Makalah Implementasi Kurikulum PAI. docx

IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA
SEKOLAH/MADRASAH DAN PERMASALAHANNYA
Oleh
Ahmad Roip Saepullah
I.

Pendahuluan
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Bab II Pasal 3 dinyatakan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka

mencerdaskan

kehidupan

bangsa,

bertujuan


untuk

berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. 1
Tujuan pendidikan yang bersifat umum itu kemudian dirumuskan ke
dalam tujuan yang lebih khusus yakni tujuan institusional dan tujuan
kurikuler yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran.
Salah satu kelompok mata pelajaran yang ada dalam muatan
kurikulum 2006, adalah kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, yang memiliki tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. 2
Diketahui bahwa agama (Islam) dan pendidikan adalah dua hal
yang satu sama lain saling berhubungan. Melalui agama, manusia
diarahkan menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai ajaran
1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3.
2 Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


1

2

Islam. Proses pengembangannya adalah melalui pendidikan. Karena
dengan pendidikan orang akan menjadi lebih dewasa dan lebih mampu
baik dari segi kecerdasannya maupun sikap mentalnya. Agama
dimaksudkan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya,
dengan pertama-tama mengarahkan siswa menjadi "manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa".3
Di samping itu juga, agama memberikan tuntunan yang jelas kepada
manusia, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus
dikerjakan dan mana pula yang harus ditinggalkan, mana yang
menguntungkan dan mana yang merugikan.
Harapan yang paling fundamental dengan adanya pendidikan
Agama Islam di sekolah/madrasah adalah diharapkan lahirnya sosoksosok yang benar-benar mampu memahami substansi agama itu
sendiri sekaligus dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan
dengan indikasi prilaku dan kesalehan yang nyata.
Kenyataannya, pendidikan Agama Islam di sekolah atau madarasah
masih dianggap kurang memberikan kontribusi kearah tersebut. Menurut

Muhaimin, menyoroti kegiatan Pendidikan Agama Islam yang selama ini
berlangsung di sekolah, antara lain; Pendidikan Agama Islam selama ini
lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis; Pembelajaran
pendidikan

agama

Islam

yang

selama

ini

berlangsung

kurang

memperhatikan persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama

yang

bersifat

kognitif

menjadi

"makna"

dan "nilai" yang perlu

diinternalisasikan dalam diri siswa, untuk selanjutnya menjadi sumber
minat bagi siswa untuk bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkret
-agamis dalam kehidupan praksis sehari-hari; Isu kenakalan remaja,
tauran, tindak kekerasan, kriminalitas, dan sebagainya, sekalipun tidak
3 M. Dawam Raharjo, , Islam dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002)
h.85.

3


sepenuhnya secara langsung terkait dengan metodologi pendidikan
agama yang selama ini berlangsung secara konvensional dan tradisional
merupakan bukti kurang tepatnya sasaran pendidikan Agama Islam. 4
Munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan ini,
walaupun bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pendidikan Agama
Islam, namun kenyataannya pendidikan Agama Islam memeganng
peranan dalam pembentukan kepribadian peserta didik. Permasalahannya
adalah bagaimana mengimplementasikan Pendidikan Agama Islam
sebagai bagian dari kurikulum secara nyata sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan pada sekolah atau madrasah. Implementasi dari kurikulum
ini adalah melalui proses pembelajaran.
Menurut Soedijarto, pada umumnya tujuan pendidikan yang telah
dijabarkan dan demikian ideal itu, selama ini tidak pernah dengan sunguhsungguh diterjemahkan secara operasional (diimpelementasikan). 5 Salah
satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses
pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang

diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara
teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.
Berdasarkkan uraian di atas, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai persoalan implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam
dalam hal pembelajaran.
4 Muhaimin, et. Al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) h.90.
5 Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta: Kompas, 2008) h.118.

4

II.

Pembahasan
A. Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dan peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 menetapkan Pengertian kurikulum
sebagai "Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu",6 dengan kata lain Kurikulum adalah seperangkat
rencana pengajaran yang digunakan guru sebagai pedoman dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Hilda Taba, bahwa :
“ A curriculum is a plan for learning: therefore, what is known about the
learning process and depelopment of the individual has bearing on the
shaping of a curriculum”.7 Kurikulum merupakan rencana untuk belajar
yang diwujudkan dalam proses pembelajaran.
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang
berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.
Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirosah) dalam kamus
Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan
acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan.8
Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program
pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang
studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu


6 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat 13
7 Hilda Taba, Curriculum Development : Theory and Practice. (New York: Harcourt, Brace & World,
Inc. 1962)
8 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2012) h.34.

