 18. Penggunaan penyedia jasa dari luar.

2.2.8 Ruang Lingkup Audit Internal

  Menurut Tugiman (2001 : 17) : “Lingkup pekerjaan pemeriksaan internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan”.

  Menurut Guy dkk (2002 : 410) : “Ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang memadai serta efektifitas sistem pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggungjawab yang dibebankan”.

2.3 Sistem Pengendalian Intern

2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

  Suatu sistem pengendalian intern merupakan sesuatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berkaitan dengan tujuan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan untuk memisahkan fungsi antara pencatatan dan pengurusan kas yang jelas, dan bertujuan untuk menghindari kecurangan-kecurangan atau penyelewengan-penyelewengan yang kemungkinan terjadi dalam perusahaan. Dengan adanya sistem pengendalian intern ini maka penerimaan kas dalam perusahaan tidak dapat digelapkan.

  Menurut Kristanto (2008 : 1), “Suatu sistem adalah jaringan kerja dari prosedur – prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama – sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu.”

  Sedangkan menurut Baridwan (2007 : 182) : “Sistem adalah suatu kerangka dan prosedur–prosedur yang saling berhubungan yang disusun dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan”.

  Penendalian Intern menurut Rahayu dan Suhayati (2009 : 221) adalah : Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinkan memadai guna mencapai tujuan- tujuan berikut ini:

  1. Keandalan pelaporan keuangan.

  2. Menjaga kekayaan dan catatan organisasi.

  3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.

  4. Efektivitas dan efisiensi operasi. Sedangkan Menurut Mulyadi (2002 : 180) terdapat beberapa konsep dasar pengendalian intern berikut : a. Pengendalian intern merupakan suatu proses

  b. Pengendalian intern dijalankan oleh orang

  c. Pengendalian intern dapat diharapkan mempu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas

  d. Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern adalah ukuran-ukuran atau prosedur-prosedur yang saling berhubungan dengan skema yang menyeluruh untuk melaksanakan fungsi utama perusahaan agar mencapai tujuan-tujuan yang berkaitan dengan keandalan data akuntansi, menjaga kekayaan organisasi, mendorong efektivitas dan efisiensi, mendorong dipatuhinya hukum dan peraturan.

2.3.2 Proses Pengendalian Intern

  Proses pengendalian intern sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan untuk menghindari terjadinya kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam perusahaan.

  Pengertian Proses pengendalian intern, menurut Rahayu dan Suhayati (2009 : 107) terdapat beberapa tahapan yaitu :

  1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit

  2. Melakukan pengujian pengendalian dan transaksi

  3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo

  4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit

2.3.3 Tujuan Pengendalian Intern Dan Penggolongannya

  Dilihat dari tujuan sistem pengendalian intern, maka kita dapat menggolongkan sistem pengendalian intern tersebut menjadi dua macam yaitu :

1. Pengendalian intern akuntansi

  Pengendalian Intern akuntansi menurut Rahayu dan Suhayati (2010 : 222): Pengendalian intern akuntansi, meliputi rencana organisasi serta prosedur dan catatan yang relevan dengan pengamana aktiva, yang disusun untuk meyakinkan bahwa : a. Transaksi dilaksanakan sesuai dengan persetujuan pimpinan .

  b. Transaksi dicatat sehingga dapat dibuat ikhtisar keuangan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku serta menekankan pertanggung jawaban atas harta perusahaan.

c. Penguasaan atas aktiva diberikan hanya dengan persetujuan dan otorisasi pimpinan.

  d. Jumlah aktiva dalam catatan dicocokan dengan aktiva yang ada pada waktu tepat dan tindakan yang sewajarnya jika terjadi perbedaan.

2. Pengendalian intern administratif

  Pengendalian Intern administratif menurut Rahayu dan Suhayati (2010 : 222) :

  Pengendalian yang ditujukan untuk mendorong efisiensi operasional dan menjaga diikutinya kebijakan perusahaan. Dapat berupa rencana organisasi dan prosedur juga catatan yang relevan dengan pembuatan keputuasan yang mengantarkan pemimpin perusahaan menyetujui atau memberi wewenang terhadap transaksi-transaksi. Pelimpahan wewenng merupakan fungsi pimpinan perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan tanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi dan itu merupakan titik tolak untuk menciptakan pengendalian akuntansi atas transaksi. Pengertian

  Pengendalian intern administratif Menurut Mulyadi (2002 : 102) adalah : “Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinnya kebijakan manajemen.

