KAJIAN MITIGASI BENCANA PUTING BELIUNG P

KAJIAN MITIGASI BENCANA PUTING BELIUNG
PADA GEDUNG BIOSAINS UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MENGGUNAKAN METODE CAMPUS WATCHING

DISUSUN OLEH
HERMAWAN MEIDY KURNIANTO
(NIM 166150102111004)

TUGAS MATA KULUAH
ANALISA RESIKO KEBENCANAAN

DOSEN PENGAMPU
SUKIR MARYANTO, Ph.D

PROGRAM MAGISTER
PENGELOLAAN SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Kondisi tersebut sangat berpotensi
sekaligus rawan bencana (BPBD web site).
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas
dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup
ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan
batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi
tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk
bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor,
kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan
meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah
dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi
(banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak
daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir
bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya.
Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa
dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan

dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu
pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan
hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke
tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan
sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering
menyebabkan peningkatan risiko bencana.
Maka dari itu untuk mereduksi besarnya risiko kerugian yang dialami,
diperlukanlah suatu langkah yang strategis dan taktis yang dilakukan baik sebelum
bencana, saat bencana serta setelah bencana untuk mengupayakan sekecil mungkin
kerugian yang didapat akibat bencana. Pengertian di atas sesuai dengan yang
disebutlakan dalam Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraaan
Penanggulangan Bencana. Dala pasal tersebut disebutkan bahwa Mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik
mauupn penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari makalah ini antara lain :
1. Bagaimanakah identifikasi resiko puting beliung di gedung Biosains-UB.
2. Bagaimanakah upaya mitigasi structural terhadap resiko terjadinya puting
beliung di gedung Biosains-UB.
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah

Tujuan penyusunan makalah ini antara lain :
1. Melakukan identifikasi gedung terhadap resiko terjadinya bencana puting
beliung di gedung Biosains-UB.
2. Merumuskan upaya mitigasi yang dapat dilakukan dari pembangunan gedung
Biosains_UB terhadap resiko terjadinya puting beliung di gedung Biosains-UB
tersebut.

2. KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Bencana
Bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam/nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Dalam menghitung resiko bencana di suatu wilayah dapat menggunakan
hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan adaptasi, yang
dituliskan dengan persamaan berikut :
(

)


Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko
daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan
masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko
yang dihadapinya. Maka dalam hal ini upaya mengurangi resiko bencana dapat
dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam beradaptasi terhadap
lingkungan, selain mengurangi resiko dengan meningkatkan kapasitas adaptive,
langkah mitigasi juga sebagai salah satu upaya dalam pengurangan resiko bencana,
pada umumnya langkah ini dilakukan pada tahapan pra-bencana sehingga peringatan
dini selalu tersedia bagi pemanfaat dan masyarakat luas.
2.2. Mitigasi dan Pengurangan Resiko Bencana
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 mitigasi
didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Pembangunan fisik dalam hal ini dapat diartikan sebagai upaya
merancang bangunan baru, merenovasi atau merehabilitasi atau memperkuat atau
menganti/membangun ulang bangunan (renovation, rehabilitation and reconstruction).
Sedangkan penyadaran dan peningkatan kemampuan dapat diartikan sebagai upaya
memberi pemahaman kepada masyarakat atas keamanan bangunan yang sedang
digunakan dan prosedur yang harus dilaksanakan apabila bangunan itu mengalami

ancaman bencana (Priyosulistyo, 2011).
Pengurangan risiko bencana menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) adalah upaya sistematis untuk mengembangkan dan menerapkan
kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa atau
rusaknya asset akibat bencana, baik melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan,
peningkatan kesiapsiagaan) ataupun upaya mengurangi kerentanan (fisik, material,
social, kelembagaan dan prilaku/sikap).
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, risiko
bencana, melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana, langkah mitigasi yang telah ditentukan menjadi
persiapan mendasar untuk tahap tanggap darurat pada saat bencana terjadi. Tanggap
darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
segera pada saat kejadian menangani dampak buruk meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana

Sedangkan mitigasi structural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan
(vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan
bencana, rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah
memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

