PROPOSAL TESIS (11) id. docx

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu biologi adalah ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan
makhluk hidup dan kehidupan. Ilmu ini membahas hal-hal yang masih berkaitan dengan
makhluk hidup seperti zat yang membentuk makhluk hidup, zat yang dibutuhkan makhluk
hidup, serta berbagai hal mengenai hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannanya.
Objek kajian ilmu biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup, seiring dengan
berbagai penemuan para ilmuwan. Biologi merupakan pohon ilmu yang sangat besar. Cabang
biologi terus bertambah sesuai dengan perkembangan ilmu biologi itu sendiri.
Perkembangan ilmu biologi yang demikian pesat menggugah para pendidik,
khususnya guru bilogi untuk bisa merancang dan melaksanakan pendidikan yang mengarah
pada penguasaan konsep biologi dan juga membentuk siswa yang dapat mengembangkan
ketermpilan pemecahan masalah serta mempelajari kemandirian (self-direction). Kemampuan
pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri adalah tujuan jangka panjang yang
memerlukan pengalaman untuk mencapai tujuan tersebut.
Kurikulum Indonesia tidak kalah dari kurikulum di negara maju tetapi pelaksanaannya
yang masih jauh dari optimal. Sistem pendidikan yang sering berganti-ganti, bukanlah
masalah utama, yang menjadi masalah utama adalah pelaksanaan di lapangan, kurang optimal

karena metode pengajaran yang digunakan, sehingga siswa menjadi bosan dan malas untuk
belajar. Seperti yang telah kita lihat metode dalam peroses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru terkesan itu-itu saja. Dalam hal ini fakta, konsep, dan perinsip pembelajaran lebih
banyak dicurahkan melalui ceramah, tanya jawab, atau diskusi tanpa ditindak lanjuti dengan
kegiatan praktek. Kombinasi pembelajaran yang tidak berpariasi seperti yang sering

diterapkan oleh guru adalah, mengajar dengan ceramah dan dikombinasikan dengan media
dan siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan pemantauan peneliti di MTsN Tirawuta, sebagian besar siswa mengalami
kesulitan dalam belajar. Kondisi seperti ini menyebabkan siswa kebanyakan diam (pasif),
kurang aktif dalam bertanya maupun dalam menjawab pertanyaan dalam proses belajar
mengajar bahkan beberapa siswa sering meninggalkan ruangan kelas pada saat proses
pembelajaran berlangsung, dengan alasan yang bermacam-macam, di antaranya, karena tidak
suka dengan cara guru mengajar, merasa bosan dengan metode mengajar guru dan
sebagainya. Kesulitan yang dialami siswa tidak lain karena guru belum sempurna dalam
menerapkan pengelolaan kegiatan pembelajaran.
Data ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa masih
rendah, faktanya siswa cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran, tidak antusias dalam
membaca dan mempelajari bahan ajar yang tersedia, malu bertanya,


tidak berani

mengemukakan pendapat, disamping itu kerjasama masih rendah, tugas kelompok hanya
beberapa siswa saja yang aktif, selain itu siswa masih kurang teliti dalam mengerjakan tugas
dan selalu tidak tepat waktu dalam mengumpul tugasnya, selanjutnya sewaktu guru
mengevaluasi banyak siswa yang tidak percaya diri dan mencontek jawaban temannya. Salah
satu sebabnya adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan pembelajaran ekspositori
atau ceramah. Kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sangat perlu dibangun
sehingga siswa memiliki kemampuan menyelesaikan masalah secara sistematis dan mandiri
dengan semangat rasa ingin tahu yang tinggi, jujur dan teliti. Kemampuan berpikir kritis dan
sikap ilmiah dapat dikembangkan melalui pembelajaran biologi.
Ivor K. Davis (2000) mengemukakan bahwa ”salah satu kecenderungan yang sering
dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan
mengajarnya Guru”. Untuk itu diperlukan suatu pengelolaan pembelajaran melalui penerapan
dengan model yang sesuai yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar. Guru harus bisa
memilih model yang tepat dan sesuai dengan materi pembelajaran untuk diterapkan di kelas.

Sehingga kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa dapat dikembangkan melalui
pembelajaran biologi. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan
dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah

Pembelajaran Berbasis Masalah (Rusman:2014:229).
Berdasarkan latar belakang tersebut menunjukan bahwa

penelitian ini penting

dilakukan karena kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri yang
merupakan aspek dari kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah banyak bermanfaat dalam
kehidupan nyata, dengan memberikan pengalaman langsung pada siswa dalam memecahkan
masalah secara mandiri dalam pembelajaran, siswa tidak hanya menguasai konsep yang
orientasinya hanya untuk ulangan semester saja yang umumnya pada tahun yang sama
konsep-konsep itu telah dilupakan, tetapi siswa mempunyai kemampuan berpikir kritis dan
sikap ilmiah dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam pembelajaran dan kehidupan
nyata. Peneliti juga bermaksud menemukan model pembelajaran yang tepat dalam mengajar
biologi pada konsep larutan asam, basa, dan garam sehingga konsep itu mudah dipahami
sekaligus membentuk keterampilan berpikir kritis serta sikap ilmiah siswa, disamping itu
peneliti juga bermaksud meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa
kelas VII MTsN Tirawuta melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.