  2.3.4 Unsur-Unsur Pengendalian Intern

  Menurut Mulyadi (2002 : 183), ada lima unsur pokok pengendalian intern : “(1) lingkungan pengendalian, (2) penaksiran risiko, (3) informasi dan komunikasi, (4) aktifitas pengendalian, dan (5) pemantauan.”

  2.3.5 Prinsip-prinsip Pengendalian Intern

  Prinsip-prinsip pengendalian intern yang pokok menurut Jusup (2001:41), yaitu :

  1. Penetapan tanggung jawab secara jelas.

  2. Penyelenggaraan pencatatan yang memadai.

  3. Pengasuransian kekayaan dan karyawan perusahaan.

  4. Pemisahan pencatatan dan penyimpanan aktiva.

  5. Pemisahan tangungjawab atas transaksi yang berkaitan.

  6. Pemakaian peralatan mekanis (bila memungkinkan).

  7. Pelaksanaan pemeriksanaan secara independent.

2.4 Laporan Hasil Audit

  Pengertian laporan kerja pemeriksaan menurut Konsorsium Organisasi Audit Internal (KOPAI) (2004 : 16-17) menyatakan bahwa “Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasnya secara tepat waktu.”

  Sedangkan menurut Mulyadi (2002:12) “laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya.”

  Dari pengertian-pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan laporan hasil kegiatan pemeriksaan tersebut merupakan alat pertanggungjawaban atas tugas dan wewenang yang dilimpahkan kepada auditor internal.

  2.4.1 Arti Penting Laporan Hasil Audit

  Mulyadi (2002 : 12) menyatakan : Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf : paragraf pengantar (introductory paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph). Dalam laporan tersebut terdapat enam unsur penting : pihak yang dituju, paragraf pengantar, paragraf lingkup, paragraf pendapat, nama auditor, nomor izin akuntan publik, nomor izin kantor akuntan publik, dan tanda tangan, serta tanggal laporan audit.

  Karena laporan hasil audit akan mempunyai dampak luas, maka diperlukan pengetahuan khusus tentang penyusunan laporan hasil audit. Pelaporan hasil audit merupakan tahap akhir kegiatan audit. Selain harus sesuai dengan norma pemeriksaan, penyusunan laporan hasil audit juga harus mempertimbangkan dampak psikologis, terutama yang bersifat dampak negatif bagi auditee, pihak ketiga dan pihak lain yang menerima laporan tersebut.

  2.4.2 Karakteristik Laporan Hasil Audit

  Menurut Gondodiyoto (2004 : 3) Karakteristik yang harus dipenuhi oleh suatu laporan hasil audit yang baik ialah:

  1. Arti penting

  2. Tepat-waktu dan kegunaan laporan

  3. Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung

  4. Sifat menyakinkan

  5. Objektif

  6. Jelas dan sederhana

  7. Ringkas

  8. Lengkap

  9. Nada yang konstruktif

  1. Arti Penting Hal – hal yang dikemukan dalam laporan hasil audit harus merupakan hal yang menurut pertimbangan auditor cukup penting untuk dilaporkan. Hal ini perlu ditekankan agar ada jaminan bahwa penerima laporan yang waktunya sangat terbatas akan menyempatkan diri untuk membaca laporan tersebut.

  2. Tepat-waktu dan kegunaan laporan Kegunaan laporan merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, laporan harus tepat waktu dan disusun sesuai dengan minat serta kebutuhan penerimaan laporan, terlepas ari maksud apakah laporan ditujukan untuk memberikan informasi atau guna merangsang dilakukannya tindakan konstruktif.

  3. Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung Ketepatan laporan diperlukan untuk menjaga kewajaran dan sikap tidak memihak sehingga memberikan jaminan bahwa laporan dapat diandalkan kebenarannya. Laporan harus bebas dari kekeliruan fakta maupun penalaran. Semua fakta yang disajikan dalam laporan harus didukung dengan bukti–bukti objektif dan cukup, guna membuktikan ketepatan dan kelayakan hal-hal yang dilaporkan.

  4. Sifat menyakinkan Temuan, kesimpulan dan rekomendasi harus disajikan secara menyakinkan dan dijabarkan secara logis dari fakta–fakta yang ditemukan.