Mitigasi Struktural dibagi menjadi 2 daam proses analisis karakter bencana :
 Skala Mikro ; mitigasi structural untuk skala mikro adalah tindakan pendeskripsian
karakteristik aksi bencana yang meliputi pola serangan bencana dan besarnya daya
rusak bencana, skala mikro dibagi menjadi beberapa aksi diantaranya ; formulasi
aksi bencana, kodefikasi structural dan infrastruktur bangunan pelindung
 Skala Makro ; mencakup tindakan-tindakan teknis untuk mendukung analisa resiko
suatu wilayah terhadap berbagai bencana, serta tindakan-tindakan hukum yang
berkaitan dengan dengan enforcing implementasi pedoman-pedoman pembuatan
bangunan tahan bencana dan bangunan perlindungan terhadap bencana. Mitigasi
structural untuk skala makro dibagi menjadi beberapa aksi diantaranya ; zonasi
skala bencana, peraturan desain bangunan dan jumlah unit bangunan
2.3 Resiko Bencana Putting Beliung
Angin puting beliung adalah badai besar di laut tropis dan sub tropis, dengan
kecepatan lebih dari 60 km/jam. Durasi terjadinya umumnya berkisar antara 5-10 menit.
Angin ini datang secara tiba-tiba serta berkekuatan hingga 30 – 40 knot Angin ini
berasal dari awan yang bergumpal, berwarna abu-abu gelap dan menjulang tinggi.
Dalam ilmu meteorologi awan ini biasa disebut Cumulonimbus (Cb). Awan ini berpotensi
besar menyebabkan hujan di suatu wilayah . Namun, walaupun demikian awan ini
belum tentu menyebabkan angin kencang ataupun puting beliung. Puting beliung dapat
terjadi dimana saja, di darat maupun di laut dan jika terjadi di laut durasinya lebih lama

daripada di darat. Angin ini umumnya terjadi pada siang atau sore hari, terkadang pada
malam hari dan lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba).
Pada musim pancaroba itulah, angin selalu berubah arah karena perbedaan pola
tekanan. Saat angin bergerak dari arah tenggara ke barat karena tekanan udara di
Australia (tenggara) lebih tinggi dari Asia (barat). Namun, kadang tekanan udara di Asia
lebih tinggi dari Australia sehingga arah angin berubah arah. Inilah yang menyebabkan
arah angin kerap berubah yang menimbulkan terjadinya angin puting beliung. Namun,
intensitas angin puting beliung kian berkurang begitu memasuki awal musim hujan.
Pada bulan itu angin sepenuhnya akan berbalik arah, yaitu dari Asia ke Australia karena
tekanan udara di Asia lebih tinggi dari tekanan udara di Australia. Yang perlu diingat
angin puting beliung bisa terjadi lagi pada masa peralihan musim hujan ke musim
kemarau. Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5 – 10 km, karena itu bersifat
sangat lokal.
Di samping puting beliung, istilah lain dari angin yang berputar yang sering kita
dengar yakni siklon dan tornado. Persamaan antara ketiga fenomena alam itu yakni
sama-sama merupakan pusaran atmosfer. Namun, ukuran diameter tornado dan puting
beliung berkisar pada ratusan meter, sedangkan ukuran diameter siklon dapat mencapai
ratusan kilometer. Tornado dan puting beliung terjadi di atas daratan, sedangkan siklon
tropis di atas lautan luas.


Tabel 2.1 Perbedaan Siklon dan Tornado

Sumber : dokumen RPB
2.4 Kejadian Putting Beliung di Indonesia
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BNPB, didapat fakta bahwa dalam
sepuluh tahun terakhir kejadian puting beliung telah meningkat 28 kali lipat. Jika di tahun
2002 hanya terdapat 14 kejadian, kemudian di tahun 2006 bertambah menjadi 84
kejadian, maka di tahun 2010 kejadian puting beliung telah menjadi 402 kejadian.
Paparan oleh Kepala Pusat Informasi, Humas dan Data Badang Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho kepada Harian elektronik
Kompas, di Jakarta, Minggu 9 Desember 2012, sepanjang 2002-2011 telah terjadi 1.564
kejadian puting beliung atau 14 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dalam
laman bbc.co.uk dengan topik berita Indonesia dituliskan bahwa Selama tahun 2012
data sementara terdapat 259 puting beliung dengan korban 36 orang meninggal, 27.254
orang mengungsi dan lebih dari 15 ribu rumah rusak ringan mau pun berat. Dalam
pembahasan mengenai puting beliung ini, penulis melakukan survey literatur di dunia
maya.
Dari sumber-sumber tersebut penulis merangkumkan hasil pencarian dengan
tabel yang berisikan waktu kejadian, daerah dan kerugian yang ditimbulkan.
Tabel 2.2 Cuplikan Kejadian Puting Beliung selama tahun 2012-2013