5

yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat
meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di
sekolah tetapi juga di luar sekolah.
Jika diaplikasikan dalam pendidikan Agama Islam, maka kurikulum
berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk
membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan agama
Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Dalam hal ini proses pendidikan agama Islam bukanlah suatu proses yang
dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada
konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah
tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan agama Islam.

Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri dari beberapa komponen
yang saling terkait dan terintegrasi. Terkait dengan komponen-komponen
tersebut Ralph W. Tayler menyajikannya dalam bentuk pertanyaanpertanyaan yang mendasar 9:
1. What educational purpose should the school seek to attain?
2. What educational experiences can be provide that are likely to
attain these purpose?
3. How can these educational experiences be effectively organized?
4. How can we determine wheter these purpose are being attained?
Pertanyaan pertama pada hakikatnya sebagai landasan penentuan
arah dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran (al-ahdaf alTa’limiyah), Pertanyaan kedua berkenaan dengan materi pembelajaran
yang akan diberikan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan (almuhtawa), pertanyaan ketiga adalah bagaimana strategi atau metode yang
9 Ralph W. Tyler, Basic Principles Of Curriculum And Instruction, (Chicago & London; The University Of
Chicago Press, 1949) h.1.

6

digunakan untuk menyampaikan materi yang telah dikembangkan (turuqu
tadris wawasailihi), dan pertanyaan keempat berkenaan dengan evaluasi
atau penilaian (al-taqwim), terkait pertimbangan dalam menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan.

Tujuan Pendidikan Agama Islam secara umum sebagai penjabaran
dari tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan nasional adalah
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, melalui pemberian
dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengamalan peserta
didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang keimanan dan ketaqwaannya.
Adapun ruang lingkup Pendidikan Agama Islam di sekolah memuat
materi al-Quran dan Hadis, Aqidah/Tauhid, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI). Ruang lingkup tersebut menggambarkan materi
pendidikan agama yang mencakup perwujudan keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri,
sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya (hablum
minallah, hablum minannas wahablum minal ’alam). Dalam penyampaian
materi pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan strategi
dan metode yang tepat, umumnya strategi dan metode yang digunakan
oleh guru PAI sama dengan strategi atau metode pada mata pelajaran
lainnya. Terakhir untuk mengukur sejauh mana ketercapaian tujuan yang
telah ditetapkan dilakukan evaluasi, baik melalui formatif maupun sumatif.
Ada beberapa karakteristik kurikulum pendidikan Agama Islam di

antaranya; memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan
fitrah manusia; harus mewujudkan tujuan pendidikan Agama Islam; harus
realistis dan tidak bertentangan dengan niali-nilai Islam; harus

7

memperhatikan aspek pendidikan prilaku yang bersifat aktivitas
langsung.10
B. Implementasi Kurikulum PAI dalam Pembelajaran
Menurut Oemar Hamalik, mengatakan bahwa implementasi kurikulum
mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program,
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Pengembangan program
mencakup program pembelajaran, program bimbingan dan konseling atau
remedial. Pelaksanaan pembelajaran meliputi proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku
yang lebih baik. Sementara evaluasi adalah proses penilaian yang
dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum.11
Salah satu bentuk implementasi kurikulum adalah pelaksanaan
pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada program
pembelajaran yang disusun oleh guru, di antaranya dalam bentuk
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Komponen RPP harus
mencakup perencanaan seluruh kegiatan pelaksanaan pembelajaran
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen semua
pihak yang terlibat, seperti dukungan kepala sekolah, guru dan dukungan
internal dalam kelas. Peran guru dalam implementasi kurikulum di sekolah
sangat menentukan sekali. Bagaimanapun baiknya sarana dan prasarana
pendidikan, jika guru tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka
impelementasi kurikulum tidak akan berhasil secara maksimal.

