i OPTIMASI PRODUKSI PEMANIS ALAMI CAIR DARI TANAMAN Stevia rebaudiana Bertoni OPTIMIZATION OF LIQUID NATURAL SWEETENER PRODUCTION FROM Stevia rebaudiana Bertoni Oleh: Tiara Kasih Mirasanti 652013040 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Ch
OPTIMASI PRODUKSI PEMANIS ALAMI CAIR DARI TANAMAN Stevia
rebaudiana Bertoni
OPTIMIZATION OF LIQUID NATURAL SWEETENER PRODUCTION FROM
Stevia rebaudiana Bertoni
Oleh:
Tiara Kasih Mirasanti
652013040
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Tiara Kasih Mirasanti NIM : 652013040 Program Studi : Kimia Fakultas : Sains dan Matematika Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalty non
- –eksklusif (non–exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul :
OPTIMASI PRODUKSI PEMANIS ALAMI CAIR DARI TANAMAN Stevia
rebaudiana Bertoni
Beserta perangkat yang ada (jika perlu).Dengan hak bebas royalty non
- –eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih media / mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga Tanggal : 31 Mei 2017
Yang menyatakan, Tiara Kasih Mirasanti
Mengetahui, Pembimbing I Pembimbing II Cucun Alep Riyanto, S.Pd., M.Sc.
Dr. Yohanes Martono, M.Sc.
OPTIMASI PRODUKSI PEMANIS ALAMI CAIR DARI TANAMAN Stevia
rebaudiana Bertoni
OPTIMIZATION OF LIQUID NATURAL SWEETENER PRODUCTION FROM
Stevia rebaudian Bertoni
1 2 2 Tiara Kasih Mirasanti , Yohanes Martono , Cucun Alep Riyanto 1 2 Mahasiswa Program Studi Kimia, Dosen Program Studi KimiaFakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jalan Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRACT
Stevia rebaudiana Bertoni contains main active compound namely Stevioside
and Rebaudioside A. In the processing of S. rebaudiana leaves, leaf color pigments
should be clarified to obtain a clear solution. The purpose of this study was to
determine the optimization of the Stevia liquid sweetener production process, to
determine the active compounds of Stevioside and Rebaudioside A. using High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) in the natural sweetener liquid, to
examine physical properties and sensory test. Clarification solution was optimized
using kaolin adsorption method, while standardization product was conducted using
HPLC determination of stevioside and rebaudioside A compound. Physical properties
and the sensory test were performed using refractometry, Brix value, and organoleptic
assay. In addition, physical tests (refractometry and% Brix) and organoleptic sweetness
were analyzed using Simplex Lattice Design. Optimization of clarification method was
achieved in the optimum ratio which was based on clarification percentage of 10% (w /
v) at the contact time of adsorption 3 hours. Percent of clarification at wavelength 410
nm and 665 nm were 65% and 95%, respectively. The content of Rebaudioside A and
Stevioside in Stevia liquid sweetener were33.83 μg / mL and 13.26 μg / mL,
respectively. The stevia and water solution mixture gave a significant effect on the
refractive index parameters, percent Brix and sensory of sweetener taste. However, no
significant effect on color parametersKeywords: Stevia rebaudiana, High Performance Liquid Chromatography, adsorption,
classification.PENDAHULUAN
Menurut keputusan Menteri Industri dan Perdagangan no.115/mpp/kep/2/1998 tanggal 27 Februari 1998, gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat Indonesia. Kesembilan bahan pokok tersebut yaitu beras, gula, minyak goreng, daging, telur, susu, jagung, minyak tanah, dan garam. Konsumsi gula masyarakat Indonesia mencapai angka 5,2 juta ton per tahun (Rosyidah, 2013). Salah satu industri yang berkembang pesat di Indonesia yang menggunakan pemanis sebagai salah satu bahan bakunya adalah industri makanan dan minuman. Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan bahwa nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri industri makanan dan minuman sebesar Rp 13,93 triliun pada periode 2014 bulan Januari-September. Konsumsi pemanis akan meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk dan berkembangnya industri berbahan baku gula. Hingga saat ini Indonesia masih harus mengimpor bahan pemanis, terutama gula tebu untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Bahan pemanis terbagi menjadi dua macam, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan. Bahan pemanis alami memiliki nilai kalori tinggi dan mudah dicerna tubuh, seperti gula dari aren, bit, madu, dan kelapa. Bahan pemanis buatan/sintesis yang banyak dikonsumsi masyarakat yaitu sakarin, aspartam, siklamat, sorbitol, xylitol, sucralosa, dan acesulfame-K (Luqman, 2007). Bahan pemanis sintesis memiliki nilai kalori rendah dan sulit dicerna tubuh. Namun pemanis buatan memiliki sifat karsinogenik yang dapat memicu kanker. Sehingga perlu dikembangkan alternatif pemanis alami yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan terhadap pemanis tersebut.