Sumber : data BNPB 2012-2013

Setiap daerah di Indonesia memiliki potensi bencana masing-masing. Bencanabencana alam yang menjadi perhatian BNPB karena intensiatasnya yang cukup tinggi di
wilayah Indonesia diantaranya banjir, tanah longsor, gelombang pasang, kecelakaan
transportasi, letusan gunung api dan angin puting beliung. Di bawah ini merupakan
Tabel Kejadian Bencana Indonesia pada bulan Maret 2013.
Gambar 2.1 Prosentase kerusakan

Sumber: http://www.bnpb.go.id/uploads/pubs/559.pdf

Gambar 2.2 Jumlah Kerusakan akibat putting beliung

Sumber : http; dibi.bnpb.go.id

Gambar 2.3 Prosentase Kerusakan Rumah Rusak Sedang Akibat Putting Beliung

Sumber : http; dibi.bnpb.go.id

Gambar 2.4 Prosentase Kerusakan Rumah Rusak Berat Akibat Putting Beliung


Sumber : http; dibi.bnpb.go.id
Dengan melihat waktu kejadian, dapat dikatakan bahwa puncak fenomena puting
beliung di tahun 2012 adalah pada bulan Januari, sementara di tahun 2013, puncak
kejadian puting beliung terjadi pada bulan Oktober. Selain waktu kejadiannya dapat
dikatakan pula bahwa pulau Jawa merupakan pulau yang lain sering mengalami
kejadian puting beliung.. Di antara bencana-bencana alam lain, puting beliung
merupakan bencana yang paling sering intensitasnya terjadi di Indonesia. Hal ini dapat
terlihat pada diagram Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Per Jenis Bencana 1815
– 2013
Tabel 2.3 Tabel Bencana maret 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa di bulan Maret angin puting beliung
merupakan bencana yang paling sering muncul dibandingkan bencana lain. Sementara
daerah yang paling sering mengalami nya yakni Jawa Timur dan Jawa barat dengan
jumlah kejadian 7 dan 8 kali kejadian. Daerah yang relatif aman puting beliung pada
bulan itu adalah wilayah Papua. Selain tabel Kejadian bencana dan daerahnya, BNPB
setiap bulan juga mengeluarkan Tabel jumlah Kejadian Bencana dan Dampaknya
seperti tabel Jumlah Kejadian Bencana Indonesia dan Dampaknya Bulan Maret 2013
Tabel 2.4 Rincian tabel bencana maret 2013