10 Abdul Majid, op.cit, hh.45-46.
11 H. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2009), h.238.

8

Sejak tahun 2006 Sistem Pendidikan Nasional menggunakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Secara umum KTSP
memiliki beberapa kelebihan, di antaranya memberikan keleluasan kepada
Stake holder sekolah/madrasah untuk meningkatkakan kreativitasnya,
termasuk guru. Keleluasan tersebut tentunya memberikan peluang bagi
guru untuk menciptakakan proses pembelajaran yang lebih menarik.
Peluang ini belum sepenuhnya dimanfaatkan guru. Guru masih terjebak
dalam keasyikan menggunakan metode lama, salah satu yang paling
populer adalah metode ceramah.
Hal ini tentunya berimplikasi terhadap proses pembelajaran yang
monoton dan cenderung kurang menarik, karena bersifat teoritis dan tidak
menyentuh aspek pembentukan pribadi dan akhlak.
Demikian pula dengan pendekatan pembelajaran yang lebih
menekankan pada penguasaan apek kognitif seperti hapalan dan
pengetahuan. Sementara afektif dan psikomotorik siswa jarang tersentuh,
akibatnya pembelajaran jadi kurang bermakna. Padahal agama adalah
akhlak yang berkaitan dengan sikap, perkataan, dan prilaku keseharian.
Selain itu, sebagian guru agama masih terpaku pada ketuntasan
kurikulum. Sehingga beranggapan, bahwa pembelajaran dianggap sukses
jika target kurikulum tercapai. Oleh karena itu tidak heran jika selama ini
pembelajaran hanya sebatas pengajaran bukan pendidikan, sebatas
transfer of knowledge belum menyentuh transfer of value.
Faktor lain yang menjadi kendala dalam implementasi kurikulum
Pendidikan Agama Islam adalah keterbatasan waktu pelaksanaan
pembelajaran terutama di sekolah umum yang hanya diberikan dua jam

9

pelajaran dalam satu minggu. Dengan muatan pelajaran yang banyak,
tentunya tidak cukup untuk menyampaikan materi yang sangat kompleks.
Kondisi lainnya adalah adanya paradigma dikotomis, aspek
kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinya
adalah dikotomi atau diskrit, sehingga dikenal ada istilah pendidikan
agama dan pendidikan umum. Karena itu, pengembangan pendidikan
agama Islam hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah
dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah
dengan kehidupan jasmani. Pendidikan (agama) Islam hanya mengurusi
persoalan ritual dan spiritual, sementara kehidupan ekonomi, politik, senibudaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan sebagainya
dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan
non agama.
Kondisi di atas tentu saja menjadikan pendidikan Agama Islam
menjadi tidak maksimal dan wajar jika belum bisa membentuk pribadi
siswa yang berakhlak mulia. Hal ini tentu harus disadari semua pihak,
terutama guru sebagai pemeran utama dalam implementasi kurikulum.

C. Pendekatan Dalam Implementasi Kurikulum PAI
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam implementasi kurikulum
PAI, dapat digunakan dua model pendekatan, yaitu pendekatan makro dan
mikro.12
Pendekatan makro, model pendekatan makro berupaya untuk
menghadirkan proses pembelajaran pendidikan Agama Islam yang dapat
12 Mujtahid, Pendekatan Penerapan Kurikulum PAI, makalah (Jurnal UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2011)

10

memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif semua pihak, baik
sekolah maupun madrasah. Langkah-langkah yang harus ditempuh
sebagai berikut:
1. Merancang program pembelajaran yang unggul
Program pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip,
strategi dan tujuan implementasi kurikulum. Melalui pembelajaran yang
unggul, pelaksanaan pendidikan Agama Islam akan tampak sebagai
nilai plus guna melahirkan lulusan memilki karakter islami yang tangguh.
Pendidikan agama Islam dilaksanakan dengan model-model
pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh
peserta didik.
2. Merumuskan kembali tujuan kurikulum PAI
Untuk mencapai kualitas penerapan kurikulum yang unggul, dibutuhkan
mindset baru yang memandang PAI memiliki cakupan yang luas
meliputi semua aspek kehidupan manusia. Formulasi dapat dituangkan
dalam kontent dan tujuan di sekolah.
3. Menciptakan sumber belajar unggul
Sumber belajar dapat memanfaatkan lingkungan, fenomena dan
kejadian alam atau sosial yang nyata dan kontekstual sebagai meteri
pendidikan Agama Islam. Dengan memanfaatkan konteks dan
fenomena yang nyata, siswa dapat dengan mudah mengaplikasikan
pengetahuannya secara nyata dalam kehidupan.
Pendekatan Mikro, yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis
yang memperhatikan situasi dan kondisi sumber daya dukung lembaga

