TESIS Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan

(1)

iv

TESIS

Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas

Perbedaan Faham Keagamaan

(Studi Fenomenologis Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang Madura)

Oleh :

Muhammad Junaedi 09250023

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER SOSIOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013


(2)

(3)

(4)

vii LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Muhammad Junaedi

Tempat/Tanggal Lahir : Purworejo, 27 Agustus 1986

NIM : 09250023

Program Studi :Magister Sosiologi Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa karya ilmiah.tesis yang berjudul “Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan : Studi

Fenomenologis Pada Komunitas Syi’ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang Madura”. Adalah karya tulis asli pribadi dan bukan merupakan karya tulis orang lain yang pernah terpublikasikan baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami sebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar kami bersedia mendapat sanksi akademik sesuai peraturan yang berlaku.

Malang, Juli 2013 Yang Menyatakan


(5)

viii

LEMBAR PERSEMBAHAN

GATOK PORA (Alm Bpk Moh Badri)

Hasil karya TESIS ini saya persembahkan

terkhusus kepada kedua Orang Tua yang

menjadi inspirator kehidupan , Bapak

Moh Badri Alm walaupun beliau telah

tiada namun teladan dan kearifannya

akan tetap selalu terkenang

selama-lamanya, dan

Mama’ Taslimah tercinta

,

dengan doa restu-nyalah saya dapat

menempuh dan menyelesaikan studi ini

dengan lancar meskipun menuai banyak

hambatan namun pada akhirnya tercapai

dan

terselesaikan,

atas

doa-kedua-nyalah semua bisa terwujud.

Tidak lupa juga trimakasih kepada Istri

tercinta, seluruh keluarga,

saudara-saudara yang sangat ku hargai dan

cintai dengan merekalah pula dukungan

intelektual, moril, spiritual maupun

materiil bisa saya peroleh lahir dan

batin, begitu juga dengan lingkungan

tempat

saya

bekerja

para

dewan

pengajar, siswa-siswa dan rekan-rekan

sejawat yang telah memberikan curahan

warna dalam kehidupan ini.


(6)

ix KATA PENGANTAR

Alhamdulilah dengan memanjatkan Puja dan Puji Syukur semoga selalu terhaturkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat dan Hidayah kepada hamba-hamba-Nya, dan Sholawat serta Salam semoga selalu terhaturkan pula kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat-umat-Nya kepada jalan lurus yang diridhoinya. Lantaran rahmat, hidayah dan syafa„at-Nyalah upaya penulisan Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul “ Konstruksi Sosial Masyarakat Atas Realitas Perbedaan Faham Keagamaan : Studi Fenemenologis Pada Komunitas Syi’ah da Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Sampang Madura” ini dapat terselesaikan dengan baik dan maksimal.

Kekerasan atas nama agama yang menimpa komunitas Syi‟ah di desa Karang Gayam dan Bluuran merupakan salah satu contoh realitas sosial hubungan antar kelompok keagamaan yang tercederai dengan adanya disintegrasi sosial dalam kehidupan beragam Islam, Madura memang dikenal sebagai basis Muslim Sunni hampir 99,9 persen dari total jumlah penduduknya, keislamannya mayoritas sebagai pengikut nahdyyin NU, dengan basis keagaamaan NU yang kuat maka kehadiran kelompok keagamaan lain seperti Syi„ah cenderung mendapatkan resistensi dari elit keagamaan dan lapisan sosial masyarakat setempat. Tragedi penyerangan terhadap komunitas Syi‟ah pada peristiwa Sampang satu 29 Desember 2011 dan tragedi Sampang dua pada 26 Agustus 2012 adalah bukti bahwa ekistensi Syi‟ah menjadi dilema hubungan kelompok keagamaan, meskipun secara historis eksistensi Syi‟ah sudah berlangsung semenjak kehadiran Islam itu sendiri, dimana Sunni dan Syi‟ah merupakan dua mazhab besar dalam Islam yang keberadaan ummatnya juga tersebar ke balahan dunia Islam tidak saja di Indonesia melainkan di negara-negara Islam lainnya, berangkat dan bermula dari relasi sosial yang melahirkan disintegrasi pada komunitas Sunni dan Syi‟ah di Sampang inilah, peneliti tertarik lebih dalam untuk mengkaji konstruksi sosial masyarakat bagi dua komunitas Syi‟ah dan Sunni dalam memahami realitas perbedaan faham keagamaan, diharapakan dengan pendekatan sosiologis yang peneliti kedepankan akan mampu memberikan formula khusus dalam upaya rekonsialisi konflik berbasis kearifan lokal sehingga kohesivitas sosial antara komunitas Syi‟ah dan Sunni makin kuat dan terintegasikan dalam kehidupan sosial bersama.


(7)

x Dalam kesempatan ini tentu penulis mengucapkan trimakasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis baik moril maupu material kepada semua pihak , sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini, meskipun masih banyak kekurangan guna penyempurnaan penelitian yang lebih lanjut, dalam hal ini penulis mengucapak beribu terimakasih kepada :

1. Dr Muhdjir Efendi, M.AP selaku Rektor Univers itas Muhammadiyah Malang 2. Dr Latipun, M.Kes, selaku direktur Program Pasca Sarjana Universitas

Muhammadiyah Malang

3. Drs Rinikso Kartono, M.Si selaku ketua Program Magister Sosiologi

4. Prof Dr Syamsul Arifin selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu, mengarahkan dan menyelesaikan sekaligus menyempurnakan penelitian ini mulai dari awal penelitian hingga tahap penyelesaian laporan meskipun ditengah sela-sela kesibukan, trimakasih banyak atas curahan ilmu dan arahan-arahan yang penulis terima selama proses penyelesaian tesis.

5. Drs Joko Susilo, M.Si selaku dosen pembimbing pendamping yang juga telah memberikan arahan, dukungan, motivasi dan supportnya dalam memberikan arahan penulisan laporan penelitian selama proses penyelesaian tesis ini, trimakasig pula atas waktu luang yang telah diberikannya.

6. Dr Vina Salviana DS M.Si, Dr Wahyudi, M.S.i, Dr Achmad Habib MA, Dr. Sugeng Puji Leksono M.S.i, Prof. Dr Mas„ud Said, Ph,D. Prof, Dr. Mudjia Raharjo, M.Si, Prof. Dr. Bambang Widagdo, M, Dr. Muhadjir fendi, MAP, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si, Prof. Dr Jabal Tarik Ibrahim, Dr Asep Nurjaman, M.Si, Prof Dr. Hamidi, M.Si (Alm), Prof. Dr. Bambang Widagdo, Himawan Bayu Patriadi Ph.D, Dr Tri Sulistianigsih, M.Si selaku dosen-dosen pengajar di kelas sehinga penulis bisa memperoleh curahan kearifan dan ilmu pengetahuan yang begitu mendalam pada progran Magister Sosiologi.

7. Kepada segenap informan penelitian yang tidak bisa peneliti ungkapkan satu persatu-persatu baik dari warga maupun lembaga instansi pemerintahan Sampang setempat maupun lembaga non-pemerintahan yang telah memberikan izin informasi data lapangan dalam komunitas Sunni dan Syiah, guna memperkaya khazanah temuan data lapangan.


(8)

xi 8. Bapak / Ibu di TU PPs UMM terimakasih banyak atas pelayanan administratif

yang selama proses menyelesaikan studi

9. Alm Bapak Badri walaupun telah menghadap Ilahi namun teladan dan kearifanya akan selalau terkenang dan juga Mamak tercinta atas dasar doa dan dukunnganya baik moril maupun meteril akhirnya penelitian ini bisa terselesaikan, demikian juga terimakasih untuk semua keluarga, saudara-saudara dan pendamping hidup baru yang langsung tercipta suasana mesatakung hingga laporan penelitian ini cepat terselesaikan.

10.Teman-teman sejawat di kampus maupun dalam rekan mengajar, meskipun disela kesibukan, nuanasa humor dan komunikasi yang tidak terputus sehingga bisa memberikan peringatan dalam berbagai urusan yang terkaiat.

Penulis merasa yakin bahwa dalam karya tulis penelitian ini masih terdaoat kekuarangan yang perlu dilengkapi dan disempurnakan llebih lanjut, karenanya segala macam kritik, saran dari berbagai pihak yang membangun akan penulis terima dengan sepenuh hati guna perbaikan dan penyempurnaan. Demikian pengantar yang dapat penulis, sebagai penutup ucapan trimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan maupun kehilafan dalam tesisi ini. Semoga tesis ini mampu memberikan manfaat demi pengembangan ilmu pengetahuan maupun kontribusi praktis bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Malang, Juli 2013

Penulis


(9)

xii ABSTRAKSI

Islam adalah agama yang dilahirkan dengan kedamaian, Islam menjadi penghubung utama nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, meskipun dalam Islam memiliki keberagaman faham keagamaan, namun perbedaan di tengah ummat Islam adalah sebuah rahmah. Dalam catatan sejarah dunia Islam, Syi‟ah dan Sunni merupakan dua faham keagamaan besar yang menjadi bagian historis perkembangan dunia Islam itu sendiri, begitu juga dalam catatan sejarah kedatangan Islam ke Indonesia, kedua mazhab keagamaan ini telah tersebar, diyakini dan dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia yang bermazhab-kan Sunni, meskipun demikian juga terdapat pengikut Syi‟ah sebagai minoritas keyakinan yang diikuti oleh sebagian masyarakat Indonesia, namun sejak awal eksistensinya dinilai tidak pernah menjadi sebuah ancaman bagi mayoritas penganut muslim Sunni. Realitas perbedaan faham keagamaan yang melahirkan relasi sosial disintegratif berupa pertentangan dan konflik, memang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan masyarakat, hal inilah yang tampak terjadi di masyarakat Sampang Madura. Meskipun Madura dikenal sebagai pengikut agama Islam yang taat, patuh, tunduk dan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dalam bingkai ajaran NU yang dikenal toleran, namun nyatanya elit keagamaan dan lapisan sosial masyarakat tertentu masih belum bisa menerima eksistensi Syi‟ah sebagai bagian dari faham keagamaan Islam. Tragedi penyerangan komunitas Syi‟ah tanggal, 29 Desember 2011 dan tragedi Sampang dua pada 26 Agustus 2013 adalah bukti nyata kekerasan atas nama agama masih menjadi catatan hitam toleransi antara hubungan faham keagamaan yang berbeda.

Fenomena kekerasan atas nama agama tersebut menarik untuk dicermati lebih dalam guna mengungkap realitas permasalahan lapangan yang terjadi di masyarakat, atas dasar itulah peneliti mencoba menguraikan permasalahan tersebut dalam bingkai sosiologis dengan judul “Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan

Faham Keagamaan” : Studi Fenomenologis Pada Komunitas Syi’ah dan Sunni di desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang Madura), diharapan agar penelitian ini mampu memberikan formula yang tepat guna menghadirkan wacana teoritis dalam pemahaman konstruktivis akan relasi sosial dan pemahaman realitas perbedaan faham keaagamaan, namun juga bisa menghadirkan manfaat praktis guna merumusukan rekonsiliasi konflik berbasis local wisdom yang terbingkai dalam wadah kerukunan dan kedamaian antar komunitas Syi‟ah dan Sunni, meskipun memiliki faham keagamaan yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode diskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologis sebagai pisau analisa yang digunakan dalam mengurai dan mendiksripsikan temuan-temuan faktual lapangan yang terjadi di masyarakat. Dengan pendekatan inilah rumusan masalah bisa terjawab secara holistik berdasarkan data empiris dan dengan kerangka berpikir sosiologis yang obyektif.

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka metodologis yang diterapkan dalam penelitian ini, tersingkap bahwa konstruksi sosial masyarakat terhadap realitas perbedaan faham keagamaan antara komunitas Sunni dan Syi‟ah memiliki sudut pandang pemahaman yang berbeda dan saling bertentangan, bagi komunitas Sunni realitas perbedaan faham keagamaan tersebut menjadi sebuah permasalahan besar, tatkala syiah menjadi ancaman eksitensi ajaran mainstrem Islam NU (Nahdatul Ulama) yang kebenarannya telah diakui bersama sebagai commen values mayoritas masyarakat Madura, tradisi dan ritual keagamaan yang terpolakan semenjak lahir dan tumbuh berkembang dimasyarakat dalam kurun waktu ke waktu harus tetap langgeng


(10)

xiii dan dipertahankan, Syi‟ah dinilai telah melukai harga diri dasar masyarakat Madura dengan menistakan nilai-nilai dasar keagamaan yang diikuti mayoritas masyarakat muslim Sunni NU, oleh karena itulah elit keagamaan dan masyarakat menghendaki agar Tajul dan pengikutnya harus bertaubat kembali ke ajaran semula atau kalau tidak berkehendak dan tidak mengakui ajaran semula maka pilihannya adalah relokasi keluar dari Madura. Guna melindungi faham keagamaannya yang sudah mapan maka diputuskanlah bahawa ajaran Syi‟ah yang dibawa Tajul Muluk adalah ajaran yang sesat dan menyesatkan, bermula terhadap pemahaman Syi‟ah sesat, maka muncullah prasangka-prasangka negatif tentang bentuk-bentuk penistaan agama yang dilakukan oleh pengikut Syi‟ah, isu kesesatan Syi‟ah terus diproduksi oleh elit keagamaan dan mayoritas lapisan sosial masyarakat dari komunitas Sunni anti Syi‟ah, akibat penilain-penilaian dan prasangka negatif inilah relasi sosial antara dua komunitas yang sebelumnya berjalan damai diwarnai dengan disharmonisasi sosial.

Berkebalikan dengan pandangan komunitas Sunni dalam melihat realitas perbedaan faham keagamaan, komunitas Syi‟ah menilai bahwa sebenarnya masyarakat komunitas Sunni memiliki prinsip-prinsip sosial dasar kemanusian yang toleran, namun kebencian terhadap komunitas Syi‟ah dianggap sebagai hasil ciptaan yang sengaja diciptakan dan diproduksi oleh elit-elit keagamaan Islam NU yang ada di Madura, dalam kontek ini komunitas Syi‟ah menilai terdapat dua hal utama yang saling berkaiatan pertama adanya pergeseran otoritas keaagamaan dari elit agama Islam NU dan yang kedua adanya stereotip dan distorsi pemahaman ajaran Syi‟ah dalam arti tuduhan fatwa sesat dari Majlis Ulama Madura, FMU, BASRA, keputusan BAKORPAKEM isinya dinilai didistorsi atau dislewengkan, karena keputusan tersebut bersifat sepihak tanpa ada proses dialog tebuka yang adil bagi komunitas Syi‟ah, dan yang kedua stigma sesat dan anggapan Syi‟ah sebagai ajaran yang menyimpang dengan penyebaran isu dilebih-lebihkan, mengada-ada dan tidak faktual sebagaimana keyakinan dan ajaran yang diikuti oleh komunitas syiah. Pemahaman tersebut tentu akan melahirkan disintegrasi sosial, karenanya segala bentuk intimidasi, ancaman dan anarkisme dinilai oleh komunitas Sunni anti Syi‟ah sebagai bagian upaya mempertahankan akidah atau keyakinan dari penistaan ajaran syiah.

Meskipun terdapat perbedaan faham keaagamaan yang melahirkan relasi disintegratif, namun ikatan sosial yang didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal teretan dibik inilah yang mampu mempererat relasi sosial integratif antara Syi‟ah dan Sunni, kekerabatan dalam keluarga dan berinteraksi sosial antar sesama merupakan proses sosial berkesinambungan yang tidak bisa terputus, melalaui jalan inilah rekonsiliasi konflik bisa terwujud, dengan pendektan teori konstruksi sosial oleh Peter L Berger dan Thomas Luckhman peneliti melihat bahwa realitas perbedaan faham keagamaan di masyarakat tidak bisa dilepaskan dari realitas yang telah terkonstruksikan sehingga melahirkan pertentangan dari komunitas Sunni anti Syi‟ah, itulah beberapa sajian ringkasan temuan data lapangan yang terurai dalam laporan penelitian ini.


(11)

xiv ABSTRACT

Islam is borne religion with peacefulness, Islam become especial link of the infinite values and is human. Though in Islam have diversity of religious understanding, but difference in the middle of people of Islam is a rahmah. In world history note of Islam, Syiah and Sunni represent two big religious understanding which become historical part of growth of world of Islam itself, so also in arrival history note of Islam to Indonesia. Both of this religious madzab have spread over, to be believed and embraced by society majority of Indonesia, which is Sunni madzab. Nevertheless also there is follower of Syiah as faith minority followed by some of society of Indonesia, but since early its existence assessed by have never become a threat to majority follower of Moslem of Sunni. Reality difference of religious understanding which bear social relationship of disintegrative in the form of conflict and opposition, it is true cannot be discharged in life of society, this matter see happened in society with Sampang Madura. Though Madura known as by follower of religion of Islam obedient, submissive and respect values of Islam in teaching frame of NU lenient recognized, but its reality of religious elite and social coat of certain society still not yet can accept Syiah existence as part of religious understanding of Islam. Tragedy attack of community of Syiah at December 29, 2011 and second tragedy Sampang at Augustus 26, 2013 is real evidence of violence on behalf of religion still become black note of tolerance between different religious understanding relation.

