laporan Prakti kum urin. docx

Laporan Praktikum
Biokimia Klinis

Hari,Tanggal
Waktu
PJP
Asisten

: Rabu, 20 September 2017
: 11.00 – 14.00 WIB
: dr. Husnawati, Msi
: Chintia Ayu Puspita
M Rastra Teguh
Yunisa Anugrah

URINALISIS
Kelompok 18
Rahayu Ventu Rini
Resty Gessya Ariani
Ikhsan


(G84140027)
(G84140043)
(G84140051)

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PENDAHULUAN
Salah satu komponen penting yang terdapat dalam tubuh yaitu cairan
tubuh. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok, yaitu cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel-sel
tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan
terdiri dari tiga kelompok, yaitu cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial
dan cairan traseluler. Komposisi cairan intra dan ekstrasel memiliki perbandingan
sebesar 40 L adalah 25 L untuk volume intra dan : 15 L untuk volume ekstra.
Cairan intrasel banyak mengandung ion K+, Mg2+, dan HPO42-, sedangkan cairan
intrasel bersifat tidak homogen dalam tubuh dan mewakili kesatuan cairan dari

seluruh sel berbeda. Cairan intraseluler mengandung enzim yang berperan dalam
mendegradasi senyawa ROS, seperti enzim superoksida dismutase, enzim katalase
dan glutation peroksidase. Cairan ekstrasel banyak mengandung ion Na +, Cl- dan
HCO3-. Salah satu contoh cairan ektraseluler adalah urin (Tangkin et al. 2016).
Urinalisis adalah pemeriksaan atau analisa yang dilakukan untuk
mengetahui adanya infeksi pada saluran kemih (ISK). Metode ini juga ditujukan
untuk mengetahui bahan-bahan atau zat-zat yang terkandung dalam urine. Urine
adalah cairan hasil metabolisme yang diekskreasikan oleh ginjal dan dikeluarkan
oleh tubuh melalui proses urinalisasi. Peranan urin sangat penting karena sebagian
pembuangan cairan oleh tubuh melalui eksresi urin dapat mempertahankan
homeostatis tubuh. Komposisi zat dalm urin bervariasi, tergantung pada jenis
makanan serta air yang diminum. Urin normal manusia mengandung air, urea,
asam urat, amoniak, kreatin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida dan
garam NaCl serta zat yang berlebihan dalam darah, seperti vitamin C dan obatobatan (Whiting 2006). Urin diproduksi oleh tubuh melalui beberapa tahap yaitu
filtrasi, rearbsorbsi, dan augmentasi (Mutalazimah et al. 2013).
Pemeriksaan terhadap urine merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kondisi kesehatan seseorang, yang dilakukan dengan menganalisis kandungan
kimia yang terdapat pada urin, diantaranya kandungan darah, protein, glukosa,
leukosit, nitrit, keton, urobilin, bilirubin, berat jenis dan pH kemih. Manfaat dari
urinalisis adalah dapat digunkan untuk mengetahui adanya potensi gangguan hati,

diabetes mellitus, infeksi ginjal, atau saluran kemih (Izzah et al. 2013). Penyakit
ginjal kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gangguan pada ginjal juga dapat berupa uremia
yang merupakan suatu sindrom klinik dan laboratorik yang dapat terjadi pada
semua organ karena penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi retensi sisa
pembuangan metabolisme protein, di tandai oleh homeostasis cairan yang
abnormal dan elektrolit dengan kekacauan metabolik dan endokrin (Loho et al.
2016).
Kelainan lain pada ginjal lainnya yaitu Acute Kidney Injury (AKI) yang
merupakan kelainan fungsional dan struktural pada ginjal termasuk kelainan pada
darh, urin atau jaringan sekitar ginjal (Leung et al. 2013). Kelainan pada ginjal
tersebut dapat diminimalisir dengan mengetahui jumlah zat terlarut dalam urin.

Kondisi urin dapat diketahui salah satunya dengan menggunakan tes celup
(dipstick). Dipstick merupakan alat diagnostik yang praktis untuk mendeteksi
adanya bakteriuria dibandingkan kultur urin, dengan sensitivitas 75% dan
spesifisitas 82%. Alat ini dapat digunakan untuk menilai kadar pH, adanya
protein, nitrit dan leukosite esterase pada urin dengan menggunakan dasar reaksi
kimia yang dideteksi dengan perubahan warna pada panel pemeriksaan. Adanya

infeksi pada saluran kemih ditandai dengan hasil leukosite esterase dan nitrit yang
positif (Munzila dan Wiknjosastro 2007).
Pratikum ini bertujuan melakukan berbagai macam pengujian urin dan
hubungannya dengan diagnosis suatu penyakit, serta mengetahui prinsip-prinsip
dalam pengujian urin dan interpretasinya.