1.2. Rumusan Masalah


Banyak permasalahan yang harus dihadapi demi mencapai peningkatan keterampilan
berpikir kritis dan sikap ilmiah. Penelitian ini menekankan pada pengaruh penerapan model

pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini :
1. Adakah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan berpikir kritis dan
sikap ilmiah dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam?
2. Adakah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan berpikir kritis
dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam?
3. Adakah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap sikap ilmiah dalam mempelajari
materi larutan asam, basa, dan garam?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
sikap ilmiah dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam.
2. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam
mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam.
3. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah meningkatkan sikap ilmiah dalam mempelajari
materi larutan asam, basa, dan garam.


1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Manfaat Teoritis :

a. Menemukan strategi pembelajaran yang tepat dalam mengajar biologi pada konsep
larutan

asam, basa, dan garam sehingga konsep itu mudah dipahami sekaligus

membentuk keterampilan berpikir kritis serta sikap ilmiah siswa.
b. Untuk penelitian lanjutan di bidang pendidikan atau yang ada kaitannya dengan materi
penelitian ini.
2. Manfaaat Praktis :
a. Memberikan motivasi bagi guru untuk mencari strategi pembelajaran lain yang dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.
b. Memberikan wawasan tentang manfaat penggunaan media pembelajaran.
c. Siswa dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah bagi dirinya.
d. Siswa mendapatkan suasana dan pengalaman belajar yang baru.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Definisi Belajar
Belajar ditinjau dari pengertiannya adalah sebuah proses perubahan tingkah laku yang
permanen akibat adanya sebuah pengalaman baru. Menurut James O. Whittaker (dalam

Pritasari: 2011: 7) merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan dan
diubah melalui latihan atau pengalaman.
Belajar merupakan proses mental yang dinyatakan dalam berbagai perilaku, baik
perilaku

fisik-motorik

maupun

psikis.

Melalui


proses

belajar

terjadi

perubahan,

perkembangan, kemajuan, baik dalam aspek fisik-motorik,intelek, sosial-emosional maupun
sikap dan nilai. (Ibrahim, R. 2007: 124)
Belajar menurut Gagne adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar
biologi yang terpenting adalah pengalaman yang dapat memberikan perubahan tingkah laku,
bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. (dalam Muslikhah: 2010: 13).
Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman
dan latihan. Hilgard mengungkapkan ”learning is the precess by wich an activity originates
or changed through training procedurs (Wether in the laboratory or in the natural
environment) as distinguished from changes by factors not atributable to training.” Bagi
Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik

latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar
mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang,
sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena
adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Secara umum definisi belajar dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang kompleks.
Salah satu indikator bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku,
sikap dalam dirinya. Perubahan tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut sikap (afektif), hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan yang dibagi menjadi tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. (Anderson dan Krathwohl. 2010:390).

2.1.2. Teori-Teori Belajar

Teori tentang terjadinya perubahan tingkah laku sebagai akibat dari belajar berpangkal
dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan John
Lock dan hakikat manusia menurut Leibnitz.
Menurut John Lock, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori
tabularasanya, Lock menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulis apa
kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Pandangan ini memunculkan aliran
belajar behavioristik.

Leibnitz menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif. Manusia
merupakan sumber dari segala kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat,
manusia bebas untuk membuat pilihan untuk segala situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah
kesadarannya sendiri. Pandangan ini melahirkan aliran belajar kognitif.

a. Teori Belajar Behavioristik
Teori-teori belajar yang termasuk kedalam kelompok belajar behavioristik diantaranya:
1. Teori Belajar Koneksionisme
Dikembangkan oleh Thorndike tahun 1913. Menurut teori ini belajar pada hewan dan
pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar
terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera
dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon.
2. Teori Belajar Classical Conditioning

Seperti halnya Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga
percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau
pembentukan perilaku perlu dibentuk dengan kondisi tertentu.
3. Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Skinner, merupakan pengembangan dari teori stimulusrespon. Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent response (reflexive
response) adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu misalnya

makanan mengeluarkan air liur, respon ini relatif tetap, dan operant response (instrumental
response).

Adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-

perangsang tertentu. Perangsang tersebut mengukuti dan memperkuat suatu tingkah laku yang
telah dilakukan.
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi
antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau
hubungan antara stimulus dan respon. Ciri khas teori belajar behavioristik yaitu;
mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mengutamakan peranan
reaksi, hasil belajar terbentuk secara mekanis, dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,
mementingkan pembentukan kebiasaan, memecahkan masalah dilakukan dengan cara trial
and error.

b. Teori belajar kognitif
1. Teori Gestalt
Teori Gestalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer. Menurut teori
Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap
hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight yang merupakan inti dari

belajar menurut teori Gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Kemampuan insight seseorang tergantung kepda kemampuan dasar orang tersebut,
sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan
dalam kelompok (spesies) nya
b) Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
c) Insight tergantung pada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
d) Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat
memecahkan persoalan, pengertian itulah yang bisa menjadi pemecahan persoalan lain
pada situasi yang berlainan.
e) Apabila insight telah diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan
dalam situasi lain. Disini terdapat transfer belajar, namun yang ditransfer bukanlah
materi yang dipelajari, tetapi relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui
insight.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar gestalt yaitu:

a)

Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Dalam teori behavioristik menganggap bagian-bagian lebih penting dari
keseluruhan, teori gestalt menganggap justru keseluruhan itu lebih memiliki
makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam

keseluruhan.
b) Anak yang belajar merupakan keseluruhan
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah
hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak
seutuhnya.
c) Belajar berkat insight
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar
bagian didalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian , belajar itu akan
terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan.

Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang dhadapi itu anak akan
mendapat insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap masalah.
d) Belajar berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan
setiap perilaku individu. Belajar adalah melakukan reorganisasi pengalamanpengalaman masa lalu yang secara terus menerus disempurnakan. Dengan
demikian, proses membelajarkan adalah proses memberikan pengalamanpengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak.
2. Teori medan
Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti teori Gestalt, teori
medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang

berkaitan proses pemecahan masalah menurut lewin dalam belajar adalah:
a. belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memecahkan
masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif.
b. Pentingnya motivasi. Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu
untuk berperilaku. Motivasi muncul karena adanya daya tarik tertentu.
3. Teori Konstruktivistik
Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget
berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil memiliki kemampuan untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak
sebagai subjek, maka akan terjadi pegetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan
yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan
yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu
dilupakan.
Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi
dan akomodasi terhadap skema-skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif
yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan

skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema. (Sanjaya:
2014: 112-124)
Teori-teori lain yang melandasi pendekatan pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel
Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning)
dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses
belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah
dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, di perlukan bila
seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak
berhubungan dengan yang telah di ketahuinya. Kaitan dengan pembelajaran berbasis
masalah dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa.
2. Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu
berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya kemudian membangun pengertian baru. Vigotsky menyakini bahwa
interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan itelektual siswa. Kaitan dengan pembelajaran berbasis masalah
(PBM) dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.
3. Teori Belajar Jerome S.Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali,
bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai
dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya
memberikan hasil yang lebih baik,berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta

didukung oleh pengetahuan yang menyertainya,serta menghasilkan pengetahuan
yang benar-benar bermakna. (Rusman:2014:244)

2.1.3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Ivor K. Davis (2000) mengemukakan bahwa ”salah satu kecenderungan yang sering
dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan
mengajarnya Guru” (Rusman:2014:229)
Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya
keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM). (Rusman:2014:229)
Menurut Tan (2003) dalam Rusman:2014:229 Pembelajaran Berbasis Masalah
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betulbetul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga
siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan
Margetson (1994) Mengemukakan bahwa kurikulim Pembelajaran Berbasis Masalah
membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjangn hayat dalam
pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja
kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan yang lain.
(Rusman:2014:230)
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesian masalah yang dihadapi

secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM; pertama, SPBM merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran, kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah, ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah. Sedangakan kriteria bahan pelajaran dalam SPBM adalah;

1.

Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik

2.

Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa

3.

Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang
banyak (universal) sehingga terasa manfaatnya

4.

Bahan yang dipilih merupakan bahan yang medukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki siswa

5.

Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya. (Sanjaya.2014.213-214)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang

menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. (Modul
Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.39)
Menurut Ibrahim, M. Dan Nur, M. (2000) dalam I. Kd. Urip Astika.2013.4
mengemukakan bahwa pembeajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah suatu cara untuk mempelajari biologi
yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah kasus biologi, merangsang siswa untuk
belajar, dengan lebih terarah pada masalah ( Ommundsen.1)

John Dewey menjelaskan 6 langkah PBM yaitu
1.

Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa merumuskan masalah yang akan dipecahkan.

2.

Menganalisis masalah, yatu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai
sudut pandang.

3.

Merumuskan hipotesis yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4.

Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah.

5.

Pengujian hipotesis yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan denga
penerimaan atau penolakan hipotesis.

6.

Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yaitu langkah siswa menggambarkan
rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil

pengujian hipotesis dan

rumusan kesimpulan. (Sanjaya. 2014. 217)
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Ibrahim, M. Dan Nur (2000:13)
dan Ismail (2002:1) dalam (Rusman:2014:243)
Tabel 2.1. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
Fase

Indikator

1

Orientasi siswa pada masalah

2
3

4

Tingkah Laku Guru

Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan
dan memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah
Mengorganisasi siswa untuk Membantu siswa mendefinisikan dan
belajar
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Membimbing
pengalaman Mendorong
siswa
untuk
individual/kelompok
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan
eksperimen
untuk
mendapatkan
penjelasan
dan
penyelesaian masalah.
Mengembanagkan
menyajikan hasil karya

dan Membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan, dan membantu mereka

5

Mengnalisis
mengevaluasi
pemecahan masalah

untuk berbagai tugas dengan temannya
dan Membantu siswa untuk melakukan
proses refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan

Secara lebih khusus Hamzah (2003) mengemukakan tugas guru dalam PBM, yaitu:
(a) guru hendaknya menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan self regulated
dalam belajar pada diri siswa berkembang; (b) guru hendaknya selalu mengarahkan siswa
mengajukan masalah,

atau pertanyaan atau memperluas masalah; (c) guru hendaknya

menyediakan beberapa situasi masalah yang berbeda-beda, berupa informasi tertulis, benda
manipulatif, gambar atau yang lainnya; (d) guru dapat memberikan masalah yang berbentuk
open-ended; (e) guru dapat memberikan contoh cara merumuskan dan mengajukan masalah
dengan beberapa tingkat kesukaran, baik tingkat kesulitan pemecahan masalah; (f) guru
menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pelajaran yang berbentuk dialog antara siswa
mengenai materi pelajaran dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru (peer
teaching). (Rusman:2014:246)
Student centered merupakan salah satu ciri dari pembelajaran berbasis masalah. Peran
siswa secara khusus menurut Paris dan Winograd (2001) adalah: (a) menumbuhkan motivasi
dari kebermaknaan tujuan , proses dan keterlibatan dalam belajar; (b) menemukan masalah
yang bermakna secara personal; (c) merumuskan masalah dengan pertimbangan memodifikasi
dan memvariasikan situasi dengan informasi baru yang dianggap paling mungkin mencapai
tujuan; (d) mengumpulkan fakta-fakta untuk memperoleh makna serta pengetahuan dalam
pengaplikasian pada pemecahan masalah yang dihadapi secara kreatif; (e) berpikir secara
reflektif untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelesaikan masalah; (f)
berpartisipasi dalam pengembangan serta penggunaan assesment untuk mengevaluasi
kemajuan sendiri. (Rusman:2014:247)

Model Pembelajaran Problem base learning sangat mendukung dalam peningkatan
sikap ilmiah siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang dilakukan dengan metode inkuiri
(Winanti, 2009). Peningkatan sikap ilmiah sangat mendukung peningkatan keterampilan kerja
ilmiah, penerapan model problem base learning dalam pembelajaran IPA terpadu juga
memperlihatkan adanya peningkatan keterampilan kerja ilmiah siswa (Jurnal.Rahayu.2012.7)
Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Arnyana 2004 pada bidang studi biologi
tentang pengaruh model pembelajaran berbasis masalah dan model pengalaman langsung
yang dipadu dengan strategi kooperatif STAD dan GI untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan hasil belajar siswa SMA di Singaraja menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar biologi antara kelompok siswa yang
belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah yang dipadu dengan strategi STAD
dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan
strategi kooperatif GI. (Jurnal. Astika. 2013.4)
Koh, Choon-huat (2008:37-38) dalam Fadhila.2013.6 mengungkpkan hasil penelitian
tentang pengaruh PBL disekolah kedokteran yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan
aspek kognitif pada siswa yag belajar dengan model PBL, siswa menggunakan komputer atau
sumber-sumber informasi lain untuk memahami dasar pengobatan, model PBL juga
mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
kontrol yang tidak menggunakan model PBL. (Jurnal.Fadhila.2013.6)

2.1.4. Berpikir Kritis
Definisi berpikir kritis menurut Walker (2006) : Berfikir kritis adalah suatu proses
intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengsintetis, dan atau
mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasi lobservasi pengalaman, refleksi,
dimana hasil proses ini digunakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.

Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya,
mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir
kritis bagi guru sangat penting. Untuk lebih memahami ketermpilan berpikir kritis dibawah ini
disajikan tabel contoh-contoh keterampilan berpikir kritis.
Tabel 2.2. Contoh-contoh keterampilan berpikir kritis
Tingkatan/Jenis Keterampilan
Berpikir Kritis
Mendefinisikan
dan
mengklasifikasikan masalah

Menentukan
informasiinformasi
yang
relevan
dengan masalah

Menyelesaikan
masalah/
menggambarkan konklusi

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah
2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan
perbedaan- perbedaan
3. Menentukan manakah informasi yang relevan
4. Memformulasikan
pertanyaan-pertanyaan
dengan tepat
1. Membedakan anatara fakta, opini dan
keputusan logis
2. Mengecek konsisensi
3. Mengenali stereotip dan klise
4. Mengenali bis, faktor-faktor emosional,
propaganda, dan istilah semantik.
5. Mengenali nilai sistem dan ideologi yang
berbeda.
1. Mengenali ketepatan data
2. Memprediksi
kemungkinankemungkinan
konsekuensi.

Ada 3 aspek berpikir kritis yang perlu dikembangkan dalam kegiatan belajar, yaitu: (1)
kemampuan memahami definisi dan klarifikasi masalah, (2) kemampuan menilai dan
mengolah informasi, dan (3) kemampuan menyelesaikan masalah/membuat kesimpulan.
(Jurnal. Mas. 2011.2)
Kemampuan berpikir kritis ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal
hingga jenius. (Modul diklat guru: 2013. 4)

Keterampilan berpikir kritis tergantung juga pada faktor nature dan nurture. Faktor
nature berdasarkan daya nalar, logika dan analisis, sedangkan faktor nurture adalah berasal
dari lingkungan yang memfasilitasi pengembangan dan pengungkapan fikiran termasuk
kemampuan mempertahankan dan menerima argumen yang berbeda. Berpikir kritis
merupakan kemampuan dan kebiasaan yang sangat perlu dilatih sedini dan sesering mungkin.
(Jurnal: Afrizon. 2012. 11).
Cara yang paling relevan mengevaluasi proses berpikir kritis sebagai suatu pemecahan
masalah menurut Garrison D.R., Anderson, T. Dan Archer, W. (2001) dalam Jurnal Afrizon.
2012. 11. Dapat dilakukan melalui 5 langkah :
1. Keterampilan identifikasi masalah
2. Keterampilan mendefinisikan masalah
3. Keterampilan mengeksplorasi masalah
4. Keterampilan mengevaluasi masalah
5. Keterampilan mengintegrasikan masalah
Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti
dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan, analisis asumsi, dan inkuiri sains (Krulik,
S.and Rudnik, J.A.1996). Cara berpikir ini mengembangkan penalaran yang kohesif, logis,
dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui
keterampilan berpikir kritis adalah tes keterampilan berpikir kritis (jurnal. Astika.2013.5)

2.1.5. Sikap Ilmiah
Sikap dalam bahasa Inggris disebut atitude, sedangkan istilah atitude sendiri berasal
dari bahasa latin “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk
melakukan kegiatan. Sobur (2003) mengatakan bahwa ciri khas dari sikap adalah mempunyai

objek tertentu dan mengandung penilaian. Sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak
suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau menyenangkan terhadap objek, orang, dan
mungkin aspek-aspek lain, termasuk ide abstrak dan kebijakan sosial. (Jurnal. Fakhrudin.
2010.2)
Sikap imiah merupakan salah satu bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
individu. Sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Untuk memunculkan sikap ilmiah siswa diperlukan sebuah model pembelajaran yang sesuai
dengan indikator-indikator yang dimiliki oleh sikap ilmiah siswa itu. Dalam pembelajaran
sikap ilmiah siswa sangat diperlukan sikap rasa ingin tahu, bekerjasama secara terbuka,
bekerja keras, bertanggung jawab, kepedulian, kedisiplinan, dan kejujuran. Sehingga
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. (Jurnal. Fakhrudin. 2010.2)
Menurut Harlen (1992) ada 9 aspek siap ilmiah, yaitu : sikap ingin tahu, sikap ingin
mendapat sesuatu yang baru, sikap kerjasama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berprasangka,
sikap jujur, sikap bertanggungjawab, sikap berpikir bebas, dan sikap kedisiplinan diri. (Jurnal.
Fakhrudin. 2010.2)
Sikap ilmiah dibedakan dari sekedar sikap terhadap sains, karena sikap terhadap sains
hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka terhadap pembelajaran sains. Pada
tingkat sekolah dasar sikap ilmiah difokuskan pada ketekunan, keterbukaan, kesediaan
mempertimbangkan bukti, dan kesediaan membedakan fakta dengan pendapat. (Kartiasa.
1980)
Sikap ilmiah adalah scientific attitude (sikap keilmuan). Kurniadi (1988) dikutip dari
pendapat

M.O. Edward merumuskan prilaku kreatif sikap ilmiah dari kata idea :

i=imagination, d=data, e=evaluation, a=action. Dalam jurnal yang ditulis oleh S.karim A

Karhami (2005) sikap ilmiah yang cenderung dikembangkan diberbagai sekolah
adalah :
a.

Curiosity (sikap ingin tahu)

b.

Flekxibility (sikap luwes)

c.

Critical reflektion ( sikap kritis)

d.

Sikap jujur
Harlen (1996) membuat pengelompokkan yang lebih lengkap dan hampir mencakup

kedua pengelompokkkan yang telah dikemukakan. Secara singkat pengelompokkan tersebut
dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.3. Pengelompokkan Sikap Ilmiah Siswa
Gegga (1977)
Curiosity, (sikap ingin
tahu)
Inventiveness (sikap
penemuan)
Critical thinking (sikap
berpikir kritis)
Persistence (sikap teguh
pendirian)

Harlen (1996)
Curiosity (sikap ingin tahu)
Respect for evidence (sikap respek
terhadap data)
Critial reflection (sikap refleksi
kritis)
Perseverance (sikap ketekunan)

AAAS (1993)
Honesty (sikap jujur)
Curiosity (sikap ingin tahu)
Open minded (sikap
berpikiran terbuka)
Skepticism (sikap keraguraguan)

Cretivity and inventiveness (sikap
kreatif dan penemuan)
Open mindedness (sikap berpikiran
terbuka)
Cretivity and inventiveness (sikap
kreatif dan penemuan)
Open mindedness (sikappikiran
terbuka)
Co-operation with others (sikap
bekerjasama dengan orang lain)
Willingness to tolerate uncertainty
(sikap keinginan menerima
ketidakpastian)
Sensitivity to environment (sikap
sensitive terhadap lingkungan)

Untuk lebih memudahkan dapat digunakan pengelompokkan/ dimensi sikap yang
dikembangkan oleh Harlen (1996) sebagai berikut:

