Ekstraksi Fitur Haralick Menggunakan Citra Mikroskop Digital Trinocular Untuk Proses Identifikasi Cacing Penyakit Kaki Gajah

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Mikroskop Digital
Mikroskop digital umumnya merupakan mikroskop optik biasa yang

dilengkapi dengan kamera digital. Mikroskop digital merupakan variasi dari
mikroskop optik yang menggunakan kamera ke output berbentuk gambar digital yang
dapat disambungkan ke perangkat multimedia.
2.1.1. Jenis mikroskop digital
Banyak macam atau jenis dari mikroskop digital. Mikroskop digital dibuat
bervariasi dengan spesifikasi masing-masing dari perusahaan produsen mikroskop.
Kebanyakan mikroskop cahaya memiliki satu lensa mata yang pada umumnya yang
disebut monokuler. Terdapat juga model mikroskop stereo, yang memiliki dua lensa
pandang (eyepieces) yang dikenal dengan binokuler. Teknologi mikroskop saat ini
memiliki 3 lensa pandang, dua lensa untuk pengamatan mata dan satu lensa untuk
pengamatan kamera yang dikenal dengan mikroskop trinokuler.
Pada

dasarnya,


mikroskop

digital

sangat

sederhana.

Kamera

digital ditambahkan pada lensa kecil dalam mikroskop sehingga dapat digunakan
untuk melihat benda yang sangat dekat. Teknologi kamera digital pada mikroskop
saat ini sudah langsung dapat dihubungkan ke perangkat multimedia lainnya, seperti
layar LCD, TV bahkan komputer. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jenis mikroskop
digital yang dapat dihubungkan dengan beberapa media.

6
Universitas Sumatera Utara


7

Table 2.1 Jenis-Jenis Mikroskop Digital
No Mikroskop Digital
1. Mikroskop
Monokuler dengan
Kamera Digital
2. Mikroskop
Binokuler
yang
Terkoneksi
LCD
dan kamera
4. Mikroskop
Trinokuler
yang
Terhubung Display
LCD

5.


Mikroskop
Monokuler
yang
Terhubung Display
LCD

6.

Mikroskop
berkamera
yang
Terhubung TV

7.

Mikroskop
yang
terhubung
PC/Laptop melalui

USB

Keterangan
Mikroskop monokuler yang terkoneksi kamera
digital merupakan versi ekonomis tetapi tidak
menampilkan kualitas gambar yang bagus.
Kamera digital dan LCD dapat dihubungkan
dengan mikroskop. Kelebihan alat ini adalah
resolusi gambar yang dihasilkan mengikuti
resolusi kamera digital.
Sistem ini merupakan mikroskop Trinokuler
dengan display LCD. Kamera dipasang pada lensa
okuler yang ketiga. Kelebihan alat ini adalah
pengamatan langsung dengan mata masih dapat
dilakukan melalui kedua okuler di depan, yang
memungkinkan pengamatan lebih praktis. Display
LCD terpasang langsung dengan mikroskop.
Sistem ini merupakan mikroskop dengan display
LCD, yang memungkinkan pengamatan lebih
praktis dan alat dapat dibawa ke tempat lain

dengan mudah. Display LCD terpasang langsung
dengan mikroskop.
Sistem ini menghubungkan mikroskop ke
Komputer melalui input Card video. Mikroskop
tersebut mempunyai sistem pencahayaan elektrik,
bukan menggunakan cermin sebagai sumber
cahaya. Kelebihan sistem ini adalah fasilitas
penampilan data lebih real time (karena
menggunakan Video Card), dan penyimpanan data
lebih baik (data dapat disimpan dalam komputer
dalam bentuk ganbar maupun video).
Sistem ini menghubungkan mikroskop ke Laptop
melalui port USB. Mikroskop tersebut mempunyai
sistem pencahayaan elektrik, bukan menggunakan
cermin sebagai sumber cahaya. Kelebihan sistem
ini adalah fasilitas penyimpanan data (data dapat
disimpan dalam Laptop atau PC dalam bentuk
gambar maupun video).