11

pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar tujuan
implementasi kurikulum pendidikan Agama Islam di sekolah atau
madrasah dapat tercapai secara terukur dan berhasil secara maksimal.
Pendekatan ini meliputi pengembangan materi, peran guru dan siswa
dalam interaksi pembelajaran.
D. Proses Pembelajaran Yang Bermakna
Secara normatif pendidikan Agama Islam menciptakan sistem makna
untuk mengarahkan prilaku kesalehan dalam kehidupan manusia.
Pendidikan Agama harus mampu memenuhi kebutuhan dasar, yaitu
kebutuhan memenuhi tujuan agama yaitu memberikan kontribusi terhadap
terwujudnnya kehidupan religiusitas.
Hal yang harus diperhatikan adalah asumsi terhadap siswa. Siswa
merupakan input utama dalam pembelajaran. Siswa merupakan elemen
yang memiliki potensi yang bisa mengarah pada realitas negatif maupun
positif. Pembelajaran harus mengarahkan siswa kearah terwujudnya sikap
dan prilaku siswa yang positif. Dalam konteks ini, pembelajaran harus
mampu menjawab, memberikan dan menyelesaikan problematika siswa.
Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dinyatakan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai
dengan minat, bakat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik”.13 Artinya pembelajaran harus dikemas dengan sedemikian rupa
agar tercipta pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.
13 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Stndar Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1.

12

Untuk memperoleh gambaran proses pembelajaran yang bermakna,
Philip Phenix mengidentifikasikan enam wilayah yang bermakna untuk
menjadikan peserta didik memahami dunia yang sesungguhnya. Ke-enam
wilayah makna tersebut yaitu : symbolics, empirics, esthetics, synnoetics,
ethics dan synoptics.
Salah satu wilayah tersebut adalah synoptics “The sixth realm,
synoptics refers to meanings that are comprehensively integrative. It
include history, religion, and philosophy. Theses discipline combine
empirical, ethic and synnoethic meanings into coherent whole”. 14
Agama merupakan wilayah synoptics, dimana dalam disiplin tersebut
adanya proses pembelajaran yang mengedepankan etika dan pengalaman
keberagamaan.
Selanjutnya bahwa untuk mengimplementasikan kurikulum
pendidikan yang baik harus memperhatikan empat pilar belajar menurut
Unesco, yaitu Learning to know, Learning to do, Learning to live together,
dan Learning to be15. Keempat pilar itu menyangkut proses bagaimana
peserta didik memperoleh kemampuan belajar; melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir; melatih dan mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah; dan pusat pembudayaan nilai, sikap
dan kemampuan.
Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran
sesuai tujuan yang ditetapkan diperlukan pembelajaran yang efektif dan
bermakna, sebab selama ini proses pembelajaran dirasakan belum
memiliki makna yang berarti kepada peserta didik.
14 Philip Phenix, The Realms Of Meaning: A Philosophy of the Curriculum For General Education (New
York, , Mc. Graw Hill Book co. 1964) h. 7
15 Soedijarto, loc.cit, h.130.

13

Ada beberapa metode dan strategi pembelajaran yang bisa
diterapkan dalam proses pembelajaran Agama Islam di sekolah atau
madarasah di antaranya :
1. Student Centered Instruction, yaitu pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik, seperti diskusi dalam berbagai variasi, demonstrasi dan
games. Dituntut peran aktif siswa, dan guru sebagai fasilitator
2. Collaborative Learning, yaitu pembelajaran aktif dimana siswa dan
guru berkolaborasi atau dengan warga sekolah lainnya.
3. Cooperative learning, yaitu proses pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik terlibat langsung dalam
pembelajaran secara berkelompok dalam mengerjakan tugas yang
diberikan guru.
4. Self discovery learning, yaitu belajar melalui penemuan mereka
sendiri, melalui observasi dan pengamatan terhadap masalah yang
harus mereka pecahkan.
5. Quantum learning, yaitu strategi pembelajaran yang melibatkan
seluruh komponen diri siswa, dengan pendekatan individu dan
kelompok.
6. Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu strategi yang
digunakan untuk untuk membantu peserta didik untuk memahami
makna dan materi pelajaran dengan mengaitkan mata pelajaran
tersebut dengan konteks kehidupan mereka.
Selain dengan pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran
yang tepat dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagai
implementasi kurikulum PAI, ada beberapa hal terkait dengan

