BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bawang Putih 2.1.1 Taksonomi - Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Bawang Putih

2.1.1

Taksonomi
Garlic atau bawang putih telah digunakan sebagai obat dalam herbal

medicine sejak ribuan tahun yang lalu.Pada tahun 2700–1900 sebelum Masehi
bawang putih telah digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai
obat penangkal penyakit dan rasa letih.Sekitar tahun 460 sebelum Masehi
khasiatnya telah dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 sebelum Masehi oleh
Aristotle.Saat Perang Dunia tahun 1914–1918 bawang putih digunakan oleh
tentara Perancis untuk mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut
dan bawang putih dapat berkhasiat melindungi ternak mereka dari wabah penyakit
tersebut (Sunarto dan Susetyo, 1995).
Kedudukan bawang putih secara botani (Hutapea, 2000) yaitu:

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Bangsa

: Liliales

Suku

: Liliaceae


Marga

: Allium

Jenis

: Allium sativum Linn

7
Universitas Sumatera Utara

Uraian makrokopis bawang putih adalah sebagai berikut (Kartasapoetra, 1992) :
a. Merupakan umbi majemuk dengan bentuk rata-rata hampir bulat, bergaris
tengah sekitar 4 sampai 6 cm.
bBerwarna putih, terdiri dari beberapa suing (8-20 siung), yang seluruhnya
terbungkus oleh 3-5 selaput tipis berwarna putih.
c. Tiap siungnya diliputi atau terbungkus pula dalam selaput tipis, selaput luar
berwarna mendekati putih dan agak longgar, sedangkan selaput dalam
membungkus ketat-melekat pada bagian luar daging suing, berwarna merah
jambu yang mudah lepas atau dikupas.

Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 1 cm.
Akar yang tumbuh pada batang pokokredumenter (tidak sempurna) berfungsi
sebagai alat pengisap makanan.Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang,
dengan banyak daun 7-10 helai pertanaman.Pelepah daunnya yang memanjang
merupakan batang semu.Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan
dapat membentuk biji.Biji tersebut tidak bisa digunakan untuk pembiakan.Tidak
semua jenis bawang putih dapat berbuga (Santoso, 1989).
2.1.2

Kandungan Kimia Bawang Putih
Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung (Oey, 1998) :

a. Energi 112 kkal (477 KJ)
b. Air 71 g
c. Protein 4,5 g
d. Lemak 0,20 g
e. Hidrat arang 23,10 g
f. Mineral 1,2 g

8

Universitas Sumatera Utara

g. Kalsium 42 mg
h. Fosfor 134 mg
i. Besi 1 mg
j. Vitamin B1 0,22 mg
k. Vitamin C 15 mg
Di samping itu dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif
awcin, awn, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin,
nicotinic acid (Priskila, 2008).
Bawang putih memiliki dua komponen kimiawi yaitu komponen larut
lemak dan komponen larut dalam air. Komponen larut lemak meliputi komponen
gugus sulfide yang berbau dan kurang stabil dibanding komponen yang larut air
antara lain dially sulfide, dially disulfide, dialy trisulfide dan allyl metal trisulfida,
Komponen larut air meliputi derivate sistein, termasuk S-allyl sistein, S-allyl
sistein, metal sistein serta gamma-glutamil sistein (Nurul, 2010).
Bau khas pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman tersebut terluka,
karena prekursor bau dan cita rasa terletak pada bagian sitoplasma. Umbi bawang
putih jika dipotong memberikan bau yang tajam dan khas, karena mengandung
minyak atsiri yang terdiri dari senyawa belerang.Hasil identifikasi menunjukkan

bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan senyawa belerang (Priskila,
2008).
Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah besar.
Komponen ini dapat mengalami proses hidrolisis dan oksidasi menjadi alliin yang
terakumulasi secara alami selama penyimpanan pada suhu kamar (Priskila, 2008).
Aliin adalah suatu asam amino bersifat tidak stabil dan berupa suatu senyawa