Universitas Sumatera Utara


8

2.1.2. Konstruksi mikroskop digital compound trinocular
Sistem pencitraan mikroskop digital terdiri dari tiga bagian utama, yaitu
sistem mekanik, sistem elektronik dan kamera sebagai sensor. Sistem mekanik
mikroskop berfungsi menggerakan penggerak kasar dan halus pada mikroskop untuk
mendapatkan titik focus. Kamera digital berfungsi menggantikan mata untuk akuisisi
citra sampel yang dapat disimpan dalam bentuk data digital.
Fungsi mikroskop adalah memperoleh citra yang besar dari obyek yang sangat
kecil (orde mikro). Secara umum, komponen utama mikroskop optik terdiri dari lensa
obyektif dan lensa okuler. Lensa obyektif berfungsi membentuk bayangan riil obyek
yang diamati. Bayangan riil tersebut kemudian jatuh di depan lensa okuler yang
jaraknya lebih kecil dari fokus lensa okuler, sehingga terbentuk bayangan maya (Adi
dkk, 2012). Secara umum, proses pembentukan bayangan oleh kedua lensa
mikroskop dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pembentukan Bayangan Mikroskop

Universitas Sumatera Utara


9

Dengan

memperlakukan

cahaya

sebagai

gelombang,

maka

dapat

disederhanakan bahwa terdapat dua bidang pada mikroskop digital yang digunakan
untuk menghitung amplitudo kompleks dari intensitas cahaya. Bayangan yang
ditimbulkan oleh pembiasan cahaya pada objek akan ditangkap oleh kamera untuk

disimpan atau ditampilkan. Mikroskop digital mampu merekam data objek dalam
bentuk digital, baik dalam bentuk foto maupun video. Sehingga data tersebut dapat
dianalisis menggunakan komputasi digital.

2.2.

Cacing Penyebab Penyakit Kaki Gajah

2.2.1. Jenis cacing penyebab penyakit kaki gajah
Penyakit kaki gajah atau Lymphatic Filariasis merupakan penyakit yang
menginfeksi kelenjar dan saluran limfa yang umumnya disebabkan oleh parasit
golongan nematoda yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori,
yang umumnya ditularkan pada manusia melalui nyamuk (Nutman dalam Guerrant
RL, 2006). Penyakit kaki gajah di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies
cacing/mikrofilaria, yaitu :
a. Wuchereria bancrofti
Cacing Wuchereria Bancrofti memiliki selubung dan berukuran antara 245
sampai 300 µm. Cacing jantan dewasa memiliki ukuran rata-rata 2,5 sampai 4 cm,
sedangkan cacing betina memiliki ukuran antara 5 – 10 cm (John et al, 2006). Cacing
Wuchereria Bancrofti tidak memiliki nuclei (titik inti) di ekornya.


Universitas Sumatera Utara

10

b. Brugia malayi
Menurut Tomio Yamaguchi (1992), Brugia malayi adalah jenis cacing filaria
yang ditemukan dari Asia Tenggara sampai Pasifik Barat Daya. Namun pernah juga
ditemukan di Korea Selatan. Cacing jantan panjangnya 22 – 23 mm dan lebarnya 0,88
mikron, dan yang betina mempunyai panjang 55×0,16 mm. Berbeda dengan
W.bancrofti, jenis Brugian Malayi memiliki nuklei di ekornya.
c. Brugia timori
Brugian Timori dapat menyebabkan penyakit kaki gajah. Brugian Timori
menyebar melalui nyamuk Anopheles Barbirostris sebagai vektor. Cacing Brugian
Timori banyak ditemukan dalam darah pada malam hari dengan intensitas yang
tinggi (John et al, 2006). Mikrofilaria dari B.timori lebih panjang dari B.malayi,
dengan ukuran rata-rata 310 mikron.

2.2.2. Pengamatan cacing penyebab penyakit kaki gajah
Pemeriksaan klinis dinilai kurang sensitif dan kurang efektif untuk

menentukan adanya infeksi aktif pada penderita (Atmadja, 2009). Deteksi antigen
dengan Immunochromatographic Test (ICT) yang menggunakan antibodi monoklonal
subklas IgG4 telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen Wuchereria Bancrofti
dalam sirkulasi darah pada filariasis Brugia (Irianti, 2013). N. Rahmah et al. (1998),
menggunakan serum Antifilarial IgG4-ELISA untuk mendeteksi filaria dalam darah.

Universitas Sumatera Utara

11

Serum ini mampu mendeteksi 4,6 kali lebih akurat dibandingkan dengan metode
deteksi serum lainnya.
Diagnosis cacing penyebab penyakit kaki gajah dapat dilakukan melalui
pengamatan menggunakan mikroskop. Dengan perkembangan teknologi saat ini,
mikroskop telah dilengkapi dengan kamera digital. Sehingga, data hasil pengamatan
mikroskop dapat disimpan dalam bentuk citra (image). Hal ini memungkinkan
pengamatan cacing dapat dilakukan dengan teknik analisis citra.
Sudaraka Mallawaarachchi et al. (2013) menggunakan pendekatan analisis
citra dalam mendeteksi cacing penyebab penyakit kaki gajah. Metode yang digunakan
adalah Connected Component Analysis dan Dynamic Thresholding untuk mendeteksi

adanya cacing (microfilariae) dalam citra darah. Hasil yang diperoleh mampu
mendeteksi cacing penyebab penyakit kaki gajah dalam darah dengan tingkat
sensitivitas 91,42% dan specificity 88,57% dari 70 citra uji.

2.3.

Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra adalah proses analisis komponen citra dengan menggunakan

komputer guna menggali informasi yang terdapat pada citra tesebut. Pengolahan citra
bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau
mesin (dalam hal ini komputer) (Munir, 2004). Citra digital merupakan kesatuan dari
berbagai elemen yang terdiri dari kecerahan (brightness), kontras (contrast), kontor
(contour), warna (color), bentuk (shape), dan tekstur (texture).

Universitas Sumatera Utara

12

Citra dapat dikatakan sebagai sinyal dua dirnensi, yang digambarkan dalarn
bentuk fungsi kontinu dari dua peubah f(x,y). Dengan memperlakukan intensitas
cahaya sebagai gelombang rnaka citra hasil pengamatan optik mikroskop dapat
diubah dalam sebuah fungsi kontinu.Secara matematis fungsi intensitas cahaya pada
bidang dwimatra disimbolkan dengan f(x,y). Nilai f(x,y) sebenarnya adalah hasil kali
i(x,y) dengan r(x,y). Dimana i(x,y) adalah jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya
(illumination) dengan nilai antara 0 sampai tidak berhingga dan r(x,y) adalah derajat
kemampuan obyek memantulkan cahaya (reflection) yang nilainya antara 0 dan 1.
Agar citra dapat dianalisis menggunakan komputer secara digital, maka citra
harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai yang diskrit atau
diistilahkan sebagai nilai intensitas cahaya. Nilai-nilai intensitas cahaya tersebut
direpresentasikan sebagai nilai-nilai kanal pada citra digital. Untuk citra 8 bit akan
memiliki satu kanal yang mengandung sekumpulan nilai berkisar dari 0 – 255, dan
citra 24 bit akan memiliki tiga kanal yang dikenal sebagai kanal R (red), G(green),
dan B (blue) (Fadlisyah, 2013).
Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua
dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus
(continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra (Munir, 2004). Representasi
citra dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang
dihasilkan dari proses inilah yang disebut citra digital (digital image). Pada umumnya
citra digital berbentuk empat persegi, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai
tinggi dikali lebar atau sebaliknya (Putra, 2010).

Universitas Sumatera Utara

13

2.3.1

Citra grayscale
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) berukuran M baris dan N

kolom. Dengan x dan y adalah sebagai koordinat spasial yang berada di titik
koordinat x,y pada fungsi f (x,y). Titik ini dinamakan tingkat keabuan dari citra pada
titik tersebut. Apabila nilai x,y dan nilai keabuan suatu citra secara keseluruhan
memiliki batas nilai atau berhingga, maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut
merupakan citra digital (Putra, 2010).
Citra digital yang berukuran M x N, umumnya dinyatakan dengan matriks
yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut:

f (x,y) =

Indeks baris (x) dan indeks kolom (y) menyatakan suatu koordinat titik pada
citra, sedangkan f(x,y) merupakan nilai derajat keabuan pada suatu titik (x,y). Masingmasing elemen pada citra digital (elemen pada matriks) disebut image element,
picture element, pel atau pixel (Putra, 2010).
Sebagai contoh, misalkan sebuah citra berukuran 256 x 256 piksel dan
direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 buah baris
(setiap koordinat memiliki nilai 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (setiap koordinat
memiliki nilai 0 sampai 255) seperti contoh berikut:

Universitas Sumatera Utara

14

Pixel pertama pada koordinat (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti
warna piksel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0,1) mempunyai intensitas
130 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya (Munir, 2004).
Setiap koordinat pada matriks di atas memiliki nilai yang menggambarkan derajat
keabuan citra. Indeks pada tiap pixel inilah yang mewakili warna pada citra (Putra,
2010).
Konversi dari citra warna RGB menjadi citra hitam putih dapat dilakukan
dengan cara membagikan nilai RGB dari warna citra asli dan kemudian dibagi 3.
Nilai RGB dari setiap piksel akan menjadi sama setelah dilakukan perhitungan
tersebut. Hasil yang diperoleh dari perhitungan warna piksel citra ini akan membuat
warna citra menjadi keabuan. Setiap piksel memiliki nilai yang merepresentasikan
tingkat keabuan dari setiap piksel citra.
Gs =

.................................................(2.1)

Gambar 2.2 menunjukkan perubahan pada suatu citra digital dengan warna
RGB menjadi citra keabuan (grayscale).

Universitas Sumatera Utara

15

(a)

(b)

Gambar 2.2 Citra Cacing [(a) RGB dan (b) Grayscale]
Sumber : Mallawaarachchi et al, 2013
2.3.2

Deteksi tepi sobel
Daerah tepi suatu citra merupakan posisi dimana intensitas pixel dari citra

berubah dari nilai yang rendah ke nilai yang lebih tinggi dan atau sebaliknya (Putra,
2010). Tepian citra dapat dilihat melalui perubahan intensitas pixel citra pada suatu
area. Deteksi tepi Sobel merupakan salah satu metode deteksi tepi yang menggunakan
operator Sobel dalam perhitungannya. Operator ini menggunakan dua buah kernel
yang berukuran 3 x 3 piksel untuk perhitungan gradient sehingga perhitungan
gradient berada tepat ditengah (Soetoyo dkk, 2009). Operator sobel mengggunakan
matrik konvolusi 3 X 3 dan susunan pikselnya di sekitar pixel citra referensi (x, y).
P0

P1

P2

P7

x,y

P3

P6

P5

P4

Operator Sobel adalah gabungan dari gradien yang dihitung dengan persamaan 2.2.

Universitas Sumatera Utara

16

= Sx + Sy …………………….… (2.2)

=

Sehingga besar gradient dapat di hitung dengan menggunakan persamaan:
Sx = (a2 + ca3 + a4) – (a0 + ca7 + a6) ………………… (2.3)
Sy= (a4 + ca5 + a6) – (a0 + ca1 + a2) ……………..…. (2.4)
Dengan memberikan nilai konstanta c = 2, maka bentuk matrix Sobel Sx dan Sy:

Sx =

-1

0

1

-2

0

2

-1

0

1

Sy =

-1

-2

-1

0

0

0

1

2

1

Umumnya operator sobel menempatkan penekanan atau pembobotan pada
piksel-piksel yang lebih dekat dengan titik pusat jendela, sehingga pengaruh pikselpiksel tetangga akan berbeda sesuai dengan letaknya terhadap titik di mana gradien
dihitung. Dari susunan nilai-nilai pembobotan pada kernel juga terlihat bahwa
perhitungan terhadap gradien juga merupakan gabungan dari posisi mendatar dan
posisi vertikal.

2.3.3

Ekstraksi fitur haralick
Ekstraksi fitur merupakan suatu proses pengambilan ciri/feature dari suatu

bentuk pada citra. Ekstraksi Fitur dilakukan dengan cara menghitung frekuensi
kedekatan titik atau pixels yang ditemui dalam pengujian. Pengujian dilakukan dari

Universitas Sumatera Utara

17

berbagai arah (tracing) pada koordinat kartesian dari citra digital yang dianalisis,
yaitu vertikal, horizontal, diagonal kanan, dan diagonal kiri.
Pada ekstraksi fitur tekstur, fitur pembeda adalah tekstur yang merupakan
karakteristik penentu pada citra. Salah satu teknik statistik yang terkenal untuk
ekstraksi fitur tekstur adalah Haralick’s Feature Teksture. Metode ini dikenalkan
oleh Roberts M. Haralick dkk pada tahun 1973. Mereka mengemukakan suatu
perhitungan komputasi untuk fitur tekstur yang dipandang dapat digunakan secara
umum pada berbagai jenis data citra (Haralick dkk, 1973). Diantara banyaknya
pendekatan statistik mengenai pengukuran dan karakterisasi dari tekstur citra,
pendekatan Haralick merupakan metode yang paling popular (Akoushideh, 2010).
Pada tahun 1979, Haralick mendefinisikan matrik Co-occurance sebagai
statistic histogram turunan kedua. Algoritma ini dikenal dengan Gray Level Cooccurance Matriks (GLCM). Matriks tersebut mendefinisikan kemungkinan dari
penggabungan dua buah piksel Pd,θ (i, j) yang memiliki nilai i dan j, memiliki jarak d
dan θ sebagai arah dari sudutnya (Akoushideh, 2010). Haralick dkk menghadirkan
sebuah fitur berdasarkan asumsi bahwa informasi tekstur pada sebuah citra terisi di
keseluruhan hubungan jarak dengan derajat keabuan yang dimiliki piksel tetangga
dengan piksel lainnya (A. Gebejes, 2013).
Algoritma yang digunakan untuk melakukan ekstraksi fitur tekstur Haralick
ada 2 bagian. Pertama, dengan melakukan perhitungan dari Co-occurance matriks
dan yang kedua perhitungan fitur tekstur dengan menghitung Co-occurance matriks.
Matriks Co-occurance dapat dihitung dengan menghitung jumlah pertemuan dua

Universitas Sumatera Utara

18

piksel bertetangga. Piksel citra dipisahkan oleh d dan ditentukan dengan arah (θ) yang
berada dalam empat arah (0ᵒ , 45ᵒ , 90ᵒ , dan 135ᵒ ) (Akoushideh, 2010). Arah untuk
melakukan perhitungan Matriks Co-occurance (GLCM) terdapat pada gambar 2.3.
P(i-1, j-1)

135o
P(i-1, j)

P(i, j-1)

P(i+1, j-1)

90o
45o
P(i, j)

P(i+1, j)

0o
P(i-1, j+1)

P(i, j+1)

P(i+1, j+1)

Gambar 2.3 Arah Perhitungan Co-occurance Matriks Pada GLCM
Metode Fitur Haralick diekstrak dari sebuah tekstur citra yang diperoleh dari
Gray Level Co-occurrence Matric (GLCM). GLCM berisi informasi tentang
frekuensi kejadian dari kombinasi dua pixel tetangga dalam sebuah citra. Matriks
tersebut harus dinormalisasi sedemikian rupa sehingga setiap elemen dari matriks
dapat R yang merupakan jumlah dari seluruh elemen dalam matriks. Berdasarkan
pada GLCM yang telah dinormalisasi, Haralick mengusulkan 14 fitur statistic yang
dikenal dengan Fitur Haralick (Haralick, 1973).
Haralick mengenalkan 14 fitur tekstur yang menunjukkan f 1 sampai f 14 hasil
ekstrak dari dari matriks Co-occurrence. Fitur-fitur tersebut merupakan hasil
pengukuran statistic pada matriks co-occurrence dari sebuah citra (Porebski, 2007).
Perhitungan 14 fitur yang dihitung dengan Co-occurrence matriks antara lain:

Universitas Sumatera Utara

19

1. Angular Second Moment (ASM); ASM juga dikenal sebagai Energy atau
keseragaman, ASM ini menghitung homogenitas citra. Nilai ASM akan tinggi ketika
piksel citra sangat mirip.
………………… (2.5)
Dimana n,p(i, j) merupakan elemen ke (i, j) dari GLCM yang telah dinormalisasi.

2. Contrast (CON); Contrast merupakan sebuah pengukuran intensitas atau
variasi dari derajat keabuan antara piksel yang berbeda dan piksel tetangganya.
Penglihatan visual mungkin berbeda dengan munculnya dua bidang atau lebih yang
terlihat secara serempak.
…….. (2.6)

3. Correlation (COR); Correlation menghitung kawasan linier dari derajat
keabuan dalam co-occurrence matriks. Ini menunjukkan bagaimana piksel yang
menjadi referensi dihubungkan dengan tetangganya.
……………………………… (2.7)

Dimana:

4. Variance; Rumus menghitung variasi warna keabuan.
…... (2.8)

Universitas Sumatera Utara

20

Dimana:

5. Inverse Difference Moments (IDM); IDM sering disebut juga sebagai
homogenitas, yang menghitung homogenitas lokal sebuah citra digital. IDM
membalik pengukuran jarak kedekatan dari penyebaran elemen-elemen GLCM
menjadi GLCM diagonal.
……………………… (2.9)

6. Sum Average (Mean);
……………………... (2.10)
Dimana:

, dengan k = 0, …(2 x Ng–2)

7. Sum Variance;
……………. (2.11)
8. Sum Entropy;
………. (2.12)
Jika kemungkinan hasil persamaan sama dengan 0 maka log(0) tidak
terdefinisi. Untuk menghindari masalah ini, direkomendasikan untuk menggunakan
(p+e) dimana e merupakan sebuah konstanta positif sembarang yang nilainya kecil,
termasuk juga log (p).

Universitas Sumatera Utara

21

9. Entropy (ENT);
Entropy menunjukkan sejumlah informasi dari citra yang dibutuhkan untuk
kompresi citra.
……… (2.13)
Citra Entropy tinggi memiliki contrast yang bagus dari 1 piksel ke piksel tetangganya
dan tidak dapat dikompres seperti citra yang memiliki Entropy rendah (M. V.
Boland,1999).
10. Difference Variance;
……… (2.14)
Dimana:
11. Difference Entropy ;
……… (2.15)

12. Information Measure of Correlation 1;
………………………. (2.16)
Dimana HXY merupakan Entropy dan ;

Universitas Sumatera Utara

22

13. Information Measure of Correlation 2;
…………………. (2.17)
14. Maximal Correlation Coeficient :
………………………………….. (2.18)
Dimana ;
2.4 Penelitian Terkait
Algoritma Haralick telah banyak digunakan untuk klasifikasi citra, sistem
temu kembali citra, klasifikasi citra fingerprint, klasifikasi citra wajah dan pengenalan
iris mata manusia (Ribaric dkk, 2012). Tabel 2.2 menunjukkan beberapa penelitian
yang menggunakan metode ekstraksi fitur Haralick.

Universitas Sumatera Utara

23

Table 2.2 Penelitian Terkait Metode Ekstraksi Fitur Haralick
No.

Metode

Peneliti

Hasil

1.

Ekstraksi
fitur
pada D. R. Fifin (2010)
pengenalan pola leukosit

Prediksi
kesalahan
sebesar 30 %.

2.

Analisis tekstur dan Arie
Qur‟ania,
Lita Tingkat akurasi sebesar
ekstraksi fitur warna Karlitasar,
Sufiatul 93,33% untuk fitur
untuk Klasifikasi apel
Maryana (2012)
homogenitas, 73,33%
untuk fitur tekstur dan
100% untuk fitur RGB.

3.

Arsitektur FPGA untuk Ali reza Akoushideh, Waktu
komputasi
akselerasi ekstraksi fitur Asadollah Shahbahrami hampir 214 kali lebih
tekstur
(2010)
cepat
dibandingkan
implementasi software.

4.

Seleksi
untuk
tekstur

5.

Fitur haralick dan gabor Omid Haji-Maghsoudi, Tingkat akurasi, presisi,
filter untuk deteksi Alireza
Talebpour, sensitivitas dan ciri khas
organ tubuh
Hamid Soltanian-Zadeh, untuk tiap organ rataNavid Haji-Maghsoodi rata 96.66%, 96.33%,
(2012)
87.16% dan 99.31%.

6.

Parameter haralick dan Marcelo
L.
Alves,
jaringan saraf tiruan Esteban Clua, Fabiana R.
untuk evaluasi tingkat Leta (2012)
kekasaran

7.

Fitur haralick untuk A.
Porebski,
klasifikasi tekstur warna Vandenbroucke,
Macaire (2007)

8.

Ekstraksi fitur haralick Alice
Porebski,Nicolas Dapat
melakukan
untuk klasifikasi tekstur Vandenbroucke, L. Macaire klasifikasi tekstur citra
warna
(2008)
sebesar 85,6%.

fitur terbaik A. Gebejes, R. Huertas, I. Dari 22 fitur tekstur
karakteristik Tomić, M. Stepanić dapat diambil 5 fitur
(2013)
yang memiliki persepsi
informasi paling penting

Dapat mengukur tingkat
kekasaran
dari
permukaan suatu benda
tanpa kontak.

N. Prosedur
iterative
L. mereka akan disetarakan
dengan wavelet, gabor
filter atau markov.

Universitas Sumatera Utara

24

Tabel 2.2 Penelitian Terkait Metode Ekstraksi Fitur Haralick (Sambungan)
No.

Metode

Peneliti

Hasil

9.

Ekstraksi fitur haralick Ahmad Chaddad, Camel Tiga
parameter
untuk deteksi sel kanker Tanougast,
Abbas haralick
dapat
colon
Dandache,
Ahmed membedakan
tiga
Bouridane (2011)
jenis sel yang berbeda.

10

Ekstrakasi fitur haralick R. Suganya, S. Rajaram Melakukan klasifikasi
pada klasifikasi gambar (2013)
dengan tingkat akurasi
ultrasound hati
81,7%.
Fifin (2010) menggunakan ekstraksi fitur untuk melakukan pengenalan pola

leukosit pada citra darah yang diambil melalui mikroskop digital. Analasis tekstur
dan ekstraksi fitur warna dilakukan untuk melakukan klasifikasi pada buah apel
(Qur‟ania dkk, 2012). Akoushideh dkk (2010) menggunakan arsitektur FPGA untuk
peningkatan kemampuan ekstraksi fitur tekstur. Gebejes (2013) melakukan seleksi
fitur terbaik dalam karakteristik tekstur, diperoleh 5 fitur yang terpenting dari 22 fitur
dalam karakteristik tekstur.
Maghsoudi dkk (2012) membuat sistem otomatis untuk melakukan deteksi
organ dalam tubuh manusia melalui Wireless Capsule Endoscopy (WCE)
menggunakan fitur Haralick dan Gabor filter dalam proses pengolahan citra. Chaddad
dkk (2011) menggunakan ekstraksi fitur Haralick segmentasi tekstur citra untuk
deteksi sel kanker Colon pada manusia. Fitur tekstur Haralick digunakan untuk
ekstraksi fitur dan klasifikasi citra ultrasound hati menggunakan aplikasi Support
Vector Machine (Suganya dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara