HUBUNGAN FAKTOR RISIKO TERHADAP JENIS HISTOPATOLOGIS KARSINOMA PARU PRIMER PADA PASIEN BUKAN PEROKOK DI BANGSAL PARU RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2008-2012.

(1)

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO TERHADAP JENIS HISTOPATOLOGIS KARSINOMA PARU PRIMER PADA PASIEN BUKAN PEROKOK DI BANGSAL PARU RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2008-2012

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

CHALED ADAMS NO.BP. 1010312010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2014


(2)

iii ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN RISK FACTORS AND LUNG CANCER HISTOPATOLOGY IN NEVER SMOKERS

AT RSUP DR . M. DJAMIL PADANG, 2008-2012 PERIOD By :

Chaled Adams

Background : Smoking trend which is one of primary risk factors of lung cancer has decrease, but lung cancer incidens still increased. Smoking history is realted to Squamous and Small Cell type, while adenocarcinoma relatively high in never smokers. This is might be because of different mechanism or risk factors. This research analyze the influence of some risk factors on histopatology in never smokers, there are history of pulmonary tuberculosis, family history, age, and gender.

Methods : This is a descriptive analytical research with retrospective design using data in pulmonology ward and medical records subdivision at RSUP dr . M. Djamil Padang

Results : Pulmonary tuberculosis and gender is not significantly related to any hystopathology. Relatively younger age (<50 yrs old) obtained more likely to develop adenocarcinoma type and stastically significant (p = 0,027) with RR(Relative Risk) 2,45 (CI 95% 0,979-6,14). There are no positive family history obtained in this research, so it cant be analyzed.


(3)

iv ABSTRAK

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO TERHADAP JENIS HISTOPATOLOGIS KARSINOMA PARU PRIMER PADA PASIEN BUKAN PEROKOK DI BANGSAL PARU RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2008-2012

Oleh: Chaled Adams

Latar belakang: Trend rokok yang merupakan salah satu faktor risiko utama karsinoma paru didapatkan semakin menurun, namun insidensi karsinoma paru pada bukan perokok tetap meningkat. Riwayat merokok terkait jenis sel skuamosa dan sel kecil. Sementara jenis adenokarsinoma cenderung lebih sering pada bukan perokok. Hal ini diduga terkait perbedaan mekanisme ataupun faktor risiko yang berperan. Pada penelitian ini dilakukan analisis hubungan sejumlah faktor risiko terhadap jenis histopatologis karsinoma paru pada bukan perokok, diantaranya adalah riwayat tuberkulosis paru, riwayat keluarga, usia, dan jenis kelamin.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan desain retrospektif menggunakan data pasien di bangsal paru dan bagian rekam medis RSUP dr.M.Djamil Padang

Hasil: Riwayat tuberkulosis paru dan jenis kelamin didapatkan tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap jenis histopatologis. Usia relatif lebih muda (<50 tahun) didapatkan lebih cenderung terkena jenis adenokarsinoma dan bermakna secara statistik (p = 0,027) dengan risiko relatif 2,45 (IK 95% 0,979-6,14). Tidak ditemukan riwayat keluarga yang positif pada penelitian ini, sehingga tidak dapat dihubungkan.

Kata kunci: faktor risiko, karsinoma paru, bukan perokok, usia, tuberkulosis, jenis kelamin


(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kanker saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru merupakan keganasan kedua tersering ditemukan setelah kanker payudara. Selain itu karsinoma paru di kategori penyakit keganasan juga berada di urutan teratas dalam hal mortalitas (IARC GLOBOCAN, 2008)

Berdasarkan jenis histopatologisnya, karsinoma paru primer terbagi atas 4 jenis, yaitu karsinoma sel skuamosa (Squamous cell carcinoma/ karsinoma epidermoid), kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK/ Small cell carcinoma/ SCLC), adenokarsinoma (adenocarcinoma), dan karsinoma sel besar (Large cell carcinoma). Diantara jenis tersebut, jenis sel kecil memiliki sifat, klinis, dan respons terapi yang jauh berbeda dibandingkan dengan karsinoma paru jenis lainnya. Jenis ini juga dinilai memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan jenis yang lainnya karena lebih cenderung bermetastasis jauh dan relaps, sehingga biasanya penentuan jenis histopatologis pasien setidaknya harus didapatkan apakah jenis yang diderita adalah sel kecil (KPKSK) atau bukan (KPKBSK). (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia [PDPI], 2011; Minna dan Schiller, 2008)

Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari faktor yang berpengaruh terhadap insidensi karsinoma paru. Diantaranya adalah rokok, pajanan terhadap radioaktif atau karsinogen seperti radon, asbes, asap yang dihasilkan


(5)

2

dari kompor atau masakan, batu bara, infeksi virus, diet, kelainan genetik, ras, riwayat keluarga, riwayat penyakit paru sebelumnya, pekerjaan, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya (WHO, 2004; Torok dkk., 2011)

Studi yang paling sering dilakukan adalah riwayat merokok. Menurut WHO (2004), terdapat banyak sekali bukti ilmiah yang membuktikan rokok sebagai faktor risiko utama karsinoma paru. Riwayat merokok memilliki hubungan terhadap jenis histopatologis karsinoma paru. Jenis Adenokarsinoma memiliki hubungan terendah dibandingkan jenis lain (Chuang dkk., 2010). Irsyad Mirwas (2007) telah melakukan penelitian terkait terhadap 107 pasien karsinoma paru di bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil 2001-2005 dan didapatkan perbandingan distribusi jenis adenokarsinoma pada perokok banding bukan perokok yang cukup signifikan, yaitu 24,13% : 30%.

Sejumlah penelitian mendapatkan angka kejadian pada pasien bukan perokok semakin lama semakin meningkat meskipun jumlah perokok semakin hari semakin menurun. Sekitar 15-25% pasien karsinoma paru tidak memiliki riwayat merokok. Hal ini berdampak pada sekitar 300.000 kejadian karsinoma paru per tahunnya. Selain itu, karsinoma paru pada bukan perokok juga menempati peringkat ketujuh keganasan tersering setelah keganasan paru pada perokok, lambung, kolorektal, hepar, payudara, dan esofagus (Torok dkk., 2011; Couraud dkk., 2012). Kenyataan ini mengakibatkan banyak peneliti mulai mencari tahu lagi apakah faktor risiko karsinoma paru selain riwayat merokok.

Jenis kelamin merupakan faktor yang menarik untuk diperhatikan. Secara umum dalam beberapa dekade terakhir insidensi karsinoma paru pada


(6)

3

pria telah jauh menurun, terkecuali jenis adenokarsinoma didapatkan semakin meningkat Sementara wanita justru didapatkan peningkatan pada semua jenis karsinoma paru. (devesa, 2005).

Riwayat penyakit paru sebelumnya juga diyakini berperan penting terhadap kejadian karsinoma paru. Diantaranya yang paling sering dihubungkan adalah PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), pneumonia, asma, dan tuberkulosis paru. Namun, pada Januari 2013 asosiasi studi kanker paru internasional (International Association for the Study of Lung Cancer) menyatakan bahwasanya PPOK bukanlah faktor risiko independen karsinoma paru karena dinilai bias (IASLC, 2013). Selain itu, asma juga didapatkan tidak memiliki hubungan kausal terhadap karsinoma paru (Rosenberger dkk., 2011). Pada studi kohort yang dilakukan di universitas kedokteran Cina dan rumah sakit Taiwan tahun 2001 dan 2007, didapatkan peningkatan kejadian karsinoma paru hingga 10,9 x pada pasien dengan riwayat tuberkulosis dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat (Yu dkk., 2011). Selain tuberkulosis, pneumonia juga didapatkan meningkatkan risiko karsinoma paru hingga 36% pada bukan perokok. (Brenner dkk., 2011). Peningkatan risiko pada pneumonia dan tuberkulosis didapatkan umumnya signifikan pada karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma, tetapi tidak dengan karsinoma sel kecil (Park dkk., 2010; Brenner dkk., 2012).

Usia menjadi faktor risiko yang umum pada hampir seluruh keganasan. Terkhusus karsinoma paru, bertambahnya usia semakin meningkatkan risiko kejadian karsinoma paru, yang puncaknya ada pada usia 50-60 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Stojsic, dkk. (2010), berdasarkan usia,


(7)

4

didapatkan distribusi jenis skuamosa yang mana merupakan jenis yang paling sering, lebih banyak diderita pada pasien berusia 50-60 tahun (39,9%). Sama halnya dengan jenis karsinoma sel kecil yang mencapai 41,9% pada rentang usia ini. Sementara untuk jenis adenokarsinoma dan jenis lainnya didapatkan puncak distribusinya pada rentang usia 60-70 tahun (34% dan 35%). Pada pasien yang berusia relatif lebih muda (<45 tahun) distribusi terbanyak adalah jenis adenokarsinoma (Minna dan Schiller, 2008)

Riwayat keluarga mengidap karsinoma paru mempengaruhi semua karakteristik histopatologis, terutama jenis karsinoma sel skuamosa, dilanjutkan jenis adenokarsinoma dan asosiasi terendah pada jenis karsinoma sel kecil (Lisowska dkk.,2009). Penelitian lebih mendalam menunjukkan jenis karsinoma paru yang dimiliki oleh keluarga (orangtua, saudara, anak cucu) dapat berbeda dengan jenis yang diderita oleh pasien (Hemminki dan Li, 2005).

Untuk membantu masyarakat dan klinisi mengurangi angka kejadian dan kematian akibat karsinoma paru, terutama berdasarkan jenisnya. Penulis tertarik untuk meneliti hubungan berbagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap masing-masing jenis histopatologis karsinoma paru pada pasien bukan perokok di bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil Padang..

1.2Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah frekuensi dan distribusi jenis histopatologis karsinoma paru pada pasien bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012


(8)

5

b. Bagaimanakah hubungan riwayat tuberkulosis paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

c. Bagaimanakah hubungan riwayat keluarga penderita karsinoma paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

d. Bagaimanakah hubungan usia terhadap jenis histopatologis pada pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

e. Bagaimanakah hubungan jenis kelamin terhadap jenis histopatologis pada pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor risiko terhadap jenis histopatologis karsinoma paru primer yang diderita pasien bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui frekuensi dan distribusi jenis histopatologis karsinoma paru pada pasien bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

b. Mengetahui hubungan riwayat menderita tuberkulosis paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012


(9)

6

c. Mengetahui hubungan riwayat keluarga yang menderita karsinoma paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

d. Mengetahui hubungan usia terhadap jenis histopatologis pada pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

e. Mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi epidemi karsinoma paru. Khususnya insidensi karsinoma paru secara lokal di bangsal Paru RSUP Dr. M Djamil Padang dan regional Sumatera barat.

Bagi para praktisi kesehatan penelitian ini dapat memberikan informasi klinis mengenai jenis histopatologis karsinoma paru terbanyak, pengaruh riwayat berbagai faktor risiko untuk masing-masing jenis. Sehingga dengan demikian dapat membantu upaya prevensi, dan diagnosis karsinoma paru.

Untuk masyarakat luas penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya karsinoma paru. Dengan demikian dapat memotivasi dan mengedukasi masyarakat untuk melakukan tindakan prevensi melalui deteksi dini.


(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kanker saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru merupakan keganasan kedua tersering ditemukan setelah kanker payudara. Selain itu karsinoma paru di kategori penyakit keganasan juga berada di urutan teratas dalam hal mortalitas (IARC GLOBOCAN, 2008)

Berdasarkan jenis histopatologisnya, karsinoma paru primer terbagi atas 4 jenis, yaitu karsinoma sel skuamosa (Squamous cell carcinoma/ karsinoma epidermoid), kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK/ Small cell carcinoma/ SCLC), adenokarsinoma (adenocarcinoma), dan karsinoma sel besar (Large cell carcinoma). Diantara jenis tersebut, jenis sel kecil memiliki sifat, klinis, dan respons terapi yang jauh berbeda dibandingkan dengan karsinoma paru jenis lainnya. Jenis ini juga dinilai memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan jenis yang lainnya karena lebih cenderung bermetastasis jauh dan relaps, sehingga biasanya penentuan jenis histopatologis pasien setidaknya harus didapatkan apakah jenis yang diderita adalah sel kecil (KPKSK) atau bukan (KPKBSK). (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia [PDPI], 2011; Minna dan Schiller, 2008)

Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari faktor yang berpengaruh terhadap insidensi karsinoma paru. Diantaranya adalah rokok, pajanan terhadap radioaktif atau karsinogen seperti radon, asbes, asap yang dihasilkan


(2)

dari kompor atau masakan, batu bara, infeksi virus, diet, kelainan genetik, ras, riwayat keluarga, riwayat penyakit paru sebelumnya, pekerjaan, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya (WHO, 2004; Torok dkk., 2011)

Studi yang paling sering dilakukan adalah riwayat merokok. Menurut WHO (2004), terdapat banyak sekali bukti ilmiah yang membuktikan rokok sebagai faktor risiko utama karsinoma paru. Riwayat merokok memilliki hubungan terhadap jenis histopatologis karsinoma paru. Jenis Adenokarsinoma memiliki hubungan terendah dibandingkan jenis lain (Chuang dkk., 2010). Irsyad Mirwas (2007) telah melakukan penelitian terkait terhadap 107 pasien karsinoma paru di bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil 2001-2005 dan didapatkan perbandingan distribusi jenis adenokarsinoma pada perokok banding bukan perokok yang cukup signifikan, yaitu 24,13% : 30%.

Sejumlah penelitian mendapatkan angka kejadian pada pasien bukan perokok semakin lama semakin meningkat meskipun jumlah perokok semakin hari semakin menurun. Sekitar 15-25% pasien karsinoma paru tidak memiliki riwayat merokok. Hal ini berdampak pada sekitar 300.000 kejadian karsinoma paru per tahunnya. Selain itu, karsinoma paru pada bukan perokok juga menempati peringkat ketujuh keganasan tersering setelah keganasan paru pada perokok, lambung, kolorektal, hepar, payudara, dan esofagus (Torok dkk., 2011; Couraud dkk., 2012). Kenyataan ini mengakibatkan banyak peneliti mulai mencari tahu lagi apakah faktor risiko karsinoma paru selain riwayat merokok.

Jenis kelamin merupakan faktor yang menarik untuk diperhatikan. Secara umum dalam beberapa dekade terakhir insidensi karsinoma paru pada


(3)

3

pria telah jauh menurun, terkecuali jenis adenokarsinoma didapatkan semakin meningkat Sementara wanita justru didapatkan peningkatan pada semua jenis karsinoma paru. (devesa, 2005).

Riwayat penyakit paru sebelumnya juga diyakini berperan penting terhadap kejadian karsinoma paru. Diantaranya yang paling sering dihubungkan adalah PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), pneumonia, asma, dan tuberkulosis paru. Namun, pada Januari 2013 asosiasi studi kanker paru internasional (International Association for the Study of Lung Cancer) menyatakan bahwasanya PPOK bukanlah faktor risiko independen karsinoma paru karena dinilai bias (IASLC, 2013). Selain itu, asma juga didapatkan tidak memiliki hubungan kausal terhadap karsinoma paru (Rosenberger dkk., 2011). Pada studi kohort yang dilakukan di universitas kedokteran Cina dan rumah sakit Taiwan tahun 2001 dan 2007, didapatkan peningkatan kejadian karsinoma paru hingga 10,9 x pada pasien dengan riwayat tuberkulosis dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat (Yu dkk., 2011). Selain tuberkulosis, pneumonia juga didapatkan meningkatkan risiko karsinoma paru hingga 36% pada bukan perokok. (Brenner dkk., 2011). Peningkatan risiko pada pneumonia dan tuberkulosis didapatkan umumnya signifikan pada karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma, tetapi tidak dengan karsinoma sel kecil (Park dkk., 2010; Brenner dkk., 2012).

Usia menjadi faktor risiko yang umum pada hampir seluruh keganasan. Terkhusus karsinoma paru, bertambahnya usia semakin meningkatkan risiko kejadian karsinoma paru, yang puncaknya ada pada usia 50-60 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Stojsic, dkk. (2010), berdasarkan usia,


(4)

didapatkan distribusi jenis skuamosa yang mana merupakan jenis yang paling sering, lebih banyak diderita pada pasien berusia 50-60 tahun (39,9%). Sama halnya dengan jenis karsinoma sel kecil yang mencapai 41,9% pada rentang usia ini. Sementara untuk jenis adenokarsinoma dan jenis lainnya didapatkan puncak distribusinya pada rentang usia 60-70 tahun (34% dan 35%). Pada pasien yang berusia relatif lebih muda (<45 tahun) distribusi terbanyak adalah jenis adenokarsinoma (Minna dan Schiller, 2008)

Riwayat keluarga mengidap karsinoma paru mempengaruhi semua karakteristik histopatologis, terutama jenis karsinoma sel skuamosa, dilanjutkan jenis adenokarsinoma dan asosiasi terendah pada jenis karsinoma sel kecil (Lisowska dkk.,2009). Penelitian lebih mendalam menunjukkan jenis karsinoma paru yang dimiliki oleh keluarga (orangtua, saudara, anak cucu) dapat berbeda dengan jenis yang diderita oleh pasien (Hemminki dan Li, 2005).

Untuk membantu masyarakat dan klinisi mengurangi angka kejadian dan kematian akibat karsinoma paru, terutama berdasarkan jenisnya. Penulis tertarik untuk meneliti hubungan berbagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap masing-masing jenis histopatologis karsinoma paru pada pasien bukan perokok di bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil Padang..

1.2Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah frekuensi dan distribusi jenis histopatologis karsinoma paru pada pasien bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012


(5)

5

b. Bagaimanakah hubungan riwayat tuberkulosis paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

c. Bagaimanakah hubungan riwayat keluarga penderita karsinoma paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

d. Bagaimanakah hubungan usia terhadap jenis histopatologis pada pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

e. Bagaimanakah hubungan jenis kelamin terhadap jenis histopatologis pada pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor risiko terhadap jenis histopatologis karsinoma paru primer yang diderita pasien bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui frekuensi dan distribusi jenis histopatologis karsinoma paru pada pasien bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

b. Mengetahui hubungan riwayat menderita tuberkulosis paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012


(6)

c. Mengetahui hubungan riwayat keluarga yang menderita karsinoma paru terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

d. Mengetahui hubungan usia terhadap jenis histopatologis pada pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

e. Mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap jenis histopatologis pasien karsinoma paru bukan perokok di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2008-2012

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi epidemi karsinoma paru. Khususnya insidensi karsinoma paru secara lokal di bangsal Paru RSUP Dr. M Djamil Padang dan regional Sumatera barat.

Bagi para praktisi kesehatan penelitian ini dapat memberikan informasi klinis mengenai jenis histopatologis karsinoma paru terbanyak, pengaruh riwayat berbagai faktor risiko untuk masing-masing jenis. Sehingga dengan demikian dapat membantu upaya prevensi, dan diagnosis karsinoma paru.

Untuk masyarakat luas penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya karsinoma paru. Dengan demikian dapat memotivasi dan mengedukasi masyarakat untuk melakukan tindakan prevensi melalui deteksi dini.