Those violence phenomenons on behalf of the religion draw to be deeper research to express reality problems of field that happened in society. On the basis of that's researcher try to elaborate the problems in frame of sociologies with title 'social construction of society to reality difference of religious understanding: study of phenomenology at community of Syiah and Sunni in countryside of Karang Gayam and Bluuran sub-province of Sampang Madura'. Its expectation so that this research can give correct formula to attend theoretical discourse in constructive understanding about social relationship and understanding of reality difference of religious understanding, but also can attend practical benefit to formulate conflict reconciliation base on local wisdom which framed in place of peacefulness and reconciliation between community of Syiah and Sunni, though have different religious understanding. In this research, researcher use qualitative descriptive method with approach of phenomenological as analysis knife, which is used in decomposing and describe findings of factual field that happened in society. With this approach the problem formula can be answered by holistic pursuant to empirical data and with framework think objective sociologies.

based formulation of the problem and the methodological framework applied in this study, revealed that the social construction of the reality of religious disagreement between sunni and Shiite community has a different perspective and understanding conflicting, to Sunni community of those reality of religious disagreement into a major problem, the Shiite to be a threat existence when the mainstream Islamic teachings NU (Nahdlatul Ulama) whose truth has been


(12)

xv recognized with the majority of the Madurese commen values, traditions and religious rituals are patterned from birth and grew up in the community from time to time shall remain a lasting and sustained. Shia judged to have hurt people's basic dignity with Madura outraged religious core values that followed the majority Sunni Muslim community NU. Therefore, the religious elite and the public wants Tajul and his followers must repent or go back to the teachings of all wills otherwise and does not recognize the original teachings, then the choice is relocating out of Madura. to protect religious understanding established, it was decided that the Shia doctrine brought Tajul Muluk is misguided and misleading teachings, started against Shiite misguided understanding, then comes the negative prejudices about other forms of blasphemy performed by followers of the Shia, the issue of apostasy Shia continue to be produced by the religious elite and the majority of the social layer of Sunni community anti-Shiite. eventually judgments and prejudices these social relations between the two communities that were previously peaceful tinged with social disharmony.

In contrast to the Sunni community in view of the reality of religious disagreement, the Shia community considers that the public actually Sunni community have basic social principles of humanity that is tolerant, but hatred against the Shia community is considered as a result of the deliberate creation was created and produced by Islamic religious elites NU is in Madura, in the context of assessing the Shiite community there are two main things that are related, first to a shift in religious authority of NU's elite Islamic religion and that both the stereotypes and distortions in the sense of understanding the teachings of Shia fatwa misguided allegations of clergy Madura, FMU, BASRA, decision Bakorpakem contents assessed distorted or perverted, because it is a unilateral decision without an open dialogue process that is fair to the Shia community, and that both stigma and assumptions Shia as heretical teachings that deviate by spreading exaggerated the issue, making it and not factual as beliefs and teachings are followed by the Shia community. understanding will certainly give birth to social disintegration, hence any form of intimidation, threats and anarchism assessed by Sunni community anti-Shiite as part of efforts to maintain the faith or belief of the Shia doctrine sacrilege.

Although there are differences in religious ideology that gave birth disintegrative relationships, but social bonds are based on the values of local wisdom teretan dibik is able to strengthen the integrative social relations between Shia and Sunni, kinship in family and the social interaction between the members of a sustained social process that can not be disconnected, through this the path conflict reconciliation can be realized with the approach of the theory of social construction by Peter L.Berger and Thomas Luckhman. Researchers saw that the reality of religious disagreement in the community can not be separated from the reality that has constructed that spawned opposition from Sunni community anti-Shiite, which is a presentation summary of the findings of field data that described in this research report.


(13)

xvi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAKSI ... ix

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR TEMUAN DATA ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi–

BAB.I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA ... 15

A. Pengertian Syi‟ah ... 16

B. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama‟ah (Sunni)... 20

C. Sejarah Singkat Lahirnya Mazhab Syi‟ah dan Perkembangan Syi‟ah di Indonesia ... 23

C.1. Sejarah Munculnya Syi‟ah Pada Awal Berdirinya Islam. ... 23

C.2 Beberapa Nama Julukan Untuk Syi‟ah ... 26

C.3 Aliran-aliran Dalam Syi‟ah ... 28

C.4. Perkembangan Syi‟ah di Indonesia dan Hubungannya dengan Komunitas Sunni... 33


(14)

xvii

D. Landasan Dasar Teori Penelitian ... 42

E. Penelitian Terdahulu ... 46

BAB.III. METODE PENELITIAN ... 51

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 51

B. Lokasi Penelitian ... 54

C. Subyek Penelitian... 54

D. Tehnik Pengumpulan data dan Sumber data Penelitian ... 59

E. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ... 59

F. Keabsahan Data / Validitas Data ... 62

BAB. IV. PEMBAHASAN ... 63

A. DISKRIPS LOKASI PENELITIAN ... 63

A.1. Kondisi Geografis Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran ... 63

A.2. Kondisi Pemerintahan dan Demografis Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran ... 66

A.3. Kondisi Perumahan/pemukiman di Desa Karangaggayam dan Desa Bluuran ... 70

A.4. Kondisi Perekonomian dan Pola Pemukiman Masyarakat Desa Karang Gayam dan Bluuran ... 74

A.5. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran ... 81

A.6. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran ... 84


(15)

xviii

B. TEMUAN DAN ANALISA DATA PENELITIAN ... 89

B.1.Geneologi Perkembangan(latar belakang) Munculnya Syi‟ah di Desa Karang Gayam dan Desa Bluuran ... 92

B.2. Respon Kyai dan Masyarakat Terhadap Keberadaan Komunitas

Syi‟ah di Desa Karang Gayam dan Bluuran ... 104

B.3. Diskripsi Konflik Kekerasan Atas Nama Agama Terhadap Komunitas Syi‟ah Dalam Tragedi Sampang Satu Desember 2011

dan Dua Agustus 2012 ... 120

B.3.1. Latar Belakang Munculnya Kekerasan Berdasarkan Fakta-fakta

Kronologis Kejadian ... 120

B.3.2. Tragedi Sampang Satu 29 Desember 2011 ... 134

B.3.3. Tragedi Sampang Dua 26 Agustus 2012 ... 138

Gambar Skema Temuan Data 4.1. : Geneologi Perkembangan

Syi‟ah serta Respon Kiai dan Masyarakat di Desa Karang Gayam & Bluuran …147

B.4. Konstruksi Sosial Komunitas Sunni –Syi’ah terhadap Realitas

Perbedaan Faham Keagamaan... 148

B.4.1. Realitas Subyektif dan Obyektif Masyarakat Karang Gayam dan

Bluuran dalam Komunitas Sunni dan Syi„ah ... 148

B.4.2. Konstruksi Sosial Masyarakat Bagi Komunitas Sunni

Realitas Perbedaan Faham Keagamaan ... 150

B.4.2.1. Tradisi Keagamaan yang berdasarkan nilai-nilai Islam NU ... 150

B.4.2.2. Prasangka Negatif Terhadap Realitas Perbedaan faham

Keagamaan Syi„ah ... 166

Gambar Skema Temuan Data 4.2. : Konstruksi Komunitas Sunni Terhadap

Realitas Perbedaan Faham Keagamaan Syi‟ah di


(16)

xix

B.4.3. Konstruksi Sosial Masyarakat Bagi Komunitas Syi‘ah Terhadap

Realitas Perbedaan Faham Keagamaan ... 185

B.4.3.1. Pergeseran Basis Legitimasi Otoritas Antar Pimpinan Kelompok Kelompok Keagamaan ... 187

B.4.3.2. Munculnya Stereotipe dan Distorsi PemahamanTerhadap Kesesatan Syi„ah ... 202

Gambar Skema Temuan Data 4.3. : Konstruksi Komunitas Syi‟ah Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran ... 217

B.5. Relasi Sosial dan Rekonsiliasi Konflik Berbasis Kearifan Lokal Bagi Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam Dan Desa Bluuran ... 218

Gambar Skema Temuan Data 4.4. : Relasi Sosial dan Rekonsiliasi Konflik Berbasis Kearifan Lokal Antara Komunitas Syi‟ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran... 228

B.6. Diskusi Teori dan Implikasi Teori ... 229

B.6.1. Dialektika Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Relitas Perbedaan Faham Keagamaan bagi Komunitas Syi‟ah dan Sunni di desa Karang Gayam dan Bluuran. ... 229

Gambar Skema Temuan Data 4.5. : Diskusi Teori dan Implikasi Teori : Dialektika Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan bagi Komunitas Sunni dan Syi‟ah di desa Karang Gayam dan Bluuran ... 236

BAB. V PENUTUP... 237

A. Kesimpulan ... 237

B. Saran ... 242


(17)

(18)

1 BAB SATU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang dilahirkan dengan beragam bentuk, pemikiran, aliran dan gerakan, sejarah mencatat bahwa semenjak Islam hadir empat belas abad lalu, yaitu semenjak wafatnya Rasullullah SAW telah lahir beragam gerakan aliran kepercayaan dalam Islam sebagai imbas pemikiran dan politik, secara umum terdapat tiga gerakan aliran kepercayaan

Islam yaitu Syi‘ah, Ahlussunnah dan Khowarij, munculnya gerakan-gerakan Islam tersebut tidak bisa dilepaskan dalam kontek sosio-historis yang memicu perkembangannya begitu pula keberaagaman aliran kepercayaan yang muncul belakangan ini di belahan dunia Islam maupun di Indonesia khususnya1, perbedaan-perbedaan keyakinan dalam Islam adalah sebuah

keniscayaan yang tidak bisa dinafikan, hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW

Ihtilaf Ummati Rohmah‖, keberagaman yang seharusnya menjadi sebuah rahmat dalam upaya untuk integritas ummat, nyatanya telah melahirkan beragam reaksi defensif maupun ofensif dari beberapa kalangan umat Islam sendiri sehingga memunculkan konflik horisontal atas nama agama.

1

Terdapat berbagai judul buku maupun penelitian-penelitian yang menguraikan secara mendalam terkait dengan gerakan-gerakan keagamaan yang muncul pada awal mula sejarah Islam maupun gerakan yang muncul dan berkembang di Indonesia, beberapa literatur pendukung yang bisa menjadi rujukan diantaranya Adam, Muchtar 2003 Perbandingan Mazhab dalam Islam. Bandung: Penerbit Babussalam, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Departemen Agama RI, 2009, Profil Faham dan

Gerakan Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Keagmaan Departemen Agama RI, 2011

Perkembangan Faham Gerakan Keagamaan Trans-nasional Di Indonesia, Puslitbang Kehidupan

Keagamaan, Departemen Agama RI, 2010, Aliran-aliran Keagamaan Aktual di Indonesia, dalam literatur Bahasa Arab seperi Al Milal Wa Nihal karya Saharastani, Khowarij wa Fikrul Mutajaddid,


(19)

2 Konflik atas nama agama memang memiliki dimensi yang sangat kompleks, beberapa hal pemicu konflik seperti perbedaan dalam menginterpretasikan dan menafsirkan ajaran-ajaran pokok agama, klaim kebenaran akan keyakinan kelompok tertentu diatas kelompok lain, pemahaman Islam dengan pedekatan skriptual-tekstualis, seperti halnya dalam menginterpretasikan teks Al Quran dan Al Hadis dengan kecenderungan sebatas pada pemahaman legal ordernya saja tanpa mengaitkan dengan realitas material kekinian, tentu akan melahirkan pemahaman dan pandangan keagamaan yang rigit, hitam-putih, Muslim – kafir / sesat, serta condong eksklusif ditambah karena adanya politik kepentingan dari berbagai stake holder, baik kalangan pemerintah yang berkuasa maupun elit-lokal daerah dan para pemangku kepentingan lainnya membuat masalah menjadi kian rumit.

Fakta historis menunjukkan walaupun Islam Syi‘ah sudah terlahir semenjak empat belas abad lalu, sampai kini-pun kehadiran dan eksistensi Syi‘ah di tengah umat Muslim masih belum bisa sepenuhnya di terima, Indonesia yang dikenal memiliki kebhinekaan dalam suku, adat maupun agama, dan juga yang dikenal dengan populasi ummat Muslim terbesar di dunia masih saja memiliki catatan hitam terkait dengan relasi sosial kelompok keagamaan, perkembangan gerakan Syi‘ah di Indonesia2, tidak bisa dilepaskan dari warisan kultural

maupun pengaruh politis pasca meletusnya revolusi Islam Iran tahun 1979, warisan kultural 3

nampak pada tradisi ritual keagamaan yang dilakukan oleh kaum sufi maupun kalangan Nahdyyin dengan kecenderungan pemikiran maupun ritual keagamaan yang serupa dengan tradisi Syi‘ah seperti mistiko filosofis ala Al Hallaj, thariqoh-thariqah sufistik , tradisi

2 Sebagaimana dalam catatan Kang Jalal ―Dikotomi Sunnah-Syi’ah tidak Relevan Lagi‖, terdapat

tiga gelombang bagaimana Syi‘ah masuk dan berkembang di Indonesia Gelombang pertama Syi‘ah masih bercorakkan kultural, gelombang kedua Syi‘ah Bercorakkan Ideologis dengan adanya pengaruh revolusi Islam Iran dan pemikiran-pemikiran progresif yang tercetus dari ideolog seperti Ali Syariati maupun wacana keilmuan filsafat yang lahir dari Qum, gelombang ketiga Syi‘ah yang bercorakkan Fikih pada level inilah sudah mulai terlihat pergesekan antara ahlussunah dengan Syi‘ah

3

Secara lebih rinci Azra menjelaskan eksistensi Syi‘ah dalam sudut pandang historis dan budaya,

lihat Azyumardi Azra ―Syi’ah di Indonesia : Antara Mitos dan Realitas‖, dalam ―Islam Reformis ;

Dinamika Intelektual dan Gerakan” 1999 makalah disadur dari Jurnal Ulumul Qur‘an, No.4, Vol. VI, 1995. Rajawali Pers


(20)

3 upacara Tabot dari Sumatra, ritual metoni, empat puluh hari, syair-syair keagamaan dengan

pujian terhadap Ahlul Bait Nabi seperti dalam nasyid ―Li Khomsatun‖4 dan beragam tradisi

keagamaan lainnya, karenanya dalam kultur seperti inilah maka wajar dimengerti kalau seandainya Sunni adalah Syi‘ah minus Imamah atau dalam bahasa lain Syi‘ah kultural demikian tanggapan dari Gusdur.

Disamping warisan kultural, tranmisi gerakan Syi‘ah juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh revolusi Islam Iran, gerakan revolusioner yang berbasis pada agama ini telah membuat banyak orang dari berbagai kalangan keilmuan, akademisi, praktisi maupun negarawan simpatik akan sepak terjang Iran di tengah dunia global. Tradisi kelimuan dan prinsip fundamental akidah yang kuat,5 telah melahirkan beragam tokoh pemikir, filosof maupun ideolog yang mampu menghadirkan wacana dan perubahan nyata dalam masyarakat faktor geografis dan sosio-historis menjadi bukti otentik bahwa di bumi Persia inilah telah tersemayam warisan kelimuan yang kuat dan mendalam, hal ini terbukti dengan keberadaan kota Qum sebagai pusat kajian keilmuan disamping Mesir dengan Al Azhar, atau Hauzah Najaf Irak 6, maka wajar kalau kemudian hingga kini tranmisi Syi‘ah mudah tersebar ke belahan wilayah dunia dengan kekhususannya tersendiri.

4

Li Khomsatun adalah sebuah syair yang menyanjung Ahlul Bait / keluarga Nabi sebagaimana yang

diyakini oleh mazhab Syi‘ah, berbeda dengan penafsiran Sunni , mazhab Syi‘ah mengkategorikan keluarga Nabi terbatas kepada orang-orang tertentu yang disucikan – dalam hal ini tidak mencakup istri-istri Nabi melainkan secara khusus Nabi dan keturunan 12 Imam – sebagaimana termaktub

dalam hadis Al Kisa‘ yaitu hadis yang menyatakan keberlanjutan kepemimpinan Ahlul Bait Rosulullah SAW (Nabi Muhammad SAW, Imam Ali, Sayidah Fatimah, Imam Ali dan Imam Husain), begitu juga dalam ayat Tathir. Lihat dalam Kitab Ahlul Bait As fil Hayatil Islamiyah

Dirosah Wa Tahlil karya Ayatullah Muhammad Baqir Hakim.

5 Tradisi keagamaan disini menunjuk pada struktur fundamental keyakinan Syi‘ah yang menguatkan

basisnya pada metode Teologi/kalam. Teologi terdiri atas tiga prinsip umum yaitu Tauhid, Nubuah

dan Ma‘ad serta dua prinsip khusus yang menjadi “maktabul fikr” atau “school of thught” yaitu

Imamah dan A’dalah bahkan ada juga yang menempatkan lebih khusus lagi yaitu permasalahan

“Wilayatul Faqih Al Mutlaqoh” sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Ayatullah Khomeini

lihat dalam karya ‗’Al Hukumat Islamiyah”.

6 Ali, Syamsuri 2002, Alumni Hawzah Ilmiah Qum: Pewacanaan In-tellektualitas dan Relasi


(21)

4 Perkembangan gerakan Syi‘ah di tengah mayoritas yang berfaham Ahlussunnah Wal

Jama‘ah, telah melahirkan beragam respon baik respon positif, moderat, akomodatif, toleran,

inklusif ataupun sebaliknya respon negatif, konfrontatif, in-toleran dan eksklusif, polemis Sunnah Syi‘ah di Indonesia sudah di mulai semenjak kehadiran Islam pertama ketika Zaman Kerajaan Perlak hingga era pasca reformasi sekarang, konflik bernuansa SARA sebagaimana yang sering terjadi di Indonesia adalah cermin dari salah satu bentuk relasi sosial kelompok keagamaan yang mengarah pada proses disosiatif, tidak terkecuali apa yang terjadi dalam reaksi polemis Sunnah-Syi‘ah yang semata-mata dilatar belakangi oleh pre-judice / dakawaan berpikir yang telah lama terbangun hingga menimbulkan stereotipe sesat atas kelompok berbeda keyakinan 7. Terlepas dari persamaan antara tradisi Syi‘ah dengan Ahlussunah baik dalam wilayah teologis maupun kultural, didalamnya pun juga terdapat perbedaan-perbedaan

Syarif Hidayatullah, dalam tulisannya Ali Syamsuri menjelaskan tentang tranmini dan jaringan Syi‘ah yang diperankan oleh Tolebeh Qum dan Posisi Qum dalam dunia pendidikan Syi‘ah, sepintas bisa dijelaskan bahwa Qum dikenal sebagai lokus jaringan ulama (networks of the ulama) komunitas

Syi‘ah . Sebagai gambaran umum, banyak ulama yang memiliki reputasi, bahkan sebagian di

antaranya menempati posisi sebagai pemegang ―otoritas mutlak dalam agama‖ (marja’i – taqlid-i-

mutlaq) dalam mazhab Syi‘ah . Di Qum, murid-murid dari mancanegara, termasuk dari kawasan

Indonesia, belajar atau mengikuti program studi ilmu-ilmu agama — terutama yang berhubungan dengan disiplin mazhab Syi‘ah — di lembaga-lembaga pendidikan tradisional (Hawzah Ilmiyah ), sejenis pesantren di Indonesia, yang dipimpin dan dibina oleh ulama-ulama yang kompeten. Namuan sebagaimana pernyataan Sayyed Husain Nasr, Qum dianggap representasi dari ―entitas keilmuan‖ (khususnya Syi‘ah ) yang paling berwibawa untuk tujuan studi ilmu-ilmu agama dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya di Iran, istilah Qum School / mazhab Qum

merupakan penyeimbang dari tradisi pemikiran Barat yang lahir dari Chicago School –Amerika-, ataupun Frakfurt School–Jerman-.

7 Konflik bernuansakan SARA telah menjadi bagian integral dari kehdupan keagamaan di Indonesia,

dengan adanya prejudice klaim kebenaran, prasangka, stigma dan label sesat suatu kelompok tertentu bisa dengan mudah melakan tindakan anarkis, pembenaran atas nama agama yang menjadi dalih dilakukannya tindakan tersebut, alhasil eskalasi konflik merebak jauh dan meluas pasca orba beberapa literatur dan penelitian yang menguraikan hal ini cukup banyak diantaranya Atas Nama

Agama: Wacana Agama dalam Dialog Bebas Konflik (Pustaka Hidayah, Bandung, 1998) Budhy

Munawar-Rachman, Resolusi Konflik Agama dan Masalah Klaim Kebenaran, Dari Keseragaman

Menuju Keberagaman: Wacana Multikultural dalam Media (Lembaga Studi Pers dan

Pembangunban, Jakarta, 1999), Syafig Mugni, Kekerasan Suci, Disertasi Hamzah Tauleka “Konflik

dan Integrasi Sosial― kasus Ambon, Potret Kerukunan Hidup Beragama di Kabupaten Bondowoso

Jawa Timur, terkaiat dengan kekerasan terhadap Komunitas Syi‘ah Konflik Sunni -Syi‘ah di Bondowoso Imam Syauqani dalam Jurnal Harmoni edisi Juli-September 2009


(22)

5 yang secara normatif-teologis sukar untuk dipertemukan, karenanya kajian tentang Syi‘ah memang dibutuhkan. Fenomena yang muncul belakangan ini khususunya yang terjadi di Jawa Timur dalam tragedi Penyerangan jamaah Syi‘ah di Bondowoso, Ponpes YAPI-Bangil dan khusunya tragedi Sampang–Madura8, merupakan akibat dari adanya sikap dan konstruksi

sosial masyarakat dalam memaknai realitas perbedaan faham keagaman dan relasi kelompok keagamaan yang intoleran, berkembangnya ajaran Syi‘ah di Jawa Timur telah memunculkan reaksi konfrontatif dari segelintir komunitas anti syiah yang mentasnamakan diri sebagai kelompok Ahlussunnah Wal Jamaah (Sunni) maupun kelompok-kelompok yang berada dalam naungan lembaga-lembaga Islam lain.

Tidak bisa dinafikan bahwa hate spech (syiar kebencian) atau mencap/me-labeli kelompok lain sebagai kelompok sesat dalam berbagai macam bentuk dakwah akif maupun pasif, tentu akan melahirkan interpretasi yang mendalam bagi sekelompok masyarakat dan dari sinilah konstruksi masyarakat terbentuk, sejatinya sebagaimana dikutip dan dinyatakan oleh Syamsul Arifin bahwa dalam bentuk konflik realistik, memang belum muncul kembali. Namun begitu, pada masing-masing komunitas agama sebenarnya sedang terjadi apa yang disebut dengan konflik autistik. Perbedaan antara konflik realistik dan konflik autistik terletak pada artikulasinya, dalam konflik realistik, pihak-pihak yang saling bertentangan sudah berhadapan, dan bahkan menggunakan cara-cara kekerasan fisik. Sedangkan konflik autistik sebatas perbedaan dan kesalah pahaman di level pemahaman dan sikap. Sewaktu-waktu konflik autistik bisa berubah menjadi konflik realistik jika ada pemicunya.Tentu tidak mudah mengeliminasi konflik autistik.9

8

Tragedi di YAPI pada tangaal 15 Februari 2011, tragedi Sampang satu 29 Desember 2011, tragedi Sampang dua 26 Agustus 2012, serangkaian kejadian penyerangan tersebut merupakan bentuk dari eskalasi berkepanjangan akibat beragam propaganda dan prejudice sesat sehingga lahirlh konflik realistik yang sebelumnya masih dalam taraf autistik.


(23)

6 Fakta menunjukkan bahwa apa yang terjadi di Jawa Timur yang dikenal sebagai basis Ummat Muslim, ternyata masyarakat dengan beragam lapisan struktur sosial didalamnya, baik dari aparatur pemerintah state (negara) maupun non-state non-pemerintah seperti MUI dan sebagian kelompok Islam memiliki tendensi besar dalam masalah pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, mengutip pantauan dan pengamatan oleh CMARSs, sebagaimana data yang diperoleh selama setahun terahir 2011 telah terjadi dua macam bentuk pelanggaran aktif dan pasif, hal tersebut sebagaimana data berikut:

TABEL 1.1

Tabel Sebaran Waktu, jumlah peristiwa dan pelanggaran kebebasan beragama

di Jawa Timur Jenis Bulan Januari-Desember tahun 2011 10

NO Bulan Peristiwa Pelanggaran

1 Januari 4 15

2 Februari 8 10

3 Maret 9 11

4 April 6 65

5 Mei 1 9

6 Juni 1 3

7 Juli 3 7

8 Agustus 3 12

9 September 0 0

10 Oktober 2 9

11 November 1 4

12 Desember 5 13

Jumlah 43 158

(Sumber : CMARSS. Eksekutif Review ; Titik Nol Jaminan Kebebasan Beragama / Berkeyakinan tahun 2011)

10

Lihat laporan LSM Center for Marginalized Communities Studies (CMARSs) Surabaya, Eksekutif Review ; Titik Nol Jaminan Kebebasan Beragama / Berkeyakinan (Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Jawa Timur 2011)


(24)

7 TABEL 1.2

Tabel Jenis Pelanggaran Kebebasan Beragama

Pelanggaran Aktif Pelanggaran Pasif

69 (43%), Pelanggaran Aktif aparat negara membatasi dan menghambat hak kebebasan beragama

89 (57%), Pelanggaran pasif karena negara lalai dan gagal menjamin hak kebebasan beragama

(Sumber : CMARSS. Eksekutif Review ; Titik Nol Jaminan Kebebasan Beragama / Berkeyakinan tahun 2011)

Berdasarkan data diatas dapat diinterpretasikan bahwa selama tahun 2011 (Januari-Desember), telah terjadi 43 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dengan 158 tindakan pelanggaran, angka tersebut tergolong sangat tinggi dengan mempertimbangkan bahwa monitoring yang dilakukan oleh CMARSs hanya mencakup wilayah Jawa Timur. Dengan rincian sebanyak 69 [43 %] merupakan tindakan aktif (human rights violation by commision) dan 89 [57%] merupakan tindakan pasif (human rights violation by ommision). Hal ini berarti, 89 [57%] tindakan pelanggaran dilakukan oleh aktor-aktor sipil dalam menghambat dan menyerang hak kebebasan beragama/berkeyakinan (human rights abuse), sementara pada yang sangat aparat negara gagal melakukan proteksi terhadap kelompok-kelompok rentan yang hak-haknya diserang. Sisanya, 66 [43 %] merupakan tindakan aktif aparat negara dalam menyerang dan menghambat hak kebebasan beragama/berkeyakinan individu/kelompok masyarakat.

Fakta diatas menunjukkan bahwa apa yang terjadi di Jawa Timur merupakan fenomena nyata dalam kehidupan bergama di Indonesia, wacana penyesatan terhadap suatu kelompok aliran tertentu yang dilakukan oleh aparatur negara maupun non-negara seperti MUI dan organisasi ke-Islaman lainnya, mengindikasikan bahwa relasi sosial anatar umat selalu diwarnai dengan in-toleransi yang berujung pada tindak anarkisme, pemerintah dan elit


(25)

8 keagamaan yang semestinya bertanggung jawab untuk menciptakan integritas sosial antar ummat namun nyatanya menghadirkan sikap-sikap kontraproduktif seperti wacana penyesatan, syiar-syiar kebencian (hate speech) dalam bentuk provokasi massa, penyerangan, pengusiran, pemaksaan, pembekuan ajaran, pengisolasian maupun pemaksaan pindah keyakinan, hal-hal seperti inilah yang kemudian melahirkan konflik realistik berupa kekerasan atas nama agama. Masyarakat awam yang kurang memahami agama hanya sepenuhnya tunduk pada Kiai yang dianggap memeiliki legitimasi dan otoritas keilmuan dan kebenaran yang petuahnya selalu diikuti, sebagaimana petuah Madura untuk tunduk patuh pada Buppa, Bhabbhu, Guru, Rato.

Konflik bernuansakan SARA yang terjadi di Sampang adalah salah satu bukti kongkrit adanya intoleransi dalam kehiduan sosial keagamaan, tidak bisa dipungkiri bahwa lembaga keagamaan, Ulama ataupun Kiai merupakan aktor penting dalam berjalannya komunikasi dan pembentukan pola pikir masyarakat, pengaruh dan legitimasi para ulama dan agamawan menjadi faktor penting dari sekian faktor guna terjalinnya keharmonisan dalam kebebasaan berkeyakinan di masyarakat. Disamping juga para pihak yang terkait baik dalam tingkat Majlis Ulama Indonesia, Aparat keamanan dari pihak pemerintah, lembaga-lembaga sosial masyarakat dan berbagai kelompok kepentingan lainnya baik terkhusus dalam wilayah ekonomi dan politik, lembaga keagamaan berikut jaringang struktural didalamnnya merupakan salah satu medium utama dalam menguatkan basis legitimasi kekuasaan.

Munculnya ajaran Syi‘ah sebagaimana yang dibawa oleh Ustad Ali Murtadho alias Tajul Muluk mengindikasikan bahwa terdapat penolakan yang tegas di tengah ummat yang

mayoritasnya berfaham Ahlussunnah Wal Jama‘ah, insiden Sampang satu pada tanggal 29 Desember 2011 dan Sampang dua pada tanggal 26 Agustus 2012 adalah bukti nyata kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh kaum mayoritas terhadap minoritas Muslim


(26)

9

Syi‘ah berkembang di Indonesia telah mengarahkan segala upaya untuk membendung dan

membatasi gerakan Syi‘ah, baik secara formal maupun informal, bahkan belakangan telah muncul kebijakan pemerintah maupun dari segelintir kelompok keagamaan yang memutuskan secara legal-formal akan pelarangan Syi‘ah 11. Namun disatu sisi walaupun

mengalami beragam pertentangan, eksisensi Syi‘ah juga di dukung oleh beragam kelompok baik dari kalangan agamawan, ulama, cendikiawan, aktivis HAM maupun lembaga-lembaga sosial masyarakat, kesemunya telah menghadirkan upaya untuk mendekatkan beragam mazhab dalam bingkai Taqrib Bainal Mazahib (Pendekatan berbagai Mazhab) hal inilah yang terselenggara dalam konfrensi Aman12

Kasus penyesatan jamaah Syi‘ah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang Madura, memang sudah terjadi semenjak tahun 2004, kasus ini mencuat pasca pengusikan dari beberapa tokoh agama, lembaga-lembaga keagamaan, aparatur pemerintah dan masyarakat anti Syi‘ah, syiar

11

Ada beberapa landasan yuridis yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana data berikut: 1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dalam Rapat Kerja Nasional 7 Maret 1984. 2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, telah mengeluarkan fatwa No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012, menjelaskan secara detail mengenai kesesatan dan penyimpangan ajaran Syi'ah. 3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang, Madura, mengeluarkan keputusan serupa, Nomor A-035/MUI/SPG/2012. Dijelaskan di dalamnya bahwa ajaran Syi'ah adalah menyimpang. , 4. Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur, perda ini masih belum menyinggung secara lebih

spesifik tentang aliran Syi‘ah, walaupun perda ini dimunculkan kareda desakan oleh para ulama JATIM dalam rapat ―Silaturahim Ulama dan Umara‖ ). 5. Departemen (Kementerian) Agama

Indonesia menjelaskan kesesatan Syi'ah dalam surat Nomor D/BA.01/4865/1983, 5 Desember 1983, yang berjudul "Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi'ah", di pihak lain juga terdapat kelompok keagamaan yang secara khusus bergerak dalam membendung gerakan Syi‘ah seperti Al Bayyinat, MIUMI, FUUI, MUUI dalam pembuatan rumusan langkah-langkah strategis untuk menyikapi penyesatan dan penghinaan jamaah Syi‘ah, tanggal 22 April 2012 yang dilaksanakan di Bandung Jawa Barat.

12

Prof Dr Azrumardi Azra, Prof Qomarudin Hidayat, Prof Amin Rais, KH Hasyim Muzadi, Prof Din Syamsudin, Dr Agil Siraj, Ketua MUI Pusat Prof Dr Umar Shihab, Habib Umar Bin Hafid dari kalangan Sunni , dan beberapa tokoh terdahulu Syeh Saltut Rektor Universitas Al Azhar merupakan beberapa dari segelintir akademisi maupun ulama yang terus mencoba mengedepankan upaya ukhuwah Islamiyah – solidaritas sosial antar ummat- tanpa mempermasalahkan keyakinan yang bersifat normatif teologis.


(27)

10 kebencian yang dikumandangkan lembaga lokal maupun pemerinah dari MUI, PCNU dan terkhusus para ulama di Sampang membuat kasus ini berujung pada berbagai macam tindakan pelanggaran HAM, syiar kebencian yang dikonsolidaskan secara intensif, telah menjadikan kekuatan anti Syi‘ah semakin besar, eskalasi tindakan kekerasan-pun semakin meningkat. Persekutuan negara dengan kelompok anti-toleran menambah daftar panjang angka kekerasan terhadap jamaah Syi‘ah Sampang , akibat tekanan massa yang sangat kuat pemerintah Kabupaten Sampang dan pemerintah provinsi Jawa Timur secara terang-terangan mendukung langkah MUI, Ormas-ormas Islam, para ulama se-Madura yang tergabung dalam BASSRA pun memiliki satu suaru untuk mengusir pimpinan jamaah Syi‘ah Tajul Muluk dari tanah kelahirannya.

Pemerintah-pun juga mengisolasi jamaah Syi‘ah yang masih bertahan di Nangkreang. Dalam catatan CMAR-S selama proses pemantauan yang berlangsung selama bulan April – Oktober 2011 terdapat 45 13 pelanggran hak kebebasan beragama yang dilakukan oleh aparatur negara. 21 pelanggaran merupakan tindakan aktif (human right violation by commision) dan 24 pelanggaran merupakan tindakan pembiaran (human right violation by ommision) pilihan negara untuk bersekutu dengan kelompok anti-toleran semakin jelas menampakkan betapa negara telah gagal dalam memberikan jaminan hak kebebesan bergama dan berkeyakinan dan tunduk terhadap kekuatan sipil anti-toleran. Syi‘ah di Nangkrenang adalah cerita sempurna bagaimana negara berkaloborasi dengan kelompok anti-toleran, mendzalimi kelompok minoritas sampai pada taraf menghina kemanusiaan.

Akar kekerasan yang menimpa warga komunitas Syi‘ah memang tidak bisa dilihat dalam satu bingkai masalah saja, terdapat kompleksitas permasalahan yang perlu diuraikan

13Lihat Laporan CMARSs, dalam Buletin ―Syahadah: News Letter On Religious Fredom”

, edisi 13 Bulan Oktober 2011, secara keseluruhan semua tindakan pelanggran dapa dikategorikan dalam 13 jenis tindakan yakni 1. Penyesatan, 2, intimidasi dan teror, 3, blokade jalan, 4, pemaksaan pindah keyakinan 5. Penghentian paksa akivitas dakwah, 6. Penangkapan sewenang-wenang, 7. Penahanan sewenang-wenang, 8. Pengusiran, 9. Pengisolasian, 10. Penutupan akses informasi, 11. Interogasi, 12. Pengrusakan fasilitas umum, 13. Non-rehabilitasi.


(28)

11 dari berbagai macam perspektif, alasan penistaan Agama dan kriminalisasi keyakinan korban yang dikorbankan dari aparat pemerintah dan organisasi keagamaan kepada Tajul Muluk hanya satu dari sekian rangkaian interest berbagai kelompok kepentingan seperti konsolidasi ulama, MUI dan aparatur negara serta pelibatan komunitas Sunni anti Syi‘ah 14. Ihtilafiyat

atau perbedaan dalam berkeyakinan tentu akan sering menimbulkan perdebatan dan pertentangan dari masyarakat, konstruksi berpikir masyarakat dalam memahami persoalan akidah, ibadah-muamalah, etika, dan bahkan sampai persoalan politik pemerintahan, tidak serta merta terbangun begitu saja terdapat realitas objektif dan subjektif yang membingkai perilaku sosial masyarakat hingga kesemua tindakan membentuk habitus baru, dialektika antara individu dan masyarakat inilah yang akan menentukan sejauh mana relasi sosial antara komunitas Syi‘ah dan sunnah bisa terbangun lebih kooperatif dan inegratif, jika tidak demikina lalu relasi sosial apa yang akan muncul dari konstruksi sosial masyarakat yang terbangun selama ini.

Berangkat dari permasalahan diataslah penulis ingin menyajikan penelitian komprehensif dengan melihat, mencermati, mengobservasi dan melakukan pengamatan mendalam dari berbagai pihak khususnya warga komunitas Syi‘ah dan Sunni guna menggali konstruksi dan relasi sosial pada masyarakat yang berbeda faham keagamaan, memang upaya

14

Mengutip laporan CMARSs, pada tanggal 8 April 2011, ulama beserta masyarakat melayangkan surat yang ditujukan kepada Bupati Sampang dengan tembusan kepada Kapolres Sampang , Dandim Sampang , Ketua DPRD Sampang , Kajari Sampang , Kakanmenag Sampang, Ketua Pengadilan Agama Sampang , Ketua PN Sampang , Ketua MUI Sampang , Kepala Bakesbang Sampang dan ditandatangani oleh puluhan ulama dan ratusan tokoh masyarakat yang disertai dengan foto kopi KTP/SIM masing-masing sebagai jaminan keseriusan mereka, bahkan selanjutnya pasca kejadian penyerangan tanggal 29 Desember 2011, upaya krimininalisasi terhadap Tajul Muluk terus diupayakan oleh aparat, tepatnya pada tanggal 16 Maret 2012, Ustad Tajul Muluk justru ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Kepolisian Daerah Jawa Timur nomor Sp.Sidik/47/I/2012/Ditreskrimum, tertanggal 27 Januari 2012 dan surat pemanggilan nomer S.Plg/626/III/2012/Ditreskrimum, tertanggal 16 Maret 2012. Ia dituduh melanggar pasal 156a pasal 335 KUHP tentang penodaan agama dan perbuatan tidak menyenangkan.(Lihat Press Release FKUB Surabaya, Kontras dan CMARSs: Korban yang dikorbankan, penetapan Ustad Tajul Muluk

Mulul sebagai tersangka, siaran press penangkapan ustad Tajul Muluk sebagai tersangka tanggal 28


(29)

12 untuk menjaga toleransi intern umat beragama di Madura merupakan perjuangan panjang yang tidak mudah, karenanya diperlukan pembacaan yang obyektif atas fakta yang sedang terjadi tentang persoalan ini , sehingga akan memberikan gambaran yang baik bagi semua pihak dalam menyikapi persoalan kerukunan antar kelompok keyakinan, dengan demikian

judul yang penulis angkat adalah ―Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan: Studi Fenomenologis Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang Madura), demikianlah landasan penelitian ini dilakukan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Sebagaimana dalam latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

 Bagaimanakah Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasar rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini yaitu :

 Untuk mengetahui Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang ?


(30)

13

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini bisa terlihat dalam dua hal yaitu pada tataran teoritis dan praktis :

D.1. Manfaat Teoritis :

a. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengembangkan wawasan, wacana tentang studi sosiologi agama khsusunya yang berkaitan dengan pemahaman konstruktivis akan relasi sosial dan pemahaman akan realitas adanya

perbedaan faham keagamaan anntara Syi‘ah-Sunni di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang Madura

b. Penelitian ini juga diharapkan sebagai sumbangan pemikiran-pemikran dari penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji secara lebih spesifik tentang gerakan

Syi‘ah dan relasinya terhadap komunitas Sunni atau Ahlusssunnah Wal Jamaah dan pengaruhnya dalam kehidupan sosial masyarakat khususnya di Sampang dan Umumnya di Indonesia.

c. Terakhir penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya khasanah kepustakaan, literatur sekunder yang selanjutnya bisa berfungsi untuk pengembangan wacana keilmuan dalam bidang disiplin ilmu yang serupa.


(31)

14 D.2. Manfaat Praktis:

a. Bagi Pemerintah dan pemegang otoritas resmi kekuasaan khususnya dalam lingkup aparat keamanan dan kementrian agama serta pihak-pihak yang terkait selaku sebagai pengambil kebijakan bisa dimanfaatkan untuk bahan pertimbangan lebih lanjut guna merumuskan kerukunan antar pemeluk keyakinan yang beragam dan lebih khususnya akan ukhuwah Islamiyah – persaudaraan sesama kaum Muslim- bagi komunitas

Syi‘ah dan Sunni

b. Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan obyektif tanpa subyektif dan didasarkan pada prasangka prejudice yang salah, guna pemahaman akan keberagaman dalam keyakinan sehingga terwujudlam masyarakat yang lebih toleran dan saling menghormati.

c. Bagi pihak-pihak yang konsisten dan mempunyai perhatian khusus terkait dengan wacana sosial keagamaan di Indonesia, hasil ini bisa dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan untuk menyusun rencana strategis dalam upaya mengembangkan tasamuh dan ukhuwah Islamiyah antar masyarakat Islam


(1)

9 Syi‘ah berkembang di Indonesia telah mengarahkan segala upaya untuk membendung dan membatasi gerakan Syi‘ah, baik secara formal maupun informal, bahkan belakangan telah muncul kebijakan pemerintah maupun dari segelintir kelompok keagamaan yang memutuskan secara legal-formal akan pelarangan Syi‘ah 11. Namun disatu sisi walaupun mengalami beragam pertentangan, eksisensi Syi‘ah juga di dukung oleh beragam kelompok baik dari kalangan agamawan, ulama, cendikiawan, aktivis HAM maupun lembaga-lembaga sosial masyarakat, kesemunya telah menghadirkan upaya untuk mendekatkan beragam mazhab dalam bingkai Taqrib Bainal Mazahib (Pendekatan berbagai Mazhab) hal inilah yang terselenggara dalam konfrensi Aman12

Kasus penyesatan jamaah Syi‘ah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang Madura, memang sudah terjadi semenjak tahun 2004, kasus ini mencuat pasca pengusikan dari beberapa tokoh agama, lembaga-lembaga keagamaan, aparatur pemerintah dan masyarakat anti Syi‘ah, syiar

11

Ada beberapa landasan yuridis yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana data berikut: 1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dalam Rapat Kerja Nasional 7 Maret 1984. 2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, telah mengeluarkan fatwa No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012, menjelaskan secara detail mengenai kesesatan dan penyimpangan ajaran Syi'ah. 3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang, Madura, mengeluarkan keputusan serupa, Nomor A-035/MUI/SPG/2012. Dijelaskan di dalamnya bahwa ajaran Syi'ah adalah menyimpang. , 4. Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur, perda ini masih belum menyinggung secara lebih spesifik tentang aliran Syi‘ah, walaupun perda ini dimunculkan kareda desakan oleh para ulama JATIM dalam rapat ―Silaturahim Ulama dan Umara‖ ). 5. Departemen (Kementerian) Agama Indonesia menjelaskan kesesatan Syi'ah dalam surat Nomor D/BA.01/4865/1983, 5 Desember 1983, yang berjudul "Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi'ah", di pihak lain juga terdapat kelompok keagamaan yang secara khusus bergerak dalam membendung gerakan Syi‘ah seperti Al Bayyinat, MIUMI, FUUI, MUUI dalam pembuatan rumusan langkah-langkah strategis untuk menyikapi penyesatan dan penghinaan jamaah Syi‘ah, tanggal 22 April 2012 yang dilaksanakan di Bandung Jawa Barat.

12

Prof Dr Azrumardi Azra, Prof Qomarudin Hidayat, Prof Amin Rais, KH Hasyim Muzadi, Prof Din Syamsudin, Dr Agil Siraj, Ketua MUI Pusat Prof Dr Umar Shihab, Habib Umar Bin Hafid dari kalangan Sunni , dan beberapa tokoh terdahulu Syeh Saltut Rektor Universitas Al Azhar merupakan beberapa dari segelintir akademisi maupun ulama yang terus mencoba mengedepankan upaya ukhuwah Islamiyah – solidaritas sosial antar ummat- tanpa mempermasalahkan keyakinan yang bersifat normatif teologis.


(2)

10 kebencian yang dikumandangkan lembaga lokal maupun pemerinah dari MUI, PCNU dan terkhusus para ulama di Sampang membuat kasus ini berujung pada berbagai macam tindakan pelanggaran HAM, syiar kebencian yang dikonsolidaskan secara intensif, telah menjadikan kekuatan anti Syi‘ah semakin besar, eskalasi tindakan kekerasan-pun semakin meningkat. Persekutuan negara dengan kelompok anti-toleran menambah daftar panjang angka kekerasan terhadap jamaah Syi‘ah Sampang , akibat tekanan massa yang sangat kuat pemerintah Kabupaten Sampang dan pemerintah provinsi Jawa Timur secara terang-terangan mendukung langkah MUI, Ormas-ormas Islam, para ulama se-Madura yang tergabung dalam BASSRA pun memiliki satu suaru untuk mengusir pimpinan jamaah Syi‘ah Tajul Muluk dari tanah kelahirannya.

Pemerintah-pun juga mengisolasi jamaah Syi‘ah yang masih bertahan di Nangkreang. Dalam catatan CMAR-S selama proses pemantauan yang berlangsung selama bulan April – Oktober 2011 terdapat 45 13 pelanggran hak kebebasan beragama yang dilakukan oleh aparatur negara. 21 pelanggaran merupakan tindakan aktif (human right violation by commision) dan 24 pelanggaran merupakan tindakan pembiaran (human right violation by ommision) pilihan negara untuk bersekutu dengan kelompok anti-toleran semakin jelas menampakkan betapa negara telah gagal dalam memberikan jaminan hak kebebesan bergama dan berkeyakinan dan tunduk terhadap kekuatan sipil anti-toleran. Syi‘ah di Nangkrenang adalah cerita sempurna bagaimana negara berkaloborasi dengan kelompok anti-toleran, mendzalimi kelompok minoritas sampai pada taraf menghina kemanusiaan.

Akar kekerasan yang menimpa warga komunitas Syi‘ah memang tidak bisa dilihat dalam satu bingkai masalah saja, terdapat kompleksitas permasalahan yang perlu diuraikan

13Lihat Laporan CMARSs, dalam Buletin ―Syahadah: News Letter On Religious Fredom”

, edisi 13 Bulan Oktober 2011, secara keseluruhan semua tindakan pelanggran dapa dikategorikan dalam 13 jenis tindakan yakni 1. Penyesatan, 2, intimidasi dan teror, 3, blokade jalan, 4, pemaksaan pindah keyakinan 5. Penghentian paksa akivitas dakwah, 6. Penangkapan sewenang-wenang, 7. Penahanan sewenang-wenang, 8. Pengusiran, 9. Pengisolasian, 10. Penutupan akses informasi, 11. Interogasi, 12. Pengrusakan fasilitas umum, 13. Non-rehabilitasi.


(3)

11 dari berbagai macam perspektif, alasan penistaan Agama dan kriminalisasi keyakinan korban yang dikorbankan dari aparat pemerintah dan organisasi keagamaan kepada Tajul Muluk hanya satu dari sekian rangkaian interest berbagai kelompok kepentingan seperti konsolidasi ulama, MUI dan aparatur negara serta pelibatan komunitas Sunni anti Syi‘ah 14. Ihtilafiyat atau perbedaan dalam berkeyakinan tentu akan sering menimbulkan perdebatan dan pertentangan dari masyarakat, konstruksi berpikir masyarakat dalam memahami persoalan akidah, ibadah-muamalah, etika, dan bahkan sampai persoalan politik pemerintahan, tidak serta merta terbangun begitu saja terdapat realitas objektif dan subjektif yang membingkai perilaku sosial masyarakat hingga kesemua tindakan membentuk habitus baru, dialektika antara individu dan masyarakat inilah yang akan menentukan sejauh mana relasi sosial antara komunitas Syi‘ah dan sunnah bisa terbangun lebih kooperatif dan inegratif, jika tidak demikina lalu relasi sosial apa yang akan muncul dari konstruksi sosial masyarakat yang terbangun selama ini.

Berangkat dari permasalahan diataslah penulis ingin menyajikan penelitian komprehensif dengan melihat, mencermati, mengobservasi dan melakukan pengamatan mendalam dari berbagai pihak khususnya warga komunitas Syi‘ah dan Sunni guna menggali konstruksi dan relasi sosial pada masyarakat yang berbeda faham keagamaan, memang upaya

14

Mengutip laporan CMARSs, pada tanggal 8 April 2011, ulama beserta masyarakat melayangkan surat yang ditujukan kepada Bupati Sampang dengan tembusan kepada Kapolres Sampang , Dandim Sampang , Ketua DPRD Sampang , Kajari Sampang , Kakanmenag Sampang, Ketua Pengadilan Agama Sampang , Ketua PN Sampang , Ketua MUI Sampang , Kepala Bakesbang Sampang dan ditandatangani oleh puluhan ulama dan ratusan tokoh masyarakat yang disertai dengan foto kopi KTP/SIM masing-masing sebagai jaminan keseriusan mereka, bahkan selanjutnya pasca kejadian penyerangan tanggal 29 Desember 2011, upaya krimininalisasi terhadap Tajul Muluk terus diupayakan oleh aparat, tepatnya pada tanggal 16 Maret 2012, Ustad Tajul Muluk justru ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Kepolisian Daerah Jawa Timur nomor Sp.Sidik/47/I/2012/Ditreskrimum, tertanggal 27 Januari 2012 dan surat pemanggilan nomer S.Plg/626/III/2012/Ditreskrimum, tertanggal 16 Maret 2012. Ia dituduh melanggar pasal 156a pasal 335 KUHP tentang penodaan agama dan perbuatan tidak menyenangkan.(Lihat Press Release FKUB Surabaya, Kontras dan CMARSs: Korban yang dikorbankan, penetapan Ustad Tajul Muluk Mulul sebagai tersangka, siaran press penangkapan ustad Tajul Muluk sebagai tersangka tanggal 28 Maret 2012 )


(4)

12 untuk menjaga toleransi intern umat beragama di Madura merupakan perjuangan panjang yang tidak mudah, karenanya diperlukan pembacaan yang obyektif atas fakta yang sedang terjadi tentang persoalan ini , sehingga akan memberikan gambaran yang baik bagi semua pihak dalam menyikapi persoalan kerukunan antar kelompok keyakinan, dengan demikian judul yang penulis angkat adalah ―Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan: Studi Fenomenologis Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang Madura), demikianlah landasan penelitian ini dilakukan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Sebagaimana dalam latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

 Bagaimanakah Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasar rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini yaitu :

 Untuk mengetahui Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Realitas Perbedaan Faham Keagamaan Pada Komunitas Syi‘ah dan Sunni di Desa Karang Gayam dan Bluuran Kabupaten Sampang ?


(5)

13

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini bisa terlihat dalam dua hal yaitu pada tataran teoritis dan praktis :

D.1. Manfaat Teoritis :

a. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengembangkan wawasan, wacana tentang studi sosiologi agama khsusunya yang berkaitan dengan pemahaman konstruktivis akan relasi sosial dan pemahaman akan realitas adanya perbedaan faham keagamaan anntara Syi‘ah-Sunni di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang Madura

b. Penelitian ini juga diharapkan sebagai sumbangan pemikiran-pemikran dari penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji secara lebih spesifik tentang gerakan Syi‘ah dan relasinya terhadap komunitas Sunni atau Ahlusssunnah Wal Jamaah dan pengaruhnya dalam kehidupan sosial masyarakat khususnya di Sampang dan Umumnya di Indonesia.

c. Terakhir penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya khasanah kepustakaan, literatur sekunder yang selanjutnya bisa berfungsi untuk pengembangan wacana keilmuan dalam bidang disiplin ilmu yang serupa.


(6)

14 D.2. Manfaat Praktis:

a. Bagi Pemerintah dan pemegang otoritas resmi kekuasaan khususnya dalam lingkup aparat keamanan dan kementrian agama serta pihak-pihak yang terkait selaku sebagai pengambil kebijakan bisa dimanfaatkan untuk bahan pertimbangan lebih lanjut guna merumuskan kerukunan antar pemeluk keyakinan yang beragam dan lebih khususnya akan ukhuwah Islamiyah – persaudaraan sesama kaum Muslim- bagi komunitas Syi‘ah dan Sunni

b. Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan obyektif tanpa subyektif dan didasarkan pada prasangka prejudice yang salah, guna pemahaman akan keberagaman dalam keyakinan sehingga terwujudlam masyarakat yang lebih toleran dan saling menghormati.

c. Bagi pihak-pihak yang konsisten dan mempunyai perhatian khusus terkait dengan wacana sosial keagamaan di Indonesia, hasil ini bisa dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan untuk menyusun rencana strategis dalam upaya mengembangkan tasamuh dan ukhuwah Islamiyah antar masyarakat Islam