Masyarakat saat ini cenderung mencari pemanis alami rendah kalori yang berkhasiat antidabetes dan aman bagi tubuh. Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai agen antidiabetes adalah tanaman Stevia rebaudiana Bert. Kandungan senyawa aktif utama dalam tanaman S. rebaudiana Bert. adalah steviosida (6-10%) dan rebaudiosida A (2-4%) (Londhe and Nanaware, 2013). Keunggulan senyawa ini adalah selain memiliki rasa manis (250-300 kali sukrosa) dan non kalori, juga memiliki aktivitas penurunan gula darah yang tinggi dan dapat memperbaiki fungsi sel β- pankreas yang rusak. Keunggulan lain steviosida adalah dapat meningkatkan jumlah dan sensitivitas insulin dan tidak menurunkan gula darah pada kadar normal serta tidak menyebabkan desensitizasi sel β-pankreas sehingga aman untuk menjaga kadar gula darah dan sangat potensial untuk terapi DM tipe 2 dalam jangka waktu lama (Kujur et al. , 2010; Gregersen et al., 2004).
H O
O H O OH OH O
O OHO
OH H O OH H C CH 3 2 H O O OH H H C 3 H O O H O Gambar 1. Struktur kimia Steviosida H O H O O O H O OH H O OH OH OHO
H O O O O H O H O OH OH OO
O H C 3 H CH 3 H CH 2 H OGambar 2. Struktur kimia rebaudiosida A Martono dkk. (2011) sudah berhasil mengkristalkan steviosida dari tanaman S.
rebaudiana Bert. Namun, proses kristalisasi masih membutuhkan peralatan dengan
biaya/cost yang tinggi. Dalam penelitian Martono dan Soetjipto (2014), minuman fungsional yang dihasilkan memiliki aktivitas penurunan gula darah sebesar 64% dan aktivitas antioksidan 57% untuk meredam radikal DPPH. Akan tetapi, penelitian tersebut masih memiliki kelemahan jika dilihat dari sisi industri yaitu minuman masih memiliki permasalahan dalam volume dan berat untuk pengangkutan produk serta stabilitasnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sediaan lain yang lebih praktis proses produksinya, penggunaannya, dan penjualannya namun memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi. Salah satu produk yang dapat dikembangkan adalah pemanis alami rendah kalori cair Stevia. Dari latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan optimasi proses produksi pemanis cair Stevia.
2. Menentukan kandungan senyawa aktif Steviosida dan Rebaudiosida A menggunakan High Performance Liquid Chromatoraphy (HPLC) dalam pemanis alami cair yang dihasilkan.
3. Menguji pengaruh sifat fisikawi (refraktometri dan %Brix) serta tingkat kemanisan secara organoleptik.
METODOLOGI Bahan
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman S. rebaudiana Bert. yang diambil dari perkebunan P.T. Java Sakti Niaga di daerah Bandungan, Jawa Tengah. Bahan kimia yang digunakan diantaranya adalah: etanol, aquades, NaOH, Asam sitrat pro analys (Merck, Germany), HCl, asetonitril (HPLC grade, Merck.
Germany ), Methanol (HPLC grade, Merck Germany). Standar baku senyawa: steviosida
dan rebaudiosida A dengan kemurnian >99% (WAKO, JAPAN).Alat
Alat yang digunakan diantaranya adalah neraca analitis dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus, TAJ602) dan 0,1 mg (Ohaus pioneer), pH meter (Hanna HI 9812), oven, cawan petri, waterbath (Memmert), rotary evaporator (Buchi R-114), spektrofotometer UV-
VIS (Shimadzu 1240), shaker (Kika Labortechnik KS501digital) soxhlet, moisture
analyzer (Ohaus MB25), ultrasonikator (Krisbow Ultrasonic cleaner DSA50-GL2-
2.5L), furnance ,refraktometer, Brix meter dan peralatan gelas laboratorium.Metode Penelitian Preparasi Sampel (Martono dan Hastuti, 2013)
Seluruh bagian tanaman S. Rebaudiana Bert. yang sudah dibersihkan dari tanah, dikeringkan dengan drying cabinet selama 24 jam pada suhu ± 50°C. Sampel yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan grinder. Sampel diayak dengan ayakan 60 mesh.
Pengukuran Kadar Air (Martono dan Hastuti, 2013)
Sampel yang sudah dihaluskan kemudian diukur kadar airnya dengan menggunakan moisture analyzer.
Ekstraksi Steviosida dan Rebaudiosida A dari Daun S. rebaudiana Bert.
Sampel diekstraksi menggunakan sonikator dengan perbandingan massa sampel:pelarut (air) sebesar 1:20 (b/v). Seberat 15,00 g sampel dilarutkan dalam 300 mL aquades kemudian diekstraksi selama 15 menit untuk masing-masing siklus pada suhu 40°C sebanyak 6 siklus. Larutan disaring dan filtratnya ditampung. Filtrat ditambahkan asam sitrat 50% hingga pH 3. Larutan disaring dan filtrat ditambahkan NaOH 0,1 M hingga pH 9. Larutan disaring kembali dan ditambahkan HCl 0,1 M hingga pH 7 (volume tertentu). Larutan dipasteurisasi pada suhu 105˚C selama 3 menit dan didinginkan. Larutan ini disebut larutan stevia.
Aktivasi Kaolin (Martono dan Hastuti, 2013)
Seberat 25 g kaolin direfluk dalam 500 mL H
2 SO
4 10 M selama 1 jam.
Kemudian larutan didekantasi. Larutan ditambah aquades dan didekantasi lagi hingga konsentrasi H
2 SO 4 menurun kemudian disaring, endapan dibilas dengan aquades berkali
kali, dioven semalam kemudian digrinder. Kaolin dikalsinasi pada suhu 600°C selama 6 jam.
Aktivasi Bentonit (Martono dan Hastuti, 2013)
Seberat 50 g bentonit dimaserasi dengan 1L HCl 10%, dipanaskan pada suhu 90°C selama 1 jam. Kemudian larutan disaring, endapan dibilas dengan aquades berkali-kali, dioven, kemudian digrinder. Bentonit dikalsinasi selama 6 jam pada suhu 600°C.
Klarifikasi larutan S. rebaudiana
Larutan stevia yang dihasilkan kemudian diadsorbsi menggunakan campuran bentonit+kaolin. Waktu kontak adsorpsi divariasi yaitu 3, 4, dan 5 jam. Berdasarkan waktu optimal klarifikasi, adsorpsi larutan S. rebaudiana dilakukan kembali dengan adsorben kaolin. Optimasi rasio kaolin yang telah diaktivasi dengan larutan S.
rebaudiana divariasi dengan konsentrasi (b/v) 5%, 10%, 15%, dan 20%. Larutan kemudian disaring, filtrat ditampung, dan adsorben dicuci dengan air panas 5 kali kemudian filtrat digenapkan pada volume tertentu.
Pengukuran Persen Klarifikasi Pigmen Larutan Stevia Menggunakan
Spektrofotometer UV-VisAbsorbansi dari larutan stevia setelah di pH dan filtrat yang sudah diadsorpsi dengan variasi konsentrasi kaolin diukur pada panjang gelombang 665 nm (pigmen hijau) dan 410 nm (pigmen kuning). Hasil pengukuran larutan kemudian dihitung persen klarifikasi larutan dengan rumus sebagi berikut :
(1) Penentuan Isoterm-sorpsi
Ekstrak Stevia yang sudah dilakukan penyesuaian pH diadsorpsi menggunakan kaolin 10% dan divariasi pengenceran yaitu tanpa pengenceran, pengenceran dua kali, tiga kali, empat kali dan lima kali. Kemudian ekstrak dimaserasi selama 3 jam dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm (pigmen kuning) dan 665 (pigmen hijau). Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persamaan Langmuir dan Freundlich dengan persamaan sebagai berikut:
Persamaan Isoterm Langmuir
(2)
Persamaan Isoterm Freundlich atau (3)
Produksi Gula Cair Stevia
Daun stevia yang telah diekstrak dengan perbandingan serbuk stevia:pelarut (air) sebesar 1:20 (b/v) disesuaikan pHnya, kemudian dilakukan adsorpsi dengan adsorben kaolin teraktivasi asam sulfat 5 M secara maserasi selama 3 jam. Larutan hasil adsorpsi disaring dan kemudian dilakukan pemekatan hingga konsentrasi 10% dari volume larutan awal. Pemekatan dilakukan dengan memanaskan larutan pada api kecil pada suhu larutan ±95°C.
Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kandungan Steviosida dan
Rebaudiosida ASampel hasil optimasi sediaan cair (ekstrak awal, stelah penyesuaian pH, setelah adsorpsi, setelah pemekatan) ditentukan kandungan Steviosida dan Rebaudiosida A dengan metode KCKT. Sejumlah 20 µL sampel diinjeksikan dalam HPLC dengan kondisi kromatografi yang digunakan adalah fase diam Eurospher C-18 (250 x 4,6 mm., 5 µm). Fase gerak A akuades:metanol (90:10, v/v) dan B adalah asetoniril dengan perbandingan 65:35 (A:B, v/v) dan ditambah larutan asam trifluoro asetat 0,1% (v/v). Kecepatan alir fase gerak adalah 0,6 mL/min. Deteksi dilakukan dengan detektor UV pada panjang gelombang 210 nm.
Uji Refraktometri
Uji refraktrometri dilakukan dengan refraktometer pada berbagai formula minuman (gula cair:air) dengan kontrol sukrosa 10%.
Uji %Brix
Uji %Brix dilakukan dengan Brix meter berbagai formula minuman (gula cair:air) dengan kontrol sukrosa 10%.
Uji Organoleptik
Uji hedonik dilakukan pada berbagai formula minuman terhadap 25 panelis. Uji dilakukan dengan 5 parameter penilaian yaitu 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka terhadap parameter rasa, aroma, warna dan keseluruhan.
Analisa Data
Data optimasi klarifikasi secara adsorpsi dianalisa dengan model isoterm sorpsi Langmuir dan Freundlich berdasarkan persen klarifikasi. Data analisa KCKT dianalisa secara deskriptif. Data parameter fisikawi dan organoleptik yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan model Simplex Lattice Design dengan peubah tak terikat yang dilakukan pada penelitian sesuai pada Tabel 1 (Karaman et al., 2010). Analisa data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 7.0.0.
- 0,0
3
Pengaruh penyesuaian pH pada hasil ekstraksi daun stevia menunjukkan hasil yang efektif dalam proses degradasi klorofi. Hasil larutan sebelum dan seteah proses adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 3.
Penjernihan larutan stevia dapat dilakukan dengan penyesuaian pH dan klarifikasi larutan dengan adsorben. Klarifikasi larutan dengan adsorben melibatkan proses adsorpsi. Proses ini akan menjerap zat warna dan kontaminan dalam larutan sehingga larutan menjadi jernih (Martono dan Hastuti, 2013).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Waktu Kontak Adsorpsi Warna merupakan salah satu faktor yang sangat mepengaruhi kualitas minuman.
2
3 1 0,8 0,1
3
3 1 0,0
3
3 0,75 0,25 0,5
3 1 0,8 0,1
2
3 0,5 0,5 0,2 0,0
3
3 0,5 0,5 0,2 0,0
2
3 0,25 0,75 0,1 0,0
2
1 0,0
Tabel 1. Tabel peubah tak terkait
Gula Cair Stevia (mL) Air (mL) Respon indeks Refraksi Respon Brix (%) Respon rasa Respon warna- 0,0
- 0,0
(a) (b) (c) Pada Gambar 3 dapat dilihat perubahan warna yang terjadi pada larutan. Pada suasana asam klorofil akan mengalami degradasi. Pada kondisi tersebut klorofil akan
2+
melepaskan Mg dan akan membentuk senyawa turunan feofitin, sehingga warna hijau larutan berubah menjadi kuning kecoklatan (Martono dan Hastuti, 2013).
Dalam penelitian dilakukan optimasi waktu kontak adsorpsi bentonit dan kaolin dan diperoleh waktu kontak optimal secara maserasi adalah 3 jam dari variasi waktu kontak 3, 4, dan 5 jam. Penentuan waktu kontak mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Martono dan Hastuti (2013). Hasil optimasi waktu kontak dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:
Gambar 4. Spektra spektroskopi UV-VIS hasil optimasi waktu kontak adsorben bentonit dan kaolin pada
kisaran panjang gelombang 200-800 nmPada penelitian lanjutan dilakukan optimasi konsentrasi adsorben dengan rasio adsorben:larutan stevia yang dilakukan berdasarkan waktu kontak optimal yang diperoleh pada penelitian sebelumnya yaitu 3 jam maserasi. Digunakan adsorben bentonit teraktivasi kaolin teraktivasi serta campuran bentonit dan kaolin teraktivasi. Efektivitas deklorofilasi untuk masing-masing adsorben disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Efektifitas deklorofilasi (%) dari perlakuan penyesuaian pH dan adsorpsi
Efektifitas deklorofilasi Efektifitas deklorofilasiRasio adsorben : λ 410 λ 665
larutan stevia Bentonit Bentonit dan
Kaolin Bentonit kaolin Bentonit dan kaolin kaolin
5% 68% 0% 59% 82% 21% 70%
10% 65% 4% 75% 95% 36% 89%
15% 62% 19% 88% 95% 42% 98%
20% 78% 41% 92% 93% 54% 97%
Berdasarkan waktu optimal klarifikasi, adsorpsi larutan S. rebaudiana dilakukan kembali dengan adsorben kaolin yang sebelumnya telah diaktivasi menggunakan asam sulfat 10 M yang direfluks selama 1 jam dan dilanjutkan furnace selama 6 jam. Proses aktivasi kaolin menggunakan asam akan menghasilkan kaolin yang memiliki sisi aktif lebih besar dan keasaman permukaan yang lebih besar, sehingga akan dihasilkan adsorben dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi sedangkan aktivasi dengan pemanasan (kalsinasi) yang dilakukan pada lempung akan menyebabkan bertambah besarnya ukuran pori dengan bentuk kristal yang lebih baik. Pemanasan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama, menyebabkan adsorben cenderung mengalami rekristalisasi sehingga menghasilkan kristal-kristal yang lebih baik dengan pori-pori yang lebih besar (Notodarmojo, 2005).
Pada Tabel 2 terlihat bahwa rasio optimum efektifitas deklorofilasi larutan yaitu dengan menggunakan adsorben campuran bentonit kaolin 20% (b/v), akan tetapi dengan pertimbangan efektivitas biaya adsorben dan aktivasinya maka dipilih adsorben kaolin dengan rasio adsorben:larutan stevia 10% (b/v), di mana pada panjang gelombang 410 nm (warna kuning) dan 665 nm (warna hijau) diperoleh efektifitas deklorofilasi 65% dan 95% secara berurutan.
Keberadaan kaolin meningkatkan kapasitas adsorpsi dimana kaolin yang teraktivasi memiliki rasio Si/Al yang lebih besar (gugus Lewis dan Bronsted), area permukaan partikel yang lebih besar dan volume pori partikel yang lebih besar yang dipengaruhi oleh pH, suhu dan waktu interaksi (Kumar dkk, 2013). Larutan hasil adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 3.
Isoterm-sorpsi
Setelah dilakukan optimasi waktu kontak yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan isotermsorpsi adsorben kaolin (teraktivasi asam sulfat berdasarkan % deklorofilasi. Hasil isoterm adsorpsi pada larutan stevia yang diadsorpsi dengan adsorben kaolin disajikan pada Gambar berikut:
Gambar 5. Kurva linearitas Langmuir pada panjang gelombang 410 nm Gambar 6. Kurva linearitas Langmuir pada panjang gelombang 665 nm
Gambar 7. Kurva linearitas Freundlich pada panjang gelombang 410 nm Gambar 8. Kurva linearitas Freundlich pada panjang gelombang 665 nm Berdasarkan pada isoterm-sorpsi, adsorpsi kaolin mengikuti model Langmuir baik pada panjang gelombang 410 nm maupun 665 nm dilihat dari nilai linearitasnya
2
2
2
(R ) = = 9569 () . Berdasarkan persamaan langmuir λ 410 nm R 9599 dan λ 665 nm R yang diperoleh, kapasitas adsorpsi kaolin yang teraktivasi asam adalah 13,1579 (mg/g) dan 6,6667 (mg/g).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa senyawa aktif steviosida dan rebaudiosida A juga teradsorpsi oleh kaolin. Data recovery desorspsi steviosida, rebaudiosida A oleh kaolin disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perhitungan recovery desorpsi menggunakan pelarut asam fosfat 0,1%, etanol 60%, dan air
panasRecovery Desorpsi Jenis pelarut Rebaudiosida A Steviosida
air 3.74% 8.45%
etanol 3.77% 63.84%
Asam fosfat 4.69% 115.11%
Pada hasil recovery desorpsi menunjukkan hasil yang rendah, sehingga untuk optimasi selanjutnya tidak dilakukan proses desorpsi. Selain karena persen recovery yang rendah juga karena penggunaan pelarut yang jika digunakan di industri nantinya tidak efisien.
