Perhitungan Keanekaragaman Serangga

PERHITUNGAN
KEANEKARAGAMAN SERANGGA

AMEILIA ZULIYANTI SIREGAR, M.Sc, Ph.D
19730527 2005 1 2 002
FAKULTAS PERTANIAN USU

MEDAN
20155
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Spesies serangga dari kelompok predator, hama dan parasitoid padi telah
banyak ditemukan di Indonesia misalnya, Pheropsophus spp., Cyrtorhinus sp,
Paederus perigrinus, Coccinela sp, Ophionea nigrofasciata. Serangga predator
padi umumnya lebih berlimpah di sawah yang tidak diaplikasi insektisida sintetik,
namun aplikasi bioinsektisida tidak menurunkan baik kelimpahan maupun
keakeragaman spesies serangga predator. Serangga predator yang banyak
ditemukan di sawah daerah pasang surut adalah dari keluarga Coleoptera,

Dermaptera, Diptera, Hemiptera, Orthoptera, Odonata, dan Hymenoptera
(Herlinda et al., 2014).
Gangguan hama merupakan “penyakit ekologis” yang mencerminkan
kerapuhan suatu ekosistem karena adanya pengenceran peran musuh alami akibat
penggunaan insektisida atau pestisida sintetik yang kurang bijaksana. Di
ekosistem persawahan, arthropoda predator (serangga dan laba-laba) merupakan
musuh alami yang paling berperan dalam menekan populasi hama padi (wereng
coklat dan penggerek batang). Hal ini disebabkan predator memiliki kemampuan
untuk beradaptasi di ekosistem efemeral tersebut Arthropoda predator yang telah
terbukti efektif mengendalikan hama padi adalah laba-laba pemburu, misalnya
Pardosa pseudoannulata dan kumbang Carabidae (Herlinda et al., 2008).
Dalam upaya untuk mengendalikan hama, petani sekarang masih
bertumpu pada insektisida, karena cara-cara yang lain seperti penggunaan varietas
tahan dan musuh alami belum banyak digunakan. Pengendalian hama
menggunakan insektisida sudah biasa di lakukan, tetapi kegagalan dalam

2

menanggulangi hama masih sering terjadi. Penggunaan insektisida tanpa didasari
pengetahuan bioekologi hama dan teknik aplikasi yang benar mengakibatkan

tidak tercapainya tujuan pengendalian, bahkan dapat menyebabkan terjadinya
kasus resistensi dan resurjensi (Radiyanto et al., 2010).
Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida tersebut, maka
pengendalian hama secara konvensional (menggunakan pestisida) mulai
ditinggalkan dan beralih pada pengendalian berdasarkan konsepsi Pengelolaan
Hama Terpadu (PHT). PHT lebih mengutamakan pengendalian dengan
memanfaatkan peran berbagai musuh alami hama. Musuh alami pada
keseimbangan alam yang baik selalu berhasil mengendalikan populasi hama, tetap
berada di bawah aras ekonomi. Oleh karena itu, dengan memberikan kesempatan
kepada musuh alami untuk bekerja berarti dapat mengurangi penggunaan
pestisida. Mengingat peran parasit dan predator dalam menekan populasi hama
secara alami cukup penting, maka upaya konservasi musuh alami di lapang perlu
lebih diperhatikan (Radiyanto et al., 2010).
Ekosistem padi sawah bersifat cepat berubah karena sering terjadi
perubahan akibat aktivitas pengolahan tanah, panen, dan bera. Bera antar waktu
tanam tidak hanya menekan populasi hama tetapi juga berpengaruh pada
kerapatan populasi musuh alami pada awal musim tanam berikutnya, sehingga
pertumbuhan populasi predator tertinggal. Rendahnya kepadatan populasi musuh
alami pada saat bera karena mangsa (termasuk hama) juga rendah. Pada saat
tersebut apabila serangga netral cukup tersedia akan berpengaruh baik terhadap

perkembangan musuh alami. Peningkatan kelimpahan serangga netral akan
meningkatkan pengendalian alami melalui peningkatan aktivitas pada jaring-

