II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Kedelai Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Kacang Kedelai Di Provinsi Sumatera Utara

  Kedelai (Glycine max (L.) Merril) (Gambar 3) telah dibudidayakan di Pulau Jawa dan Bali sejak tahun 1759. Pada masa lalu daerah sentra tanaman kedelai di Indonesia terpusat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, NTT dan Bali. Tanaman kedelai diduga berasal dari China. Sumber genetik tanaman kedelai tumbuh di daerah pegunungan China bagian tengah dan barat, serta daratan rendah sekitarnya. Pada masa kejayaan kedelai, tanaman ini dikenal dengan nama “Cow From China” atau sapi dari negeri Cina karena biji kedelai manfaatkan sebagai pengganti susu di negara tersebut (Rukmana, 1996).

  Gambar 3. Gambar Kedelai, Biji, Buah, Pohon dan Olahan Kedelai

  Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) termasuk dalam famili kacang kacangan. Berasal dari ordo Polypetales, famili Leguminosae, Sub Famili Papilionoideae, Genus Glycine, Spesies Max. Kedelai sangat baik ditanam pada daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia secara umum dan Provinsi Sumatera Utara secara khusus. Kedelai mempunyai keunggulan dan daya dukung pada wilayah yang beriklim tropis yang sangat cocok bagi pertumbuhan kedelai yang membutuhkan udara yang cukup panas. Secara umum, tanaman kedelai memerlukan kondisi dengan suhu udara yang tinggi dan curah hujan yang rendah.

  Sementara, apabila suhu udara rendah dengan curah hujan yang berlebihan akan menyebabkan penurunan kualitas kedelai yang dihasilkan.

  Kedelai memiliki kemampuan untuk memperbaiki sifat/kondisi tanah di tempat tumbuhnya dan memiliki kandungan unsur gizi yang relatif tinggi dan lengkap (Tabel 1). Kedelai mengandung protein dan lemak yang berkualitas tinggi, disamping itu kedelai mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang tinggi. Menurut Purwandari (2010), kebutuhan protein bagi manusia adalah sebesar 55 gram per hari. Kebutuhan protein ini dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi 157.14 gram kedelai.

  Perbandingan kadar protein pada kedelai dan beberapa bahan makanan sumber protein lainnya disajikan pada Tabel 2. Kedelai menempati urutan kedua berdasarkan kandungan protein apabila dilihat dari persentase komposisi berat keringnya. Kedelai mempunyai persentasi protein sebesar 35%. Hal ini mengandung arti dari setiap 100 gram kedelai kering didapat 35 gram protein. Bahan makanan yang tertinggi kadar proteinnya adalah susu skim kering sebesar 36% dari bahan keringnya dan bahan makanan yang mempunyai persentase proten yang paling rendah adalah tepung singkong, dimana kadar proteinnya hanya terdapat 1.1% dari berat keringnya.

  Masyarakat Indonesia termasuk merupakan negara yang mengkonsumsi kedelai dalam banyak bentuk olahan produk dengan citarasa tinggi, seperti tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, serta berbagai produk turunannya (Gambar 4).

  Tabel 1. Kandungan Giji Kedelai

  Kandungan gizi Kedelai basah Kedelai kering Satuan Kalori 286.00 331.00 Kalori

  Protein

  30.20

  34.9 Gram Lemak

  15.60

  18.10 Gram Karbohidrat

  30.10

  34.80 Gram Kasium 196.00 227.00 Miligram

  Fosfor 506.00 585.00 Miligram Zat besi

  6.90

  8.00 Miligram Vitamin a 95.00 110.00 S.i Vitamin b

  0.93

  1.07 Miligram Air

  20

  10 Gram Bagian yang dimakan 100 100 %

  Sumber : Purwandari, 2010

  Tabel 2. Perbandingan Kadar Protein pada Kedelai dan Beberapa Bahan Makanan Sumber Protein Lainnya No Bahan Makanan Protein (%berat) No Bahan Makanan Protein (%berat)

  1. Susu skim kering

  36

  6. Telur ayam

  13

  2. Kedelai

  35

  7. Jagung

  9.2

  3. Kacang hijau

  22

  8. Beras

  6.8

  4. Daging

  19

  9. Tepung singkong

  1.1

  5. Ikan segar

  17 Sumber : Purwandari, 2010

  Indonesia secara umum dan Provinsi Sumatera Utara secara khususnya merupakan daerah dengan konsumsi perkapita kedelai tertinggi kedua di dunia setelah Jepang, disusul oleh Korea Selatan, Korea Utara dan Republik Rakyat Tiongkok. Tingginya konsumsi kedelai di Provinsi Sumatera Utara disebabkan peranannya sebagai makanan dengan kandungan protein yang tinggi dengan harga riil yang relatif murah, kedelai banyak dimanfaatkan masyarakat Provinsi Sumatera Utara sebagai pengganti daging sapi. Kedelai banyak dikonsumsi masyarakat Provinsi Sumatera Utara, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang kurang mampu membeli daging sapi dan sumber protein daging lainnya.