Sumber: http://www.bnpb.go.id/uploads/pubs/559.pdf
Melalui tabel Jumlah Kejadian Bencana dan Dampaknya yang dikeluarkan oleh
BNPB lewan situs bnpb.go.id , masyarakat dapat memantau seberapa parah bencana
alam yang terjadi di Indonesia. Seperti pada bulan Maret 2013, terdata bahwa angin
puting beliung menempati urutan pertama jumlah kejadian terbanyak dan kerusakan
terbesar. Walaupun demikian bencana puting beliung ini memakan korban jiwa lebih
sedikit dibanding bencana banjir, banjir dan tanah longsir dan letusan Gunung api yang
memakan hingga ribuan korban jiwa.
Ancaman puting beliung atau angin berputar ini hanya melanda daerah yang
bersisian dengan perairan karena daerah tersebut sangat berpotensi setelah terjadi
pemanasan dengan teriknya matahari di daerah tersebut. Pemanasan ini menimbulkan
penguapan yang kemudian menjadi hujan yang biasanya disertai dengan angin kencang
atau puting beliung.
2.5. Upaya mengurangi resiko bencana puting beliung
Dalam mengurangi resiko bencana dapat dilakukan dengan beberapa tahapan
diantaranya prabencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Tahapan pra-bencana
merupakan upaya dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan bertujuan
untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh
bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tabel 2.5 Program dan Tindakan Mitigasi Pasif saat Pra-bencana
PROGRAM
TINDAKAN
SASARAN
Penguatan PERDA Kabupaten tentang
Penyusunan
1 Penanggulangan Bencana Banjir, Puting Beliung,
PERDA
peraturan
Kebakaran, Limbah.
perundangPenyusun PERDA Kabupaten tentang
undangan.
2 pengalokasian dana penanggulangan bencana
dalam APBD
Seluruh wilayah
Pembuatan peta
dipetakan
rawan bencana
Pembuatan peta rawan bencana banjir, puting
berdasarkan
dan pemetaan
beliung, kebakaran serta pemetaan masalah.
tingkat ancaman
masalah.
bencana.
Pembuatan
Perencanaan daerah penampungan sementara dan
pedoman/
jalur-jalur evakuasi serta prosedur evakuasi jika
standart/ prosedur terjadi bencana banjir, puting beliung, kebakaran
Daerah rawan
Pengadaan sarana pra-sarana peringatan dini
Penambahan
1
bencana
(sirine, kentongan, dll)
wawasan
masyarakat siaga
Pembuatan brosur/leaflet/poster mengenai cepat
2
bencana
tanggap bencana
Penelitian /
Penelitian / pengkajian karakteristik bencana banjir,
pengkajian
putting beliung, kebakaran dll
karakteristik
Daerah rawan
bencana.
bencana banjir,
puting beliung,
Pengkajian/ analisis risiko bencana banjir, puting
Pengkajian /
kebakaran.
beliung, kebakaran, di wilayah berdasarkan jumlah
analisis risiko
kerugian, jumlah penduduk terpapar serta dampak
bencana.
yang ditimbulkan akibat bencana.
Internalisasi PB
Pengadaan mata pelajaran penanggulangan bencana SD dan SMP di
dalam muatan
banjir, puting beliung, kebakaran sebagai muatan
Wilayah
lokal pendidikan. lokal pada SD dan SMP.
Kabupaten
Pembentukan
organisasi atau
Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas
Setiap desa di
satuan gugus
bencana banjir, puting beliung, kebakaran
kabupaten.
tugas bencana.
Perkuatan unitSetiap
Pembentukan LP PM, SRI TGGH, SENKOM POL,
unit sosial dalam
kecamatan
TAGANA, PMI, PRAMUKA, BANSER, RAPI, SATPOL
masyarakat,
pada wilayah
PP.
seperti forum.
Kabupaten.
Pengarusutamaan
Daerah rawan
Perencanaan pembangunan sarana pra-sarana vital
PB dalam
bencana banjir,
yang dapat meminimalisir ancaman bencana banjir,
perencanaan
puting beliung,
puting beliung, kebakaran.
pembangunan.
kebakaran.

Tabel 2.6 Program dan Tindakan Mitigasi Aktif saat Pra-bencana
BENCANA
TINDAKAN
SASARAN
PUTING
Penambahan kekuatan bangunan.
Seluruh wilayah
BELIUNG
Kabupaten Sidoarjo.
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat
bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
Tabel 2.7 Tindakan Kesiapsiagaan Per-bencana di Kabupaten Sidoarjo.
BENCANA
KESIAPSIAGAAN
Evakuasi masyarakat ke daerah yang lebih aman dari bencana
1
puting beliung.
PUTING BELIUNG
2 Pengumuman mengenai siaga bencana puting beliung.
3. PEMBAHASAN DAN ANALISA
3.1. Identifikasi Ancaman
Putting beliung dapat terjadi secara mendadak, namun sebagian besar
terbentuk melalui suatu proses selama beberapa jam atau hari yang dapat dipantau
melalui satelit cuaca. Monitoring dengan satelit dapat untuk mengetahui arah angin
sehingga cukup waktu untuk memberikan peringatan dini. Meskipun demikian
perubahan sistem cuaca sangat kompleks sehingga sulit dibuat prediksi secara cepat
dan akurat.
Untuk meminimalkan resiko kerusakan dan kerugian, Strategi Mitigasi dan
Upaya Pengurangan Bencana terhadap putting beliung dapat dilakukan antara lain :
1. Membuat struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu
bertahan terhadap gaya angin.
2. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan
beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan
3. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah
yang terlindung dari serangan angin topan.
4. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.
5. Pembuatan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan
sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang
saat terjadi serangan angin topan.
6. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin
yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.
7. Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin topan, mengetahui bagaimana
cara penyelamatan diri
8. Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar terikat/dibangun
secara kuat sehingga tidak diterbangkan angina.
Berdasarkan Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya
Mitigasinya di Indonesia Set BAKORNAS PBP Mitigasi Bencana Puting Beliung
dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Sebelum bencana