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa senyawa steviosida terdesorpsi lebih besar dibandingkan rebaudiosida A. Sedangkan desorpsi rebaudiosida A hanya memberikan recovery sebesar 3,74 % untuk air; 3,77% untuk etanol; dan 4,69% untuk asam fosfat.
Analisis KCKT Kandungan Steviosida dan Rebaudiosida A
Setelah proses optimasi dilakukan analisis kandungan Steviosida dengan KCKT pada larutan Stevia, yaitu pada ekstrak awal, setelah penyesuian pH, setelah adsorpsi, setelah pemekatan, dan sebagai pembanding adalah ST1. Hasil analisis KCKT dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis KCKT
Sampel Rebaudiosida A Steviosida (µg/mL) (µg/mL)
Ekstrak Awal 3613,19 1397,66
Setelah penyesuaian pH 211,89 79,67Setelah adsorpsi 33,83 13,26
Produk pemanis cair 633,36 252,53ST1 229,69 10,13
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kandungan rebaudiosida A lebih besar daripada steviosida, hal tersebut disebabkan karena penggunaan pelarut yang digunakan adalah air yang bersifat polar. Rebaudiosida A lebih polar daripada Steviosida sehingga rebaudiosida A lebih banyak terekstrak dalam air dibanding steviosida. Profil kromatogram untuk masing-masing sampel disajikan pada Gambar 9 berikut: a b c d
gambar 9. Kromatogram (a) larutan stevia (ekstrak awal); (b) setelah penyesuaian pH; (c) setelah
adsorpsi; (d) produk pemanis cair steviaPada penelitian Afandi et al. (2013) tentang optimasi ekstraksi Rebaudiosida A dari S. rebaudiana dengan analisis High Perfomance Liquid Chromatography menunjukkan hasil total dan jumlah Rebaudiosida A yang diekstraksi menggunakan pelarut organik, air, dan campurannya menunjukkan bahwa hasil ekstrak tinggi rebaudiosida A diperoleh dari ekstraksi yang menggunakan pelarut organik polar yang mengandung gugus hidroksil, yaitu metanol, etanol, dan aseton berair. Metanol, etanol, dan air memiliki sifat kelarutan yang serupa karena mengandung gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik.
Pada penelitian ini kandungan Rebaudisida A lebih dipertahankan, karena Rebaudiosida A memiliki rasa yang lebih manis dan tidak memiliki after taste pahit seperti steviosida. Oleh karena itu, untuk produksi gula cair maka kandungan Rebaudiosida A lebih dipertahankan.
Ekstraksi Rebaudiosida A juga dipengaruhi oleh kondisi suhu. Efek suhu pada ekstraksi bersifat ganda. Temperatur yang lebih tinggi dapat mempercepat aliran pelarut dan dengan demikian meningkatkan Rebaudiosida A. Suhu yang lebih tinggi juga dapat menurunkan kerapatan cairan yang dapat mengurangi efisiensi ekstraksi (Guo-Qing et
al ., 2005). Suhu juga mempengaruhi kemurnian rebaudiosida A yang ditemukan dalam
ekstrak. Kemurnian rebaudiosida A optimum pada suhu 40°C namun mulai menurun seiring kenaikan suhu karena pada suhu yang lebih tinggi, senyawa yang tidak diinginkan lainnya diekstraksi (Afandi dkk, 2013).
Uji fisikawi (refraktrometri dan brix) serta Uji Organoleptik
Hasil dari pengujian ini dianalisa dengan Simplex Lattice Design untuk mengetahui respon masing-masing uji. Persamaan polinomial orde dua pada penelitian ini berdasarkan persamaan matematis berikut ini, yaitu:
Hasil analisis sidik ragam dari Simplex Lattice Design untuk respon hasil refrektometri dari gula cair stevia terhadap air disajikan pada Tabel 5 (Lampiran) dan
Gambar 10. Component Coding: Actual Design-Expert® Software refraktro X1 = A: stevia X2 = B: air Design Points 95% PI Bands 95% CI Bands 1.5 1 Two Component Mix ro kt re fra -0.5 0.5 2
2 A: stevia B: air
1 0.75 0.25 0.5 0.5 0.25 0.75 1 Gambar 10. Refraktogram dari respon gula cair stevia terhadap air Persamaan polinomial Simpex Lattice Design untuk respon indeks refraksi adalah sebagai berikut :
Y = 0,817647X 1 + 0,284314X
2
1.
X 2 (5)
- – 1,38039 X
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa respon indeks refraksi menunjukkan hasil yang signifikan terhadap semua formulasi gula cair stevia dan air. Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi gula cair stevia yang ditambahkan, semakin besar pula indeks refraksinya. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan laju cahaya ketika melewati larutan gula. Cahaya yang melewati suatu materi akan mengalami interaksi dengan molekul-molekul dan atom-atom dari materi tersebut (Eko dkk., 2010).
Hasil analisis sidik ragam dari Simplex Lattice Design untuk respon hasil Brix dari gula cair stevia terhadap air disajikan pada Tabel 6 (Lampiran) dan Gambar 11. Persamaan polinomial Simplex Lattice Design untuk respon brix adalah berikut :
Y = 0,093464X 1 + 0,004575X
2
1 .X
2 (6). Design-Expert® Software Component Coding: Actual X1 = A: stevia X2 = B: air brix (%) 95% PI Bands 95% CI Bands Design Points – 0,21961X 0.15 0.1 Two Component Mix 2 ) br ix (% -0.050.05 -0.1 2 2 A: stevia B: air 1 0.25 0.75 0.5 0.5 0.25 0.75 1 Gambar 11. Brix dari respon gula cair stevia terhadap air
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa respon Brix menunjukkan hasil yang signifikan terhadap semua formulasi gula cair stevia dan air. Akan tetapi untuk kesesuaian model (lake of fit) tidak memberikan informasi apapun atau dapat dikatakan model analisis yang digunakan kurang sesuai. Pada Gambar 11 terlihat semakin banyak konsentrasi gula cair yang yang ditembahkan maka %brix yang diperoleh juga semakin tinggi.
Hasil analisis varian dari Simplex Lattice Design untuk respon hasil organoleptik untuk warna dan rasa dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8 (Lampiran), Gambar 12, dan
Gambar 13. Persamaan polinomial Simplex Lattice Design untuk respon warna adalah
berikut :
Y = 3 (7) Component Coding: Actual X1 = A: stevia warna Design-Expert® Software X2 = B: air Design Points 3.005 3.01 Two Component Mix W arning! Factor not in model. rn a wa A: stevia 2.995 B: air 2.99 3 2 1 0.75 0.25 2 0.5 0.5 0.75 0.25 2 1 Gambar 12. Warna dari respon gula cair stevia terhadap air
Sedangkan persamaan polinomial Simplex Lattice Design untuk respon rasa adalah berikut :
(8) Y = 3,180556X 1 + 2,069444X Design-Expert® Software Component Coding: Actual rasa X1 = A: stevia X2 = B: air 95% PI Bands 95% CI Bands Design Points
2 3.5 3 4 Two Component Mix 2 2 ra sa A: stevia 1.5 2.5 1 2
2
0.25 0.5 0.75 1 B: air1
0.75 0.5 0.25 Gambar 13. Rasa dari respon gula cair stevia terhadap air Warna merupakan salah satu faktor yang sangat mepengaruhi kualitas minuman.Penjernihan larutan stevia dapat dilakukan dengan penyesuaian pH dan klarifikasi larutan dengan adsorben. Klarifikasi larutan dengan adsorben melibatkan proses adsorpsi. Proses ini akan menjerap zat warna dan kontaminan dalam larutan sehingga larutan menjadi jernih (Martono dan Hastuti, 2013).
Berdasarkan uji organoleptik dari parameter warna yang dianalisis dengan
Simplex Lattice Design menunjukkan hasil yang tidak berbeda antar formula yang diuji.
Hal tersebut menunjukkan dari semua formulasi untuk parameter warna tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis. Sedangkan untuk respon rasa dari hasil analisis sidik ragam dengan Simplex Lattice Design menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap semua formulasi gula cair stevia dan air. Pada Gambar 13 dapat dilihat formulasi rasa yang disukai yaitu pada formulasi gula cair stevia dan air 1:0;0,75:0,25;dan 0,5:0,5. Hal ini menunjukkan bahwa rasa berpengaruh terhadap kesukaan panelis.
KESIMPULAN
1. Produksi minuman cair Stevia optimal pada penggunaan adsorben kaolin secara maserasi selama 3 jam dengan perbandingan adsorben:larutan Stevia sebesar 10% (b/v).