  Sumber : Departemen Pertanian, 2005

  

Gambar 4. Pohon Industri Kedelai

2.2 Konsep Permintaan Penawaran dan Mekanisme Pasar

  Setiap perdagangan dalam ekonomi pasti berhubungan dengan permintaan (demand), penawaran (supply), harga riil dan jumlah suatu barang atau jasa yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada kondisi yang seimbang, penawaran dan permintaan akan bertemu dan membentuk titik pertemuan pada keseimbangan dalam satuan harga dan jumlah barang/jasa.

2.2.1 Konsep Permintaan

  Menurut Sicat (1991), permintaan didefinisikan sebagai jumlah unit barang dan jasa yang ingin dibeli oleh konsumen pada periode waktu dan keadaan- keadaan tertentu. Besarnya permintaan pada suatu barang biasanya dihubungkan dengan tingkat harga. Hubungan antara harga dan kuantitias suatu komoditas dapat dijelaskan dengan dua cara yakni dengan cara skedjul permintaan dan kurva matematik. Cara pertama dengan menggunakan skedul permintaan yaitu tabulasi angka yang memperlihatkan jumlah yang diminta pada tingkat harga tertentu, kedua dengan menggunakan kurva permintaan yaitu grafik/fungsi matematik yang menggambarkan hubungan antara harga dan jumlah komoditi.

  Sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta dinamakan hukum permintaan. Hukum permintaan menurut Mankiw (2003), menyatakan bahwa bila harga barang naik/tinggi, maka jumlah barang yang dibeli akan menurun, sedangkan bila harga rendah/turun maka jumlah barang yang dibeli akan bertambah. Unit dasar dari teori permintaan adalah konsumen individu atau rumah tangga. Masing-masing individu dihadapkan pada sebuah pilihan dimana keinginan individu yang tidak terbatas sdibatasi oleh sumberdaya yang terbatas sehingga masing-masing individu melakukan pilihan untuk memaksimumkan kepuasan.

  Gorman (2009), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang memepengaruhi permintaan yaitu harga barang itu sendiri, harga barang dan jasa lainnya, pendapatan, preferensi dan persepsi akan harga di masa depan. Menurut Pratama & Mandala (2002), teori permintaan bertujuan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pada tingkat harga yang tidak berubah adalah:

  1. Adanya perubahan tingkat pendapatan konsumen dimana dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan permintaan terhadap suatu barang bertambah. Sebaliknya dengan menurunnya pendapatan konsumen maka permintaan untuk barang tersebut berkurang.

  2. Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan jumlah permintaan terhadap suatu komoditi akan meningkat.

  3. Harga komoditi lain. Dilihat dari keeratan hubungan antar komoditi, komoditi dapat digolongkan menjadi dua yaitu komoditi subsitusi dan komoditi komplemen. Suatu kenaikan harga komoditi subsitusi dari suatu komoditi akan membuat permintaan terhadap komoditi tersebut meningkat, dan sebaliknya. Suatu penurunan harga komoditi komplemen dari suatu komoditi akan menyebabkan jumlah permintaan komoditi tersebut meningkat dan sebaliknya.

  4. Selera konsumen terhadap suatu barang dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh berubahnya pendapatan, umur, lingkungan dan sebagainya.

  Perubahan tersebut dapat berupa bertambahnya kegemaran konsumen akan suatu barang, sehingga permintaan meningkat, dapat pula berupa menurunnya kegemaran sehingga permintaan berkurang.

  Menurut Desai (2010) terdapat empat faktor penting yang mempengaruhi permintaan untuk komoditas pertanian yaitu :

  1. Harga komoditas Permintaan untuk produk pertanian dipengaruhi oleh harga komoditas. Secara umum senakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta.

  2. Pendapatan Pendapatan untuk komoditas pertanian juga dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga. Dalam banyak kasus semakin besar pendapatan akan semakin besar jumlah yang diminta. Namun tidak selalu benar dalam komoditas- komoditas pertanian. Hal ini disebabkan sebagian besar produk pertanian merupakan kebutuhan hidup dan permintaan dibatasi oleh perut. Peningkatan pendapatan dapat saja tidak meningkatkan permintaan komoditas. Disisi lain, peningkatan pendapatan diatas tingkat tertentu akan memnuat penurunan pada permintaan produk-produk pertanian.

  3. Harga barang-barang terkait Permintaan juga dipengaruhi oleh perubahan harga pada komoditas yang terkait. Pada beberapa kasus permintaan untuk suatu komoditas akan meningkat dikarenakan meningkatnya harga komoditas lain (pada kasus substitusi yang dekat) pada kasus lain permintaan suatu komoditas dapat menurun disebabkan harga komoditiy lain meningkat (pada kasus barang komplementer)

  4. Rasa, Kebiasaan dan Trend Permintaan untuk barang barang pertanian juga dipengeruhi oleh rasa, kebiasaan dan tren yang berkembang di masyarakat pada suatu waktu yang bersifat sementara

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas permintaan yaitu harga komoditas itu sendiri, jumlah penduduk dan pendapatan perkapita.

2.2.2 Konsep Penawaran

  Penawaran menunjukkan berapa banyak jumlah barang yang ditawarkan untuk dijual pada setiap satuan tertentu pada berbagai tingkat harga dengan mengganggap faktor lain tetap. Penawaran suatu barang oleh produsen kepada konsumen menunjukkan adanya kecenderungan bahwa produsen akan menawarkan lebih banyak barang bila harganya tinggi dan mengurangi jumlah yang ditawarkan bila harganya rendah. Hal inilah yang dinamakan dengan hukum penawaran. Jika penawaran terjadi pada suatu tempat dan waktu tertentu maka faktor yang mempengaruhi kuantitas penawaran adalah harga.

  Penawaran untuk produk pertanian menunjukkan bahwa perubahan dalam harga produk secara khusus (tetapi tidak selalu), menjelaskan secara relatif sebuah proporsi yang kecil dari variasi total output yang terjadi pada sebuah periode waktu. Perubahan output dalam jangka pendek sering dipengaruhi oleh cuaca dan hama sedangkan perubahan penawaran dalam jangka panjang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti peningkatan teknologi sehingga hasil pertanian meningkat.

  Menurut Pratama dan Mandala (2002) penawaran merupakan jumlah barang yang produsen tawarkan pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang antara lain: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, tekonologi produksi, jumlah pedagang/penjual, tujuan perusahaan, kebijakan pemerintah. Menurut Iswardono (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran digambarkan dengan fungsi Harga Komoditas itu sendiri, harga komoditi tersebut harga komoditi substitusi dan komplementer dan harga faktor produksi. Tambunan (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran adalah luas areal panen, cuaca dan faktor-faktor lain.

  Menurut Desai (2010) faktor yang mempengaruhi penawaran pada produk pertanian yaitu :

  1. Ongkos Produksi Penawaran produk pertanian tergantung pada harga faktor produksi yang tersangkut paud dengan komoditas pertanian. Sebagai contoh peningkatan harga tanah akan memberikan efek yang besar dalam ongkos produksi padi. Peningkatan harga faktor produksi akan menyebabkan penurunan produksi dan penurunan harga dari faktor produksi akan meningkatkan penawaran

  2. Harga komoditas yang memimpin pasar Harga suatu komoditi yang lebih menguntungkan (memimpin pasar) akan meningkatkan penawaran disebabkan oleh insentif yang disebabkan oleh keuntungan.

  3. Harga Komoditas Lain Peningkatan harga dari komoditas lain akan membuat produksi komoditas yang harganya relative tidak meningkat tidak menarik bagi petani. Hal ini yang biasanya akan mengubah pola tanam.

  4. Teknologi Teknologi pertanian juga mempengaruhi penawaran. Teknologi membantu untuk menurunkan ongkos produksi dan meningkatkan penawaran

  5. Faktor Lain Faktor lain adalah curah hujan, peningkatan fasilitas irigasi, pupuk dan metode produksi yang lebih baik

2.3 Fungsi Penawaran dan Permintaan

2.3.1 Fungsi Permintaan

  Kedelai merupakan produk yang diproduki massal, artinya kedelai diproduksi utuk dipasarkan bukan berdasarkan pesanan. Oleh karena itu, fungsi permintaan kedelai dapat diturunkan dari kurva permintaan pasar yang terbentuk dari beberapa kurva permintaan individu. Fungsi permintaan pasar (market

  demand ) untuk kedelai adalah penjumlahan dari seluruh permintaan perorangan

  terhadap barang tersebut. Kurva permintaan pasar untuk dikembangkan dari fungsi permintaan tersebut dengan memvariasikan harga (Pt), cateris paribus.

  Kurva permintaan pasar merupakan penjumlahan secara horizonal semua kurva permintaan individu. Kuantitas kedelai di pasar merupakan jumlah keseluruhan individu untuk setiap tingkat harga seperti yang disajikan pada Gambar 6.

  Dalam bentuk formulasi dirumuskan sebagai berikut: dX = X (P P

  I I )...................................................(1) ∑

  1 =0 1 1,…………… m, 1……………. n

  dimana, X = Komoditi Kedelai ; P = Harga Komoditi X I = Pendapatan

  • X

  ,

  D D DM

  Permintaan Individu 2 Permintaan Pasar

  P Q1 Q Qtot Permintaan Individu 1

  Menurut Debertin (2012), teori ekonomi produksi pertanian memfokuskan perhatiannya pada situasi pengambilan keputusan yang dilakukan produsen komoditi pertanian yaitu menentukan berapa banyak produksi yang harus

  Gambar 5. Pembentukan Fungsi Permintaan Suatu Komoditas

  = Pendapatan orang kedua = Permintaan total kedelai di pasar

  2

  = Pendapatan orang pertama;

