Korelasi Genetik Dan Fenotipik Antara Berat Lahir Dengan Berat Sapih Pada Sapi Madura - Genetic And Phenotypic Correlation Between Birth Weight And Weaning Weight On Madura Cattle.

GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT AND
WEANING WEIGHT ON MADURA CATTLE
Karnaen
Fakulty of Animal Husbandry
Padjadjaran University , Bandung
ABSTRACT
A research on estimation of genetic and phenotypic correlation between birth
weight and weaning weight on Madura Cattle has been conducted at Kelampis and
Arosbaya sub district Bangkalan district East Java Province. Research use case study. 4
bulls were meted to 80 cows. Data used in this research is 60 offspring to be evaluated.
The traits observed were birth weight and weaning weight. The genetic parameters
estimated were genetics and phenotypic correlation. The result of this research indicated
that genetics and phenotypic correlation were medium range at 0.412 ± 0.281 and 0.391 ±
0.361
Keywords : Genetic correlation, Phenotype Correlation, Madura Cattle

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR
DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA
Karnaen
Fakultas peternakan
Universitas padjadjaran, Bandung

ABSTRAK
Penelitian tentang penaksiran korelasi genetik dan fenotipik berat lahir dengan
berat sapih pada sapi Madura telah dilaksanakan di kecamatan Kelampis dan Arosbaya di
kabupaten Bangkalan proipinsi Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode studi kasus. Pejantan sapi yang digunakan sebanyak 4 ekor yang mengawini 80
ekor betina. Setiap pejantan yang mengawini 20 ekor betina. Data yang diamati adalah
sebanyak 60 ekor anak sapi hasil keturunannya. Variabel yang diukur adalah berat lahir
dan berat sapih. Data yang dianalisis adalah korelasi genetik dan korelasi fenotipiknya.
Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan :
1. Nilai korelasi genetik berat lahir dengan berat sapih adalah 0.412 ± 0.281 dan ini
termasuk dalam kategori sedang.
2. Nilai korelasi fenotipik antara berat lahir dengan berat sapih juga termasuk dalam
kategori sedang yaitu 0.391 ± 0.361
Kata kunci : korelasi genet ik dan fenot ipik, sapi M adura

PENDAHULUAN

Produktifitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan dimana
ternak berada atau merupakan inetraksi dari keduanya. Ada beberapa cara untuk
meningkatkan produksi ternak khususnya sapi potong yaitu perbaikan mutu makanan

ternak, perbaikan tata laksana dan peningkatan mutu genetiknya. Potensi genetik yang
dimiliki masing – masing individu diturunkan kepada generasi berikutnya dan besarnya
variasi yang berakibat menurun dapat diduga dengan parameter genetiknya.
Dalam pemuliaan ternak dikenal beberapa metode untuk meningkatkan mutu
genetik antara lain dengan mengadakan program seleksi di dalam kelompok ternak itu
sendiri. Sapi Madura telah lama dikenal dalam kehidupan di Madura yang sebagian besar
penduduknya adalah petani. Dengan demikian sapi merupakan faktor yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan pertanian (Rangkuti, 1978).
Salah satu jenis ternak asli di Indonesia yang pula mendapat perhatian dalam
pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah adalah sapi Madura yang memeiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai ternak pedaging. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
nilai korelasi genetik dan fenotipik dari berat lahir dan berat sapih pada sapi Madura.
Seperti diketahui sifat – sifat pada ternak satu sama lain berbeda secara bebas dan saling
berhubungan.
Hubungan antara dua sifat atau lebih, baik pada sifat kuantitatif dapat dinyatakan
secara korelasi. Dalam pemuliaan ternak hubungan korelasi ini antara lain korelasi genetik
dan fenotipik. Korelasi genetik adalah korelasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai
pemuliaan sifat-sifat kuntitatif, sedang korelasi fenotipik merupakan korelasi ternak dari
keseluruhan sifat yang dimiliki ternak (Warwick, dkk. 1995)


Menurut Falconer (1992) respons seleksi terhadap suatu sifat ditentukan oleh nilai
heretabilitas ragam populasi. Nilai korelasi genetik dan fenotipik yang besar dari sifat
kuantitatif yang dikorelasikan tidak berarti memiliki respons seleksi yang sama besarnya.
Artinya seleksi yang diarahkan pada perbaikan suatu sifat tidak menjamin keberhasilan
yang sama baiknya dengan sifat lainnya selama sifat tersebut nilai heritabilitasnya rendah
meskipun diantara keduanya terdapat korelasi yang tinggi sebaliknya bila kedua sifat
tersebut nilai heritabilitasnya cukup tinggi dan diantara keduanya korelasinya cukup besar
maka seleksi yang diarahkan pada peningkatan suatu sifat akan diikuti oleh peningkatan
sifat lainnya.
Upaya dalam bidang lainnya dapat berhasil dan efektif bila didukung oleh fungsi
reproduksi karena jantan dan betina yang optimal, karena melalui proses reproduksi
terjadi pewarisan bahan-bahan genetik dari tetua kepada keturunanya.

OBJEK DAN METODE
Penelitian mengenai penaksiran korelasi genetik dan fenotipik antara berat lahir
dengan berat sapih sapi Madura telah dilaksanakan di kecamatan Kelampis dan Arosbaya
di kabupaten Bangkalan proprinsi Jawa Timur.
Objek atau materi penelitian adalah ternak sapi Madura milik masyarakat petanipeternak yang berlokasi di dua kecamatan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus variable yang diukur adalah
berat lahir dan berat sapih dan variable tersebut dimonitor secara berkala sebulan sekali.

Dalam penelitian digunakan alat untuk menimbang berat badan dan sapi-sapi yaitu
timbangan merk krup dengan kepadatan 160kg untuk menimbang berat lahir dan berat
sapih.

Cara pengukuran variable tersebut adalah
1. Berat lahir adalah berat pedet yang baru lahir ditimbang tidak melebihi 24jam.
Berat lahir yang terkumpul disesuaikan pada berat kelahiran jantan, maka untuk itu
digunakan faktor korelasi sebesar 1,07 (USDA, 1981)
2. Berat sapih dalah berat badan yang diukur 205 hari

BS205 =

[

( BS – B L )x 205 + BL

]

x FKUI


t2-t1
(Beef Inprovement Federakon.1986)
Keterangan :
BS205 = Berat sapih standarisasi (kg)
BL = berat lahir (kg)
BS = berat sapih
t2-t1 = Umur sapih (hari)
FKUI = faktor korelasi umur induk
Analisis data
Adapun untuk menaksir korelasi geenetik, korelasi fenotipik didapat melebihi
analisis kovarians (analisis pangan) melalui rumus berikut :

rg 
rp 

rg 

C ovg




2
g1

g2 2

C o v. g 



2
p1

C o v .e

p2 2

korelasi genetik

rp  korelasi fenotipik

1 = sifat 1 ; 2 = sifat 2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Korelasi diantara sifat-sifat dapat disebabkan oleh akibat pengaruh lingkungan
atau dapat diakibatkan oleh pengaruh genetik. Korelasi ini dapat bernilai positif, yaitu
apabila satu sifat meningkat maka sifat lain juga meningkat sebaliknya korelasi dapat
negative yaitu apabila satu sifat meningkat maka sifat yang lain akan menurun.
Dalam pemuliaan ternak hubungan yang bersifat korelatif adalah korelasi genetik
dan korelasi fenotipik. Korelasi genetik adalah korelasi dari pengaruh aditif atau nilai
pemuliaan sifat kuantitatif, sedangkan korelasi fenotipik merupakan korelasi total dari
semua sifat yang dimiliki ternak.
Dari hasil analisi rata-rata berat lahir anak sapi Madura (17,40 ± 0,69)kg, sedang
rata-rata berat sapihnya adalah (80,39 ± 4,64)kg. Bila berat lahirnya tinggi, biasanya berat
sapihnya akan tinggi (Ensminger 1969). Namun demikian, sekalipun berat lahir rendah
tetapi pada anak laju pertumbuhan diberi pakan yang berkualitas baik ditambah
pemberian air susu yang cukup baik maka berat badan pada saat disapih akan
menunjukan lebih berat dari pada pedet dengan berat lahir yang tinggi tetapi kurang
mendapat air susu. Preston dan Willi 1974 menyatakan bahwa variasi berat sapih yang
disebabkan oleh pengaruh produksi susu induk sebesar 16-62%.
Hasil analisis dari penelitian ini bahwa nilai korelasi genetik antara lain berat lahir

dengan berat sapih yaitu 0,412 ± 0,281. Nilai korelasi genetik yang diperoleh dari penelitian
ini memberikan nilai positif dan berkatagori sedang sesuai dengan pendapat Lasley 1978
dan Warwick dkk (1995). Berarti bahwa secara genetik terdapat hubungan yang sedang
antara berat lahir dengan berat sapih. Adapun nilai korelasi fenotipik berkisaran 0,391 ±
0.216 dan ini termasuk dalam katagori sedang pula : berarti secara fenotipik terdapat

hubungan yang sedang antara berat lahir dengan berat sapih.

KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Korelasi genetik antara berat lahir dengan berat sapih pada sapi Madura termasuk
dalan katagori sedang.
2. Korelasi fenotipik antara berat lahir dengan berat sapih termasuk dalam katagori
sedang pula.

SARAN
Untuk memantapkan nilai korelasi genetik dan korelasi fenotipik berbagai sifat
produksi dengan menambahkan data lebih banyak dari berbagai generasi dan lingkungan.

PUSTAKA

Beef Improvement Federation. 1986. Guidelines for Uniform Beef Improvement Program
5th. Ed. North Catoline State University. Raleigh.
Ensminger, M.E. 1969. Beef Cattle Production Science 4th Ed. The Interstate Printers and
Publisher. Inc. Danville. Illionis.
Falconer, D.S, 1992. Introductive to quantitative genetics. The Ronald Press, Co. New
York.
LAsley, J. F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. Third Ed. Prentice Hall Inc.
Englewood Cliffs. New Jersey. USA.
Preston,T.R and M.B Willis, 1974. Intensives Beef Production. Pergamon Press. Inc. New
York
Rangkuti, M.H, Pulungan, A. Rachman. 1978. Pengembangan dan Pengarahan Breeding
Sapi Potong di Indonesia. Hasil Lokakarya Pemuliaan Ternak Sapi Potong di
Indonesia. LPP. Bogor.
Warwick, E.J., Hardjosubroto,W, Astuti,M. 1995. Pemuliaan Ternak. Cetakan keempat.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.