2. Kandungan Rebaudiosida A dan Steviosida dalam pemanis cair Stevia berturut- turut sebesar 33,83 µg/mL dan 13,26 µg/mL .
3. Campuran larutan stevia dan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter indeks refraksi, %brix dan rasa pemanis cair yang dihasilkan. Namun, tidak berpengaruh nyata terhadap parameter warna.
Ucapan terimakasih diberikan kepada Kementerian RistekDikti Indonesia yang membiayai penelitian ini melalui hibah Penelitian Produk Terapan tahun 2017.
Afandi, Asrul., Shazani Saruan., dan Ranajit Kumar Shaha. 2013. Optimization Of Rebaudioside A Extraction From Stevia rebaudiana (Bertoni) and Quantification by High Perfomance Liquid Chromatography Analysis. Journal Of Tropical
Resources and Sustainable Science , vol.1, No. 1, hal 62-70. ISSN: 2289-3946.
Eko, Hidayanto.,Rofiq, Abdul.,Hari Sugito. 2010. Aplikasi Portable Brix Meter untuk Pengukuran Indeks Bias. Jurnal Berkala Fisika, vol. 13, No. 4,hal 113-118.
ISBN: 1410 – 9662. Gregersen, S., Jeppesen, P.B., Holst, J.J., and Hermansen, K. 2004. Antihyperglycemic
Effects of Stevioside in Type 2 Diabetic Subjects. Metabolism, 53: 73-76..
Guo-Qing, H., Hao-Ping, X., Qi-He, C., Ruan, H., Zhao-Yue, W. and Traore, L. (2005).
Optimization of conditions for supercritical fluid extraction of flavonoids from hops (Humulus lupulus L.). Journal of Zhejiang University. SCI 6B(10): 999- 1004. Karaman, S., MT Yilmaz and A Kayacier. 2010. Simplex lattice mixture design approach on the rheological behavior of glucomannan based salep-honey drink mixtures: An optimization study based on the sensory properties. Food Hydrocolloids 25(2011), 1319-1326. Kujur, R.S., Singh, V., Ram, M., Yadava, H.K., Singh, K.K., Kumari, S., et al. 2010.
Antidiabetic Activity and Phytochemical Screening of Crude Extract of Stevia
- – Rebaudiana in Alloxan-induced Diabetiis Rats. Pharmacognosy Journal, 2: 27 32.
Kumar, S., Panda, A.K., and Singh, R. K. 2013. Preparation and Characterization of Acids and Alkali Treated Kaolin Clay. Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis, 8; 61-69. doi:10.9767/bcrec.8.1.4530.61-69.
Londhe, S. V. And Nanaware, S.M. 2013. HPLC Method for Simultaneous Analysis of Stevioside and Rebaudioside-A in Stevia rebaudiana, Journal of AOAC International ,96:24-26.
Luqman B., 2007. Pembuatan Gula non Karsinogenik Non Kalori Dari Daun Stevia.
Tesis, Semarang: Universitas Dipenogoro.
Martono, Y dan Hastuti, K.A.K.H. 2013. Optimization Of Production Process Stevia Beverages With Antidiabetic Activity. Proceeding The 2nd International Conference of the Indonesian Chemical Society 2013 , October, 22-23th 2013.
ISBN: 978-979-96595-4-5. Martono, Y., Hartati Soetjipto., Hana Arini, P. 2014. Optimasi Pembuatan Sirup Stevia dari Stevia Rebaudiana (Bert.) Secara Fermentasi. Salatiga: Universitas Kristn
Satya Wacana. Martono, Y., Rini, D., dan Arifah, S. 2011. Optimalisasi Teknologi Proses Kristalisasi
Steviosida dari Stevia rebaudiana (Bert.) Sebagai Pemanis Alami Rendah Kalori Pengganti Gula. Laporan Hibah Bersaing Tahun 2011. DIKTI; Indonesia. Notodarmojo. 2005. Pencemaran Tanah dan Air. Bandung : ITB Bandung. Rosyidah, 2013. Pemberdayan Petani Tebu sebagai Upaya Pabrik Gula dalam
Meningkatkan Ekonomi Daerah. http://sosbud.kompasiana.com/2013/03/25/- pemberdayaan-petani-tebu-sebagai-upaya-pabrik-gula-dalam-meningkatkan- ekonomidaerah 540074.html, diakses 20 September 2013.