14

implementasi tersebut. Pertama, keteladanan, merupakan upaya konkrit
dalam menanamkan nilai-nilai luhur pendidikan Agama Islam kepada
peserta didik. Secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja
yang baik, tetapi juga yang tidak baik. Prilaku yang ditiru siswa akan terus
melekat sehingga akan menjadi karakter dalam dirinya. Mengingat
pentingnya keteladanan, maka menurut Zakiah Darajat menyebutkan
untuk menjadi seorang guru harus memenuhi syarat: bertakwa kepada
Allah, berilmu, sehat jasmani dan rohani, dan berkelakuan baik. Guru
harus menjadi tauladan bagi siswa dan lingkungannya. 16
Kedua, tugas pendidikan Agama Islam, bukanlah sepenuhnya
tanggung jawab sekolah/madrasah dalam hal ini guru Agama Islam, akan
tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat.
Tidak sedikit anak yang mendapat pendidikan Agama Islam yang baik di
sekolah, tetapi karena di rumah atau lingkungannya tidak pernah
ditanamkan nilai-nilai religiusitas yang baik, maka anak tersebut menjadi
rusak. Oleh karena itu peranan keluarga dan masyarakat terhadap
penanaman nilai-nilai pendidikan Agama Islam terhadap anak sangat
dibutuhkan.
Ketiga, pentingnya evaluasi, evaluasi bukan hanya dilakukan di
sekolah/madrasah secara formal baik formatif maupun sumatif. Lebih dari
itu, evaluasi yang dilakukan oleh lingkungan sosial masyarakat sangatlah
penting. Jika di sekolah siswa dinilai lebih pada nilai akademis, namun di
masyarakat, siswa dinilai akan kesalehan pribadinya yang tercermin dari
sikap dan prilakunya (akhlaq).
III.

Penutup
Berdasarkan uraian di atas, sebagai penutup dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:

16 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000)hh. 41-44

15

1. Kurikulum Pendidikan Agama Islam selanjutnya dijabarkan sebagai
pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta
didik ke arah tujuan pendidikan agama Islam, dan tujuan Pendidikan
Nasional secara umum melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan sikap secara sistematis.
2. Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, diwujudkan dalam
bentuk proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan
selama ini masih menemui banyak kendala, di antaranya guru masih
menggunakan strategi dan metode yang konvensional, sehingga
pembelajaran terkesan monoton, dan kurang bermakna.
3. Beberapa pendekatan agar implementasi kurikulum menjadi maksimal,
dapat diterakan di anataranya dengan pendekatan makro dan mikro
dengan melibatkan seluruh stake holder sekolah atau madrasah.
4. Dalam pembelajaran sebagai implementasi kurikulum PAI, agar lebih
bermakna dapat diterapkan berbagai strategi dan pendekatan yang
lebih berpusat pada siswa seperti strategi , Quantum learning, dan
Contextual Teaching and Learning (CTL).
5. Tugas pendikan Agama Islam untuk membentuk peserta didik yang
beriman dan bertaqwa, serta berakhlak mulia bukan hanya menjadi
tanggung jawab guru PAI di sekolah/madrasah, tetapi juga komponen
sekolah/madrasah lainnya termasuk keluarga dan lingkungan.
IV.

Daftar Pustaka

Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya, 2009.

16

Majid, Abdul, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Muhaimin, et. Al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2002.
Mujtahid, “Pendekatan Penerapan Kurikulum PAI”, makalah, Jurnal UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011.
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Phenix, Philip, The Realms Of Meaning: A Philosophy of the Curriculum
For General Education, New York: Mc. Graw Hill Book co. 1964.
Raharjo, M. Dawam, Islam dan Transformasi Budaya, Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 2002.
Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta:
Kompas, 2008.
Taba, Hilda, Curriculum Development : Theory and Practice. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc. 1962.
Tyler, Ralph W., Basic Principles Of Curriculum And Instruction, Chicago &
London: The University Of Chicago Press, 1949.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3.