Perlu dilakukan sosialisasi mengenai puting beliung agar masyarakat
memahami dan mengenal puting beliung, baik difinisi, gejala awal,
karakteristik, bahaya dan mitigasinya.
 Menyusun peta rawan bencana puting beliung berdasarkan data historis.
 Memangkas ranting pohon besar dan menebang pohon yang sudah
rapuh serta tidak membiasakan memarkir kendaraan di bawah pohon
besar. ƒ
 Jika tidak penting sekali, hindari bepergian apabila langit tampak awan
gelap dan menggantung.
 Mengembangkan sikap sadar informasi cuaca dengan selalu mengikuti
informasi prakiraan cuaca atau proaktif menanyakan kondisi cuaca
kepada instansi yang berwenang.
 Penyiapan lokasi yang aman untuk tempat pengungsian sementara
Saat Bencana
 Segera berlindung pada bangunan yang kokoh dan aman begitu angin
kencang menerjang.
 Jika memungkinkan segeralah menjauh dari lokasi kejadian karena
proses terjadinya puting beliung berlangsung sangat cepat.
 Jika saat terjadi puting beliung kita berada di dalam rumah semi
permanen/rumah kayu, hingga bangunan bergoyang, segeralah keluar
rumah untuk mencari perlindungan di tempat lain karena bisa jadi rumah
tersebut akan roboh.
 Hindari berteduh di bawah pohon besar, baliho, papan reklame dan jalur
kabel listrik.
 Ancaman puting beliung biasanya berlangsung 5 hingga 10 menit,
sehingga jangan terburu-buru keluar dari tempat perlindungan yang
aman jika angin kencang belum benar-benar reda.
Setelah bencana
 Melakukan koordinasi dengan berbagai pelaksana lapangan dalam
pencarian dan pertolongan para korban.
 Mendirikan tempat penampungan korban bencana secara darurat di
dekat lokasi bencana atau menggunakan rumah penduduk untuk
pengobatan dan dapur umum.
 Melakukan evaluasi pelaksanaan pertolongan dan estimasi kerugian
material.
Analisa mitigasi bencana dalam makalah ini dilakukan dengan metode
pengenalan kondisi sekitar kawasan tau observasi keliling lokasi gedung sekaligus
dilakukan penggambaran denah kondisi gedung. Metode ini pada umumnya dapat
disebut sebagai town watching atau campus watching, metode ini bertujuan untuk
dapat mengetahui seberapa jauh konstruksi yang sudah terbangun lebih adaptif
terhadap bencana terutama langkah mitigasi kebencaaan.
Spot gedung yang menjadi bahan penelitian adalah Biosains universitas
brawijaya yang terletak di jalan M.T. Haryono No.161, Ketawanggede, Kec.
Lowokwaru, Kota Malang. Adapun kondisi gedung terdiri dari 4 lantai dengan masing
masing kondisi tergambar sebagai berikut :

LAMPIRAN 1 - AREA LUAR/SEKITAR GEDUNG

LAHAN / AREA PARKIR

BANGUNAN GEDUNG
BIOSAINS
AREAL KOSONG

AREAL KOSONG

LAMPIRAN 2 - BASEMENT

WC

WC

WC

TANGGA
RUANGAN

LAMPIRAN 3 - LANTAI 1

WC

WC

PINTU

RUANG

PARKIR

LAMPIRAN 4 - LANTAI 2

RUANG

KM/WC
LANTAI 2

TANGGA

LABORATORIUM
RUANG

PAGAR

LANTAI 1

LAMPIRAN 5 - LANTAI 3

WC

WC

WC

TANGGA

3.2.

Identifikasi dan Rekomendasi Campus Watching

Berdasarkan hasil kunjungan peniaian gedung Biosains-UB dengan menggunakan metode
Campus Watching, maka hasil yang doperoleh sebagai berikut ;
Tabel 3.1. Hasil dan Rekomendasi Campus Watching gedung Biosains-UB
Gambar

Fasilitas
Gedung

Identifikasi Ancaman

Rekomendasi

Kamar Mandi

Lantai licin, jenis keramik tidak
kasar dan pada saat kunjungan
banyak ditemui dalam keadaan
basah dan dibagian luar tidak
dilengkapi dengan keset/alas.