METODE
Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, pada hari Rabu, 20 September 2017 pukul 11.00 – 14.00 WIB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah urin kualitatif, urin
probandus, asam asetat 6 %, pereaksi Bang (buffer pH 4.7), pereaksi asam
sulfosalisilat 25 %, pereaksi Benedict, kristal amonium sulfat, larutan natrium
nitroprusida 5 %, amonia pekat, urin beralkohol, etanol, kertas saring, dan
suspensi Zn-asetat jenuh beralkohol. Adapun alat yang digunakan antara lain gelas
piala, urinometer, pipet tetes, pipet Mohr, bulb, pH universal, tabung reaksi,
termometer, corong plastik, batang pengaduk, erlenmeyer, gelas piala dan
penangas air.

Prosedur
Pemeriksaan visual dan fisik
Pemeriksaan visual dan fisik meliputi pengamatan terhadap warna dan bau
urine, pengukuran berat jenis urine, kadar padatan urine, serta pH urine. Urine
yang telah dikumpulkan oleh probandus diamati warna dan bau dari sampel urine
tersebut. Urine tersebut selanjutnya diukur berat jenisnya menggunakan
urineometer. Jika urine itu berbuih, maka urine tersebut disaring menggunakan
kertas saring (faktor koreksi suhu juga diukur). Kadar padatan ditentukan dengan
cara dua angka terakhir dari nilai berat jenis yang telah didapatkan sebelumnya
dikalikan dengan koefisien Long (2.6). Selanjutnya, pengukuran terhadap pH
urine dilakukan menggunakan pH universal. Hal sama dilakukan pada urine
kualitatif.
Proteinuria

Uji koagulasi. Sampel urine disaring, lalu dipipet sebanyak 5 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi serta dipanaskan hingga mendidih. Larutan
akan menjadi keruh setelah dipanaskan. Sebanyak 1-3 tetes asam asetat 6 %
ditambahkan ke dalam tabung reaksi, dan perubahan yang terjadi diamati. Jika
larutan menjadi jernih kembali akibat penambahan asam asetat, maka dipastikan
bahwa urine yang keruh tersebut mengandung fosfat, sedangkan jika kekeruhan

semakin nyata, maka urine tersebut mengandung protein.
Uji Bang. Sebanyak 5 mL filtrat urine dipipet dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi serta ditambahkan pereaksi Bang sebanyak 2 mL. Larutan tersebut
dicampur dan dipanaskan. Hasil antara uji koagulasi dan uji Bang.
Uji asam sulfosalisilat. Filtrat urine sebanyak 3 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan dimiringkan. Sebanyak 3 mL peraksi asam sulfosalisilat
25 % ditambahkan perlahan melalui dinding-dinding tabung reaksi (jangan
dikocok) agar terbentuk lapisan di bawah cairan urine.
Glukosuria (Uji Benedict). Sebanyak 5 mL pereaksi Benedict dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 8 tetes urine yang telah disaring. Larutan
tersebut diinkubasi selama 10 menit pada suhu 100 oC. Perubahan yang terjadi
diamati. Jika dalam urine tersebut terdapat gula pereduksi, maka larutan akan
berubah menjadi hijau-kuning-merah bata.
Ketonuria (Uji Rothera). Sebanyak 5 mL urine dalam tabung reaksi
ditambahkan kristal amonium sulfat hingga jenuh. Lalu, sebanyak 2-3 tetes
larutan natrium nitroprusida 5 % dan 1 mL amonia pekat juga ditambahkan pada
larutan tersebut. Perubahan warna yang terjadi diamati.
Urobilin (metode Schlessinger). Sebanyak 5 mL urine ditambahkan
dengan 5 mL suspensi Zn-asetat jenuh beralkohol, lalu ditetesi sedikit demi
sedikit dengan amonium pekat. Larutan tersebut dikocok, dan didiamkan sebentar,

lalu disaring dan filtratnya ditampung. Jika filtrat tersebut berpendar, hal tersebut
disebabkan oleh adanya urobilin, sedangkan urobilinogen tidak dapat berpendar.
Urobilinogen ternyata dapat berpendar setelah dibubuhi beberapa tetes larutan
lugol. Hasil pendaran yang paling nyata dapat dilihat jika menggunakan lampu
UV.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Urinalisis adalah uji kimiawi terhadap urine untuk memperoleh informasi
tentang kondisi klinis. Urinalisis yang dilakukan pada percobaan ini meliputi sifat
fisik dan visual urine serta zat-zat yang terkandung di dalam urine. Sifat fisik dan
visual urine meliputi warna, bau, buih, bobot jenis, suhu, pH, dan kadar padatan
urine tersebut. Sifat fisik dan visual urine menggambarkan kondisi klinis
seseorang seperti, orang tersebut sedang dehidrasi atau tidak. Zat terlarut di dalam
urine dapat memberikan informasi kondisi klinis seseorang dengan lebih spesifik
dan akurat (Wilson dan Walker 2000). Percobaan ini menggunakan 2 jenis sampel
urin, yaitu urin probandus dan urin kualitatif (buatan) seperti yang ditunjukkan
oleh Tabel 1. Ciri fisik urine seseorang pada keadaan normal diantaranya

berwarna kuning bening, bau aromatik lemah dan berat jenis berkisar antara
1,002-1004 mg/ml (Lestari 2017).


Tabel 1 Penampakan visual dan fisik urin
Parameter

Hasil
Urin Probandus
Kuning muda
Aromatik
Berbuih

Urin Kualitatif
Kuning pekat
Aromatik lemah
Tidak berbuih

Warna
Bau
Volume
Buih
Bobot jenis

1,018
1,008
(gr/mL)
Suhu (oC)
35
32
Kadar padatan
59,8
31,2
(g/L)
pH
6
8
Contoh perhitungan:
Bobot
jenis
terkoreksi
=
bobot
jenisterukur

(suhu terukur−suhu koreksi alat)
3
(35−20)
= 1,018 +
3
= 1,018 + 0,005 = 1,023 g/mL
Kadar padatan = dua angka desimal terakhir BJ × koefisien Long
= 23 × 2,6 = 59,8 g/L

+

Menurut Lestari (2017), zat-zat yang terkandung dalam urine yaitu air
(95%), urea, asam urat dan amonia yang merupakan sisa pembongkaran protein,
garam serta zat yang bersifat racun atau yang berlebihan. Zat-zat yang terkandung
didalam urin dapat dianalisis sehingga diperoleh informasi mengenai kondisi
kesehatan seseorang. Analisis atau uji yang dilakukan untuk mengetahui zat-zat
didalam urine yang dilakukan pada percobaan ini diantaranya uji koagulasi, bang,
asam sulfosalisilat, benedict, rothera dan urobilin, sedangkan uji urobilinogen
tidak dilakukan. Penampakan visual dan fisik urin yang diuji dapat dilihat pada
Tabel 1.

Pengujian secara kualitatif juga dilakukan untuk mendeteksi zat-zat yang
terdapat dalam urine, namun hasil yang akurat dapat diperoleh jika dilakukan uji
kuantitatif zat-zat yang terkandung di dalam urine tersebut (Bintang 2010). Urine
normal memiliki warna kuning jernih, berbau aromatik lemah, berbobot jenis
1,002-1,040 g/mL dan memiliki nilai pH 4,8-7,8 (Murray et al. 2014). Hasil uji
kualitatif urine probandus yaitu urine berwarna kuning muda, terdapat bau
aromatik dan buih, nilai bobot jenis sebesar 1,018 g/mL, suhu 35oC, kadar padatan
sebesar 59,8 g/L dan pH 6. Nilai pH dan bobot jenis urine probandus berada
dalam kisaran normal. Warna urine probandus yang kuning muda menandakan
bahwa probandus tidak mengalami dehidrasi. Dehidrasi ditandai dengan warna
urine yang cenderung lebih pekat (Murray et al. 2014).