3

jaring makan (Widiarta et al., 2006).
Adapun tujuan dan kegunaan penulisan ini adalah untuk mengetahui
kenanekaragaman serangga pada tanaman padi (Oryza sativa L.) dan sebagai
sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi adalah merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan
makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Meskipun sebagai bahan pokok padi dapat digantikan oleh subtitusi oleh bahan
makanan lainnya, namaun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa
makan nasi dan idak dapat mudah digantikan oleh bahan makanan lainnya
(Siregar et al., 2014).
Sawah juga menjadi tempat berkembang sejumlah besar Zooplankton
dan invertebrata air lainnya, termasuk hama padi seperti beberapa spesies

Chironomidae (liontin yang tidak menggigit) dan Ephydridae (Lalat darat) ,
Odonata, Ephemeroptera (Mayflies), dan berbagai diptera (lalat) bertelur setelah
air tersedia, dan isinya tahap larva dan dalam waktu singkat organisme air ini
berlimpah pada tanaman padi (Salmah et al., 2017).
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 90% penduduk Indonesia.
Total produksi beras pada tahun 2007 mencapai 36,9 juta ton.. Kualitas pakan
berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama, faktor iklim berupa
suhu, kelembaban, cahaya dan aerasi mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan serangga (Yudansha, 2013).

4

Tumbuhan sendiri sebenarnya kaya akan bahan aktif yang berfungsi
sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Bahana pestisida yang
berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai di tanah
dan tidak berbahaya terhadap hewan, manusia atau serangga non sasaran.
Tanaman nimba telah lama dikenal dan mulai banyak digunakan sebagai pestisida
nabati menggantikan pestisida kimia. Ekstrak biji dan daun nimba terdapat 3
golongan penting yaitu : azadirachtin, salanin, dan meliantriol. Sifat penting
azadirachtin adalah menekan nafsu makan (antifeedant) untuk serangga hama

(Siregar, 2013).
Serangga dan laba-laba memiliki peranan penting di dalam kehidupan
manusia, terutama di bidang pertanian. Manusia selalu lebih sering melihat
serangga secara antroposentris yaitu sebagai kelompok organisme yang lebih
banyak mendatangkan kerugian daripada keuntungan bagi kehidupan manusia.
Namun pada hakekatnya aspek-aspek positif dan manfaat serangga bagi
kehidupan manusia jauh lebih besar daripada aspek-aspek yang merugikan
(Pradhana et al., 2014).
Permasalahan serangga di bidang pertanian tidak terlepas dari peran
serangga sebagai hama. Serangga merupakan salah satu kelompok binatang
yang merupakan hama utama bagi banyak jenis tanaman yang dibudidayakan
manusia. Selain sebagai hama tanaman beberapa kelompok dan jenis serangga
dapat menjadi pembawa atau vektor penyakit tanaman yang berupa virus atau
jamur. Tidak semua serangga bersifat merugikan karena juga ada serangga yang
memiliki dampak positif. Sebagian serangga bersifat sebagai predator, parasitoid,
atau musuh alami. Melalui peran sebagai musuh alami, serangga sangat

5

membantu manusia dalam usaha pengendalian hama. Selain itu serangga

juga membantu dalam menjaga kestabilan jaring-jaring makanan dalam suatu
ekosistem pertanian (Pradhana et al., 2014).
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat
dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga
yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua
serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga
penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. setiap serangga
mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan
kepadatan populasi (Siregar et al., 2014).

Karektersitik Kehidupan Serangga
Dalam budidaya padi sering dijumpai banyak kendala, termasuk
pengaruh Iklim dan serangan hama. Padi kurang melimpah disebabkan oleh
aktivitas manusia seperti penggunaan dosis dan target pestisida yang tidak tepat.
Sehingga

keberadaan

jenis


serangga

predator

hama

menurun

seperti

Agriocnemis spp (Siregar, 2013).
Dari sudut pandang usahatani padi, serangga secara umum dikelompokkan
menjadi serangga hama, serangga berguna, dan serangga netral. Sebagai
organisme berguna, serangga ada yang berperan sebagai musuh alami baik
sebagai parasitoid maupun predator, serangga penyerbuk, dan dekomposer.
Sedangkan serangga netral kerap menjadi mangsa predator, sehingga peranannya
sangat besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem padi sawah. Namun
demikian, kebanyakan petani memandang serangga sebagai organisme perusak

6


sehingga harus dikendalikan. Pada kenyataannya keragaman jenis serangga
mempunyai

peran

yang

sangat

penting

dalam ekosistem

padi

sawah

(Widiarta et al., 2006).
Serangga sering mempunyai ukuran dan penampilan yang mencolok dan

juga dapat memproduksi suara dan kadang-kadang bisa menjadi hama yang
merusak. Sebagian dari serangga ini tergolong fitofag, sementara yang lain hidup
di sampah atau serangga lainnya. Beberapa mengkonsumsi tanaman dan makanan
hewan sementara yang lain hidup di lumut dan tidak signifikan untuk pertanian.
Serangga ini sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti temperatur,
kelembaban, cahaya dan getaran (Siregar et al., 2014).
Serangga merupakan salah satu bagian dari keragaman hayati. Serangga
hama adalah organisme yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan
menurunkan kualitas maupun kuantitasnya sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi bagi manusia (Sianipar et al., 2015).
Salah satu komponen penting dalam pengendalian hama terpadu yaitu
memanfaatkan musuh alami. Musuh alami merupakan pengatur populasi yang
efektif karena bersifat tergantung kepadatan. Jika terjadi peningkatan populasi
serangga hama maka akan diikuti oleh peningkatan populasi musuh alami (respon
numerik) dan respon fungisional yaitu peningkatan daya makan atau daya
parasitasinya (Sianipar et al., 2015).
Keragaman Serangga
Ada 7 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya
keragaman jenis ekosistem yaitu : a. Waktu, keragaman komunitas bertambah
sejalan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak


7

terdapat organisme daripada komunitas muda yang berkembang. Waktu dapat
berjalan

dengan

ekologi

lebih

pendek

atau

hanya

puluhan


generasi.

b. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin tinggi
keragaman

jenisnya. c.

Kompetisi

terjadi

apabila

sejumlah

organisme

menggunakan sumber yang sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun
ketersediaannya cukup namun bersaing tetap juga bila organism-organisme itu
memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.
d. Memanfaatkan sumber tersebut yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.
e. Pemangsaan, yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda dibawah daya dukung masing- masing selain memperbesar
kemungkinan hidupnya berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemangsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menurunkan keragaman jenis. f. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu,
kelembaban, salinitas, pH dalam suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis
dalam lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil lebih memungkinkan
keberlangsungan evolusi. g. Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk
keanekaragaman yang tinggi (Siregar et al., 2014).
Ketujuh faktor ini saling berintekrasi untuk menetapkan keanekaragaman
jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting
dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem sangatlah
penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem akan
akibat turut campur tangan manusia (Siregar et al., 2014).

8

Keanekaragaman Serangga
Indeks keanekaragaman dapat di gunakan untuk menyatakan hubungan
kelimpahan spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri dari 2
komponen yaitu: 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut
kekayaan spesies. 2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana
kelimpahan spesies itu (yaitu jumlah individu, biomassa, penutup tanah) tersebar
antara banyak spesies itu. Contohnya : pada suatu komunitas terdiri dari spesies
jika 90% adalah 1 spesies dari 10% adalah 9 dari yang tersebar, kesamaan disebut
rendah. Sebaliknya masing – masing spesies jumlahnya 10%, kesamaannya
maksimum. Beberapa tahun kemudian muncul penggolongan indeks atas indeks
kekayaan dan indeks kesamaan. Setelah itu digabungkan menjadi indeks
keanekaragaman dengan variable yang menggolongkan struktur komunitas : 1.
Jumlah spesies 2. Kelimpahan relatif spesies 3. Homogenitas dan ukuran dari area
sample (Siregar et al., 2014).
Keanekaragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan
tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Untuk
memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan kemampuan mengenal dan
membedakan jenis meskipun tidak dapat mengidentifikasikan jenis hama
(Siregar et al., 2014).
Populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu
kewaktu lainnya, tetapi naik turun. Demikian pula ekosistem yang terbentuk dari
populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang
waktu (Siregar et al., 2014).

