Pengaruh Asetilasi Pulp Kayu (Acacia mangium Wild) dan Sengon (Parasreianthes falcataria (L.) Nielsen) nTerhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat Berkerapatan Sedang

RINCKASAN

MUHAMMAD ASDAR. Pengaruh Asetilasi Pulp Kayu Akasia (Amcicl rrru11gi1ri71
Willd) dan Sengon (Paraseria~zthesfalcataria(L.) Nielsen) Terhadap Sifat Fisis dan
Mekanis Papan Sera1 Berkerapatan Sedang. (Di bawah bimbingan Yusuf Sudo Hadi
sebagai Ketua, Rena M. Siagian dan Kurnia Sofyan sebagai Anggota).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan asetilasi
pada pulp kayu akasia dan sengon terhadap sifat fisis dan mekanis papan serat
berkerapatan sedang.
Jenis kayu yang digunakan adalah kayu akasia (Acacia marzgium Willd)
bemrnur tujuh tahun dan sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) berumur
lima tahun. Kayu tersebut dibuat pulp dengan proses thermomekanis dengan alat tipe
Asplurzd refiner pada kondisi suhu 120 "C selama 10 menit dilanjutkan dengan proses
refiner selama 10 menit. Pulp yang dihasilkan, dikeringkan hingga kadar air 2-5%,
dilanjutkan dengan pemberian perlakuan asetilasi dengan menyemprotkan anhidrida
asetat sebanyak 0%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari berat kering serat. Sebelurn dan
sesudah asetilasi,

dilakukan penimbangan


serat untuk

menentukan persen

penanlbahan beratnya (Weiglzt Percent Gain, WPG).
Perekat yang digunakan adalah fen01 formaldehida (PF) dengan kadar
padatan 45,82%. Julnlah perekat padat yang dicampurkan dengan serat sebanyak

MDF dibuat dengan menggunakan proses kering dengan ukuran 30 cm x 30
cm x I cm, dengan kempa panas 170 "C selama 15 menit dan tekanan 30 kg/cm2.
MDF dikondisikan dalam suhu ruangan hingga mencapai kadar air keseimbangan,
kemudian dipotong menjadi contoh uji untuk pengukuran dan pengujian kerapatan,
kadar air, penyerapan air, pengembangan tebal, modulus patah kondisi kering udara
dan basah (direbus air selama dua jam), modulus elastisitas kering udara, keteguhan
rekat internal, dan emisi formaldehida. Pengujian dan penilaian contoh uji didasarkan
pada Standar JIS A 5906-1983.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Blok Lengkap Acak. Sebagai blok
adalah jenis kayu yaitu kayu akasia dan sengon, sedangkan perlakuan adalah lima
taraf tingkat asetilasi yaitu 0%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Untuk mengetahui
pengaruh perlakuan, dilakukan analisis keragaman, dan untuk pengujian perbedaan

antar perlakuan digunakan Uji Wilayah Berganda Duncan.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat asetilasi,
maka semakin besar persen penambahan berat
0%, 40%, 60%, 80%, dan loo%,

(WPG)serat. Pada tingkat asetilasi

WPG kayu akasia berturut-turut adalah 8,82%,

12,97%, 14,70%, dan 19,19%, sedangkan kayu sengon masing-masing adalah 8,39%,
9,35%, 14,30%, dan 17,43%. Perbedaan WPG kedua jenis kayu tersebut disebabkan
oleh komponen kimia dan dimensi serat kayunya.
Perlakuan asetilasi mempengaruhi sifat

fisis dan mekanis MDF.

Bertambalu~yatingkat asetilasi akan meningkatan sifat fisis MDF yaitu nlenurunkan
kadar air dan pengembangan tebal, sedangkan sifat mekanis lebih jelek karena
menurunkan modulus patah, modulus elastisitas, dan keteguhan rekat internal MDF.


Tingkat asetilasi berpengaruh nyata terhadap modulus patah dan keteguhan rekat
internal, bahkan pada pengembangan tebal MDF berpengaruh sangat nyata. MDF
terasetilasi berbeda nyata dengan kontrol tetapi antar MDF yang terasetilasi tidak
berbeda nyata kecuali tingkat asetilasi 40% pada contoh uji pengembangan tebal.
Sementara itu, tingkat asetilasi tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan, kadar air,
penyerapan air, modulus patah basah, modulus elastisitas, dan emisi formaldehida.
Papan serat terasetilasi menghasilkan stabilitas dimensi

yang tinggi.

Pada tingkat asetilasi loo%, kayu akasia dengan WPG 19,19%, pengembangan tebal
MDF hanya 0,68% atau lebih rendah 94,68% dibanding kontrol. Demikian pula
dengan kayu sengon, dimana dengan WPG 17,43%, MDF hanya mengembang
3,21% atau 79,53% lebih rendah dibanding MDF kontrol.
Pada kayu akasia, tingkat asetilasi yang paling efisien adalah 60% (WPG
12,97%), sedangkan kayu sengon adalah 80% (WPG 14,30%) dimana kerapatan,
kadar air, pengembangan tebal, modulus patah kering udara dan emisi formaldehida
telah memenuhi standar JIS (1983), serta modulus elastisitasnya memenuhi standar
F A 0 (1966) kecuali kayu sengon. Hanya penyerapan air yang tidak memenuhi
standar FAO.