Hasil uji urine probandus memiliki perbedaan dengan hasil uji urine
kualitatif. Urin kualitatif memiliki warna kuning yang lebih pekat, bau aromatik
lemah, tidak berbuih, bobot jenis sebesar 1,008 g/mL, suhu 32 oC, kadar padatan
31,2 g/L dan pH 8. Suhu urine probandus cukup tinggi, yaitu 32 oC. Suhu urine
tersebut dapat dipengaruhi oleh aktivitas probandus, suhu ruang dan kesehatan
probandus. Urine kualitatif memiliki warna kuning yang lebih pekat dengan bau
urine yaitu aromatik lemah. Nilai pH urine kualitatif lebih tinggi dibandingkan
dengan urien normal. Hasil yang diperoleh dari urine kualitatif tersebut dapat
disebabkan urine kualitatif tersebut sudah disimpan terlalu lama di laboratorium
sehingga memungkinkan terjadinya penguapan (Lestari 2017).
Selain uji fisik, uji lain yang dilakukan yaitu uji kualitatif. Uji kualitatif
urin yang dilakukan meliputi uji proteinuria, glukosuria, ketonuria, dan urobilin.
Uji proteinuria meliputi uji koagulasi dengan prinsip memanaskan sampel hingga
protein terdenaturasi dan akhirnya menggumpal. Uji Bang dilakukan dengan
menggunakan buffer ber-pH 4.7 dan memiliki prinsip 6 mengendapkan protein
akibat penambahan larutan asam. Prinsip Uji Bang sama dengan Uji asam
sulfosalisilat yaitu mengendapkan protein dengan penambahan larutan asam
(Bintang 2010). Normalnya urine tidak mengandung protein atau hanya ada dalam
jumlah yang sangat sedikit sehingga tidak terdeteksi dekat metode urinalisis biasa.
Tabel 2 menunjukkan hasil yang diperoleh untuk uji proteinuria adalah hanya negatif
pada uji koagulasi untuk urine probandus dan urine kualitatif. Hasil positif tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapatnya protein dalam sampel urine tersebut, sehingga
urine probandus normal. Adanya koagulasi pada sampel urine menunjukkan bahwa
terdapatnya protein dalam urine tersebut sehingga pemiliknya kemungkinan
mengalami kelainan pada ginjalnya (Lestari 2017).
Uji glukosuria dilakukan menggunakan pereaksi Benedict. Uji Benedict
memiliki prinsip mengamati atau mengukur jumlah gula pereduksi yang mereduksi
Cu2SO4 membentuk endapan Cu2O berwarna merah bata hingga kuning (McMurry
2008). Hasil uji Benedict untuk kedua sampel urine adalah negatif. Artinya, urine
berada dalam kondisi normal dan tidak terdeteksi adanya gula pereduksi dalam urine.
Hasil Uji Bang dan Uji Asam Sulfosalisilat yaitu negatif (-) untuk urine probandus
dan urine kualitatif. Uji-uji ini juga bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan
protein dalam urine. Hasil negatif menunjukkan bahwa kedua urine tersebut tidak
mengandung protein, sehingga tidak menghasilkan kekeruhan pada uji asam
sulfosalisilat. Kekeruhan yang terbentuk pada uji asam sulfosalisilat menunjukkan
bahwa terdapatnya protein dalam sampel urine (Lestari 2017). Hasil uji kualitatif
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengujian kualitatif urin
Hasil
Uji
Urin
Urin
Probandus
kualitatif

Uji koagulasi

-

-

Gambar
Urin probandus

Urin kualitatif

Uji Bang

-

-

Uji asam
sulfosalisilat

-

-

Uji Benedict

-

-

Uji Rothera

+

-

Uji urobilin

-

-

Uji
urobilinogen
(tidak
dilakukan)

-

-

Keterangan: (+) positif

-

-

(-) negatif

Hasil yang diperoleh dari pengujian kualitatif urin pada probandus yaitu
positif terhadap uji rothera hal ini mengindikasikan adanya keton pada urin
probandus. Hasil negatif diperoleh oleh urine kualitatif pada Uji Rothera,
dikarenakan urine tersebut adalah sintetis, sehingga memungkinkan tidak
terkandung gugus keton. Selanjutnya hasil positif juga terlihat pada uji benedict
pada kedua sampel urin. Hal ini berarti terdapatnya glukosa dalam sampel urin
yang diuji, seperti yang terlihat pada tabel 2. Untuk uji proteinuria diperoleh hasil
negatif baik untuk sampel urin probandus maupun urin kualitatif, sehingga dalam

