PERANAN SISTEM AGRIBISNIS TERHADAP KEBERHASILAN TUMPANGSARI CABAI - TEMBAKAU (KASUS SUBAK DI DESA SUKAWATI, KECAMATAN SUKAWATI, KABUPATEN GIANYAR).

(1)

KEBERHASILAN TUMPANGSARI CABAI-TEMBAKAU

(KASUS SUBAK DI DESA SUKAWATI, KECAMATAN SUKAWATI,

KABUPATEN GIANYAR)

I NENGAH SURATA ADNYANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

PERANAN SISTEM AGRIBISNIS TERHADAP

KEBERHASILAN TUMPANGSARI CABAI-TEMBAKAU

(KASUS SUBAK DI DESA SUKAWATI, KECAMATAN SUKAWATI,

KABUPATEN GIANYAR)

I NENGAH SURATA ADNYANA NIM 1491161003

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

KABUPATEN GIANYAR)

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Agribisnis

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NENGAH SURATA ADNYANA NIM 1491161003

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia masih menjadi sektor andalan dan terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, karena sektor pertanian ini terbukti lebih tangguh didalam menghadapi krisis global jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnnya. Pembangunan di suatu daerah sangat ditentukan oleh potensi yang ada di daerah tersebut, sehingga kebijakan yang dibuat pemerintah akan mengacu kepada daerah yang akan dikembangkan khususnya

sektor pertanian, potensi yang ada pada daerah tersebut antara lain: (1) pengembangan tanaman hortikultura; (2) tanaman perkebunan; (3) usaha perikanan; (4) usaha peternakan; (5) usaha pertambangan; (6) sektor industri, dan (7) kepariwisataan (Syahza, 2003).

Salah satu tolak ukur daripada kemampuan atau daya beli petani yang ada di perdesaan adalah melalui nilai tukar petani (NTP). NTP juga dapat menunjukan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangganya maupun untuk biaya produksi produk-produk pertanian. Pemerintah melalui kementerian pertanian memiliki rencana strategis untuk menargetkan nilai tukar petani (NTP) sektor pertanian sebesar 115% sampai dengan 120% (Kementan, 2012), namun realisasinya pencapaian nilai tukar petani pada tingkat nasional per Desember 2013 baru mencapai 104,91% (BPS, 2014), sedangkan pada Propinsi Bali per Desember 2013 mencapai NTP 107,22% (BPS Propinsi Bali, 2014).


(5)

Pencapaian target NTP pada sektor pertanian yang belum maksimal disebabkan oleh sistem manajemen agribisnis yang dimulai dari hulu, tengah dan hilir kurang terintegrasi secara terpadu seperti: (1) pengadaan bibit unggul yang bermutu dan berkualitas sulit didapatkan; (2) sumberdaya manusia petani yang masih rendah dalam melaksanakan akses teknologi; (3) penanganan pasca panen dan pemasaran yang masih kurang maksimal; dan (4) dukungan dari lembaga penunjang yang masih kurang.

Menurut Saragih (1998) sektor agribisnis sebagai sektor ekonomi rakyat masih memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan lebih lanjut, baik untuk memperkuat ekonomi rakyat maupun sebagai andalan Negara Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas untuk itu perlu disiapkan kebijakan yang startegis untuk memperbesar dan mempercepat pertumbuhan sektor pertanian kususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dua sub sektor agribisnis yang berperanan penting dalam memajukan pertanian nasional maupun regional adalah sub sektor hortikultura seperti cabai dan sub sektor perkebunan berupa tembakau rakyat yang memiliki potensi yang cukup potensial untuk dikembangkan; dengan didukung oleh potensi wilayah dan geografis Indonesia

yang beriklim tropis yang mendukung perkembangan agribisnis usahatani cabai – tembakau.

Kenaikan harga cabai secara nasional akan mendorong timbulnya inflasi; sebagai gambaran per Desember 2014 cabai merah menyumbang inflasi sebesar 0,16%; cabai rawit 0,09%, dan rokok kretek filter 0,02% (BPS, 2015). Kenaikan inflasi ini pada dasarnya akan mempengaruhi kondisi ekonomi


(6)

di Indonesia. Dengan kenaikan inflasi ini membuat pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat; yang berakibat pada penurunan daya beli masyarakat; serta terjadi penurunan tingkat penyerapan tenaga kerja.

Secara nasional perkembangan tanaman hortikultura seperti tanaman cabai pada tahun 2012 dengan luas tanam 242.366 ha, produksinya mencapai 1.094.240 ton, pada tahun 2013 dengan luas tanam 232.807 ha, dengan produksi 1.023.381 ton; sedangkan, tanaman perkebunan rakyat seperti tembakau di

Indonesia pada tahun 2012 dengan luas tanam 267,4 ha; mencapai produksi 258.400 ton; pada tahun 2013 dengan luas tanam 267,4 ha,

mencapai produksi 257.400 ton (BPS, 2014). Dilihat dari perkembangannya dalam dua tahun terakhir baik produksi cabai maupun tembakau rakyat mengalami penurunan.

Provinsi Bali yang memiliki luas wilayah ± 5.636,66 km2 atau 0,29% dari luas daratan Indonesia. Berdasarkan potensi wilayah Provinsi Bali dengan kesuburan lahan, ketersediaan sumber daya air dan faktor-faktor klimatologis yang sesuai untuk kegiatan pertanian dan didukung oleh aspek sosial budaya masyarakat akan memberikan peluang untuk pengembangan kegiatan pertanian dan perkebunan. Perkembangan tanaman cabai di Provinsi Bali dengan luas tanam pada tahun 2012 seluas 4.502 ha, mencapai produksi 29.827 ton; pada tahun 2013 dengan luas tanam 4.044 mencapai produksi 12.166 ton; sedangkan tanaman tembakau rakyat pada tahun 2012 memiliki luas tanam 1000 ha, mencapai produksi 1.700 ton; tahun 2013 dengan luas tanam 1.100 ha, mendapatkan produksi hasil 1.680 ton ( BPS Provinsi Bali, 2014).


(7)

Perkembangan tanaman cabai rawit di Kabupaten Gianyar pada tahun 2012 dengan luas tanam 467 ha, mencapai produksi 5,821 ton; tahun 2013 dengan luas tanam 604 ha, mencapai produksi 8,230 ton; sedangkan tanaman tembakau rakyat di Kabupaten Gianyar pada tahun 2012 dengan luas tanam 373 ha, mencapai produksi 352,89 ton; tahun 2013 luas tanam 409,55 ha, mencapai produksi 391,40 ton (BPS Kabupaten Gianyar, 2014).

Berdasarkan data faktual perkembangan produksi tanaman cabai dan tembakau rakyat mengalami pluktuasi produksi seperti data di atas, untuk itu perlu dicarikan solusi dengan memanfaatkan potensi wilayah yang telah ada salah satunya melalui penanaman usahatani tumpangsari antara cabai-tembakau rakyat dengan memanfaatkan varietas lokal yang telah ada. Pola tumpangsari yang selama ini berkembang di masyarakat biasanya membudidayakan tanaman jenis leguminosa bersamaan dengan tanaman jenis serrelia seperti pada tanaman kacang tanah dengan jagung.