9
Universitas Sumatera Utara

belerang yang aktif dengan struktur yang tidak jenuh (Nurul, 2010). Bila bawang
putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu aliinase, akan mengubah
alliin menjadi allisin (Priskila, 2008).
Bawang putih (Allium sativum), seperti tanaman lain, memiliki sistem
pertahanan yang baik dengan berbagai macam komponen seperti pada sistem
imun manusia.Untuk melindungi dirinya dari serangga dan jamur, bawang putih
secara enzimatik memproduksi allisin ketika terluka.Dengan begitu, allisin
merupakan suatu repellent alami.Allisin ditemukan oleh Cavallito pada tahun
1944 yang pertama kali mencatat mengenai kemampuan antimikrobial bawang
putih.Allisin dianggap sebagai suatu komponen yang jarang ditemukan dalam

tubuh. Allisin dianggap hanya sebagai senyawa transisi yang secara tepat
terdekomposisi menjadi senyawa lain. Allisin yang diekstrak dari bawang putih
dapat kehilangan khasiatnya selama beberapa jam berubah menjadi senyawa yang
mengandung sulfur yang lain. Allisin merupakan suatu bahan cair berminyak
berwarna kuning, dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau yang
khas pada bawang putih (Alip, 2010).Alisin dapat membunuh kuman-kuman
penyakit (bersifat antibakteri) (Nurul, 2010).
Bawang putih juga mengandung beberapa senyawa yang bermanfaat
seperti scordinin yang dapat mempercepat pertumbuhan tubuh dan sebagai
antioksidan. Scordinin memiliki peranan sebagai enzim pendorong pertumbuhan
yang efektif dalam proses germinasi dan pengeluaran akar. Jika allisin bekerja
untuk memberantas penyakit bagi orang yang memakan bawang putih, maka
scordinin berperan terhadap pertumbuhan dan daya tahan tubuh (Wibowo, 2007).

10
Universitas Sumatera Utara

2.2

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)


2.2.1

Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Darmawansyah (2008), tikus rumah dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum

: Chordata

Sub- filum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Ordo


: Rodentia

Famili

: Muridae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus rattus

Sub-spesies

: Rattus rattus diardii

Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh 100 – 190 mm,

dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh
(Darmawansyah, 2008). R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain
rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat hitam. Bentuk hidung kerucut dan
lebih besar dari ukuran mata, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut,
serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40 – 300 gram (Marsh, 2003).
2.2.2

Biologi dan ekologi
Pada umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena

tikus merupakan hewan omnivora (pemakan segala).Tikus rumah menyukai
makanan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, kacangkacangan, umbi-umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus bisanya
membutuhkan pakan sebanyak 10 % dari bobot tubuhnya, jika pakan dalam

11
Universitas Sumatera Utara

keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat
mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah bisaanya akan mengenali dan
mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit,

untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan
yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan
menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003).
Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila
dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya.Selain itu tikus rumah memiliki
kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik.Tikus mampu memanjat
dinding dan batang tanaman, selain itu tikus memiliki kemampun untuk meloncat
secara horizontal sejauh 3 meter dan meloncat dari ketinggian 4 meter
(Darmawansyah, 2008).Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan
yang aktif pada malam hari.Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman
terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah bisaanya
memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain.
Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air,
serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di
sekitar atap (Marsh, 2003).
Belum banyak diketahui dan disadari bahwa hewan ini juga membawa,
menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia.Penyakit yang
ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok
virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing.Penyakit tersebut dapat ditularkan
kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui

gigitan ektoparasitnya (Komariah, 2010).

12
Universitas Sumatera Utara

2.3

Pestisida

2.3.1. Pengertian pestisida dan repellent
Pestisida (Inggris :pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan
cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara
umumpestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk
mengendalikanpopulasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara
langsung maupuntidak langsung merugikan kepentingan manusia.Salah satu
golongan dari pestisida adalah repellent. Repellent merupakan zat atau bahan yang
dapat digunakan sebagai penghalau serangga atau hama lainnya seperti tikus,
kutu, tungau, siput, kecoa, dll (Budiyono, 2012).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yangmerusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagiantanaman
tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau
ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalamrumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

13
Universitas Sumatera Utara

h.

Memberantas

atau

mencegah

binatang-binatang

yang

dapat

menyebabkanpenyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi
denganpenggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut:
a.

Semua

zat

atau

campuran

zat

yang

khusus

digunakan

untuk

mengendalikan,mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang
pengerat, nematoda,gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama,
kecuali virus, bakteriatau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan
binatang.
b.

Semua

zat

atau

campuran

zat

yang

digunakan

untuk

mengatur

pertumbuhantanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.3.2. Penggolongan pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbedabeda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan
menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan
sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur
kimianya dan berdasarkan bentuknya (Afrianto, 2014).
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu:
a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

14
Universitas Sumatera Utara

c. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan
aktifberacun yang bisa membunuh bakteri.
d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan
yangmengandung

senyawa

kimia

beracun

yang

digunakan

untuk

membunuhtungau, caplak, dan laba-laba.
f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
yangdigunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya
tikus.
g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput
telanjang,siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak
terdapatdi tambak.
h. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan
untukmembunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
i. Repellent adalah bahan yang dapat digunakan untuk menghalau atau mengusir
serangga atau hama lainnya.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh
hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu:
i. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi
serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui
perut.
ii. Racun kontak

15
Universitas Sumatera Utara

Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke
dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui
saluran nafas.

iii. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan
tertutup.

2.3.4

Dampak Pestisida
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara

langsung,

yang

dapat

mengakibatkan

keracunan,

baik

akut

maupun

kronis.Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual,
muntah, dan sebagainya.Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit,
bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia.Keracunan kronis lebih
sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).
Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida
karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing
dan kudis.Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat,
seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa
penyakit mereka mungkin disebabkan oleh pestisida (Afrianto, 2014).

16
Universitas Sumatera Utara

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada
masyarakat namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan
lingkungan.Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat
mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).

Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Afrianto, 2014):
a. Keracunan akut
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan
langsung pada saat itu.Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing,
mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram.Diare,
sulit bernafas, pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2 efek,
yaitu:
i. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang
terkenakontak langsung dengan pestisida. Bisaanya berupa iritasi, seperti
rasa kering,kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan
kulit, mataberair, batuk, dan sebagainya.
ii. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia
danmempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida
keseluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru,
perut,hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.
b. Keracunan kronis
Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan
membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang.Efek-efek jangka panjang

17
Universitas Sumatera Utara

ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah
terkena pestisida.Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati,
perut, system kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker.Bayi juga dapat
terkena pestisida ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena
pestisida.Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbedabeda karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berbeda.Namun ada pula
gejala yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).
i. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot
tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat,
air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak
jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan
akhirnya pingsan. Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase,
enzim ini secara normal menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan
kholin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada
system syaraf yang menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada
seluruh bagian tubuh.
ii. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan
dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan
lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.
iii. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan
golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih
cepat terurai dalam tubuh.

18
Universitas Sumatera Utara

iv. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru
timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.
v. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare,
sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak
keluar air ludah.
Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keracunan pestisida antara lain :
a)Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan
pestisida,

karena

itu

dalam

melakukan

pencampuran

pestisida

untuk

penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera
pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan
penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan
terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.
b) Toksisitas senyawa pestisida.
Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida
yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah
menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan
daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui
dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewanhewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.
c) Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.
Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada
paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah

19
Universitas Sumatera Utara

lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru.Karena itu
penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat
menimbulkan keracunan kronik.

d) Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai
dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu.Keracunan akut atau kronik
akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan
saluran pernafasan.Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih
banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran
pencernaan dan pernafasan (Afrianto, 2014).
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni
(Djojosumarto, 2004):
a. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam
tubuh dan menimbulkan keracunan.Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit
merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Pekerjaan yang menimbulkan
resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
i. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh
droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan
baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
ii. Pencampuran pestisida.
iii. Mencuci alat-alat aplikasi

20
Universitas Sumatera Utara

b. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat
halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang
lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau
kerongkongan.
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat
saluran pernafasan adalah :
i. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang
tertutup atau yang ventilasinya buruk.
ii. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas,
aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk
tepungmempunyai resiko tinggi.
iii. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).
c. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi
dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat
terjadi karena :
i. Kasus bunuh diri.
ii. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
iii.Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau
sarungtangan yang terkontaminasi pestisida.
iv. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
v. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.

21
Universitas Sumatera Utara

2.4

Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut :

a. Cara dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total,
yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil
yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan
ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki
keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan.
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah
ekstraksi dingin, dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada
suhu kamar secara bertutut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin
tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena
ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi
terurai (Istiqomah, 2013).
Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan.Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI., 2000).
Maserasi berasal dari bahasa latinMacerace berarti mengairi dan
melunakkan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.

22
Universitas Sumatera Utara

Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel
yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan
kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan
masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir.
Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulangulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang
lebih cepat dalam cairan.Sedangkan dalam keadaan diam selama maserasi
menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif (Voight, 1995).
Kerugiannya

adalah

pengerjaannya

lama

dan

penyarian

kurang

sempurna.Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi kinetic berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama, dan seterusnya (Depkes RI., 2000).
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna
yang umunya dilakukan pada termperatur ruangan.Prinsip perkolasi adalah
dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembahan bahan,
tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

23
Universitas Sumatera Utara

b. Cara panas (Depkes RI., 2000)
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
addanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstaan dengan adanya pendingin balik.
Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring,
melalui alat ini pelarut akan terus direfluks.
Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus) tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC
selama waktu tertentu (15-20 menit).
Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 30oC) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI., 2000).

24
Universitas Sumatera Utara