Tabel 2.4. Dimensidan Indikator Sikap Ilmiah
Dimensi
Sikap ingin tahu

Sikap respek terhadap
data/fakta

Sikap berpikir kritis

Sikap penemuan dan
kreativitas

Sikap berpikiran terbuka
dan kerjasama

Sikap ketekunan

Sikap peka terhadap
lingkungan sekitar

Indikator
Antusias mencari jawaban.
Perhatian pada obyek yang diamati.
Antusias pada proses Sains.
Menanyakan setiap Iangkah kegiatan.
Obyektif/jujur.
Tidak memanipulasi data.
Tidak purbasangka.
Mengambil keputusan sesuai fakta.
Tidak mencampur fakta dengan pendapat.
Meragukan temuan teman.
Menanyakan setiap perubahan/haI baru.
Mengulangi kegiatan yang dilakukan.
Tidak mengabaikan data meskipun kecil.
Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi.
Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas.
Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta.
Menggunakan alat tidak seperti biasanya
Menyarankan pereobaan-percobaan baru.
Menguraikan konklusi baru hasil pengamatan.
Menghargai pendapat/temuan orang lain.
Mau merubah pendapat jika data kurang.
Menerima saran dari ternan.
Tidak merasa selalu benar.
Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif.
Berpartisipasi aktif dalam kelompok.
Melanjuttkan meneliti sesudah "kebaruannya" hilang.
Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan.
Melengkapi satu kegiatan meskipun teman.
Kelasnya selesai lebih awal.
Perhatian terhadap peristiwa sekitar.
Partisipasi pada kegiatan sosial.
Menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

AAAS (American Assoiation for Advancement of Science)
Catatan: lndikator-indikator tersebut di atas hanya contoh dan masih dapat dikembangkan
agar lebih lengkap dan tepat mendukung dimensi sikap yang akan diukur.
Natalina (2012) menuliskan dimensi sikap ilmiah sebagai berikut: Tanggung jawab,
keingin tahuan, kerjasama, teliti, disiplin, toleransi, dan percaya diri.
Sikap ilmiah diukur dengan bentuk penilaian non tes. Teknik penilaian non-tes yang
sering digunakan adaIah pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket (kuesioner), dan dokumen (dokumentasi).

2.2. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian Astika 2013 menunjukan terdapat perbedaan sikap ilmiah dan
kemampuan berpikir kritis antara kelompok siswa yang belajar fisika mengikuti model
pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar fisika menggunakan
model pembelajaran ekspositori. Sikap ilmiah dan kemmpuan berpikir kritis siswa yang
belajar menggunakan model PBM lebih baik daripada siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran ekspositori.

BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran
3.1.1. Peranan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
dan Sikap Ilmiah
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual.
Duch,Allen, dan White (2005) mengungkapkan bahwa pbm menyediakan kondisi untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks
dalam kehidupan nyata. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa
dengan

menggalakan

pertanyaan-pertanyaan

yang

dapat

memacu

proses

berpikir.

Kemampuan berpikir tinggi, khususnya berpikir kritis sangat penting diajarkan di sekolah
karena keterampilan ini sangat diperlukan oleh siswa uuntuk sukses dalam kehidupanya.
(Hamruni, 2011;104)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam
kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata (real world). Masalah yang diberikan ini digunakan untuk
mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah
diberikan pada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang
berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.

Dalam modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 di uraikan tujuan dan hasil dari
model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:
1)

Keterampilan berpikir dan

keterampilan memecahkan masalah.

Pembelajaran

berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan tingkat tinggi, salah satu
keterampilan tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis.
2)

Pembelajaran berbasis masalah mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas,

mendorong pengamatan dan dialog, dan pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta
didik dalam penyelidika pilihan sendiri, pada kegiatan ini membangin sikap ilmiah siswa
3)

Belajar pengarahan sendiri (self directed learning). Pembelajaran berbasis masalah

berpusat pada peserta didik, peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus
dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan guru. Kegiatan ini
menuntut peserta didik untuk berpikir kritis dan bersikap ilmiah, sehingga bisa menyelesaikan
masalah secara mandiri dan benar. (Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.40)
Pembelajaran berbasis masalah memiliki dua jenis tujuan belajar, yaitu tujuan
langsung dimana siswa memahami konsep yang sedang dipelajari, dan tujuan jangka panjang
yakni mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan mempelajari kemandirian.
Kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri menuntut kemampuan berpikir
kritis dan sikap ilmiah, sehungga dengan pengalaman yang terus menerus dan terbimbing
kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa dapat ditingkatkan. (Eggen dan Kauchak:
2012: 309)

Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah
penting bagi siswa

Pembelajaran Biologi di kelas VII MTsN
Tirawuta belum mengakomodasi siswa
untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan sikap ilmiah

Kemampuan berpikir kritis dan sikap
ilmiah siswa kelas VII MTsN Tirawuta
masih tergolong dalam kategori sangat
rendah

Berpikir kritis dapat dikembangkan
melalui pembelajaran Biologi

Menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
pembelajaran Biologi

Model Pembelajaran
Berbasis Masalah
mempunyai karakteristik
untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis
dan sikap ilmiah

Pada model
Pembelajaran berasis
masalah terdapat
tahapan yang membuat
siswa aktif sebagai
pusat pembelajaran

Kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa kelas VII MTsN Tirawuta Koltim
meningkat

Penelitian yang relevan:
Pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

3.2. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka berpikir, maka penulis dapat
mengajukan hipotesis yaitu:
1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa
2. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa
3. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di MTsN Tirawita Kabupaten Kolaka Timur, Propinsi
Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian adalah semester genap tahun pelajaran 2015 / 2016
dengan jadwal penelitian sebagai berikut :
Tabel 4.1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian
No
1
2
3
4

Kegiatan
Penyusunan Proposal
Seminar Proposal
Pelaksanaan Penelitian
Penulisan Laporan

Des

Tahun 2015/2016
Jan
Feb

Mar

4.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Melalui metode ini peneliti sengaja
membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti akibat-akibatnya
(Suharsimi Arikunto; 1993 : 3). Dengan kata lain eksperimen adalah suatu cara untuk mencari
hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan
menyisihkan faktor-faktor lain. Penelitian ini melibatkan satu kelompok eksperimen, dengan
menggunakan kelompok kontrol. Kedua kelompok diasumsikan sama dalam segala segi
kecuali dalam perlakuan. Satu kelompok (kelas VII.B) diberi perlakuan model pembelajaran
berbasis masalah, dan kelompok lain (kelas.C) dikenai model pembelajaran ekspositori.

4.3. Variabel Penelitian

Variabel-variabel pada penelitian ini dapat dibedakan menjadi variabel bebas, dan
variabel terikat
1. Variabel bebas adalah variabel yang dipilih untuk dicari pengaruhnya terhadap variabel
terikat. Pada penelitian ini variabel bebas adalah model pembelajaran berbasis masalah.
2. Variabel terikat adalah variabel yang kehadirannya dipengaruhi variabel bebas. Pada
penelitian ini variabel terikatnya adalah:
1) Keterampilan Berpikir Kritis
2) Sikap Ilmiah
Materi pembelajaran yang digunakan dalam dua kelompok ini adalah sama, yaitu larutan
asam, basa, dan garam.

4.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTsN Tirawuta, Kab.
KolTim, dan sebagai sampelnya diambil 2 (dua) kelas secara random (cluster random
sampling). Adapun langkahnya pertama-tama adalah menentukan siswa kelas VII yang akan
dijadikan sampel dengan cara memilih dua kelas secara acak dari 3 (tiga) kelas yang ada di
MTsN Tirawuta. Langkah berikutnya adalah menentukan penggunaan media pembelajaran,
yaitu dengan cara memilih secara acak satu kelas untuk diberi perlakukan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah dan satu kelas menggunakan model pembelajaran
ekspositori

4.5. Instrumen Penelitian
4.5.1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran

Pada penelitian ini penulis menggunakanProgram Tahunan, Program Semester, KKM,
Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan LKS

4.5.2. Instrumen Pengambilan Data

Untuk memperoleh data keterampila berpikir kritis da sikap ilmiah siswa pada
penelitian ini penulis menggunakan instrumen tes berpikir kritis dan kuisioner sikap ilmiah.

4.6. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari siswa-siswi kelas VII MTsN Tirawuta,
Kolaka Timur, Tahun Pelajaran 2015-2016. Data yang akan dikumpulkan adalah keterampilan
berpikir kritis dan sikap ilmiah diperoleh dari hasil observasi dan tes terhadap siswa pada
materi larutan asam, basa, dan garam.
1. Angket, merupakan daftar pertanyaan ataupun pernyataan yang diisi oleh responden
untuk mendapatkan data tentang sikap ilmiah siswa.
2. Tes, dilaksanakan untuk memperoleh data tentang keterampila berpikir kritis siswa MTs
Negeri Tirawuta. Bentuk test objektif pilihan ganda (multiple choice) .Untuk memperoleh
instrumen yang benar-benar baik, sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian maka
instrumen ini diujicobakan dahulu untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitasnya.

4.7. Pengujian Instrumen

Sebelum penelitian dilakukan, penulis lebih dahulu melakukan pengujian instrumen.
Uji coba ini untuk mengetahui apakah instrumen yang telah disusun benar-benar telah valid
dan reliabel, sebab tingkat validitas dan reabilitas dapat mempengaruhi data hasil penelitian.
Selain itu pengujian ini juga untuk mengetahui taraf kesukaran dan taraf pembeda pada tiap
butir soal. Adapun instrumen-instrumen yang diujikan meliputi tes keterampilan berpikir
kritis dan kuisioner sikap ilmiah pada pembelajaran materi larutan asam, basa, dan garam.