  Informasi yang disertakan dalam laporan harus mencukupi agar menyakinkan pihak penerima laporan tentang pentingnya temuan– temuan, kelayakan kesimpulan serta perlunya menerima rekomendasi yang diusulkan.

  5. Objektif Laporan hasil audit harus menyajikan temuan–temuan secara objektif tanpa prasangka, sehingga memberikan gambaran (perspektif) yang tepat.

  6. Jelas dan sederhana Agar dapat melaksanakan fungsi komunikasi secara efektif, pelaporan harus disajikan sejelas dan sesederhana mungkin. Ungkapan dan gaya bahasa yang berlebihan harus dihindari. Apabila terpaksa menggunakan istilah–istilah teknis atau singkatan–singkatan yang tidak begitu lazim, harus didefinisikan secara jelas.

  7. Ringkas Laporan hasil audit tidak boleh lebih panjang dari pada yang diperlukan, tidak boleh terlalu banyak dibebani rincian (kata-kata, kalimat, pasal atau bagian- bagian) yang tidak secara jelas berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan, karena hal ini dapat mengalihkan perhatian pembaca, menutupi pesan yang sesungguhnya, membingungkan atau melenyapkan minat pembaca laporan.

  8. Lengkap Walaupun laporan sedapat mungkin harus ringkas namun kelengkapannya harus tetap dijaga, karena keringkasan yang tidak informative bukan suatu hal yang baik. Laporan harus mengandung informasi yang cukup guna mendukung diperolehnya pengertian yang tepat mengenai hal-hal yang dilaporkan. Untuk itu perlu diserahkan informasi mengenai latar belakang dai pokok-pokok persoalan yang dikemukakan dan memberikan tanggapan positif terhadap pandangan- pandangan pihak objek audit atau pihak lain yang terkait. Dalam bahasa yang lain, dapat dinyatakan bahwa laporan hasil audit seyogyanya mempunyai karakteristik:

  accurate, clear and concise, complete, objective, constructive , dan prompt.

  9. Nada yang konstruktif Sejalan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan dari objek audit, maka laporan hasil audit harus disusun dengan nada konstruktif sehinggamembangkitkan reaksi positif terhadap temuan dan rekomendasi yang diajukan.

2.4.3 Prosedur Pelaporan

  Gondodiyoto (2004 : 3) menyatakan : Pedoman pelaporan agar sesuai dengan efektivitas komunikasi dan dampak psikologis dari suatun laporan hasil audit:

  1. Bentuk laporan agar dibuat sedemikian rupa sehingga membangkitkan minat orang untuk melihat isinya.

  2. Sajikan kesimpulan (atau executive summary) pada bagian awal laporan agar pembaca dapat segera mengetahui intisari laporan tersebut.

  3. Kesimpulan agar disajikan sedemikian rupa sehingga pembaca ingin mengetahuilebih mendalam tentang uraian dan kesimpulan.

  4. Temuan agar disajikan sedemikian rupa sehingga pembaca dapat mengetahui tentang kriteria yang digunakan, kondisi (temuan), sebab dan akibat temuan tersebut serta melaksanakan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang disajikan dalam laporan hasil audit. Laporan hasil audit disusun oleh ketua tim audit (atau oleh staf auditor yang kemudian diperiksa oleh ketua tim audit), dan selanjutnya diserahkan kepada pengawas audit (supervisor) untuk direview. Proses dari konsep sampai diterima (ditandatangi oleh ketua tim) dan diterima oleh supervisor lazimnya melalui suatu proses bolak-balik yang kadang-kadang sampai beberapa kali putaran. Dalam proses tersebut seringkali digunakan suatu formulir yang disebut lembar review untuk memudahkan koreksi/tambahan dan sebagainya (dikenal dengan lembaran review, review sheet) tanpa harus mencorat-coret konsep laporan hasil audit Penggunaan lembaran review dilakukan dengan pertimbangan pertimbangan berikut :

1. Komunikasi lisan akan memerlukan waktu yang cukup lama padahal atasan maupun bawahan mungkin masih mempunyai kesibukan lain.

  2. Komunikasi tertulis tidak dapat dilakukan di dalam konsep laporan, karena konsep laporan tersebut akan dipenuhi dengan catatan-catatan review.