9

Dalam ekosistem alami semua makhluk hidup berada dalam keadaan
seimbang dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem
alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang
terdapat flora dan fauna tanah yang beragam. Tingkat keanekaragaman
pertanaman mempengaruhi timbulnya masalah hama. Sistem pertanaman yang
beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Siregar et al., 2014).
Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme
selalu dalam keadaan keseimbangan dengan populasi organisme lainnya dalam
komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme pengendalian
yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat antar spesies
(persaingan

predasi),

dan

tingkat

inter

spesies

(persaingan

teritorial)

(Siregar et al., 2014).
Keanekaragaman makhluk hidup dapat ditandai dengan adanya perbedaan
warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan, dan sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman dari makhluk hidup dapat juga terlihat dengan adanya
persamaan ciri antar makhluk hidup. Untuk dapat mengenal makhluk hidup
khususnya pada hewan berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya dapat dilakukan
melalui pengamatan ciri-ciri morfologi, habitat, cara berkembang biak, jenis
makanan,

tingkah

laku,

dan

beberapa

ciri

lain

yang

dapat

diamati

(Siregar et al., 2014).
Hama-hama tanaman padi yaitu hama sundep (Scirpophaga innotata),
Ulat Penggerek (Schunobius bipunctifer), Hama Putih (Nymphula depunctalis),
Hama Wereng Cokelat (Nilapervata lugens), wereng hijau (Nephotettix apicalis),
Walang Sangit (Leptocorixa acuta), Lembing Hijau (Nezara viridula), dan Ganjur

10

(Pachydiplosis oryzae)( Siregar, 2007).
Berbeda dengan ekosistem alami agroekosistem memiliki keanekaragaman
biotik dan genetik yang rendah malahan cenderung semakin seragam seperti yang
kita lihat pada sistem persawahan kita, keadaan agroekosistem tidak stabil dan
selalu berubah karena tindakan manusia untuk mengolah dan mengelola
ekosistem untuk kepentingannya. Dalam keadaan demikian di ekosistem sangat
mudah terjadi peningkatan populasi hama (Siregar et al., 2014).
Di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis serangga atau hewan
pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena banyak faktor
pengendaliannya baik yang bersifat abiotik maupun biotik. Dengan demikian
dalam ekosistem alami serangga tidak berstatus sebagai hama. Di dalam
ekosistem pertanian faktor pengendali tersebut sudah banyak berkurang sehingga
kadang – kadang populasinya meledak dan menjadi hama (Siregar et al., 2014).
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan
kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Indeks keragaman dengan variabel
yang menggolongkan struktur komunitas meliputi : jumlah spesies, kelimpahan
relatif spesies (kesamaan), dan homogenitas dan ukuran dari area sampel.
Keragaman

jenis

adalah

sifat

komunitas

yang

memperlihatkan

tingkat keragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Untuk memeroleh
keragaman jenis ini diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan jenis.
Serangga sering digunakan sebagai model dalam kajian ilmu pengetahuan, baik
murni maupun terapan karena serangga memiliki keragaman yang tinggi, baik
dalam

sifat-sifat

morfologi,

fisiologi

maupun

perilaku

adaptasi

dalam

lingkungannya, dan banyaknya serangga yang terdapat di muka bumi

11

(Sianipar et al., 2015).
Keanekaragaman hayati serangga berpengaruh terhadap kuantitas dan
kualitas produk yang dihasilkan. Pada ekosistem alami, umumnya telah terjadi
kestabilan populasi hama dan musuh alaminya sehingga keberadaan serangga
hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu
dikembangkan

sehingga

mampu

menekan

penggunaan

pestisida

untuk

mengendalikan serangan hama di lapangan, terutama pada tanamantanaman yang
berorientasi ekspor dan mempunyai nilai ekonomis tinggi (Widiarta et al., 2006).
Tingkat keanekaragaman jenis serangga memiliki dampak yang sangat
penting bagi kestabilan di dalam ekosistem padi sawah. Keanekaragaman hayati
serangga berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
Pada ekosistem alami, umumnya telah terjadi kestabilan populasi antara hama dan
musuh alami sehingga keberadaan serangga hama tidak lagi merugikan
(Pradhana et al., 2014).
Dengan mempelajari struktur ekosistem seperti komposisi jenis-jenis
tanaman, hama, musuh alami, dan kelompok biotik lainya, serta interaksi
dinamis antar komponen biotik, dapat ditetapkan strategi pengelolaan yang
mampu mempertahankan populasi hama pada suatu aras yang tidak merugikan.
Agroekosistem perlu dikelola sedemikian rupa sehingga musuh alami dapat
dilestarikan dan dimanfaatkan. Setiap jenis hama secara alami dikendalikan oleh
kompleks musuh alami yang dapat meliputi predator (pemangsa), parasitoid, dan
patogen hama. Dibandingkan dengan penggunaan pestisida, penggunaan musuh
alami bersifat alami, efektif, murah, dan tidak menimbulkan dampak samping
negatif bagi kesehatan dan lingkungan hidup (Pradhana et al., 2014).

12

Pengunaan Pestisida
Pestisida menyebabkan serangga berevolusi ke arah resisten terhadap
pestisida tersebut. Masalah hama menjadi lebih banyak, timbulnya wabah
sekunder, musnahnya musuh alami seperti parasitoid/predator dan serangga
berguna, bersistensi residu dan keracunan sebagai akibat penggunaan pestisida
yang berlebihan dan kurang hati- hati (Siregar et al., 2014).
Sedangkan pengunaan pertanian organik mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya lokal dengan mengkombinasikan berbagai komponen sistem usaha
tani yaitu tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusia. Tujuan sistem ini adalah
untuk memaksimalkan produksi jangka pendek serta mencapai tingkat produksi
yang stabil dan memadai dalam jangka panjang (Pradhana et al., 2014).
Dalam

pencapaian

target

produksi

padi,

ekosistem

pertanian

(agroekosistem) memegang faktor kunci dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) merupakan semua jenis tanaman, hewan
dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat
menentukan kualitas lingkungan suatu komunitas dalam sistem pertanian. Namun
demikian dalam kenyataannya, pertanian merupakan penyederhanaan dari
keanekaragaman hayati secara alami. Hasil akhir pertanian adalah produksi
ekosistem buatan yang memerlukan perlakuan oleh pelaku pertanian secara
konstan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berupa
masukan agrokimia (terutama pestisida dan pupuk) telah menimbulkan dampak
lingkungan dan sosial yang tidak dikehendaki (Tauruslina et al., 2015).
Ekosistem persawahan secara teoritis merupakan ekosistem yang tidak
stabil.

Kestabilan

ekosistem

persawahan

13

tidak

hanya

ditentukan

oleh

keanekaragaman struktur komunitas tetapi juga oleh sifat-sifat komponen serta
interaksi antar komponen ekosistem. Hasil penelitian mengenai kajian habitat
menunjukkan bahwa tidak kurang dari 700 serangga termasuk parasitoid dan
predator ditemukan di ekosistem persawahan dalam kondisi tanaman tidak ada
hama, khususnya wereng batang cokelat (Tauruslina et al., 2015).
Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian
rentan terhadap organisme serangga hama. Salah satu pendorong meningkatnya
serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang
waktu. Mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenitas, persaingan
intraspesies dan interspesies, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati
dapat

dimanfaatkan

untuk

mencapai

pertanian

berkelanjutan

(Tauruslina et al., 2015).
Penggunaan

varietas

unggul

mempunyai

konsekuensi

terhadap

peningkatan aplikasi pestisida karena populasi hama meningkat, keanekaragaman
hayati menurun. Hal ini mengancam sistem pertanian berkelanjutan. Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa hama tanaman padi memiliki berbagai jenis musuh
alami (Tauruslina et al., 2015).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT lebih mengutamakan pengendalian dengan memanfaatkan peran
berbagai musuh alami hama. Musuh alami adalah organisme di alam yang dapat
membunuh serangga, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan
kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh
alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi

14

yang tidak merugikan (Tauruslina et al., 2015).
Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan suatu
pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga
pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan
tidak menimbulkan kerugian yang besar. PHT merupakan perpaduan berbagai
cara pengendalian hama dan penyakit, melalui monitoring populasi hama dan
kerusakan tanaman menggunakan teknologi pengendalian tepat guna. PHT dapat
dilakukan menggunakan strategi berikut ini : gunakan varietas tahan hama dan
penyakit, menggunakan tanaman yang sehat, mmanfaatkan musuh alami,
pengendalian secara mekanik (alat) dan fisik (menangkap) serta penggunaan
pestisida hanya jika diperlukan dan dilakukan tepat sesuai dosis, sasaran dan
waktu (Siregar, 2016).
Di Indonesia ekosistem padi sawah yang subur bahan organik dan tidak
tercemar oleh pestisida, kaya keanekaragaman hayati. Ekosistem padi sawah
mengandung 765 spesies serangga dan arthropoda kerabatnya. komposisi
keanekaragaman hayati fauna pada ekosistem sawah detrivora dan pemakan
plankton berjumlah 145 spesies (19%), herbivora 127 spesies (17%), parasitoid
187 spesies (24%) dan predator 306 spesies (40%). pada ekosistem lahan sawah
irigasi berpola tanam padipadi tanpa perlakuan insktisida menunjukkan bahwa
jenis musuh alami lebih banyak dibandingkan hama. Pada satuan sawah seluas 1
ha, ada 29 jenis musuh alami, 16 jenis hama dan 11 jenis non-status
(Tauruslina et al., 2015).
Serangga penyerbuk dikenal karena peranya dalam penyerbukan
tumbuhan berbunga, baik tumbuhan liar maupun tanaman pertanian. Peran

15

serangga penyerbuk bagi manusia meliputi peningkatan produksi pertanian dan
pelestraian tumbuhan di alam. Beberapa ordo serangga dikenal sebagai serangga
penyerbuk yang penting, namun demikian yang paling penting adalah dari
kelompok lebah, baik lebah sosial maupun lebah solitair dari ordo Hymenoptera.
Di berbagai negara telah banyak dilaporkan penurunan keragaman dan populasi
lebah liar sebagai serangga penyerbuk yang antara lain disebabkan oleh
perkembangan system pertanian modern yang mengakibatkan menurunnya
keragaman tumbuhan liar sebagai penyedia pakan bagi serangga penyerbuk
(Widhiono dan Eming, 2015).
Dampak dari berkurangnya habitat alami atau semi alami yang disebabkan
oleh perkembangan pertanian dalam bentang alam akan menyebabkan
penurunan keragaman dan populasi lebah liar penyerbuk. Keragaman dan
populasi lebah liar sebagai serangga penyerbuk di alam erat berkaitan dengan
keragaman dan populasi tumbuhan penghasil bunga sebagai sumber pakan
berupa tepungsari dan nektar. Tumbuhan berbunga yang beragam akan mampu
menyediakan sumber pakan pada suatu waktu dan sepanjang tahun karena adanya
fenologi pembungaan yang berbeda antar tumbuhan. Serangga penyerbuk
membutuhkan sumber energy untuk jangka waktu yang cukup lama dibanding
musim berbunga suatu tumbuhan. Kebutuhan ini dapat dicukupi dialam oleh
adanya

tumbuhan

liar

berbunga

yang

tersedia

dihabitat

alami

atau

semi alami (Widhiono dan Eming, 2015).
Keragaman tumbuhan berbunga dengan fenologi pembungaan yang
berbeda-beda, merupakan penyedia sumber pakan alternative bagi serangga yang
akan meningkatkan stabilitas dan populasi yang sehat untuk serangga penyerbuk.

16

Sehingga keragaman tumbuhan liar di lahan alami atau semi alami di sekitar lahan
pertanian akan meningkatkan keragaman dan populasi serangga penyerbuk
yang dibutuhkan pada lahan pertanian (Widhiono dan Eming, 2015).
Serangga permukaan tanah, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang
hidup , tetapi juga memakan tumbuhtumbuhan yang sudah mati. Serangga
permukaan tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam
tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga
permukaan tanah. Keberadaan serannga permukaan tanah dalam tanah sangat
tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan
hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan
dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara
bagi serangga permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas
serangga permukaan tanah akan berlangsung baik (Ruslan, 2009).
Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam
tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang,
pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa
sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh
hasil ekskresi dan tubuhtubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki
sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya. Serangga tanah
juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu
(Ruslan, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga diantaranya
adalah struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah
dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu

17

tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata udara mempengaruhi
kegiatannya (Ruslan, 2009).

Perhitungan Keanekaragaan Serangga
Dalam menghitung keanekaramana serangga meliputi jumlah dan jenis
serangga tertangkap, nilai indeks kekayaan jenis (species richness) Margalef dan
Menhirick, indeks keanekaragaman (Diversity index) Shanon-Weiner (H) dan
Simpson, indeks kesamaan jenis (Similarity index) dan indeks kemerataan jenis
(Eveness index) di bawah ini dijelaskan tentang perhitungan tersebut.

Jumlah dan jenis serangga tertangkap
Serangga
genera/spesies,

yang

tertangkap

dihitung

sesuai

dengan

kelompok

dihitung nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi

mutlak, dan frekuensi relatif (Suin, 1997) pada setiap pengamatan.
a. Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga:
KM =

Jumlah Individu Jenis Tertangkap
Jumlah Penangkapan

b. Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga:
KR =
KR =

x 100%

Jumlah Individu Suatu Jenis Dalam Setiap Penangkapan
x 100%
Total Individu Dalam Penangkapan

c. Frekuensi relatif (FR) suatu jenis serangga:
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang
ditemukan pada habitat dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).

18

FM =

Jumlah ditemukan suatu serangga
Jumlah seluruh penangkapan
FR =

FR =

x 100%

Nilai FM Suatu Jenis Serangga Setiap Penangkapan
x 100%
FMNilai FM Semua Jenis Serangga Setiap Penangkapan

Perhitungan Beberapa Indeks
Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan
diketahui, maka dihitung nilai indeks kekayaan jenis (species richness) Margalef
dan Menhirick, indeks keanekaragaman (Diversity index) Shanon-Weiner (H) dan
Simpson, indeks kesamaan jenis (Similarity index) dan indeks kemerataan jenis
(Eveness index) (Ludwig and Reynolds,1988) .
a. Indeks Kekayaan Jenis (Species Richness)
Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan
Indeks Kekayaan Margalef sebagai berikut:
R=

S 1
Ln (NO)

Keterangan:
R
S
Ln
NO

= indeks kekayaan jenis (indices of species richness)
= jumlah total jenis dalam suatu habitat (species per habitat)
= logaritma natural
= jumlah individu pada suatu habitat (individu per habitat)
Indeks Kekayaan Jenis (Species richness) Menhirick:
DMn =

Keterangan :
= indeks kekayaan jenis (indices of species richness)
DMn
S
= jumlah jenis dan
N
= adalah jumlah total individu seluruh jenis yang teramati.
19

b. Indeks Keanekaragaman Jenis (Diversity index) Shanon-Weiner (H) dan
Simpson
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis digunakan rumus Shannon –
Weiner sindices of general of diversity dan indeks Simpson sebagai berikut:
H =

ni
N

ni
N

Si =

ni (ni
N(N

1)
1

Keterangan:
H`
Si
ni
N

= indeks keanekaragaman Shannon (Shannon Indices of Diversity)
= indeks keanekaragaman Simpson (Simpson Indices of Diversity)
= INP jenis ke-i ( Importance Value Indices per Species)
= jumlah INP semua tumbuhan ( Total of Importance Value
Indices) Diversity

c. Indeks Kesamaan Jenis (Similarity Index)
Indeks Kesamaan Jenis (Similarity Index):
CJ = J/(a + b – J)
Nilai indeks kesamaan jenis Jaccard (Cj) mendekati 1 menunjukkan
tingkat kesamaan jenis antar habitat tinggi. Jika nilai indeks kesamaan jenis
Jaccard (Cj) mendekati 0 menunjukkan tingkat kesamaan jenis antar habitat
rendah.
Keterangan:
CJ
= Indeks Kesamaan Jaccard
J
= jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a & b
a
= jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a
b
= jumlah spesies yang ditemukan pada habitat b
d. Indeks Kemerataan Jenis (Ludwig & Reynolds, 1988)
Indeks Kemerataan Jenis (Eveness Index):
5=

Dimana

Keterangan:
E5
= Indeks Kemerataan Jenis
20

2=

Dan N1= e H’

N1
N2
Λ
λ

= Nilai dari kelimpahan
= Ukuran nilai dari kelimpahan jenis pada sampel
= Simpson’s indeks
= Pi s 2
Nilai E5 berkisar antara 0–1. Nilai E5 yang mendekati 0 menunjukan

bahwa suatu jenis menjadi dominan dalam komunitas. Jika nilai E5 mendekati 1,
seluruh jenis memiliki tingkat kemerataan jenis yang hampir sama.

21

DAFTAR PUSTAKA
Herlinda S., Waluyo., S P Etuningsih dan Chandra I. 2008. Perbandingan
Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni
Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida. J.
Entomon. Indon.5 (2): 96-107.
Herlinda S., Suci S., Suwandi., Andi W., Khodijah., Dewi M., dan Rosdah T.
2014. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator
Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut. Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Palembang.
Pradhana R A I., Gatot M dan Sri K. 2014. Keanekaragaman Serangga Dan
Laba-Laba Pada Pertanaman Padi Organik Dan Konvensional. Jurnal HPT
2 (2): 38-42.
Radiyanto I., Mochammad S dan Noeng. 2010. Keanekaragaman Serangga Hama
dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan
Balong-Ponorogo. J. Entomon. Indon. 5 (2): 116-121.
Ruslan H. 2009. Komposisi Dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah
Pada Habitat Hutan Homogen Dan Heterogen Di Pusat Pendidikan
Konservasi Alam (Ppka) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Vis Vitalis.
02 (1): 49-54
Salmah M R C., Ameilia Z S., Abu H dan Zulkifli N. 2017. Dynamics Of
Aquatic Organisms In A Rice Field Ecosystem: Effects Of
Seasons And Cultivation Phases On Abundance And Predator-Prey
Interactions. Tropical Ecology 58 (1): 177-191.
Sianipar M S., Luciana D., Entun S., RC Hidayat S. 2015. Indeks Keragaman
Serangga Hama Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Di Lahan
Persawahan Padi Dataran Tinggi Desa Sukawening, Kecamatan Ciwidey,
Kabupaten Bandung. Bioma 17 (1): 9-15.
Siregar A Z. 2007. Hama-Hama Tanaman Padi. USU Repository. Medan.
Siregar A Z., Che S M R., Zulkifli N. 2013. Population Density Of Damselfly
Agriocnemis femina (Odonata: Coenagrionidae) In Manik Rambung
Ricefield Simalungun-Sumatera Utara. Medan.
Siregar A Z., Maryani C T., Pinde dan Lumongga. 2013. Pengendalian Sitophilus
oryzae (Coleoptera: Curculionidae) Dan Tribolium Castaneum
(Coleoptera: Tenebrionidae) Dengan Beberapa Serbuk Biji Sebagai
Insektisida Botani Ramah Lingkungan. USU. Medan.
Siregar A S., Darma B dan Fatimah Z. 2014. Keanekaragaman Jenis Serangga Di

22

Berbagai Tipe Lahan Sawah. Jurnal Agroekoteknologi 2 ( 2): 1640-1647
Siregar A Z., 2016. Pengelolaan Terpadu Padi Sawah (PTPS): Inovasi Pendukung
Produktivitas Pangan. USU. Medan.
Widiarta I N., Dede K dan Suprihanto. 2006. Keragaman Arthropoda Pada Padi
Sawah Dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu. J. HPT Tropika 6 (2): 61
69.
Tauruslina E.,
Trizelia., Yaherwandi., Hasmiandy H. 2015. Analisis
Keanekaragaman Hayati Musuh Alami Pada Eksosistem Padi
Sawah Di Daerah Endemik Dan Non-Endemik Wereng Batang Cokelat
Nilaparvata lugens di Sumatera Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon
1(3): 581-589
Widhiono I dan Eming S. 2015. Peran Tumbuhan Liar Dalam Konservasi
Keragaman Serangga PenyerbukOrdo Hymenoptera. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon Vol. 1 No. 7. Hal. 1586-1590.
Yudansha A., Toto H dan Ludji P A. 2013. Perkembangan Dan Pertumbuhan
Sitophilus Oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Pada Beberapa Jenis
Beras Dengan Tingkat Kelembaban Lingkungan Yang Berbeda. Jurnal
HPT Vol. 1 No. 3

23