4.7.1. Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen (Suharsimi, 1993:136). Validitas berasal dari kata validity yang
berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui validitas item dari instrumen
penelitian. Suatu item dikatakan valid apabila ada dukungan yang besar terhadap skor total
atau dengan kata lain terdapat kesejajaran antara skor item dan skor total. Rumus yang dipakai
untuk mengetahui tingkat validitas item soal dalam penelitian ini adalah rumus korelasi
Product – Moment dari Karl Pearson dalam Masidjo (1995 : 142). Rumus Product – Moment
dari Karl Pearson adalah :

X
Y

∑¿

¿
¿
¿
X
∑ ¿2
¿

Y
∑ ¿2
¿

∑ 2−(¿)
Y

¿
¿
2−(¿¿) ¿
∑¿
X

¿
¿
∑¿¿
XY −¿
N∑ ¿
rxy=¿

Keterangan :
rxy = Angka indeks korelasi product-moment
N = Jumlah responden / peserta tes
X = Skor butir
Y = Skor total
Σ XY = Jumlah hasil kali antara skor X dan skor Y
Σ X = Jumlah total butir
Σ Y = Jumlah skor total
Keputusan uji:
a. Jika rxy > r tabel maka butir soal valid

b. Jika rxY < r tabel, maka butir soal invalid/tidak valid
Klasifikasi validitas soal menurut Masidjo (1995 : 243) dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.2. Interpretasi Validitas Soal
Koefisien Korelasi
0,91 – 1,00
0,71 – 0,90
0,41 – 0,70
0,21 – 0,40
Negatif – 0,20

Kualifikasi
Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah

Dengan menggunakan rumus korelasi product-moment ini dapat diketahui besarnya
validitas tiap item. Suatu soal atau item dikatakan valid jika mempunyai hasil perhitungan
lebih besar daripada tabel harga kritik product-moment. Suatu item soal dikatakan tidak valid
apabila harga perhitungan lebih kecil dari harga tabel.

4.7.2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah nilai keajegan dari suatu item. Suatu soal dikatakan reliabel jika
soal tersebut dari waktu ke waktu menghasilkan nilai yang sama bagi seorang individu. Taraf
reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut koefisien reliabilitas (rtt).
Koefisien relibilitas dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien antara - 1,00 sampai dengan
1,00. Menurut Masidjo (1995 : 233), untuk menghitung taraf reliabilitas menggunakan
rumus Kuder-Richardson ke 20 (KR-20) yaitu :

[ ]
2

n
rtt= n−1

∫−∑ Pq
t

2

∫❑
t

Keterangan:
rtt = koefisien reliabilitas KR-20
n = banyaknya butir soal
p = indeks kesukaran
q=1–p
S = deviasi standar
Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel tidaknya suatu instrumen pada umumnya
adalah perbandingan antara r hitung dengan r tabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika r hitung
> r tabel, maka instrumen tersebut dikatakan reliabel. Interpretasi eliabilitas menurut Masidjo
(1995 : 209) dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4.3. Interpretasi Reliabilitas Soal
Koefisien Korelasi
0,91 – 1,00
0,71 – 0,90
0,41 – 0,70
0,21 – 0,40
Negatif – 0,20

Interpretasi
Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah

4.8. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui dan menguji kebenaran dari hipotesis yang
diajukan. Teknik analisa data dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini
diperlukan statistik inferensial sebagai cara untuk menganalisis data. Sebelum data dianalisis
dengan menggunakan Analisa Varian (ANAVA) sati jalur. dengan terlebih dahulu data diuji
normalitas dan homogenitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

---------. 2013. Modul Diklat Guru Dalam Rangka implementasi kurikulum 2013. Mata
Diklat: 2. Analisis Materi Ajar Jenjang: SD/SMP/SMA Mata Pelajaran Konsep
Pendekatan Scientific. Kementerian Pendidikan dan Keudayaan
---------. 2014. Materi pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran
2014/2015 Mata Pelajaran IPA SMP/MTs. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Anderson, Lorin W., dan Krathwohl, David R., 2010. Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen, Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Judul
Asli: A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s
Taxonomy of educational Objectives. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Afrizon, Renol., Ratnawulan, fauzi, A., 2012. Peningkatan Perilaku Berkarakter dan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang Pada Mata
Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction. Jurnal
penelitian Pembelajaran Fisika. (http://ejournal.unp.ac.id)
Astika, I.Kd.Urip dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Bebasis Masalah Terhadap
Sikap Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis. e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013)
Dzulfikar, A., Asikin, A., Hendikawati, P. 2012. Keefektifan Problem based learning dan
Model Eliciting Activities Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme
Eggen Paul,dan Kauchak Don, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan
Konten dan Keterampilan berpikir. Original Title: Strategie and Models for Teachers:
Teaching Content and Thinking Skils. Jakarta: PT. Indeks
Fadhila, C., Corebima, D.A., Balqis. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Based Learning
Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X
SMAN 7 Malang. Jurnal penelitian
Fakhruddin, dkk., 2010. Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Dengan
Penggunaan Media Komputer melalui Model Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa
Kelas X3 SMA Negeri 1 Bangkinang Barat. Jurnal Geliga Sains 4 (1), 18-22,2010.
Hamruni. 2011. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani
Ibrahim, R. Dkk., 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian II: Ilmu Pendidikan Praktis.
Bandung: Intima
35
36
Mas, Silvester. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SDI Daleng
Manggarai Barat NTT Pada Pokok Bahasan Globalisasi D