Lantai kamarmandi sebaiknya
menggunakan jenis/bahan yang
tidak licin, sehingga aman untuk
disabiltas dan jika
memungkinkan dilengkapi
dengan karpet karena
penggunaan keset dirasa
kurang efektif

Tangga
penghubung
lantai

Kondisi saat ini masih belum
jelas peruntukannya untuk apa
(akses darurat ataukah jalan
umum), kondisi, pemilihan jenis
keramik sudah sesuai namun
pilihan warna masih gelap

Pemilihan warna keramik
sebaiknya cerah atau dibagian
tengah diberi warna terang dan
jika memungkinkan keramik
dilengkapi dengan karpet

APAR

Kontrol APAR tidak tergantung
sesuai dengan petunjuk SNI
meskipun nampak seperti baru,
sehingga kontrol usia APAR
tidak dapat terdeteksi

Dilakukan pemeriksaan rutin
setiap 6 bulanan, sehingga
APAR dapat terkomtrol dan
dimonitoring dengan jelas

Masih terdapat lokasi pemadam
air (di lantai 2 dan 3) yang
lokasinya sulit dijangkau

Titik lokasi/akses penempatan
dipindah ditempat yang terbuka
namun secara estetika masih
layak, sehingga jika dibutuhkan
sewaktu waktu dapat optimal
tidak masuk ke dalam ruangan
terlebih dahulu (memudahkan
petugas)

Kaca tebal, namun tidak
dilengkapi kasa atau kaca film
ditengahnya, sehingga jika
kemungkinan pecah akibat
putting beliung akan dapat
memakan korban

Mengganti jenis kaca dan
melengkapinya dengan kaca
film atau kasa demi keamanan
bilamana terjadi pecah

Saluran air
pemadam
API

Kaca Depan

Gedung
Utama
Biosains

Dibagian kanan dan kiri gedung
tidak terbangunnya tangga atau
akses darurat bencana,
sehingga hanya mengandalkan
1 jalur akses didalam gedung

Kedepan dapat dibangun tangga
darurat baik di sisi kanan atau
kiri bangunan dengan catatan
mudah menuju akses luar dan
titik kumpul dibagian luar

Area parkir

Luas sangat memadai namun
tidak terdapat lokasi yang jelas
untuk titik kumpul jika terjadi
bencana, sehingga
memungkinkan korban akan
tidak terkoordinasi dengan baik
jika terjadi bencana

Dipasang tanda atau rambu
lokasi titik kumpul dengan warna
yang mencolok sehingga dapat
diketahui banyak orang dan
pengguna jalan.

Sumber : hasil analisa kunjungan lapangan
4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dari rekomendasi yang telah disarankan, terdapat 7 point untuk dapat dilakukan
peningkatan
terhadap konstruksi kelengkapan bangunan gedung Biosains,
sehingga langkah mitigasi bencana dapat maksimal terpenuhi.
2. Selain rekomendasi dalam
hal konstruksi, perlu dilakukan penajaman dan
peningkatan kapasitas terhadap tim yang terlibat dalam gedung baik difasilitasi oleh
pihak fakultas terkait maupun panduan secara menyeluruh yang dibuat sebagai
standart bangunan gedung di Universitas Brawijaya, sehingga kelengkapan terkait
dengan mitigasi bencana di seluruh gedung Universitas memiliki parameter yang
sama..
5. DAFTAR PUSTAKA
BNPB, 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia.
BNPB, 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.
BNPB, 2013, Jurnal Penanggulangan Bencana, Volume 4
BNPB, 2014, Info Bencana Bulanan
Dinar, C, Istiyanto, 2007, Mitigasi Struktural di Indonesia, Diskusi PPI-Ibaraki, Balai
Pengkajian Dinamika Pantai
Kusuma Prayoga Nasuki Putra, 2015, Analisis Kerentanan Bangunan Terhadap
Bencana Angin Putting Beliung Di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sudibyakto, Darsono, Poster, 2008, Waspadai Putting beliung, PSBA, Universitas
Gadjah Mada
Fahmi Rosdiana, 2013, Putting Beliung Bencana Regional dengan Sebaran Nasional,
Jurnal Mitigasi Bencana, Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB