HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK

HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK

Annang Giri Moelya, Ismiranti Andarini, Fadillah Tia Nur, Evi Rokhayati*

PENDAHULUAN

Anak yang sakit harus ditangani dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat sehat kembali dan proses tumbuh kembang dapat optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis penyakitnya dengan akurat.

Pendekatan melalui anamnesis dan diagnosis fisik masih tetap merupakan cara yang baku, yang harus dikuasai oleh setiap dokter. Adanya alat-alat sederhana maupun alat-alat mutakhir yang canggih untuk membantu menegakkan diagnosis, tetapi tidak dapat menggantikan kedudukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jadi dalam dunia kedokteran modern sekarang ini proses diagnostik tetap diawali dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Penguasaan yang baik atas anamnesis dan pemeriksaan fisik akan dapat mengarahkan pemeriksaan kepada diagnosis yang benar.

Pemeriksaan fisik pada anak banyak persamaannya dengan pemeriksaan fisik pada orang dewasa, namun banyak hal yang berbeda secara bermakna. Yang harus selalu diingat dalam melakukan pemeriksaan fisik pada anak ialah pada bayi dan anak ada proses tumbuh dan berkembang. Karena itu semua penemuan fisik harus selalu dihubungkan dengan tingkat pertumbuhannya. Contoh : hati yang teraba 2 cm di bawah arkus kosta normal untuk bayi dan balita, tetapi abnormal untuk anak remaja.

*Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta

ANAMNESIS

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Wawancara dilakukan kepada :

1. Langsung kepada pasien (autoanamnesis)

2. Orangtua (alloanamnesis)

3. Sumber lain wali/pengantar (alloanamnesis) Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis, karena sebagian besar data (± 80%) yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis.

Dari anamnesis diperoleh data subjektif. Berbeda dengan anamnesis pada pasien dewasa, hambatan langsung anamnesis pada anak disebabkan karena anamnesis pasien anak umumnya berupa aloanamnesis dan bukan autoanamnesis. Pertanyaan yang diajukan pemeriksaan sebaiknya jangan sugestif. Pada kasus gawat, anamnesis biasanya terbatas pada keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting saja, supaya anak dapat segera diatasi kedaruratannya. Pada kesempatan berikutnya baru anamnesis dilengkapi. Hal yang perlu dicatat adalah :

1. Dari siapa anamnesis diambil

2. Pengirim pasien :  Inisiatif keluarga  Dokter, Puskesmas, Rumah Sakit dll, karena pasien kelak harus dikirim kembali

kepada pengirim. Pengiriman kembali dengan disertai :  Diagnosis akhir  Penatalaksanaan  Hasil pengobatan : sembuh/ meninggal, terdapat gejala sisa dsb.

Yang perlu dicatat pada anamnesis :

I. IDENTITAS PASIEN : - Nama - Tanggal lahir / umur - Jenis Kelamin - Nama orang tua, umur, pendidikan, pekerjaan

II. RIWAYAT PENYAKIT : - Keluhan utama - Riwayat perjalanan penyakit sekarang (7 Butir Mutiara Anamnesis, meliputi :

lokasi, onset dan kronologi, kualitas, kuantitas, faktor yang memperberat, faktor yang memperingan, anamnesis sistem).

- Riwayat penyakit lampau yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang, seperti riwayat dirawat di RS, riwayat pembedahan, riwayat pengobatan untuk penyakit tertentu, riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu serta riwayat paparan agen tertentu (termasuk bentuk reaksi alerginya dan terapi yang didapat).

- Riwayat kehamilan ibu : umur ibu saat melahirkan, paritas, penyulit kehamilan, riwayat lama kehamilan (preterm/aterm/postterm) , penyakit ibu saat hamil, riwayat pengobatan ibu sekitar masa konsepsi dan saat hamil, riwayat merokok dan minum alkohol pada ibu dan ayah.

- Riwayat kelahiran : lama persalinan, proses persalinan (spontan/dengan instrumen/operasi), penyulit kelahiran (ketuban pecah dini, kelainan presentasi

dll), berat lahir, skor APGAR, lama tinggal di RS setelah dilahirkan, penyakit tertentu selama fase neonatal serta intervensi medis yang didapat.

- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. - Riwayat imunisasi, termasuk jika ada reaksi akibat imunisasi.

- Riwayat makanan, meliputi kualitas dan kuantitas minum ASI atau susu formula (durasi, frekuensi), kapan mulai mendapatkan makanan padat, nafsu makan,

alergi terhadap jenis makanan tertentu, kesukaan/ ketidaksukaan terhadap jenis makanan tertentu, keseimbangan nutrisi, suplemen makanan yang diberikan, kecukupan asupan makanan dan cairan.

- Riwayat keluarga untuk penyakit-penyakit yang herediter/familier, dilacak hingga

2 generasi sebelum pasien (kakek) - Keadaan sosial ekonomi : lokasi tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga di rumah, higiene lingkungan sekitar rumah

Komunikasi dan dukungan emosional :

Hal-hal yang perlu diingat ketika berkomunikasi dengan ibu dan keluarganya adalah:

1. Tunjukkan empati dan rasa hormat pada ibu dan keluarganya

2. Dengarkan dengan seksama kekhawatiran keluarga dan berikan dorongan agar mereka mau bertanya dan mengungkapkan perasaannya

3. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas pada saat menyampaikan informasi tentang kondisi bayi, kemajuannya seta terapinya. Berikan informasi tentang kondisi bayi sebanyak mungkin kepada ibu. Pastikan bahwa mereka paham akan hal-hal yang disampaikan. Jika terdapat hambatan bahasa, gunakan penterjemah.

4. Hormati privasi dan kerahasiaan mereka

5. Hormati keyakinan budaya, adat istiadat mereka dan penuhi kebutuhan mereka semaksimal mungkin, pastikan bahwa mereka memahami semua keterangan yang diberikan dan jika menungkinkan berikan informasi tertulis kepada anggota keluarga yang dapat membaca

6. Dapatkan informed consent atau persetujuan tertulis sebelum melakukan suatu tindakan.

PEMERIKSAAN FISIK

Untuk melakukan pemeriksaan fisik pada anak diperlukan pendekatan khusus, baik terhadap pasien maupun terhadap orang tuanya. Cara Pendekatan :

Berbeda dengan orang dewasa, pendekatan pemeriksaan pada anak tergantung pada umur, keadaan fisik dan psikis anak. - Pada bayi baru lahir sampai umur kurang dari 4 bulan pendekatannya jauh lebih

mudah, karena pada usia tersebut bayi belum dapat membedakan orang di sekitarnya.

- Bayi yang lebih besar mulai takut pada orang yang belum dikenal. Perlu sikap informal dari pemeriksa. Pemeriksaan sudah dapat dimulai dengan bayi masih - Bayi yang lebih besar mulai takut pada orang yang belum dikenal. Perlu sikap informal dari pemeriksa. Pemeriksaan sudah dapat dimulai dengan bayi masih

dilakukan dengan anak dalam pangkuan ibu. Pemeriksa mengambil posisi setinggi level mata anak. Dapat dipergunakan alat bantu seperti mainan atau cerita. Alihkan perhatian anak dengan meminta anak memegang benda kesukaannya.

- Pada anak yang sakit berat, dapat langsung diperiksa.

Cara Pemeriksaan Fisik : Pada umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan : - General survey (keadaan umum) - Pemeriksaan tanda vital - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi

Pada keadaan tertentu, urutan pemeriksaan tidak selalu demikian, misalnya pemeriksaan abdomen, auskultasi didahulukan (inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi). Pada beberapa keadaan, urutan pemeriksaan tergantung pada usia dan tingkat kenyamanan anak. Lakukan pemeriksaan-peme riksaan yang tidak terlalu ”mengganggu” kenyamanan anak di urutan awal, sementara pemeriksaan yang tidak terlalu

”menyenangkan” dilakukan di akhir pemeriksaan, misalnya: palpasi kepala dan leher serta auskultasi jantung paru dilakukan lebih dulu, baru kemudian palpasi abdomen. Jika

anak melaporkan nyeri di suatu area, area tersebut diperiksa paling akhir.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Nadi : - Frekuensi - Irama - Kualitas

Tekanan Darah :  Diperiksa saat bayi atau anak dalam keadaan tenang  Penderita ditidurkan telentang  Mempersiapkan tensimeter  Memasang manset di lengan atas  Lebar manset harus mencakup ½ sampai 2/3 panjang lengan atas. Ukuran manset harus sesuai dengan umur.

Ukuran manset untuk kelompok umur :

Umur

Lebar manset

0-1 th

2 inci (5 cm)

> 1-5 th

3 inci (7.5 cm)

> 5-12 th

4 inci (10 cm)

>12 th

5 inci (12.5 cm)

 Langkah berikutnya sama dengan pemeriksaan tekanan darah pada orang dewasa.

Frekuensi Pernapasan : Cara :

 Inspeksi : melihat dan menghitung gerakan dinding dada dalam 1 menit.  Palpasi : Tangan diletakkan pada dinding abdomen/dinding dada, dihitung gerakan pernapasan yang terasa pada tangan dalam 1 menit.  Auskultasi : mendengarkan dan menghitung bunyi pernapasan dalam 1 menit.

Pengukuran Suhu Badan  Pemeriksaan suhu dapat dilakukan dengan meletakkan termometer di dalam mulut (di bawah lidah), di dalam rektum atau di aksila, dan ditunggu selama 3 – 5 menit.  Untuk bayi dan anak < 7 tahun dianjurkan pengukuran rektal lebih akurat oleh karena pengukuran oral lebih sulit dikerjakan.

Cara :

2. Bayi/ anak posisi tengkurap di meja/ pangkuan pemeriksa.

3. Buka pantat dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.

4. Masukkan ujung termometer yang telah dilubrikasi ke rektum lewat anus sedalam kira-kira 1 inchi.

5. Katubkan pantat kembali.

6. Waktu pemeriksaan 1 – 2 menit.

Mengukur panjang badan bayi

1. Siapkan papan pengukur (ada meterannya)

2. Baringkan bayi dengan posisi telentang

3. Ukur panjang badan bayi

Gambar 1. Mengukur panjang badan bayi

Bila papan pengukur tidak ada :

1. Baringkan bayi pada meja periksa

2. Beri tanda tepat di atas kepala dan tumit

Gambar 2. Mengukur panjang badan anak

Pengukuran Lingkar Kepala : - Alat pengukur : Pita dari metal yang flexibel - Cara : meletakkan pita melalui glabela pada dahi bagian atas alis mata –

protuberantia occipitalis. Bayi dan anak kecil :

1. Ambil pita pengukur

2. Bayi posisi telentang

3. Tempatkan pita pengukur melingkari dari glabela – occiptal – parietal – frontal.

Gambar 3. Pengukuran Lingkar Kepala

Palpasi fontanela/ Ubun-ubun

Palpasi fontanela merupakan cara yang sederhana untuk memperkirakan tekanan intrakranial. Pada keadaan normal fontanela agak rata dan pulsasi sukar diraba. Fontanela sering sulit diraba pada bayi baru lahir karena molding tulang-tulang kepala. Setelah beberapa hari, fontanel mudah diraba dengan diameter transversal rata-rata 2,5 cm, kadang-kadang sampai 4 atau 5 cm. Ubun-ubun kecil teraba sampai 4-8 minggu. Ukuran ubun-ubun besar sangat bervariasi, demikian pula saat penutupannya. Seringkali ubun-ubun tampak membesar dalam beberapa bulan pertama. Pada umur 6 bulan sebagian kecil (3%) bayi normal tertutup ubun-ubunnya, pada umur 9 bulan lebih kurang 15% dan umur 1 tahun 40%. Pada umur 19 bulan 90% bayi normal sudah tertutup ubun-ubunnya. Ubun-ubun terlambat menutup pada rakitis, hidrosefalus, sifilis, hipotiroidisme, osteogenesis imperfekta, rubela kongenital, malnutrisi, sindroma Down dan gangguan perkembangan lain. Pada kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun menutup lebih dini.

Dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata atau sedikit cekung. Ubun-ubun besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial meninggi, misalnya perdarahan intraventrikuler, meningitis, hidrosefalus, hematoma subdural, tumor intrakranial, rakitis dan hipervitaminosis A. Ubun-ubun tampak cekung pada dehidrasi dan malnutrisi.

Adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi. Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat beberapa sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan terbuka disusul dengan gerakan lengan adduksi dan fleksi. Pada bayi prematur, setelah merentangkan lengan tidak selalu diikuti oleh gerakan fleksi. Gerakan tungkai bukan bagian yang khas untuk refleks Moro. Kalau tidak ada reaksi merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, begitu juga kalau rentangan lengan asimetris.

Refleks menggenggam palmar

Dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan bayi maka akan terjadi fleksi jari-jari tangan.

Refleks tonic neck

Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala di garis tengah dan anggota gerak dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditolehkan ke kanan, maka akan terjadi ekstensi pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak sebelah kiri. Yang selalu terjadi adalah ekstensi lengan, tungkai tidak selalu ekstensi dan fleksi anggota gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi. Setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke kiri. Tonus ekstensor meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor anggota gerak kontralateral meninggi.

Suspensi vertikal

Dilakukan dengan meletakkan kedua tangan pemeriksa di ketiak pasien tanpa meraba toraks, kemudian bayi diangkat ke atas lurus. Pada waktu diangkat kepala tetap tegak sebentar dan tungkai tetap fleksi pada lutut, panggul, dan pergelangan kaki.

Didapatkan pada usia gestasi 28 minggu dan terintegrasi pada usia 2-5 bulan. Suatu objek yang diletakkan dalam mulut bayi akan menyebabkan gerakan menghisap yang ritmis.

Reflek melangkah/menendang

Didapatkan pada usia gestasi 37 minggu dan tersupresi pada usia 2-4 bulan. Saat ditopang pada posisi tegak dan diarahkan ke depan, bayi dengan kaki di atas meja akan melakukan gerakan melangkah bergantian dan ritmis.

Refleks anus

Dilakukan dengan cara menggores kulit dekat anus dan normalnya akan terjadi konstriksi sfingter ani untuk mengetahui keadaan tonus anus.

Tanda-tanda rangsang meningeal

 Kaku kuduk : Cara : -

Leher ditekuk secara pasif. -

Bila dagu tak dapat menempel dada, dikatakan positif.

Gambar 4. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Cara :  Satu tangan pemeriksa dibawah kepala pasien, tangan lainnya di dada, untuk mencegah supaya badan tidak terangkat.  Kepala difleksikan ke dada secara pasif.  Bila ada rangsang meningeal, kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan lutut.

Gambar 5. Pemeriksaan Brudzinki I

Tanda Brudzinski II

Cara :  Posisi penderita telentang  Lakukan flexi salah satu kaki pada sendi panggul lutut secara pasif, akan diikuti flexi kaki lainnya pada sendi panggul dan lutut.

Gambar 6. Pemeriksaan Brudzinki II

Tanda Kernig Cara :

- Posisi penderita telentang. - Lakukan flexi tungkai atas tegak lurus. - Coba luruskan tungkai bawah pada sendi lutut. - Normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135 O

- Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif menyebabkan rasa sakit dan terasa ada hambatan. - Sukar dilakukan pada bayi umur di bawah 6 bulan.

Gambar 7. Pemeriksaan Kernig

Tata laksana gizi buruk

Sepuluh tata laksana gizi buruk meliputi:

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

5. Mengobati infeksi

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.

Sampai umur 6 bulan:  Berikan air susu ibu (ASI) sesuai keinginan anak paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun malam  Jangan diberikan makanan atau minuman lain selain ASI

Umur 6-8 bulan:  Berikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun malam  Beri makanan pendamping ASI 2 kali sehari tiap kali 2 sendok makan  Pemberian makanaan pendamping ASI dilakukan setelah pemberian ASI  Perkenalkan anak 1 bulan kemudian dengan makanan pendamping ASI seperti bubur tim lumat/ lembik ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging sapi/ wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Umur 8-12 bulan:  Berikan ASI sesuai keinginan anak  Berikan

telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak  Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. Pada umur 8 bulan, setiap makan diberikan lebih kurang 8 sendok makan, selanjutnya sesuai dengan kemampuan anak  Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb diantara waktu makan

Umur 12-24 bulan:  Berikan ASI sesuai keinginan anak  Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak  Berikan makanan tersebut3 kali sehari

 Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari dsb

 Berikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah  Berikan juga makanan yang bergizi sebagai selingan 2 kali sehari seprti bubur kacang hijau, biskuit, nagasari  Pemberian makanan selingan dilakukan di antara waktu makan makanan pokok.

Tata laksana anak tidak sadar

1. Jaga jalan napas, lakukan intubasi bila skala Koma Glasgow kurang dari atau sama dengan 8.

2. Jaga pernapasan yang adekuat dengan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 80%

3. Pertahankan sirkulasi yang stabil

4. Lakukan pemeriksaan darah untuk glukosa, elektrolit, analisa gas darah, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, darah lengkap, skrining toksikologi

5. Lakukan pemeriksaan neurologis

6. Bila tekanan intrakranial meningkat atau herniasi berikan manitol 0,5-1 gram/kgBB

7. Berikan tiamin 100 mg iv diikuti dengan 25 gram glukosa bila serum glukosa kurang dari 60 mg/dl

8. Lakukan CT scan/MRI kepala bila dicurigai adanya kelainan struktur otak

9. Lakukan anamnesis riwayat lengak dan pemeriksaan sistemik

10. Pertimbangkan EEG dan pungsi lumbal.

Tata laksana dehidrasi berat setelah penatalaksanaan syok

1. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 ml/kgBB dengan cara:  Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 mg/kgBB dalam 5 jam berikutnya  Umur di atas 12 bulan: 30 mg/kgBB dalam setengah jam pertama, dilanjutkan 70 mg/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

Tata laksana bayi berat lahir rendah (BBLR)

1. Pemberian vitamin K1 1 mg IM sekali pemberian saat lahir

2. Mempertahankan suhu tubuh normal:

3. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care (KMC), pemancar panas, inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat

4. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

5. Ukur suhu tubuh setiap 3 jam

6. Pemberian minum:  ASI merupakan pilihan utama  Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling tidak sehari sekali  Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 gram/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu  Pemberian minum minimal 8 kali/hari. Apabila bayi masih mengingikan dapat diberikan lagi (ad libitum)

7. Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang tidak stabilm fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluaran cerna, NEC, IUGR berat, dan berat lahir kurang dari 1.000 gram

8. Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal.

Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur <6 tahun menggunakan Denver II meliputi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4 sektor untuk menjaring fungsi:

1. Personal sosial: penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap kebutuhan perorangan

2. Motorik halus: koordinasi mata tangan, memainkan, menggunakan benda-benda kecil

3. Bahasa: mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa

4. Motorik kasar: duduk, jalan, melompat, dan gerakan umum otot besar Skor penilaian:

 Pass (P): bila anak melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak memberi laporan yang dipercaya bahwa anak dapat melakukannya  Fail (F): bila anak tidak dapat melakukannya dengan baik  No opportunity (No): bila tidak ada kesempatan bagi anak untuk melakukan uji coba karena ada hambatan  Refusal (R): bila anak menolak untuk melakukan uji coba.

Penilaian individual:  Lebih (advanced) Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di kanan garis umur, dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut  Normal Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah kanan garis umur  Caution/peringatan Bila seorang anak gagal atau menolak uji coba, garis umur terletak pada atau antara persentil 75 dan 90

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba yang terletak lengkap di sebelah kiri garis umur  No opportunity Tidak ada kesempatan uji coba yang dilaporkan orangtua

Interpretasi Denver II  Normal

1. Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution

2. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya  Suspek

1. Bila didapatkan lebih dari atau sama dengan 2 caution dan atau lebih dari atau sama dengan 1 keterlambatan

2. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan  Tidak dapat diuji

1. Bila ada skor menolak pada lebih dari atau sama dengan 1 uji coba terletak di sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari 1 uji coba yang ditembus

garis umur pada daerah 75-90%

2. Uji ulang dalam 1-2 minggu

3. Bila ulangan hasil pemeriksaan didapatkan suspek atau tidak dapat diuji, maka dipikirkan untuk dirujuk.

Pengamatan malformasi kongenital Kelainan bawaan minor

Kelainan bawaan minor merupakan hal yang umum dijumpai dan tidak memerlukan perlakuan khusus, tetapi ibu perlu diberi pengertian Yang termasuk kelainan bawaan minor adalah:

 Skin tag (jari tangan/kaki berlebih atau lengket) Berikan pengertian pada ibu, bahwa hal ini tidak menyakitkan bayi dan dapat dihilangkan melalui operasi bila bayi sudah berusia beberapa bulan

1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu

2. Jelaskan pada ibu bahwa hal yang paling penting untuk dilakukan saat ini adalah memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan yang cukup sampai operasi dapat dilakukan

3. Jika bayi menderita celah bibir saja, tetapi langit-langit utuh, anjurkan ibu menyusui

4. Jika bayi menderita celah langit-langit, berikan ASI peras dengan salah satu alternatif cara pemberian minum

5. Apabila masalah minum teratasi dan berat badan bayi bertambah, bayi dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau rumah sakit khusus bedah untuk melakukan operasi

 Tanda lahir bawaan (toh) Berikan keyakinan pada ibu bahwa tanda lahir bawaan tersebut tidak memerlukan perawatan khusus dan sebagian besar akan hilang saat bayi bertambah umurnya

Kelainan bawaan mayor

 Spina bifida/meningomielokel

1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu

2. Lakukan persiapan rujukan:

3. Jika kelainan tidak tertutup kulit: tutup dengan kasa steril yang dibasahi dengan larutan salin normal sebelum dirujuk

4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat

 Gastroskisis/omfalokel

1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu

2. Jangan berikan apapun melalui mulut

3. Untuk gastroskisis: tutupi organ yang keluar dengan kasa steril yang dibasahi dengan larutan salin normal

5. Untuk omfalokel: lakukan perawatan secara tegak kering, sementara bagian yang menonjol ditutupi dengan kasa steril kering

6. Pasang jalur IV

7. Pasang pipa lambung, biarkan mengalir

 Anus imperforata

1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu

2. Jangan berikan apapun lewat mulut

3. Pasang jalur IV

4. Pasang pipa lambung, biarkan cairan mengalir bebas

Kelainan bawaan lain

 Bila bayi menderita sindroma Down atau memiliki ciri wajah yang tampak aneh, berikan nasihat pada orangtuanya tentang prognosis jangka panjang dan rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk evaluasi perkembangan dan tindak lanjut jika memungkinkan  Jika memungkinkan lakukan konseling genetik untuk orang tua.

Pemeriksaan bayi baru lahir

Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mendeteksi kelainan.  Aktivitas fisis Keaktifan bayi baru lahir dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam keadaan fleksi dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris. Bila ada asimetri pikirkan terdapatnya kelumpuhan atau patah tulang. Aktivitas fisik mungkin saja tidak tampak pada BBL yang sedang tidur atau lemah karena sakit atau pengaruh obat. Bayi yang berbaring tanpa bergerak mungkin saja disebabkan oleh tenaga yang habis dipakai untuk mengatasi kesulitan bernapas atau tangis yang melelahkan. Gerakan ksasar atau halus (tremor) yang disertai klonus pergelangan kaki atau rahang sering ditemukan pada BBL, keadaan ini

 Tangisan bayi Tangisan bayi dapat memberikan keterangan tentang keadaan bayi. Tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan kesulitan pernapasan

 Wajah BBL Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas, misalnya sindroma Down, sindroma Pierre-Robin, dll

 Pemeriksaan suhu Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal adalah antara 36,5- 37,5 derajat. Suhu meninggi ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan. Kenaikan suhu merata biasanya disebabkan kenaikan suhu lingkungan. Apabila ekstremitas dingin dan tubuh panas kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis, perlu diingat bahwa sepsis pada BBL dapat saja tidak disertai dengan kenaikan suhu tubuh, bahkan sering terjadi hipotermi.

Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi

1. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan

2. Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama

3. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas dan periksa juga darah lengkap

4. Bila bayi kejang, opistotonus, atau ubun- ubun besar membonjol:’lakukan pungis lumbal segera sesudah pengambilan darah

6. Mulai manajemen untuk meningitis

7. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl (hematokrit kurang dari 30%) beri transfusi darah

8. Bila bayi tidak menderita meningitis, beri ampisilin dan gentamisin sesuai dengan pedoman yang ada. Tunggu hasil kultur darah dan sensitivitas dan nilai kondisi bayi empat kali sehari utnuk melihat perkembangannya

9. Anjurkan bayi untuk menyusu ASI setelah 12 jam pengobatan dengan antibiotika atau bila bayi mulai menunjukkan perbaikan. Bila bayi tidak dapat menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum

10. Setelah selesai pengobatan antibiotika, amati bayi selama 24 jam berikutnya.

PEMASANGAN SONDE LAMBUNG Indikasi :

1. Pemberian makanan enteral

2. Pemberian obat-obatan

3. Pemeriksaan analisis getah lambung

4. Dekompresi dan pengosongan lambung

Kontra indikasi :

1. Pasca esofagoplasti

2. Perforasi esophagus

Alat yang dibutuhkan :

1. Alat penghisap listrik / manual

2. Sonde lambung (feeding tube)

3. Plester, pinset

4. Air steril atau NaCl 0,9%

5. Semprit 5 cc

6. Stetoskop

Cara:

1. Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi.

2. Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap.

3. Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan.

4. Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke processus xyphoideus.

5. Tandai dengan plester.

6. Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9%.

7. Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat lubang hidung ke orofaring-esofagus-sampai batas plester di lubang hidung.

8. Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung.

9. Memasang semprit pada pangkal sonde.

10. Masukkan udara 5-10 cc dengan spuit dan didengarkan diatas daerah lambung dengan stetoskop.

11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air bersih.

12. Sonde difiksasi dengan plester.

PEMASANGAN REKTAL TUBE Indikasi :

1. Dekompresi

2. Klisma

3. Pemeriksaan radiologi dengan kontras (barium)

Alat yang diperlukan:

1. Kapas sublimate

2. Plester

3. Rectal tube : bayi no 8Fr, anak no 9-12Fr

4. Bejana berisi air bersih

6. Pinset

Cara :

1. Anak tidur telentang atau miring

2. Paha difleksikan pada sendi pangul

3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate

4. Ujung tube diberi vaselin

5. Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air

6. Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm

7. Tube difiksasi dengan plester

DAFTAR PUSTAKA

Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Sagung seto. Jakarta. 2003.h. 49-50

Soetomenggolo TS. Pemeriksaan neurologis pada anak dan bayi. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. IDAI. Jakarta, 1999.h. 28-32.

Fenderson CB, Ling WK. Pemeriksaan neuromuskular seri panduan klinis. Elangga. Jakarta. 2002.h. 86.

Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku I. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga. 2006.h.3-25.

Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku II. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga. 2006.h.54

Putri AH, Widodo DP, Herini ES, Erny, Pusponegoro HD, Mangunatmodjo I, dkk. Penurunan kesadaran. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi II. 2011.h. 205-10.

Juffrie M, Kadim M, Mulyani NS, Damayanti W, Widowati T. Diare akut. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 58-62.

Rohsiswatmo R, Dewanto NEF, Dewi R. Bayi berat lahir rendah. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 23-9.

Denver II. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 291-3.

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Kelainan bawaan. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAI- Depkes. Jakarta. 2004. H.94-5

Suradi R. Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. IDAI. Jakarta. 2012. H. 71-88.

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Tanda atau temuan ganda. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.15-9

Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Komunikasi dan dukungan emosional. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.142-5.

HETEROANAMNESIS

Skor No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Memberikan salam saat pertama kali bertemu

2 Menanyakan identitas penderita

3 Menanyakan berat badan

4 Menanyakan keluhan utama

5 Menanyakan onset dan kronologi

6 Menanyakan intake makanan/minum

7 Menanyakan riwayat penyakit lain yang dapat timbulkan

keluhan utama

8 Menanyakan faktor-faktor yang memperberat keluhan

9 Menanyakan faktor-faktor yang meringankan keluhan

10 Menanyakan gejala penyerta

11 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang relevan

12 Menanyakan riwayat kelahiran

13 Menanyakan riwayat kehamilan ibu

14 Menanyakan riwayat penyakit keluarga

15 Menanyakan riwayat sosial ekonomi keluarga

16 Menanyakan riwayat vaksinasi

17 Menanyakan riwayat pertumbuhan & perkembangan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Skor Total x 100%

PEMERIKSAAN TANDA VITAL DAN STATUS GIZI

Skor No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Melakukan pendekatan kepada pasien sebelum melakukan

pemeriksaan fisik

2 Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien

3 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

4 Menilai kesan umum penderita Memeriksa tanda vital

5 Melakukan pengukuran tekanan darah

6 Melakukan pemeriksaan nadi (frekuensi, irama, kualitas,

ekualitas nadi)

7 Melakukan pemeriksaan respirasi (tipe pernafasan, frekuensi)

8 Melakukan pengukuran suhu badan (sublingual, rektal, aksila) Memeriksa status gizi

9 Menimbang berat badan

10 Mengukur panjang/tinggi badan

11 Menentukan status gizi

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

PEMERIKSAAN KEPALA – LEHER DAN RANGSANG MENINGEAL

Skor No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

2 Menilai bentuk kepala

3 Mengukur lingkar kepala

4 Menilai kondisi fontanella (penutupan, cekung, cembung)

5 Melakukan pemeriksaan mata

6 Melakukan pemeriksaan hidung

7 Melakukan pemeriksaan telinga

8 Melakukan pemeriksaan mulut dan gigi

9 Melakukan pemeriksaan tenggorokan

10 Memeriksa Chvostek sign

11 Melakukan pemeriksaan kelenjar parotis

12 Melakukan pemeriksaan kelenjar limfe leher (submentale, submandibula,

preaurikuler, retroaurikuler,

servikalis,

oksipital)

13 Melakukan pemeriksaan JVP

Memeriksa adanya tanda rangsang meningeal

14 Melakukan pemeriksaan adanya kaku kuduk

15 Melakukan pemeriksaan Brudzinski I

16 Melakukan pemeriksaan Brudzinski II

17 Melakukan pemeriksaan Kernig

18 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

PEMERIKSAAN THORAKS

Skor No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

INSPEKSI

2 Statis : menilai bentuk dada (simetri/ asimetri, tumor, kelainan

kulit, deformitas bentuk dada)

3 Dinamis : melihat adanya keterlambatan gerak, retraksi, retraksi, frekuensi, irama, kedalaman, usaha napas, pola napas abnormal

4 Melihat dan melaporkan lokasi iktus kordis

PALPASI

5 Memeriksa adanya nyeri tekan, krepitasi

6 Memeriksa dan menilai pengembangan dinding dada

7 Memeriksa dan menilai fremitus taktil

8 Memeriksa dan menilai adanya massa mediastinum/

retrosternal

9 Melakukan palpasi iktus kordis (lokasi, diameter, amplitudo,

durasi, thrill)

PERKUSI

10 Melakukan teknik pemeriksaan perkusi paru dengan benar

11 Melakukan pemeriksaan batas paru-hepar

12 Melakukan dan melaporkan hasil pemeriksaan batas jantung

AUSKULTASI

13 Melakukan teknik pemeriksaan auskultasi dengan benar

14 Mengidentifikasi suara nafas dasar

15 Mengidentifikasi suara nafas tambahan

16 Mengidentifikasi bunyi jantung normal

17 Mengidentifikasi bunyi jantung tambahan

18 Mengidentifikasi dan melaporkan deskripsi bising jantung

19 Mencuci tangan sesudah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

PEMERIKSAAN ABDOMEN - EKSTREMITAS

Skor No

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1 Mencuci tangan sebelum pemeriksaan

ABDOMEN

2 Menilai bentuk abdomen, adanya distensi, proyeksi gerakan usus di dinding abdomen, adanya massa/ hernia (diafragma, umbilikal, inguinal)

3 Menilai peristaltik/ bising usus

4 Melakukan perkusi abdomen dan menilai hasil pemeriksaan

perkusi abdomen

5 Melakukan perkusi untuk pemeriksaan liver span

6 Melakukan pemeriksaan turgor

7 Melakukan palpasi hati

8 Melakukan palpasi lien

9 Melakukan palpasi ginjal

EKSTREMITAS

10 Menilai adanya deformitas tulang ekstremitas

11 Menilai adanya anemia

12 Menilai adanya ikterus

13 Menilai edema

14 Menilai adanya clubbing fingers

15 Memeriksa pengisian kapiler

16 Melakukan pemeriksaan pulsasi arteria dorsalis pedis

17 Mencuci tangan setelah pemeriksaan

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

PEMASANGAN SONDE LAMBUNG

Skor

No.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi

2. Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap

3. Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan

4. Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke proc. Xiphoideus

5. Tandai dengan plester

6. Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9 %

7. Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat lubang hidung ke orofaring-esofagus- sampai batas plester di lubang hidung

8. Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung

9. Memasang semprit pada pangkal sonde

10. Masukkan udara 5-10 cc dengan semprit dan didengarkan diatas daerah lambung dengan stetoskop

11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air bersih

12. Sonde difiksasi dengan plester

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

PEMASANGAN REKTAL TUBE

Skor

No.

Aspek Keterampilan yang Dinilai

1. Anak tidur telentang atau miring

2. Paha difleksikan pada sendi pangul

3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate

4. Ujung tube diberi vaselin

5. Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air

6. Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm

7. Tube difiksasi dengan plester

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER

Dian Ariningrum*, Jarot Subandono*, Djoko Hadiwidodo # , Sri Mulyani @ , Heni Hastuti @ TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler ini mahasiswa diharapkan mampu :

1. Mengetahui bermacam-macam teknik injeksi dan indikasinya.

2. Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar.

3. Melakukan injeksi intravena dengan benar.

4. Melakukan injeksi subkutan dengan benar.

5. Melakukan injeksi Intradermal dengan benar.

6. Mengetahui tindakan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi setelah pemberian injeksi.

7. Mengetahui kegunaan pungsi vena dan kapiler serta menentukan indikasinya.

8. Mengetahui dan menggunakan peralatan untuk pungsi vena dan kapiler.

9. Melakukan pungsi vena dengan benar.

10. Melakukan pungsi kapiler dengan benar.

11. Mengetahui dan melakukan tindakan untuk mengatasi penyulit yang terjadi setelah pungsi vena dan kapiler.

*Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, # Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, @ Bagian Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

KETERAMPILAN INJEKSI (INTRAMUSKULER, SUBKUTAN, INTRADERMAL DAN INTRAVENA)

PENDAHULUAN

Injeksi dan pungsi vena merupakan tindakan medis yang paling sering dilakukan oleh dokter selama prakteknya, sehingga keterampilan Injeksi (intramuskuler, intravena, intrakutan dan subkutan) serta Pungsi Vena adalah keterampilan dengan tingkat kompetensi 4 (mahasiswa harus dapat melakukannya secara mandiri).

Sebelum mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler sebaiknya mahasiswa telah memiliki pengetahuan :

1. Anatomi dan fisiologi kulit, jaringan subkutan, otot dan sistem vaskuler perifer (vena dan kapiler).

2. Farmakologi (golongan obat injeksi, farmakodinamik dan farmakokinetik serta efek

samping obat injeksi).

3. Berbagai jenis antikoagulan, mekanisme kerja antikoagulan dan tujuan pemeriksaan darah.

Injeksi bertujuan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh penderita. Pemberian obat secara injeksi dilakukan bila :

1. Dibutuhkan kerja obat secara kuat, cepat dan lengkap.

2. Absorpsi obat terganggu oleh makanan dalam saluran cerna atau obat dirusak oleh asam lambung, sehingga tidak dapat diberikan per oral.

3. Obat tidak diabsorpsi oleh usus.

4. Pasien mengalami gangguan kesadaran atau tidak kooperatif.

5. Akan dilakukan tindakan operatif tertentu (misalnya dilakukan injeksi infiltrasi zat anestetikum sebelum tindakan bedah minor untuk mengambil tumor jinak di kulit).

6. Obat harus dikonsentrasikan di area tertentu dalam tubuh (misalnya injeksi kortikosteroid intra-artrikuler pada artritis, bolus sitostatika ke area tumor).

Kelemahan teknik injeksi adalah :

1. Lebih mahal.

3. Sulit dilakukan oleh pasien sendiri.

4. Harus dilakukan secara aseptik karena risiko infeksi.

5. Risiko kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf jika pemilihan tempat injeksi dan

6. teknik injeksi tidak tepat.

7. Komplikasi dan efek samping yang ditimbulkan biasanya onsetnya lebih cepat dan lebih berat dibandingkan pemberian obat per oral.

TEKNIK INJEKSI

Teknik injeksi yang paling sering dilakukan adalah :

1. Injeksi intramuskuler : Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi dalam 10-30 menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin, vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.

2. Injeksi subkutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi obat berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal

3. Injeksi intradermal/ intrakutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian atas, sehingga akan timbul indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara intrakutan yang sering dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux test.

4. Injeksi intravena : Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek tercepat, dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena misalnya bermacam-macam antibiotika.

Di antara ketiga cara pertama, perbedaan teknik berada pada besar sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit (gambar 1).

Gambar 1. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM (90 o ), subkutan (45 o ) dan intradermal (15 o )

PERSIAPAN

1. Identifikasi dan Persiapan Pasien :  Dokter harus selalu menuliskan identitas pasien (nama lengkap, umur, alamat),

penghitungan dosis obat dan instruksi cara memberikan obat dalam resep dokter/ rekam medis pasien dengan jelas.  Sebelum melakukan injeksi, petugas yang akan memberikan suntikan harus selalu mengecek kembali identitas pasien dengan menanyakan secara langsung nama lengkap dan alamat pasien, menanyakan kepada keluarga yang menunggui pasien (bila pasien tidak sadar) atau dengan membaca gelang identitas pasien (bila pasien adalah pasien yang dirawat di rumah sakit) dan mencocokkannya dengan identitas pasien yang harus diberi injeksi.  Sebelum memberikan obat dan melakukan injeksi, dokter harus selalu menanyakan kepada pasien atau kembali melihat data rekam medis pasien :

1) Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap jenis obat tertentu.

2) Apakah saat ini pasien dalam keadaan hamil. Beberapa jenis obat mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.

 Berikan privacy kepada pasien, bila injeksi dilakukan di paha atas atau pantat. Lakukan injeksi dalam kamar pemeriksaan.  Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan. Bangunkan pasien bila sebelumnya pasien dalam keadaan tidur. Bila pasien tidak sadar, berikan penjelasan kepada keluarganya. Bila pasien tidak kooperatif (misalnya anak-anak

2. Persiapan obat : jenis, dosis dan cara pemberian obat serta kondisi fisik obat dan kontainernya. - Siapkan obat yang akan disuntikkan dan peralatan yang akan dipergunakan

untuk menyuntikkan obat dalam satu tray. Jangan mulai menyuntikkan obat sebelum semua peralatan dan obat siap.

- Sebelum menyuntikkan obat, instruksi pemberian obat dan label obat harus selalu dibaca dengan seksama (nama obat, dosis, tanggal kadaluwarsa obat), dan dicocokkan dengan jenis dan dosis obat yang harus disuntikkan kepada pasien ( gambar 2).

- Kondisi fisik obat dan kontainernya harus selalu dilihat dengan seksama, apakah ada perubahan fisik botol obat (segel terbuka, label nama obat tidak terbaca

dengan jelas, kontainer tidak utuh atau retak) atau terjadi perubahan fisik pada obat (bergumpal, mengkristal, berubah warna, ada endapan, dan lain-lain).

- Obat dalam bentuk serbuk harus dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai. Obat dilarutkan menjelang digunakan. Perhatikan instruksi melarutkan obat dan catatan-catatan khusus setelah obat dilarutkan, misalnya stabilitas obat setelah dilarutkan dan kepekaan obat terhadap cahaya.

- Dokter harus mengetahui efek potensial (efek yang diharapkan dan efek samping) dari pemberian obat. - Obat tidak boleh disuntikkan bila :

1) Ada ketidaksesuaian/ keraguan akan jenis atau dosis obat yang tersedia dengan instruksi dokter.

2) Ada ketidaksesuaian identitas pasien yang akan disuntik dengan identitas pasien dalam lembar instruksi injeksi.

3) Ada perubahan fisik pada obat atau kontainernya.

4) Tanggal kadaluwarsa obat telah lewat.

Gambar 2. Cek tanggal kadaluwarsa obat yang akan disuntikkan

 Pengecekan identitas pasien sangat penting untuk keselamatan pasien. Kesalahan pemberian injeksi dapat berakibat serius, bahkan fatal.  Penyiapan obat dan teknik injeksi harus dilakukan secara aseptik untuk mencegah masuknya partikel asing maupun mikroorganisme ke dalam tubuh

pasien. Kerusakan yang permanen pada syaraf atau struktur jaringan serta transmisi infeksi, dapat terjadi karena kesalahan teknik injeksi atau akibat penggunaan jarum yang tidak layak, misalnya jarum yang tumpul, tidak rata atau tidak disposable.

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN UNTUK INJEKSI

Penggunaan alat-alat yang tepat akan memudahkan pelaksana injeksi serta meminimalkan ketidaknyamanan dan efek samping bagi pasien.

1. Kapas dan alkohol 70%

2. Sarung tangan

3. Obat yang akan diinjeksikan

4. Jarum steril disposable Bagian-bagian jarum yaitu : ( gambar 3) - Lumen jarum (ruang di bagian dalam jarum di mana obat mengalir). - Bevel (bagian jarum yang tajam/ menusuk kulit). - Kanula ( shaft, bagian batang jarum).

Gambar 3. Bagian-bagian Jarum

Standard panjang jarum adalah 0.5 – 6 inchi. Pemilihan panjang jarum tergantung pada teknik pemberian obat, sementara pemilihan ukuran jarum tergantung pada viskositas obat yang disuntikkan. Ukuran jarum diberi nomor 14-27. Makin besar angka, makin kecil diameter jarum ( gambar 4). Jarum berukuran kecil dipergunakan untuk obat yang encer atau cair, sementara jarum diameter besar dipergunakan untuk obat yang kental.

Gambar 4. Variasi Panjang & Diameter Jarum

Needle

Bevel

Plunger

Adapter

Gambar 5. Bagian-bagian spuit

Spuit terdiri dari bagian-bagian : ( gambar 5) - Tutup spuit ( cap)