urin tersebut tidak terdapat protein. Uji urobilin juga dilakukan untuk mendeteksi
ada tidaknya pigmen empedu pada urine. Urobilin merupakan turunan dari
bilirubin. Pada urin normal, jumlah urobilin rendah (Murray et al. 2014). Dari uji
urobilin diperoleh hasil negative yang menggambarkan bahwa tidak ada gangguan
patologis pada hati dan sistem empedunya. Uji urobilinogen tidak dilakukan pada
percobaan ini.
Siklus urea merupakan suatu proses pembentukan senyawa urea yang
terjadi didalam hati. Siklus urea berfungsi sebagai bentuk buangan untuk amonia
yang bersifat toksik. Ammonia dikeluarkan dari darah dan diubah menjadi urea di
hati (Marks et al. 2005). Proses pembentukan urea dari metabolisme protein
berlangsung melalui lintasan siklus urea (Gambar 1). Siklus urea diawali dengan
pembentukan karbamoil fosfat dari asam glutamat dan asetil koA. Karbamoil
fosfat akan bereaksi dengan ornitin membentuk sitrulin. Sitrulin akan berikatan
dengan asam aspartat membentuk argininosuksinat dengan bantuan enzim
argininosuksinat sintase. Argininosuksinat akan melepaskan fumarat yang akan
masuk ke siklus Krebs dan membentuk arginin dengan bantuan enzim
argininosuksinat liase. Arginin akan bereaksi dengan enzim arginase untuk
menghasilkan ornitin dan melepaskan urea. Urea akan berikatan dengan air dan
dibuang melalui urine (Nelson dan Cox 2002).

Gambar 1 Siklus urea (Nelson dan Cox 2002)

SIMPULAN
Urinalisis perlu untuk mengetahui kondisi klinis melalui sifat fisik,
visual,dan zat yang terkandung dalam urin. Sampel urin yang telah dianalisis

termasuk dala urine normal, dengan didukung oleh data hasil uji fisik dan uji
kualitatif. Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa sampel urine tidak mengandung
protein dan glukosa, akan tetapi mengandung keton yang ditunjukkan dengan
hasil positif pada Uji Rothera. Uji fisik urine sampel juga masih dalam kisaran
urine normal, sehingga menunjukkan bahwa probandus tidak menderita kelainan
atau penyakit (terutama pada ginjal).

DAFTAR PUSTAKA
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID) : Erlangga.
Izzah A, Ginardi RVH, Saikhu A. 2013. Pendekatan algoritma heuristik dan
neural network untuk screening test pada urynalisis. Jurnal cybermatika.
1 (2) : 29-35.
Lestari ES. 2017. Penggunaan laboratorium virtual untuk meningkatkan
pengetahuan prosedural siswa pada pokok bahasan sistem ekskresi
[thesis]. Bandung (ID): Universitas Pasundan.
Leung KCW, Tonelli M, James MT. 2013. Chronic kidney disease following
acute kidney injury-risk and outcomes. Nature Reviews Nephrology 9(1):
77-85.
Loho IKA, Rambert GI, Wowor MF. 2016. Gambaran kadar ureum pada pasien
penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialysis. Jurnal e-Biomedik. 4 (2).
Marks DB, Marks AD, Smith CM. 2000. Dasar- Dasar Biokimia Kedokteran.
Jakata (ID) : ECG.
McMurry J. 2008. Organic Chemistry 8th Edition. New York (US): WH Freeman
and Company.
Munzila S, Wiknjosastro GH. 2007. Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan
dipstick sebagai metoda penapisan vaginosis bakterial dalam kehamilan.
Maj Obstet Ginekol Indones 31(3): 134-141.
Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA.
2014. Biokimia Harper Edisi 29. Manurung LR, Mandera LI,
penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan
dari: Harper’s Illustrated Biochemistry, 29th Ed.
Mutalazimah, Mulyono B, Murti B, Azwar S. 2013. Asupan yodium, ekskresi
yodium urine, dan goiter pada wanita usia subur daerah endemis
defisiensi yodium. Jur Kes Mas Nas. 8(3): 133-138.
Nelson DL, Cox MM. 2002. Lehninger Principles of Biochemistry 4th edition.
New York (US): W.H. Freeman and Company.
Tangkin CP, Mongan AE, Wowor MF. 2016. Gambaran urin pada pasien
tuberkolosis paru dewasa di RSUP Prof Dr R D Kandou Manado. Jurnal
e-Biomedik (eBM) 4(2): 1-7.
Whiting P, Westwood BL. 2006. Clinical effectiveness and cost-effectiveness of
tests for the diagnosis and investigation of urinary tract infection in

children: a systematic review and economic model. Health Technol.1154
Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry
5th Edition. Cambridge (US): Cambridge University Press.