  1

  = Harga kedelai untuk orang pertama; = Harga kedelai untuk komoditas lain ;

  �................................................................................(2) Dimana,

  2

  1

  Sehingga total dari permintaan adalah X = X

  � ,

  ) Qx=

  2

  ( ,

  2

  � +

  1

  � ,

  1

  =

  2

  1

2.3.2 Fungsi Penawaran

  dihasilkan untuk memaksimumkan pendapatan usahatani. Produksi dalam suatu perusahaan dirumuskan sebagai berikut : Q = f(K,L,C).................................................................................................(3)

  Dimana, Q = Produksi dari suatu komoditi K = Modal L = Tenaga Kerja C = Biaya Tetap

  Jika produsen kedelai diasumsikan rasional, maka fungsi keuntungan produksi kedelai dapat dirumuskan sebagai berikut: Π= P1f(K.L)-vK-wL....................................................................................(4)

  Dimana, P1 = Harga kedelai, vK = Harga bahan baku yaitu biaya produksi, wL = Upah pekerja.

  Untuk dapat memaksimumkan keuntungan maka syarat pertama dan kedua harus terpenuhi, yaitu: =

  − ...............................................................................................(5) =

  − ...............................................................................................(6) Berdasarkan fungsi di atas dapat diketahui peubah eksogen dan endogen, yaitu P, K, L sebagai peubah eksogen dan Q sebagai peubah endogen. Sehingga fungsi penawaran kedelai dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Q = f(P,v,w) .............................................................................................(7)

2.4 Sistem Persamaan Simultan

2.4.1 Konsep Sistem Persamaan Simultan

  Pada kenyataan berbagai peubah/variabel ekonomi saling berhubungan satu dan yang lain. Sebagai contoh, kenaikan suatu harga komoditas pada tingkat tertentu akan menurunkan suatu permintaan. Namun pada waktu yang sama akan meningkatkan penawaran pada tingkat tertentu. Selain pada permintaan dan penawaran, persamaan simultan juga diaplikasikan pada pendatan dan konsumsi dimana pendapatan mempengaruhi konsumsi apabila pendapatan meningkat diharapkan konsumsi meningkat. Kenaikan konsumsi ini akan diikuti oleh peningkatan produksi untuk memenuhi permintaan yang selanjutnya menyebabkan pendapatan sebagai balas jasa faktor-faktor produksi. Pada gilirannya peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan bagi komoditas dan faktor-faktor produksinya.

  Hubungan yang terjadi bukan hanya pada satu arah tetapi dapat terjadi dua arah dan bersama-sama. Hal ini menyebabkan analisis dengan persamaan tunggal yang hanya menggambarkan pengaruh satu arah saja belum dapat menggambarkan secara tepat hubungan antara peubah-peubah ekonomi. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut yang terjadi pada beberapa persamaan ekonomi dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem persamaan simultan (Supranto, 1984).

  Model persamaan simultan pertama kali dikemukakan oleh Haavelmo. Paper klasik Haavelmo menjelaskan dua hal utama. Pertama, suatu sistem persamaan simultan merupakan suatu model yang cocok untuk banyak aplikasi ekonomi dan suatu system persamaan simultan dapat digunakan untuk merumuskan suatu model stokastik yang cocok digunakan untuk menguji teori ekonomi serta menduga hubungan ekonomi dengan menggunakan data statistik (Chow, 1983).

  Menurut Menurut Supranto (1984) Sistem Persamaan Simultan didefenisikan sebagai suatu himpunan persamaan dimana variabel dependen dalam satu atau lebih persamaan pada saat yang sama juga merupakan variabel independen dalam beberapa persamaan yang lain. Persamaan simultan dapat didefenisikan sebagai suatu model yang mempunyai hubungan sebab akibat antara variabel dependen dan variabel independennya, sehingga suatu variabel dapat dinyatakan sebagai variabel dependen maupun independen dalam persamaan yang lain.

  Selanjutnya Pindyck dan Rubinfeld (2012) berpendapat, simulasi model sistem persamaan simultan dapat memberikan suatu gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata daripada gambaran yang diberikan oleh suatu model regresi persamaan tunggal. Hal ini dimungkinkan karena peubah-peubah dapat berinteraksi satu sama lain antar persamaan dalam model. Suatu model sistem persamaan simultan dianggap dapat mengambarkan dan menjelaskan perilaku dinamik dunia nyata dengan lebih lengkap daripada perilaku yang dapat digambarkan oleh model persamaan tunggal.

  Menurut Intriligator (1995) dan Koutsoyiannis (1977) penggunaan model sistem persamaan simultan akan menimbulkan permasalahan yang disebabkan oleh korelasi unsur galat dalam suatu system yang disebabkan peubah endogen dalam model merupakan peubah eksogen di persamaan lain. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap asumsi klasik model regresi linear dimana peubah bebas

  (exogen) tak berkorelasi dengan unsur galat. Apabila asumsi tersebut dilanggar, pendugaan dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square = OLS) akan bias dan juga tak konsisten, serta akan tetap berbias secara asimptotik walaupun contoh diperbesar (Gujarati, 2003).

  Pada persamaan simultan permintaan dan penawaran, harga (P) dari komoditas dan kuantitas (Q) yang terjual ditentukan oleh perpotongan kurva pendapatan dan penawaran untuk komoditi itu. Apabila diasumsikan bahwa kurva permintaan dan penawaran adalah linear dan dengan menambahkan unsur gangguan stokastik µ1dan µ2, fungsi empiris permintaan dan penawaran dapat ditulis sebagai berikut: Fungsi permintaan :

  Qd P + faktor permintaan lain+ µ

  t = α + α 1 t 1t α< 0............................(8)

  Fungsi penawaran : Qs P + faktor penawaran lain + µ

  t = α + β 1 t 2t β> 0.............................(9)

  Pada tingkat harga yang sama : P t permintaan= P t penawaran ....................................................................(10)

  Dimana,

  t

  Qd = kuantitas yang diminta ;

  t

  Qs = kuantitas yang ditawarkan; t = waktu ; α dan β = parameter.

  Secara apriori

  1 diharapkan berslope

  α diharapkan berslope negatif dan β positif. Apabila µ 1t pada persamaan permintaan dalam persamaan (8) berubah d

  karena variabel lain yang mempengaruhi Q t (seperti pendapatan, jumlah dan selera) yang akan menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan P dan Qd. Hal ini juga terjadi pada kurva penawaran dimana perubahan dalam µ (karena pemogokan, cuaca, pembatasan

  2t

  import atau ekspor dan sebagainya) akan menggeser penawaran dan mempengaruhi P dan Qs.

  Akibat keterkaitan antara Q dan P maka akan menyebabkan terdapat korelasi µ 1t dan Pt pada persamaan (8) maupun µ 2t dan Pt pada persamaan (9).

  Hal ini menyebabkan regresi Q atas P pada persamaan (9) akan melanggar asumsi penting dari model regresi linear klasik, yaitu dalam model regresi linear tidak adanya korelasi antara variabel yang menjelaskan (variabel independen) maupun korelasi antara unsur gangguan (µ).

  Menurut Disman (2010), pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi persamaan struktural pada persamaan simultan yaitu model persaman tunggal (limited information method) dan metode sistem menyeluruh (full information

  

method ). Dalam persaman tunggal (limited information method), estimasi

  terhadap setiap persamaan struktural dilakukan secara individu dengan memperhitungkan setiap pembatasan yang ditempatkan, tanpa memperhatikan pembatasan atas persamaan lainnya. Sebaliknya, dengan metode sistem menyeluruh (full information method), persamaan struktural diestimasi secara bersamaan dengan memasukkan unsur pembatasan pada tiap persamaan. Dengan metode sistem menyeluruh (full information method), semua persamaan dalam model digunakan secara bersama-sama dan akan memberikan hasil pendugaan bagi semua parameter secara simultan.

  Penetapan dan pemilihan metode yang digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan simultan ditentukan oleh proses identifikasi model. Terdapat tiga kemungkinan hasil dari identifikasi model yaitu unidentified (tidak teridentifikasi), exactly identified (tepat teridentifikasi), dan overidentified (teridentifikasi berlebihan). Pada keadaan unidentified menandakan sistem persamaan simultan tidak dapat diselesaikan. Pada keadaan exactly identified maka metode ILS (Indirect Least Square) dapat digunakan. Metode ILS (Indirect

  

Least Square ) dilakukan dengan cara menerapkan metode OLS pada pada

  persamaan reduce form dengan asumsi yang harus dipenuhi adalah variabel residual dari persamaan reduced form-nya harus memenuhi semua asumsi stokastik dari teknik OLS. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan bias pada penaksiran koefisiennya. Persamaan Reduce Form, diperoleh dengan memasukkan salah satu persamaan pada persamaan lain dengan cara substitusi dan penurunan aljabar. Menurut Johnston (1997) untuk menyelesaikan persamaan exactly identified, selain penerapan ILS dengan menggunakan OLS juga dapat menggunakan metode TSLS (Two Stage Least Square).

  Menurut Gujarati (2003), Johnston (1997), Markidarkis (1998), Maddala (1979), metode yang dapat digunakan untuk persamaan simultan yang teridentifikasi berlebihan (overidentified ) adalah metode TSLS. Metode TSLS (Two Stage Least Squares) merupakan teknik informasi terbatas dan merupakan prosedur terpenting dan digunakan secara meluas. Metode TSLS yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah korelasi antar peubah endogen sebagai peubah bebas dengan unsur galat dari setiap persamaan dalam model simultan sekaligus untuk mengatasi masalah korelasi peubah-peubah antar persamaan dalam model. Dalam prakteknya, metode TSLS digunakan lebih sering daripada setiap metode penduga lain untuk menduga persamaan simultan karena dapat digunakan dengan baik bilamana jumlah sampel kecil.

2.4.2 Langkah Pengerjaan Sistem Persamaan Simultan

  Menurut Kotsoyannis (1977), langkah awal untuk menyelesaikan Sistem Persamaan Simultan adalah melakukan identifikasi model. Persamaan yang diidentifikasi adalah persamaan yang terdapat koefisien yang harus diestimasi secara statistik. Identifikasi model tidak dilakukan pada persamaan persamaan defenisi, identitas atau dalam pernyataan kondisi equilibrium. Hal ini dikarenakan dalam hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran. Identifikasi menentukan apakah persamaan bersifat unidentified (tidak teridentifikasi), exactly identified (tepat teridentifikasi), atau overidentified (teridentifikasi berlebihan).

  Suatu sistem dikatakan underidentified ketika salah satu atau lebih persamaan persamaan yang ada dalam sistem tersebut underidentified. Jika suatu persamaan atau model underidentified maka pendugaan dari seluruh parameter yang ada tidak memungkinkan dengan metode apapun. Apabila persamaan teridentifikasi sebagai persamaan bukan underidentified maka persamaan tersebut diistilahkan dengan persamaan identified. Terdapat dua jenis Identfied dalam persamaan yaitu exactly identified atau overidentified.

  Penentuan identifikasi ini sangat penting karena menentukan cara penyelesaian dari persamaaan simultan. Apabila persamaan teridentifikasi exactly

  

identified maka metode yang tepat adalah ILS sedangkan apabila teridentifikasi

overidentified maka persamaan diselesaikan dengan 2SLS.

2.5 Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kedelai

  Dalam upaya meningkatkan kualitas perkedelaian di Indonesia, yaitu untuk peningkatan produksi, perbaikan tataniaga, perbaikan harga produsen dan yang pasti mengurangi jumlah impor pemerintah melakukan beberapa langkah kebijakan. Berikut ini dijelaskan beberapa kebijakan pemerintah mengenai komoditas kedelai.

  2.5.1 Harga Dasar Kedelai

  Kebijakan penetapan harga dasar kedelai dilakukan selama lima Pelita dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian, yaitu pada tahun 1969, 1973, 1974, 1978, 1979, 1983, 1984, 1988 dan 1990. Pada tahun 1988 harga dasar kedelai Rp 733/kg menjadi Rp 889/kg pada tahun 1990. Kebijakan harga dasar dimulai sejak tahun 1979/80 sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun ditetapkan melalui Inpres pada tanggal 1 Nopember kecuali untuk tahun 1991 yang ditetapkan sebulan lebih awal. Seperti terlihat pada Tabel 3 harga dasar kedelai dimulai pada tingkat Rp 210 per kg dan berakhir pada tingkat Rp 500 per kg selama kurun waktu 12 tahun tersebut. Kebijakan harga dasar telah dihentikan pemerintah sejak tahun 1991 sampai sekarang.

  2.5.2 Bea Masuk Impor

  Kebijaksanaan pengenaan bea masuk kedelai impor perlu diterapkan agar dapat memberikan tingkat proteksi yang diperlukan untuk melindungi produsen kedelai di dalam negeri. Dengan tingkat bea masuk tertentu akan dapat dibentuk tingkat harga yang tidak akan menyaingi harga kedelai lokal. Strategi ini sejalan dengan era tarifikasi yang dikehendaki dalam globalisasi perdagangan untuk menggantikan segala bentuk kebijaksanaan pengaturan tata niaga untuk melindungi produsen dalam negeri. Pemerintah menunjuk Bulog untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut dengan dukungan penuh.

  Tarif tersebut dimulai sejak 1974 sebesar 30 persen yang dipertahankan sampai tahun 1980. Sejak tahun 1981 – 1993 tarif impor kedelai diturunkan menjadi 10 persen dan kemudian pada tahun 1994 – 1996 tarif diturunkan menjadi lima persen dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan World Trade Organization melalui UU No.7/1994. Konsekuensinya adalah Indonesia dituntut untuk segera melakukan penyesuaian kebijaksanaan pertanian dan kebijaksanaan perdagangannya.

  Pada tahun 1997 tarif tersebut diturunkan lagi menjadi 2.5 persen dan akhirnya tarif impor kedelai ditiadakan mulai tahun 1998 – 2003. Terhitung

  29 September 1998 melalui Kepmen Keuangan No. 444/KMK.01/1998, tarif bea masuk kedelai impor dihilangkan. Kebijakan tersebut justru memperburuk kondisi

  

petani kedelai dalam negeri. Berdasarkan teori perdagangan Salvatore, kebijakan

tersebut akan menyebabkan turunnya harga kedelai pada tingkat petani.

  

Sebaliknya, kebijakan tersebut menguntungkan industri pengolahan kedelai,

karena dapat menikmati murahnya harga kedelai impor dengan kualitas dan

pasokan yang lebih menjamin kontinuitas produknya.

  Berdasar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK. 01/2003, pada

  tahun 2003 tarif bea masuk impor kedelai menjadi 15 persen dan diperbaharui lagi menjadi 10 persen pada tahun 2006 serta yang terakhir yaitu tahun 2008 tarif bea

  

masuk impor kedelai diubah menjadi nol persen kembali, yang untuk kali ini

bukan hanya melalui satu keputusan menteri saja melainkan juga dengan dikeluarkannya Keppres. Hal tersebut dilakukan karena terjadi sangat tingginya perubahan harga kedelai di dalam negeri yang mencapai lebih dari 100 persen.

  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557 tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, peningkatan konsumsi dan semakin tingginya harga dalam negeri.Tarif impor kedelai ditetapkan menjadi 5% pada tahun 2010. Tarif bea masuk atas kacang kedelai menjadi 0% dan berlaku mulai tanggal 24 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011. Pada 1 Januari 2012, tarif bea masuk kedelai kembali menjadi 5%. Pada tanggal 3 Oktober 2013 tarif bea masuk impor dibebaskan menjadi 0 %.

2.5.3 Kebijakan Tata Niaga

  Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tataniaga kedelai adalah Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 406/MPP/Kep/l 1/1997, yang berlaku mulai 1 Januari 1998. Kebijakan tersebut menerangkan bahwa impor kedelai yang semula hanya dilakukan oleh Bulog diubah menjadi boleh dilakukan oleh importir umum. Kebijakan tersebut memberikan dampak memacu peningkatan impor kedelai dari Amerika Serikat, China, Argentina dan Brazil dalam jumlah besar. Sehingga hal tersebut akan memperngaruhi pasokan kedelai di dalam negeri dan kestabilan harga domestik.

  Dampak yang lebih buruk adalah akan mempengaruhi motivasi petani produsen secara negatif untuk menanam kedelai. Pada akhirnya dampak kebijakan tersebut menurunkan produksi kedelai nasional.

  Berdasarkan penelitian Hadipurnomo (2000), dijelaskan bahwa sebelum era perdagangan bebas, Bulog masih memonopoli kedelai impor. Bulog menyalurkan

  

kedelai impor ke KOPTI (Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia), KPKD

  

(Kelompok Pedagang Kacang Kedelai) dan industri pengolah pangan. Kopti

  belum dapat memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe. Sebelum tahun 1997,

  

pemerintah masih memberlakukan impor terbatas (kuota), sehingga tidak semua

industri dapat menggunakan kedelai impor. Hal ini dilakukan agar produksi

kedelai lokal dapat terlindungi, mengingat harga kedelai lokal lebih mahal

  daripada kedelai impor. Dalam hal ini Bulog menjual kedelai impor dengan harga

  lebih tertentu kepada industri tahu dan tempe sehingga selisih harga kedelai lokal

  tidak terlalu besar dengan kedelai impor. Harga impor yang ditetapkan telah dipertimbangkan dari segi daya beli industri sehingga petani kedelai dapat berproduksi. KOPTI dan KPKD yang mendapat jatah kedelai dari pemerintah dapat beroperasi dengan baik karena mampu bersaing harga dengan pedagang besar.

2.5.4 Kebijakan Harga Pembelian Kedelai Petani

  Harga pembelian petani merupakan turunan dari program stabilisasi harga kedelai berdasarkan keputusan mentri perdagangan no 23/M-DAG/PER/5/2013.

  Produk turunan keputusan mentri ini adalah Penetapan Harga Pembelian Kedelai Petani Dalam Rangka Pengamanan Harga Kedelai Di Tingkat Petani. Peraturan ini bertujuan untuk menginsentif petani untuk menanam kedelai dan mengurangi kedelai impor. HBP Kedelai merupakan harga acuan pembelian kedelai di tingkat petani yang ditetapkan setiap tiga bulan.

2.6 Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran

  Devi Setiabakti (2013) melakukan analisis dampak kebijakan kedelai terhadap kinerja dan kesejahtraan konsumen dan produsen Kedelai di Indonesia dengan metode 2SLS. Kesimpulan yang didapat adalah penawaran kedelai di Indonesia dipengaruhi oleh harga kedelai, harga sarana produksi upah tenaga kerja. Dari segi permintaan faktor yang mepengaruhi permintaan adalah pendapatan perkapita dan jumlah penduduk

  Dewi Sahara (2004) melakukan analisis permintaan kedelai di bayumas Jawa Tengah dengan regresi dan mempelajari hubungan harga, populasi dan harga jagung. Kesimpulan yang didapat adalah populasi dan harga jagung berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai namun harga kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai.

  Dwi Sartika Adetama (2011) melakukan penelitan analisis permintaan kedelai di indonesia dengan metode simultan dengan estimasi 2sls dengan tujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai dan menganalisis dampak kebijakan bea masuk impor terhadap kedelai. Hasil kesimpulannya adalah faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap permintaan adalah harga kedelai dan jumlah penduduk.

  Elvina Rohana dan Nella Naomi (2008) melakukan penelitan permintaan kedelai di samarinda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai di Kota samarinda dengan metode regresi berganda berdasarkan hasli penelitiannya didapat bahwa harga kedelai dan pendaptan tidak berpengaruh nyata pada permintaan kedelai di Samarinda. Permintaan hanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk.

  Fakhrina Fahma (2007) melakukan Perancangan Model Supply Demand Kedelai Sebagai Dasar Pengembangan Industri Berbasis Kedelai Di Kabupaten Grobokan Jawa Tengah dengan metode 2sls berdasarkan penelitannya disimpulkan bahwa penawaran hanya dipengaruhi oleh luas panen, harga kedelai tidak mempengaruhi penawaran kedelai. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah jumlah penduduk dan pendapatan perkapita sedangkan harga tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan.

  Gusti (1995) melakukan penelitian mengenai penawaran kacang kedelai menurut wilayah produksi di Indonesia. Menggunakan persamaan parsial nerlove dengan menggunakan metode kardrat terkecil (OLS). Hasil dari pendugaan parameter respon luas areal dan produktivitas menghasilkan nilai elastisistas harga di Jawa memiliki nilai yang elastis dibandingkan wilayah Sumatera, Sulawesi, Balim dan Nusa Tenggara dalam jangka pendek. Dalam Jangka Panjang elastisitas harga kecang kedelai yang diperoleh nilainya lebih elastis daipada dalam jangka pendek. Hasil menunjukkan bahwa petani dalam selang waktu yang lama akan menyesuaikan areal panen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kompetitif dalam menentukan luas areal panen kedelai dengan komoditi pesaing yaitu jagung di setiap wilayah produksi.

  Hadipurnomo (2000) melakukan penelitian terhadap kebijakan produksi dan perdagangan terhadap penawaran dan permintaan kacang kedelai di Indonesia.

  Penelitian ini menganalisis repon luas areal, produktivitas, impor, permintaan dan harga kacang kedelai. Analisis dilakukan ditinjau dari wilayah-wilayah produksi utama kacang kedelai yaitu D. I Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakerta dan Jawa timur. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dan semua persamaan struktural yang terdapat dalam model overidentified. Metode pendugaan yang digunakan adalah Two Stage Least

  Squares (2SLS). Kesimpulan yang didapat untuk respon luas areal dan produktivitasnya adalah respon luas areal lebih besar daripada repon produktivitas terhadap perubahan harga produsen, harga benih, harga pupuk, upah tenaga kerja dan harga pestisida. Harga produsen dari kedelai dan upah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap penawaran.

  Priyosembodo (2001) di Irian Jaya berkesimpulan bahwa di Irian Jaya peningkatan produksi kacang kedelai lebih banyak dipengaruhi oleh perluasan areal (ekstensifikasi) dibanding peningkatan produktivitas (intensifikasi) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini menggunakan model penyesuaian Nerlove dengan melakukan pendekatan tidak langsung terhadap respon penawarannya. Respon penawaran diperoleh secara tidak langsung melalui pendugaan terhadap respon areal dan respon produktivitas.

  Pratiwi (2008) menganalisis Respon petani terhadap faktor-faktor yang mempengaruhin jumlah produksi kedelai di jawa timur tahun bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai secara parsial maupun simultan. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan dari Luas Areal Panen, Harga Komoditi Kedelai, Harga Komoditi Jagung, Produktivitas Kedelai, Curah Hujan terhadap Hasil Produksi Kedelai.

2.7 Kerangka Pemikiran

  Sebagai komoditi yang bernilai ekonomis komoditas kedelai mempunyai permintaan dan penawaran komoditas. Permintaan dan penawaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya masing-masing. Faktor faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara antara lain harga riil kedelai, jumlah penduduk dan pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara adalah harga riil kedelai, harga riil jagung, dan luas panen kedelai Provinsi Sumatera Utara. Harga riil kedelai Provinsi Sumatera Utara merupakan variabel yang mempengaruhi permintaan sekaligus penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara. Kerangka permikiran permintaan dan penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara disajikan pada Gambar 7.

  

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Permintaan dan Penawaran Kedelai

Provinsi Sumatera Utara

2.8 Hipotesis

  Harga riill kacang kedelai, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara berpengaruh terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara. Pendapatan perkapita dan jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara berpengaruh positif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara, namun harga kedelai Provinsi Sumatera Utara berpengaruh yang negatif terhadap permintaan kedelai Provinsi Sumatera Utara.

  Harga kacang kedelai, harga komoditas pesaing yakni harga jagung, luas areal panen kedelai Provinsi Sumatera Utara berpengaruh terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara. Harga komoditas yang diteliti (kacang kedelai), luas areal panen kedelai Provinsi Sumatera Utara berpengaruh positif terhadap penawaran Provinsi Sumatera Utara sedangkan harga jagung berpengaruh negatif terhadap penawaran kedelai Provinsi Sumatera Utara.