Kecamatan Sukawati khususnya di Desa Sukawati yang terdiri atas 13 subak dengan luas lahan pertanian 756 ha, memiliki karakteristik pertanian usahatani cabai – tembakau yang unik yaitu : (1) tanaman cabai-tembakau memiliki genus yang sama bisa tumbuh bersamaan dengan baik, dan merupakan satu-satunya berada di Propinsi Bali; (2) desa sukawati memiliki potensi yang paling cocok dan terluas di Kabupaten Gianyar dalam mengembangkan usahatani cabai-tembakau; (3) memiliki varietas benih lokal cabai-tembakau yang masih sering digunakan; dan (4) jenis tembakau yang digunakan merupakan tembakau perkebunan rakyat yang dipakai untuk susur para orang tua. Dengan sistem usahatani tumpangsari


(8)

cabai-tembakau petani mengharapkan akan memperoleh peningkatan pendapatan dari usahatani yang dikelolanya; tapi pada kenyataanya keuntungan usahatani

yang diperoleh petani belum maksimal hal ini disebabkan oleh petani di Desa Sukawati belum menerapkan sistem agribisnis usahatani tumpangsari

cabai-tembakau secara proporsional. Pengembangan usaha agribisnis yang dijalankan oleh petani seharusnya menerapkan konsep sistem agribisnis seperti sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, sub sistem usahatani, sub sistem penanganan pasca panen dan pengolahan lanjutan, sub sistem pemasaran hasil, serta lembaga penunjangnya dengan baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anggota petani.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besar peranan daya dukung subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?

2. Seberapa besar peranan daya dukung subsistem usahatani terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?

3. Seberapa besar peranan daya dukung subsistem pasca panen dan pengolahan lanjutan terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?


(9)

4. Seberapa besar peranan daya dukung subsistem pemasaran hasil terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?

5. Seberapa besar peranan daya dukung subsistem jasa penunjang terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis peranan daya dukung subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

2. Menganalisis peranan daya dukung usahatani terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

3. Menganalisis peranan daya dukung subsistem pasca panen dan pengolahan lanjutan terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

4. Menganalisis peranan daya dukung subsistem pemasaran hasil terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.


(10)

5. Menganalisis peranan daya dukung subsistem jasa penunjang terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berperan dari sistem agribisnis terhadap keberhasilan tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan obyek yang sama.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pengurus dan anggota subak, dapat menambah wawasan, dan pengetahuan dalam melakukan manajemen agribisnis dengan sistem usahatani tumpangsari pada cabai-tembakau.

2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah khususnya

Dinas Pertanian, Perhutanan, dan Perkebunan Kabupaten Gianyar agar pembinaan sistem agribisnis dengan sistem usahatani tumpangsari cabai-tembakau di Desa Sukawati dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan mengutungkan bagi petani setempat.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan usaha produktivitas usaha agribisnis usahatani tumpangsari cabai-tembakau yang ada di Desa Sukawati melalui sistem pembinaan agribisnis hulu, tengah, dan hilir secara baik.


(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Agribisnis

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dalam pertanian dalam arti luas; yang dimaksud dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Soekartawi, 2003). Adjid (1998) juga mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan usaha dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar.

Antara (2006) menyatakan bahwa agribisnis berasal dari kata agribusinees, dimana agri=agriculture artinya pertanian dan business artinya usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi secara sederhana agribisnis (agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi pada keuntungan. Jika didefiniskan secara lengkap agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan. Manajemen agribisnis pada prinsipnya adalah penerapan manajemen dalam sistem agribisnis. Oleh karena itu, seseorang yang hendak terjun di bidang agribisnis


(12)

harus memahami konsep-konsep manajemen dalam agribisnis yang meliputi pengertian manajemen, fungsi-fungsi manajemen, tingkatan manajemen, prinsip-prinsip manajemen dan bidang-bidang manajemen (Firdaus, 2007).

Menurut Suparta (2005) konsep sistem agribisnis yaitu keseluruhan aktivitas bisnis dibidang pertanian yang saling terkait dan saling tergantung satu sama lain,

mulai dari : (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi; (2) subsistem usahatani; (3) subsistem pengolahan dan penyimpanan hasil

(agroindustri); (4) subsistem pemasaran; dan (5) subsistem jasa penunjang; seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1

Konsep Sistem dan Usaha Agribisnis

Konsep dari sistem dan usaha agribisnis tersebut harus mampu mengatur dirinya sendiri dan mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan maupun kondisi internal sistem secara otomatis (Amirin, 1996). Kelima subsistem tersebut akan dapat menjalankan fungsi dan peranannya apabila berada dalam lingkungan yang menyediakan berbagai sarana dan prasarana, yakni prasarana

Subsistem perusahaan pengadaan dan penyaluran sarana produksi : a. Bibit b. Pupuk c. Pakan d. Obat-obatan e. Alat dan mesin

Subsistem perusahaan produksi usahatani: a. Pangan b. Hortikultura c. Ternak Subsistem perusahaan pengolahan hasil (Agroindustri): a. Penanganan pasca panen b. Pengolahan lanjutan Subsistem perusahaan pemasaran hasil: a.Perdagangan domestik b. Perdagangan

ekspor

Subsistem jasa penunjang:

Pengaturan, penelitian, penyuluhan, informasi, kredit modal, transportasi, asuransi agribisnis dan pasar.


(13)

jalan, transportasi, pengairan, pengendalian, pengamanan dan konservasi yang menjadi syarat bagi lancarnya proses transpormasi produktif yang diselenggarakan dunia usaha dan masyarakat perdesaan (Badan Agribisnis, 1995). Mengingat adanya karakteristik agribisnis yang khas (unique) maka manajemen agribisnis harus dibedakan dengan manajemen lainnya. Beberapa hal yang membedakan manajemen agribisnis dari manajemen lainnya menurut Downey dan Erickson (1992) adalah sebagai berikut: (1) keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis, yaitu dari para produsen dasar ke konsumen akhir akan melibatkan hampir setiap jenis perusahaan bisnis yang pernah di kenal oleh peradaban; (2) besarnya pelaku agribisnis; (3) hampir semua agribisnis terkait erat dengan pengusaha tani, baik langsung maupun tidak langsung; (4) keanekaragaman skala usaha di sektor agribisnis, dari yang berskala usaha kecil sampai dengan perusahaan besar; (5) persaingan pasar yang ketat, khususnya pada agribisnis skala kecil; dimana penjualan berjumlah banyak, sedangkan pembeli berjumlah sedikit; (6) falsafah cara hidup (the way of life) tradisional yang dianut para pelaku agribisnis cenderung membuat agribisnis lebih tradisional daripada bisnis lainnya; (7) kenyataan menunjukkan bahwa badan usaha agribisnis cenderung berorientasi dan dijalankan oleh petani dan keluarga; (8) kenyataan bahwa agribisnis cenderung lebih banyak berhubungan dengan masyarakat luas; (9) kenyataan bahwa produksi agribisnis sangat bersifat musiman; (10) kenyataan bahwa agribisnis sangat tergantung dengan lingkungan eksternal/gejala alam; dan (11) dampak dari adanya program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada sektor agribisnis.


(14)

Keberhasilan agribisnis untuk mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh faktor manajemen. Fungsi-fungsi manajemen terdapat dalam kegiatan ditiap subsistem dan merupakan penghubung antara seorang manajer dengan tujuan yang akan dicapai. Menurut Reksohadiprodjo (1992) manajemen bisa berarti fungsi, peranan maupun keterampilan. Untuk mencapai tujuan, manajer menggunakan empat fungsi manajerial utama yaitu :

1. Perencanaan (planning)

Planning meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Pengorganisasian (organizing)

Organizing adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi.

3. Pelaksanaan dan pengembangan (actuating)

Actuating merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk dapat mewujudkan tujuan.

4. Pengawasan (controling)

Controlling, memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal ini membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah

ditentukan. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi.


(15)

2.2 Subsistem Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi

Masing-masing komponen pelaku agribisnis membagi diri dalam fungsi dan tugasnya namun tetap bersinergi dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi berfungsi untuk menghasilkan dan menyediakan saranan produksi pertanian terbaik agar mampu menghasilkan produk usaha tani yang berkualitas, melakukan pelayanan yang bermutu kepada usahatani, memberikan bimbingan teknis produksi, memberikan bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis, memfasilitasi proses pembelajaran atau pelatihan bagi petani, menyaring dan mensistesis informasi agribisnis praktis untuk petani, mengembangkan kerjasama bisnis yang dapat memberikan keuntungan bagi para pihak yang terkait (Suparta, 2005).

Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi juga sering disebut sebagai agribisnis hulu (up-stream agribusiness); diartikan sebagai kegiatan yang menginovasi, memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi pertanian, baik industri alat mesin pertanian, pupuk, benih serta obat pengendalian hama dan penyakit (Saragih, 1999). Selanjutnya, menurut Distan Provinsi Bali (2010) bahwa agribisnis hulu mencakup industri yang memproduksi barang modal untuk sektor pertanian seperti; industri benih, sayuran, ternak, ikan, industri agrochemical dan industri mesin pertanian.

2.3 Subsistem Usahatani

Ilmu usahatani merupakan cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari perihal internal usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan serta penjualan; prihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam


(16)

keseluruhan organisasi (Hernanto, 1994). Usahatani juga merupakan himpunan sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian yang diperlukan untuk produksi pertanian, tanah, air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup (Moebyarto, 1996). Hal ini didukung oleh pernyataan Mosher (1995) bahwa usahatani merupakan bagian permukaan bumi dimana seorang petani dan keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Menurut Soekartawi (2003) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara afektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan dari suatu usahatani yang dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan sebagai modal untuk memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (1995) bahwa jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan usahanya. Soekartawi (1984) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani memerlukan dua hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu: (1) hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak;

(2) produksi yang dikonsumsikan keluarga; (3) kenaikan nilai industri; sehingga pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman dicoba,


(17)

dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba, dipopulasikan, sehingga ditemukan jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan dengan prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.

2.3.1 Pengertian produksi

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung; biaya produksi yang digunakan terdiri atas sewa tanah, bunga modal, biaya sarana produksi untuk bibit, pupuk dan obat-obatan serta sejumlah tenaga kerja (Soekartawi, 2013). Konsep produksi yang menujukan besarnya tingkat produksi yang diperoleh petani, oleh karena itu konsep produksi dijelaskan untuk memberikan definisi tentang produksi menurut para pakar ekonomi. Secara umum produksi diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi adalah aktivitas yang menciptakan, menambahkan utility suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Assauri (1993) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan mencitakan atau menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa dengan mengunakan sumber–sumber (tenaga kerja, mesin,bahan-bahan, dan modal) yang ada. Selanjutnya, Hermanto (1994) mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan untuk penyelengaran jasa-jasa lain yang dapat memenuhi kebutuhan manusia; oleh karena itu produksi merupakan tindakan manusia untuk menciptakan atau menambah nilai guna barang sesuai dengan yang dikehendaki.


(18)

Menurut Mubyarto (1996) menyatakan bahwa produksi petani adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya faktor produksi tanah, modal, tenaga kerja simultan. Melakukan usahatani, seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu baerfikir untuk mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memproduksi yang maksimal. Cara berfikir yang demikian adalah wajar, mengingat petani melakukan konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan maksimumkan keuntungan atau profit mazimition. Dalam kaitan itu Kartasapoerta (1988) mengemukakan bahwa produksi merupakan hasil yang diperoleh berkaitan dengan proses berlangsungnya proses produksi. Kuantitas dan kualitas hasil (output ) tersebut tergantung pada keadaan input yang telah diberikan. Jadi antara input dan output terdapat kaitan yang jelas. Selanjutnya, Soekartawi dan Patong (1984) mengemukakan bahwa dalam menghitung produksi usahatani biasanya dibedakan antara konsep produksi per unit usahatani dengan kualitas hasil yang dipergunakan dalam suatu jenis usahatani selama periode tertentu.

2.3.2 Budidaya tanaman tembakau

Tembakau rajangan merupakan bentuk produksi tembakau yang dapat berupa rajangan (irisan). Menurut Disbun Propinsi Jatim (2012) mengemukakan untuk berbudidaya tembakau rajang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya

berhasil dengan baik yaitu: (1) memilih benih yang akan disemaikan; (2) lokasi pembibitan; (3) pengolahan tanah untuk bedengan; (4) pencabutan bibit;


(19)

(5) teknis pertanaman; (6) waktu dan cara pemberian pupuk; (7) pengairan atau penyiraman; (8) pemangkasan; dan (9) pemanenan.

1. Memilih benih yang akan disemaikan Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah;

(1) Secara fisik; benih tua dan bernas, utuh, tidak cacat, dan tidak tercampur bahan asing (pasir, biji, gulma).

(2) Secara fisiologi memiliki viabilitas yang tinggi, serta meiliki daya berkecambah minimal 80%.

(3) Secara genetis; varietasnya murni, seragam, tidak tercampur varietas lain. 2. Lokasi pembibitan

Tempat harus terbuka, mendapat sinar matahari cukup terutama pada pagi hari. Lapisan tanahnya cukup tebal, subur, daya menahan air dan drainase baik. Tekstur tanah sedang sampai agak berat dengan pH 5,6 s/d 6,5; dekat dengan sumber air untuk memudahkan penyiraman; agak jauh dari perkampungan untuk menghindari gangguan hewan peliharaan, hama dan penyakit.

3. Pengolahan tanah untuk bedengan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan tanah bedengan adalah : (1) Pengolahan tanah bedengan

Tanah dibuka atau dibalik dengan cangkul atau dibajak, diolah sampai halus, dalam, sehat, masak dan bersih; dibiarkan satu s/d dua minggu terkena sinar matahari untuk mematikan bibit penyakit dan rerumputan.


(20)

(2) Ukuran bedengan

Tanah dihancurkan dan dihaluskan, kemudian dibuat bedengan dengan arah bedengan membujur utara-selatan, dengan lebar 1 m, tinggi permukaan ± 25 cm, panjang 5 m atau disesuaikan dengan panjang lahan. Jaarak antar bedengan dibuat selebar 1 s/d 1,5 m; dibuat selokan keliling.

(3) Desinfeksi bedengan

Untuk mencegah pathogen (penyebab penyakit) di pesemaian seperti jamur dan bakteri, bedengan perlu didesinfeksi dengan larutan perusi (CuSO4) konsentrasi dua persen (20 g perusi/ satu liter air); setiap satu m2 bedengan

disiram dengan 0,5 liter larutan perusi paling lambat dua hari sebelum benih ditabur.

(4) Pemupukan bedengan

Bedengan diberi pupuk kompos yang sudah masak, sebanyak satu pikul setiap 1 m x 5 m2. Pupuk kompos dicampurkan merata dengan tanah permukaan bedengan, dan dibiarkan satu minggu, kemudian bentuk bedengan dirapikan dan permukaannya diratakan. Pupuk SP-36 sebanyak 35 s/d 70 g/m2 (SP-18 sebanyak 70 s/d 140 g/m2), diberikan empat s/d lima hari sebelum benih ditabur, kemudian permukaan bedengan disiram air. Pupuk ZA sebanyak 35 s/d 70 g/m2, dan ZK 25 s/d 35 g/m2, diberikan tiga hari sebelum benih ditabur, dengan cara menaburkannya dipermukaan bedengan, kemudian diratakan dan disiram air secukupnya. Pupuk yang diberikan tidak boleh berlebihan. Bila pH tanah rendah ditambahkan dolomit/kapur.


(21)

(5) Penaburan benih

Benih yang daya kecambahnya lebih dari 90%, kebutuhan benih per m2 adalah 0,1 gram; benih disesuaikan dengan luas bedengan dicampur rata dengan abu atau pasir halus, kemudian ditabur merata diatas bedengan; selanjutnya bedengan ditutup dengan jerami; setelah itu disiram air dengan menggunakan gembor sampai cukup basah; jerami dibuka 10 hari setelah tabur benih.

(6) Atap bedengan

Atap bedengan dapat dibuat dari jerami, alang-alang atau plastik transparan. Apabila pembibitan dilakukan pada musim hujan sebaiknya bedengan diberi atap plastik. Untuk atap miring, tinggi atap yang menghadap ke timur antara 0,80 s/d 1 m, sedangkan yang menghadap kebarat 0,60 s/d 0,9 m; pada bagian atap yang melengkung diatur agar tinggi bagian tengah antara 50 s/d 60 cm; sedangkan tinggi bagian samping ± 5 cm dari permukaan bedengan.

(7) Penyiraman bedengan

Selama tujuh hari pertama setelah tabur benih, pesemaian harus disiram air secara intensif, biasanya dilakukan sampai tiga kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore hari. Penyiraman menggunakan gembor. Setelah bibit berumur 30 hari jumlah air yang diberikan dikurangi agar pertumbuhan akar bagus; akan tetapi harus dijaga agar tanah tidak terlalu kering.

(8) Penjarangan bedengan

Setelah bibit berumur 20 s/d 25 hari dilakukan penjarangan dan jarak antara bibit diatur anatar 4 X 4 cm2 sampai 5 X 5 cm2, sehingga tiap meter persegi


(22)

bedengan terdapat 400 s/d 625 bibit atau dapat pula dilakukan pencabutan bibit dan dipindah kebedengan lain dengan jarak tanam 5 X 5 cm2. Bedengan pataran biasanya didekat lahan yang akan ditanami tembakau; bibit pataran ini dapat ditanam dilahan setelah 20 s/d 25 hari.

4. Pencabutan bibit

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : (1) Umur bibit

Umur antara 40 s/d 45 hari, pencabutan bibit sebaiknya dilakukan pagi hari; cara mencabut bibit dilakukan dengan memegang dua daun terbesar,

kemudian ditarik; jangan sekali-kali menarik batangnya karena masih sangat lunak.

(2) Syarat bibit

Bibit yang memenuhi syarat ukuran (tinggi) 10 s/d 12,5 cm, jumlah daun lima lembar, tidak terlalu subur (sukulen) dan terlalu kurus, dan perakaran baik, sehat serta bebas dari hama penyakit.

5. Teknis pertanaman

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam teknis pertanaman adalah : (1) Pemilihan lahan dan pergiliran tanaman

Saat tanam yang baik adalah bulan april s/d mei hingga pertengahan bulan juni, tergantung dengan cuaca yang berkembang pada musim tanam yang bersangkutan. Lahan yang paling baik untuk ditanami tembakau adalah bekas tanaman padi. Lahan bekas tanaman cabai, terung, tembakau dan tanaman solanaceae lainnya harus dihindarkan karena tanah bekas tanaman keluarga


(23)

solanaceae menurut pengalaman petani tanahnya banyak menyimpan penyakit; kalau dipaksakan pertumbuhan tanaman tembakau tidak sempurna, bahkan akan banyak tanaman yang mati. Tanah mengandung khlor yang umumnya dekat dengan pantai atau mendapat pengairan dari air payau dihindari sebagai lahan penanaman tembakau. Untuk menghindari serangan penyakit yang merugikan seperti Phytophthora nicotianae, penyakit lengger akibat serangan bacterium solanacearum sebaiknya lahan terpilih jangan tiap tahun ditanami tembakau.

(2) Pengolahan tanah

Pengolahan tanah untuk tembakau rajangan pada umumnya lebih sederhana. Pembersihan bekas tanaman sebelumnya sangat diperlukan; pada lahan di dataran tinggi, sisi tegak galengan mencapai tinggi (0,5 s/d 1,5 m2); pada sisi galengan tersebut rumput dibersihkan agar kelak tidak menjadi serangan hama. kemudian dibersihkan jerami dari petakan. Setelah jerami dibersihkan, tanah dibajak pertama dan dilanjutkan dengan garu untuk meratakan tanah. Selanjutnya, didiamkan satu s/d dua minggu dan kemudian diairi serta dibuatkan saluran-saluran drainase keliling. Pekerjaan ini dimaksudkan agar bingkahan tanah yang masih cukup besar bisa hancur. Bekas tanaman padi biasanya akan menyebabkan bongkahan tanah yang besar. Selanjutnya, dilakukan pembajakan kedua dan ketiga yang dilakukan dengan arah memotong bajak pertama, kemudian digaru hingga rata.; kemudian didiamkan satu s/d dua minggu. Dibuatkan guludan sesuai dengan jarak tanam. Dibuat lubang tanam dengan digejik. Lahan yang sudah selesai


(24)

diolah dilengkapi dengan tempat penampungan air yang diberi alas plastik. Jarak tanaman rapat yaitu dua baris tanaman dalam satu gulud. Jarak tanam yang umum digunakan 50 x 50 x 90 cm atau 40 x 40 x 90 cm; dengan jarak tanam ini populasi tanaman dapat mencpai 20.000 s/d 25.000 tanaman per hektar; cara penanaman kedua baris dapat sejajar atau selang-seling.

(3) Penanaman

Waktu penanaman yang tepat pada pertengahan bulan mei sampai dengan pertengahan bulan juni. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari, setelah jam 14.00. Sebelum menanam, lubang tanam disiram air dengan cara

dikocor; kebutuhan air tergantung cuaca, kira-kira satu s/d dua liter per lubang tanam.

(4) Teknik menanam bibit

Bibit dipegang pada pangkal batang, kemudian dimasukan kedalam lubang tanam; lubang tanam ditimbun lagi dengan tanah dan ditekan hati-hati supaya akar bibit menempel pada tanah. Penimbunan ini dilakukan sampai leher bibit jangan sampai tertimbun, setelah itu bibit bisa dikrodong dengan daun

jati atau lainnya sampai umur satu minggu; lubang tanam dikocor secukupnya.

(5) Penyulaman

Tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang bagus secepatnya disulam; penyulaman terakhir selambat-lambatnya umur 10 hari; tanaman sulaman diambil dari tanaman cadangan yang sudah dipersiapkan lebih dahulu.


(25)

6. Waktu dan cara pemberian pupuk

Pada dasarnya pupuk yang digunakan untuk tanaman tembakau dikehendaki yang tidak mengandung chlor (CL); seperti ZA, ZK, NPK Kebo Mas, SP-18, dan PN (Chilien Nitrat); sedangkan jenis pupuk yang mengandung Chlor adalah seperti KCL dan Ponskha.

Rekomendasi pupuk untuk tembakau rajangan dengan populasi 20.000 tanaman/ha, dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Jenis, Dosis, dan Waktu Pemupukan Tembakau Rajangan

Umur HST Jenis gr/tanaman Jumlah

tanaman kg/ha

-1 Superphos 10 20.000 200

5 - 8 Urea 5 20.000 100

15 - 18 Urea 5 20.000 100

25 - 28 ZA 15 20.000 300

25 - 28 ZK 5 20.000 100

Jumlah 800

Sumber: Disbun Provinsi Jatim ( 2012) Keterangan :

HST : Hari setelah tanam

ZA : Zwavelzure Ammonium

ZK : Zwavelzure Kalium

Cara pemberian pupuk urea sebagai starter umur 5 s/d 8 hari setelah tanam; waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan jenis pupuk dan kebutuhan tanaman sesuai dengan rekomendasi. Pupuk superphos diberikan pada lubang tanam sehari sebelum tanam, pupuk urea susulan pertama pada umur 15 s/d 18 hari setelah tanam ditugal sekeliling batang tanaman dengan jarak 10 s/d 15 cm, kemudian ditutup tanah; pupuk N (ZA) dan K (ZK) susulan kedua diberikan pada umur

tanaman 25 s/d 28 hari, ditugal disekiling batang tanaman dengan jarak 20 s/d 25 cm kemudian ditutup tanah.


(26)

7. Pengairan/penyiraman

Penyiraman sebaiknya dilakukan pada sore hari; air irigasi harus memenuhi syarat tidak melewati lahan yang terkena serangan hama penyakit lanas (phytophthora nicotianea); karena spora jamur ini dapat terikut air irigasi, selain itu kandungan klornya harus sangat rendah, dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Jadwal dan Volume Penyiraman Tembakau Rajangan

Umur tanaman (HST)

Frekwensi pemberian

Jenis lahan Tegal (lt) Sawah (lt)

1-20 Tiap hari 0,5 0,5

21-40 Tiap dua hari 2,0 0,5

41-50 Tiap hari 2,0 0,5

51-54 Tiap dua hari 2,0 0,5

55-60 Tiap tiga hari 2,0 0,5

Sumber: Disbun Provinsi Jatim ( 2012 ). Keterangan :

HST : Hari setelah tanam

Lt : Liter

8. Pemangkasan

Pemangkasan tembakau rajangan dilakukan setelah 10% dari bunga pertamanya mekar; pemangkasan bunga disertai dua daun bendera. Pembuangan sirung dilakukan lima hari sekali.

9. Pemanenan

Tembakau umur 65 hari siap untuk dipanen; untuk tembakau dilahan tegal panen dilakukan serentak setelah daun-daun tengah cukup masak. Daun-daun bawah ± 6 lembar tidak ikut dipetik dan dibiarkan menjadi krosok dilapangan; daun tengah dan daun pucuk 12 s/d 14 lembar dipetik serentak. Daun-daun yang dipetik kemudian diproses menjadi rajangan, sedangkan daun bawah setelah kering dipetik untuk dijual dalam bentuk krosok. Untuk tembakau dilahan sawah


(27)

yang tanamannya cukup besar karena cukup air, panen dapat dilakukan dengan pemetikan secara bertahap dua sampai tiga kali pada saat daun sudah masak. Pada lahan tegal tembakau dipetik serentak 3 s/d 5 lembar, daun bawah tidak ikut dipetik dibiarkan sampai kering dan dijual dalam bentuk krosok.

2.3.3 Budidaya cabai

Cabai rawit adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung

bagaimana digunakan. Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah capsicum sp.; berasal dari benua

Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Adapun cara budidaya cabai rawit menurut Tim Bina Karya Tani (2013) adalah sebagai berikut :

1. Pembibitan

Tanaman cabai diperbanyak dengan biji (generatife). Biji buah yang akan diperbanyak diambil dari buah yang sudah tua atau matang dipohon. Buah cabai yang akan diambil bijinya untuk benih harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) buah berasal dari tanaman yang sehat dan pertumbuhannya subur; (2) buah dipilih dan disortir sejak dipohonnya; (3) biji diambil dari buah yang

sudah masak dipohon, sehat dan tidak rusak; dan (4) sebaiknya buah dari dompolan buah yang kedua.

2. Pesemaian

Persemaian hendaknya dilakukan dalam wadah yang terbuat dari kotak kayu, polibag, pot bunga untuk memudahkan perawatan. Biji disebar merata di atas


(28)

pesemaian berupa tanah yang bersih dan dicampur dengan pasir bersih serta pupuk kandang (perbandingan 1 k : 1 kg : 1 kg). Pesemaian ditaruh ditempat yang terlindung dari gangguan ternak dan dinaungi agar tidak terkena sinar matahari langsung dan derasnya curah hujan. Pesemaian untuk menjaga kelembaban tanah perlu penyiraman satu kali sehari yaitu pada pagi atau sore hari.

3. Penanaman bibit

Segera setelah tanaman yang berkecambah dari biji itu mempunyai lima daun (umur satu bulan), calon bibit dipindahkan ketempat penyapihan berupa pot kecil atau polibag; pada waktu penyapihan dipilih calon bibit yang benar-benar kuat. Maksud penyapihan ini adalah untuk melatih tanaman terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke lahan pertanian yang telah ditetapkan. Setiap pagi takir atau polibag penyapihan dijemur disinar matahari sampai pukul 09.00.

4. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi

tanah. Faktor fisik tanah meliputi: tekstur, struktur, konsistensi, tata air, tata udara, temperatur dan warna tanah. Faktor kimia tanah adalah pengaruh ion

terhadap tumbuhnya tanaman, keasaman tanah atau pH nya. Sedangkan, faktor biologi tanah adalah tentang jasad-jasad hidup dalam tanah atau jasad renik. Pengolahan tanah biasanya dilakukan dua kali agar benar-benar gembur; tanah dibersihkan dari rumput atau kotoran lain kemudian dibajak atau dicangkul dengan kedalaman sekitar 20 s/d 35 cm. Pengolahan tanah harus disesuaikan dengan lapisan atas dan tidak dipaksakan terlalu dalam sampai mencapai lapisan tanah dibawahnya. Pencangkulan tanah yang terlalu dalam dapat mengakibatkan


(29)

tanah yang kurang subur bercampur dengan tanah yang subur sehingga akan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Pengolahan tanah yang kedua kalinya setelah tanah dibiarkan selama 2 s/d 3 minggu sejak pengolahan pertama; hal ini penting agar gas-gas beracun menguap, bibit penyakit dan hama akan mati disinari matahari. Tanah yang sudah remah dan gembur kemudian dibuatkan bedengan membujur kearah timur-barat agar penyebaran matahari dapat merata keseluruh tanaman.

Bedengan dibuat dengan lebar antara 110 s/d 120 cm2, tinggi 30 s/d 45 cm2 dan jarak antar bedengan 50 s/d 60 cm2. Khusus pada musim penghujan didaerah-daerah yang air tanahnya dangkal perlu dibuatkan parit keliling dengan lebar 20 s/d 30 dan dalamnya 30 cm untuk pembuangan air yang berlebihan.

Pengolahan tanah yang ketiga selain mencangkul tipis-tipis untuk menggemburkan tanah, juga dilakukan pemupukan dasar dengan memberikan pupuk kandang atau pupuk organik. Tanah yang terlalu asam dan tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman cabai perlu melakukan pengapuran. Setelah tanah

cukup gembur, bedengan-bedengan dan parit-parit sudah terbentuk, tanah dibiarkan dulu selama seminggu sebelum ditanami bibit agar reaksi pupuk

organik dan pengapuran tidak mengganggu pertumbuhan bibit tanaman. 5. Persiapan lubang tanaman

Pembuatan lubang tanam dilakukan tiga hari sebelum penanaman bibit, jarak tanam harus diatur dengan baik jangan terlalu rapat dan terlalu renggang. Jarak tanam yang ideal untuk bertanam tanaman cabai adalah 70 x 60 cm2 artinya 70 cm jarak antar barisan dan 60 cm jarak tanam dalam barisan.


(30)

6. Seleksi bibit

Bibit seharusnya sudah diseleksi pada tempat pembibitan sebelum diangkut ke lahan pertanaman; bibit cabai dapat dipindah ke lahan pertanaman apabila telah berumur 30 s/d 45 hari di pesemaian dengan tinggi berkisar antara 10 s/d 15 cm2. Bibit yang dipilih sebaiknya yang berpenampilan sehat, tumbuh subur dan tegak, serta daunnya tidak ada yang rusak.

7. Waktu tanam

Saat yang terbaik untuk menanam sayuran cabai adalah tiga hari sesudah lubang tanam dipersiapkan. Menanam bibit cabai pada lubang tanam dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(1) Bagian dasar kantong polibag disayat dan dilepaskan, bagian samping kiri-kanan disayat tegak lurus.

(2) Bibit ditempat pada lubang secara berdiri tegak; plastik pada bagian sisi kiri

kanan dilepas dengan hati-hati supaya tanah disekitar akar bibit tidak berhamburan.

(3) Sewaktu menanam; leher akar harus tertutup dan pada akhir penanaman permukaan tanah sekitar bibit dalam keadaan rata atau sedikit cembung. 8. Pemberian mulsa plastik hitam perak

Penggunaan mulsa plastik dipandang lebih praktis karena mudah didapat, mudah penggunaannya dan dapat digunakan lebih daripada satu kali. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mulsa plastik: (1) bedeng-bedeng diari terlebih dahulu sebelum pemasangan mulsa plastik


(31)

panas dan plastik sedang memuai; dan (3) warna hitam pada plastik merupakan bagian yang menghadap ketanah, sedangkan bagian plastik yang berwarna perak menghadap keatas.

9. Pengairan

Pengairan dilakukan secara rutin sekali atau dua kali dalam sehari tergantung pada keadaan tanah atau semusim. Waktu pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu udara tidak terlalu panas; hal yang sangat penting diperhatikan adalah menjaga agar tidak terlalu kering atau sebaliknya air jangan sampai tergenang dalam waktu yang lama.

10. Pemberantasan gulma

Pada dasarnya ada tiga cara pemberantasan gulma yaitu: (1) secara mekanis (manual) adalah pemberantasan dengan menggunakan tenaga atau alat secara langsung seperti sabit, cangkul dan garpu; (2) secara kimiawi dilakukan dengan

menggunakan herbisida; dan (3) secara biologi dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan atau organisme tertentu yang bertujuan untuk mengurangi

pengaruh buruk dari gulma. 11. Penyulaman

Penyulaman adalah kegiatan untuk mengganti tanaman yang mati, rusak atau pertumbuhannya tidak normal; dilakukan satu minggu setelah tanam. Bibit yang digunakan penyulaman adalah bibit yang sengaja disisakan atau dibiarkan tumbuh pada lahan pembibitan sebagai bibit cadangan.


(32)

12. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara didalam tanah supaya tanaman dapat meyerapnya sesuai dengan kebutuhannya. Kekurangan atau defisiensi unsur hara tanaman dapat diketahui dari gejala-gejala yang tampak pada tanaman.

Pemupukan dilakukan terus-menerus dan takaran pupuk disesuaikan dengan usia tanaman cabai. Sebelum menabur pupuk terlebih dahulu dibuat selokan sedalam 5 s/d 10 cm yang melinkari tanaman itu dengan batang tanaman sebagai pusat lingkaran; sesudah pupuk ditabur merata didalam selokan selanjutnya ditutup kembali dengan tanah.

Dosis pupuk yang diberikan adalah 200 kg urea, 500 kg ZA, 167 kg KCL, dan 196 kg TSP per hektar. Pupuk berimbang ini diberikan dua kali yaitu pada umur tujuh hari dan 30 hari setelah tanam; kecuali pada pupuk TSP yang diberikan satu kali pada tujuh hari sebelum tanam.

13. Hama dan penyakit

Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas hidupnya, terutama aktivitas untuk mendapatkan makanan yang terdiri dari hewan mamalia, serangga dan burung. Untuk membrantas serangan hama harus diketahui terlebih dahulu siklus hidupnya, sehingga dapat ditentukan pada stadium apa serangga tersebut menyerang tanaman, sehingga tepat dalam mengambil tindakan pemberantasan.

Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti; virus, bakteri, protozoa, jamur dan cacing nematode;


(33)

yang dapat menyerang organ tumbuhan pada akar, batang, daun atau buah. Penyebaran penyakit pada tanaman melalui angin, air, serangga.

14. Panen

Panen cabai dilakukan secara manual; umur panen berkisar 3 s/d 4 bulan setelah tanam. Biasanya panen dapat dilakukan 16 s/d 18 kali pada keadaan musim yang menguntungkan yaitu musim kemarau. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemanenan adalah warna buah berwarna merah atau buah masak, permukaan buah lebih banyak berwarna oranye, jingga atau merah; warna hijau berangsur hanya sekilas.

2.4 Subsistem Pasca Panen dan Pengolahan Lanjutan

Subsistem pasca panen dan pengolahan lanjutan dapat berfungsi untuk mengadakan pengolahan lanjut baik tingkat primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi memperlancar pemasaran hasil

melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik (Suparta, 2005). Saragih (1999) mengemukakan agribisnis hilir (down- stream agribusiness)

merupakan aktivitas penanganan pasca panen dan pengolahan berbagai hasil usahatani menjadi berbagai produk olahan dan produk turunan (agroindustri). Manajemen agribisnis hilir dapat dihubungkan dengan industri yang memproses komoditas pertanian utama seperti makanan atau minuman, pakan

ternak, serabut alami, industry farmasi dan industri bio-energi (Distan Provinsi Bali, 2010).


(34)

2.5 Subsistem Pemasaran

Aspek pemasaran hasil pertanian sangat penting keberadaannya; bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yeng terlibat akan

diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengepul, broker, eksportir, importir menjadi amat penting (Soekartawi, 2013). Menurut Khotler (1996) mengemukakan

bahwa”Marketing is a social and managerial process by which individuals and

groups obtain what they med and want throught creating offering and

exacahnging produtcts of value which other”. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertahankan produk yang bernilai dengan produk yang lain. Definisi pemasaran ini berdasarkan pada konsep inti yaitu kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands), produk (barang, jasa dan gagasan) nilai biaya, kepuasan, petukaran dan transaksi, jaringan pasar, serta pemasaran dan prospek.

Kemudian Swastha (1999) mendefinisikan pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat menawarkan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Menurut Soekartawi (1988) mengemukakan manajemen pemasaran yang modern mendahulukan kepentingan konsumen dalam artian bahwa perubahan konsumen akan menentukan jumlah barang yang diminta; selanjutnya agar harga tidak melonjak tinggi karena perubahan tersebut maka produksi harus dinaikan;


(35)

sehingga pengertian di atas dapat simpulkan bahwa pemasaran merupakan keseluruhan sistem dari kegiatan-kegiatan bisnis yang dinamis dan terintegrasi yang di tunjukan untuk merencanakan, menentukan harga merupakan sistem dan mendistribusikan produk-produk yang dapat memuaskan keinginan pasar dalam langkah mencapai tujuan organisasi.

Pemasaran hasil pertanian merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pemasaran suatu produk, kita harus mempertimbangkan saluran pemasaran yang dapat dipakai untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Menurut Khotler, dkk., (1992) mengemukakan bahwa untuk mencapai pasar sasaran, pemasar menggunakan tiga jenis saluran pemasaran yaitu: (1) saluran komonikasi yaitu menyampaikan dan menerima pesan dari pemberi saran; saluran ini mencakup surat kabar, majalah, radio, televisi, surat, telepon, internet dan papan iklan; (2) saluran distribusi untuk menggelar, menjual atau menyampaikan produk fisik atau jasa kepada pelanggan atau pengguna; dan (3) saluran layanan untuk meelakukan transaksi dengan calon pembeli; saluran ini mencakup gudang, perusahaan transportasi, bank dan perusahaan asuransi yang membantu transaksi.

Menurut Swastha (1999) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai kekonsumen atau pemakai industri; dengan kata lain merupakan serangkaian organisasi yang saling tergantung dalam rangka proses penyaluran barang dari produsen kepada konsumen. suatu barang dapat berpindah melalui beberapa tangan sejak dari produsen sampai kepada konsumen.


(36)

Menurut Kotler (1996) ada beberapa saluran distribusi yang dapat digunakan untuk menyalurkan barang-barang yang ada. Jenis saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(1) Saluran distribusi langsung, saluran ini merupakan saluran distribusi yang paling sederhana dan paling rendah yakni saluran distribusi dari produsen ke konsumen tanpa menggunakan perantara. Disni produsen dapat menjual barangnya melalui pos atau mendatangi langsung rumah konsumen, saluran ini bisa juga diberi istilah saluran nol tingkat (zero stage chanel).

(2) Saluran disrtibusi yang menggunakan satu perantara yakni melibatkan produsen dan pengecer. Disini pengecer besar langsung membeli barang kepada produsen, kemudian menjualnya langsung kepada konsumen. Saluran ini biasa disebut dengan saluran satu tingkat (one stage chanel).

(3) Saluran distribusi yang menggunakan dua kelompok pedagang besar dan pengecer, saluran distrinusi ini merupakan saluran yang banyak dipakai oleh produsen. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar dan pembelian oleh konsumen hanya dilayani oleh pengecer saja. Saluran distribusi semacam ini disebut juga saluran distribusi dua tingkat (two stage chanel).

(4) Saluran distribusi yang menggunakan tiga pedagang perantara. Dalam hal ini produsen memilih agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada took-toko kecil.


(37)

Saluran distribusi seperti ini dikenal juga dengan istilah saluran distribusi tiga tingkat (three stage chanel).

2.6 Subsistem Jasa Penunjang

Subsistem Jasa Penunjang yang meliputi : (1) penyuluhan; (2) penelitian; (3) informasi agribisnis; (4) pengaturan; (5) kredit modal dan (6) transportasi secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis untuk melancarkan aktifitas perusahaan dan sistem agribisnis (Suparta, 2005). Subsistem jasa penunjang juga merupakan penunjang

kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi: (1) sarana tata niaga; (2) perbankan/perkreditan; (3) penyuluhan agribisnis; (4) kelompok tani;

(5) infrastruktur agribisnis; (6) koperasi agribisnis; (7) BUMN; (8) swasta; (9) penelitian dan pengembangan; (10) pendidikan dan pelatihan; (11) transportasi dan kebijakan pemerintah (Hermawan, 2008).

2.7 Sistem Pertanian Tumpangsari

Tumpangsari adalah penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang singkat, pada sebidang tanah yang sama. Tumpang sari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahuanan. Tumpangsari ditunjukan untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang maksimum. Menurut Thahir (1985) mengemukakan sitem tumpangsari dapat di atur berdasarkan;

(1) Sifat-sifat perakaran, pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah.


(38)

Sistem perakaran yang dalam dapat di tumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monocotyl yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku; sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki perakaran yang dalam karena memiliki akar tunggang; seperti pada tanaman jagung di tumpang sarikan dengan jeruk manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki perakaran yang dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran dalam; maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang terdapat didalam tanah. Sistem pertanian tumpangsari selalu terdapat persaingan di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di bawah (unsur hara dan air); sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak terlalu menggangu perkembangan tanaman yang dilakukukan tumpangsari.

(2) Pengaturan pola tanam; tumpangsari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainya, misalnya antara tembakau dengan cabai. Tembakau menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan cabai tidak terlalu terganggu pertumbuhanya karena sedikit terlindung oleh tembakau.

2.8Kajian Penelitian Sebelumnya

Pembahasan hasil penelitian terdahulu dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini. Di samping itu, juga merupakan referensi yang akan digunakan dalam melakukan evaluasi terhadap pengaruh masing-masing konsep.


(39)

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) yang berjudul “Jiwa Kewirausahaan Pengurus Gapoktan, Penerapan Manajemen Agribisnis dan

Keberhasilan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar jiwa kewirausahaan, penerapan manajemen agribisnis pengurus Gapoktan dan tingkat keberhasilan PUAP, serta hubungan dan pengaruh antara jiwa kewirausahaan dan penerapan manajemen agribisnis dengan keberhasilan PUAP di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) penerapan manajemen agribisnis yang diterapkan pengurus Gapoktan di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik; (2) tingkat keberhasilan program PUAP di Kecamatan Banjarangkan tergolong dalam kategori cukup berhasil; (3) jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan PUAP ada hubungan nyata; karena sifat-sifat kewirausahaan tersebut menjadi pendorong bagi kemauan dan kemampuan para pengurus Gapoktan untuk berhasil; (4) terdapat pengaruh sangat

nyata dari penerapan manajeman agribisnis oleh pengurus Gapoktan terhadap keberhasilan PUAP.

Tesis Udayani (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Agribisnis (Kasus Pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Bali)”. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana kadar jiwa kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di Bali, bagaimana hubungan antara jiwa kewirausahaan, kemampuan penerapan usaha agribisnis dan karakteristik


(40)

serta bagaimana pengaruh jiwa kewirusahaan, kemampuan penerapan usaha agribisnis dan karakteristik peternak terhadap keberhasilan usaha agribisnis ayam ras pedaging. Berdasarkan analisis statistik diperoleh bahwa hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan kemampuan penerapan usaha agribisnis adalah sangat nyata, hubungan antara kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan karakteristik peternak, jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan usaha agribisnis, dan kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan keberhasilan usaha agribisnis adalah sangat nyata. Sedangkan hubungan antara karakteristik peternak dengan keberhasilan agribisnis diperoleh berhubungan nyata. Secara simultan semua variabel bebas memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap keberhasilan usaha agribisnis, sedangkan kemampuan penerapan usaha agribisnis berpengaruh nyata. Tesis Endang (2009) yang berjudul “ Pengaruh Penerapan Sistem Agribisnis Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sayuran di Kabupaten Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme sistem pendampingan tenaga ahli terhadap pengembangan agribisnis sayuran di kabupaten Boyolali,

mengetahui penerapan sistem agribisnis pada petani sayuran (program pendampingan maupun mandiri), menghitung besarnya tingkat

pendapatan agribisnis sayuran pada tingkat petani dan menganalisa pengaruh penerapan sistem agribisnis terhadap pendapatan petani sayuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme sistem pendampingan tenaga ahli dengan pemberdayaan petani melalui kelompok tani asparagus, kucai, dan sayuran (ASPAKUSA) telah dilaksanakan dengan baik; penerapan sistem agribisnis pada program pendampingan telah dilaksanakan dengan baik dan tanpa pendampingan


(41)

belum dilaksanakan dengan baik; pendapatan rata-rata per hektar per musim tanam pada petani program pendampingan sebesar Rp. 49.057.344,- dan tanpa pendampingan sebesar Rp 20.384.120,-; penerapan subsistem agribisnis hulu, budidaya, pengolahan, pemasaran dan model usahatani secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Secara parsial agribisnis hulu, budidaya, pengolahan dan model usahatani pendampingan berpengaruh nyata terhadap pendapatan, sedangkan subsistem pemasaran tidak berpengaruh nyata.

Penenelitian yang dilakukan oleh Durma (2010) dengan judul “Pengaruh Jarak Tanam Jagung (zea mays L.) dan Varietas Kacang Tanah (arachis hypogeal L.) terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari pada Lahan Kering di Nusa Penida”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah, dan interaksi tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari; (2) untuk mengetahui jarak tanam jagung yang memberikan hasil

jagung dan kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari; (3) untuk mengetahui efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih

tinggi pada sistem tumpangsari dengan monokultur; (4) untuk mengetahui hasil

paling tinggi pada varietas kacang tanah. Hasil penelitian menunjukan; (1) interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam sistem

tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang tanah; (2) berat biji kering panen jagung tertinggi (4,29 t/ha) dihasilkan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas kelinci yang tidak berbeda nyata dengan hasil varietas lokal.


(42)

Berat biji kering panen kacang tanah tertinggi (2,10 t/ha) juga dihasilkan oleh

jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan varietas kelinci; (3) sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Tumpangsari memberikan nilai kesetaraan tanah (NKT) nyata lebih tinggi (1,92) dibandingkan sistem monokultur; (4) Keuntungan tertinggi Rp. 12.965.479,- dan B/C ratio tertinggi 7,13; diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas kelinci.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memiliki beberapa kesamaan, namun tetap memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi, obyek dan lokasi penelitian. Penelitian yang penulis lakukan adalah Peranan Sistem Agribisnis Terhadap Keberhasilan Tumpangsari cabai-tembakau (kasus subak di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar).


(1)

Saluran distribusi seperti ini dikenal juga dengan istilah saluran distribusi tiga tingkat (three stage chanel).

2.6 Subsistem Jasa Penunjang

Subsistem Jasa Penunjang yang meliputi : (1) penyuluhan; (2) penelitian; (3) informasi agribisnis; (4) pengaturan; (5) kredit modal dan (6) transportasi secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis untuk melancarkan aktifitas perusahaan dan sistem agribisnis (Suparta, 2005). Subsistem jasa penunjang juga merupakan penunjang

kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi: (1) sarana tata niaga; (2) perbankan/perkreditan; (3) penyuluhan agribisnis; (4) kelompok tani;

(5) infrastruktur agribisnis; (6) koperasi agribisnis; (7) BUMN; (8) swasta; (9) penelitian dan pengembangan; (10) pendidikan dan pelatihan; (11) transportasi dan kebijakan pemerintah (Hermawan, 2008).

2.7 Sistem Pertanian Tumpangsari

Tumpangsari adalah penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang singkat, pada sebidang tanah yang sama. Tumpang sari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahuanan. Tumpangsari ditunjukan untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang maksimum. Menurut Thahir (1985) mengemukakan sitem tumpangsari dapat di atur berdasarkan;

(1) Sifat-sifat perakaran, pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah.


(2)

Sistem perakaran yang dalam dapat di tumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monocotyl yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku; sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki perakaran yang dalam karena memiliki akar tunggang; seperti pada tanaman jagung di tumpang sarikan dengan jeruk manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki perakaran yang dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran dalam; maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang terdapat didalam tanah. Sistem pertanian tumpangsari selalu terdapat persaingan di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di bawah (unsur hara dan air); sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak terlalu menggangu perkembangan tanaman yang dilakukukan tumpangsari.

(2) Pengaturan pola tanam; tumpangsari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainya, misalnya antara tembakau dengan cabai. Tembakau menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan cabai tidak terlalu terganggu pertumbuhanya karena sedikit terlindung oleh tembakau. 2.8Kajian Penelitian Sebelumnya

Pembahasan hasil penelitian terdahulu dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini. Di samping itu, juga merupakan referensi yang akan digunakan dalam melakukan evaluasi terhadap pengaruh masing-masing konsep.


(3)

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) yang berjudul “Jiwa Kewirausahaan Pengurus Gapoktan, Penerapan Manajemen Agribisnis dan

Keberhasilan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar jiwa kewirausahaan, penerapan manajemen agribisnis pengurus Gapoktan dan tingkat keberhasilan PUAP, serta hubungan dan pengaruh antara jiwa kewirausahaan dan penerapan manajemen agribisnis dengan keberhasilan PUAP di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) penerapan manajemen agribisnis yang diterapkan pengurus Gapoktan di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik; (2) tingkat keberhasilan program PUAP di Kecamatan Banjarangkan tergolong dalam kategori cukup berhasil; (3) jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan PUAP ada hubungan nyata; karena sifat-sifat kewirausahaan tersebut menjadi pendorong bagi kemauan dan kemampuan para pengurus Gapoktan untuk berhasil; (4) terdapat pengaruh sangat

nyata dari penerapan manajeman agribisnis oleh pengurus Gapoktan terhadap keberhasilan PUAP.

Tesis Udayani (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Agribisnis (Kasus Pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Bali)”. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana kadar jiwa kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di Bali, bagaimana hubungan antara jiwa kewirausahaan, kemampuan penerapan usaha agribisnis dan karakteristik


(4)

serta bagaimana pengaruh jiwa kewirusahaan, kemampuan penerapan usaha agribisnis dan karakteristik peternak terhadap keberhasilan usaha agribisnis ayam ras pedaging. Berdasarkan analisis statistik diperoleh bahwa hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan kemampuan penerapan usaha agribisnis adalah sangat nyata, hubungan antara kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan karakteristik peternak, jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan usaha agribisnis, dan kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan keberhasilan usaha agribisnis adalah sangat nyata. Sedangkan hubungan antara karakteristik peternak dengan keberhasilan agribisnis diperoleh berhubungan nyata. Secara simultan semua variabel bebas memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap keberhasilan usaha agribisnis, sedangkan kemampuan penerapan usaha agribisnis berpengaruh nyata. Tesis Endang (2009) yang berjudul “ Pengaruh Penerapan Sistem Agribisnis Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sayuran di Kabupaten Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme sistem pendampingan tenaga ahli terhadap pengembangan agribisnis sayuran di kabupaten Boyolali,

mengetahui penerapan sistem agribisnis pada petani sayuran (program pendampingan maupun mandiri), menghitung besarnya tingkat

pendapatan agribisnis sayuran pada tingkat petani dan menganalisa pengaruh penerapan sistem agribisnis terhadap pendapatan petani sayuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme sistem pendampingan tenaga ahli dengan pemberdayaan petani melalui kelompok tani asparagus, kucai, dan sayuran (ASPAKUSA) telah dilaksanakan dengan baik; penerapan sistem agribisnis pada program pendampingan telah dilaksanakan dengan baik dan tanpa pendampingan


(5)

belum dilaksanakan dengan baik; pendapatan rata-rata per hektar per musim tanam pada petani program pendampingan sebesar Rp. 49.057.344,- dan tanpa pendampingan sebesar Rp 20.384.120,-; penerapan subsistem agribisnis hulu, budidaya, pengolahan, pemasaran dan model usahatani secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Secara parsial agribisnis hulu, budidaya, pengolahan dan model usahatani pendampingan berpengaruh nyata terhadap pendapatan, sedangkan subsistem pemasaran tidak berpengaruh nyata.

Penenelitian yang dilakukan oleh Durma (2010) dengan judul “Pengaruh Jarak Tanam Jagung (zea mays L.) dan Varietas Kacang Tanah (arachis hypogeal L.) terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari pada Lahan Kering di Nusa Penida”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui interaksi antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah, dan interaksi tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari; (2) untuk mengetahui jarak tanam jagung yang memberikan hasil

jagung dan kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari; (3) untuk mengetahui efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih

tinggi pada sistem tumpangsari dengan monokultur; (4) untuk mengetahui hasil

paling tinggi pada varietas kacang tanah. Hasil penelitian menunjukan; (1) interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam sistem

tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang tanah; (2) berat biji kering panen jagung tertinggi (4,29 t/ha) dihasilkan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas kelinci yang tidak berbeda nyata dengan hasil varietas lokal.


(6)

Berat biji kering panen kacang tanah tertinggi (2,10 t/ha) juga dihasilkan oleh

jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan varietas kelinci; (3) sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Tumpangsari memberikan nilai kesetaraan tanah (NKT) nyata lebih tinggi (1,92) dibandingkan sistem monokultur; (4) Keuntungan tertinggi Rp. 12.965.479,- dan B/C ratio tertinggi 7,13; diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan kacang tanah varietas kelinci.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memiliki beberapa kesamaan, namun tetap memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi, obyek dan lokasi penelitian. Penelitian yang penulis lakukan adalah Peranan Sistem Agribisnis Terhadap Keberhasilan Tumpangsari cabai-tembakau (kasus subak di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar).