Serapan P dan Pertumbuhan TanamanJagung (Zea mays L.)Akibat Pemberian Kombinasi Bahan Organik dan SP-36 pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan
5
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Ultisol
Kata Ultisol berasal dari bahasa latin “ultimus” yang berarti terakhir atau
pada kasus-kasus Ultisol, tanah yang mengalami pelapukan terbanyak dan hal
tersebut memperlihatkan pengaruh pencucian paling akhir. Terdapat kejenuhan
aluminium yang tinggi (Foth, 1994).Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik
atau horizon kandik, dengan kejenuhan basa (jumlah kation) kurang dari 35 %
pada horizon tanah yang lebih rendah.
Sifat kimia yang terdapat pada tanah Ultisol yakni kemasaman (pH)
kurang dari 5,5, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa
kurang dari 35%, serta kapasitas tukar kation kurang dari 24 me/100 g liat.
Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat pada daerahberiklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi (seperti halnya di
Indonesia), ini berarti Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses
pencucian sangat intensif, hal ini yang menyebabkan Ultisol mempunyai
kejenuhan basa rendah. Selain itu, Ultisol juga memiliki kandungan Al-dd yang
tinggi (Munir, 1996).
Tanah mineral masam yang telah mengalami perkembangan lanjut, seperti
Ultisol mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan kelarutan Al yang
tinggi yang berpotensi meracuni tanaman(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Pelapukan yang lanjut pada tanah Ultisol dapat membentuk liat oksida,
hidrous Fe dan Al dalam jumlah yang tinggi dan dapat bereaksi dengan P
Universitas Sumatera Utara
6
membentuk sederetan hidroksid yang sukar larut sehingga kurang tersedia bagi
tanaman (Tan, 1991).
Reaksi tanah Ultisol umumnya masam hingga sangat masam (pH 3 – 5).
Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol tergolong rendah yaitu berkisar 6,10 – 6,
80 cmol/kg. Pada pH rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari bentuk tersedia
menjadi tidak tersedia.Pada tanah masam kelarutan logam seperti Al, Fe, dan Mn
sangat tinggi.Permasalahan kemasaman tanah pada tanah Ultisol menyebabkan
unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi tanaman
(Damanik dkk, 2010).
Dari data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia,
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik lapisan atas (8 - 12 cm), umumnya
rendah sampai sedang.Rasio C/N tergolong rendah (5 - 10). Selain kandungan P,
kandungan N juga relatif rendah, kandungan P-potensial yang rendah dan Kpotensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun
lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 00,1 me/100 g tanah (Prasetyo danSuriadikarta, 2006).
Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan
atau peruraian bagian dan sisa tanaman dan hewan.Misalnya bungkil, guano,
tepung tulang dan sebagainya.Karena pupuk organik berasal dari bahan organik
yang mengandung segala macam unsur maka pupuk ini pun mengandung hampir
semua unsur (baik makro maupun mikro).Hanya saja, kandungan unsur tersebut
biasanya dalam jumlah sangat sedikit. Pupuk organik diantaranya ditandai dengan
ciri: Fosfor terdapat dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa
Universitas Sumatera Utara
7
asam anorganik didalam tanah, mempunyai kadar persenyawaan C organik yang
tinggi, misalnya hidrat arang. (Murbandono, 2000).
Pupuk organik merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah.Bahan
yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan
kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki
nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama.
Kompos yang difermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif, dengan cara
ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara
konvensional (Yuwono, 2007).
Penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan pupuk
kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengurangan penggunakan
pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering.Telah banyak
dilaporkan bahwa terdapat interaksi positif pada penggunaan pupuk organik dan
pupuk kimia secara terpadu. Penggunaan pupuk kimia secara bijaksana
diharapkan memberikan dampak yang lebih baik dimasa depan. Tidak hanya pada
kondisi lahan dan hasil panen yang lebih baik, tetapi juga pada kelestarian
lingkungan (Musnamar, 2005).
Pupuk organik berasal dari bahan organik seperti jaringan tanaman, berupa
sampah tanaman (serasah) ataupun sisa tanaman yang telah mati dan hewan
seperti kotoran hewan. Bahan organik yang berasal dari serasah, sisa tanaman
yang mati, limbah atau kotoran hewan dan bangkai hewan itu sendiri, didalam
tanah akan diaduk dan dipindahkan oleh jasad renik yang selanjutnya dengan
kegiatan berbagai jasad tanah bahan organik itu melalui berbagai proses yang
Universitas Sumatera Utara
8
rumit dirombak menjadi bahan organik tanah yang mempunyai arti penting
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 1999).
Bahan organik merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme dalam
tanah. Mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik jika faktor
lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut sehingga senyawa kompleks
akan berubah menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa
lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka akan semakin
banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah (Suhardjo dkk, 1993).
Pelapukan bahan organik akan menghasilkan asam humat, asam vulvat,
serta asam organik lainnya. Asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe
sehingga pengikatan P dikurangi dan P lebih tersedia.Asam itu dapat mengikat
logam seperti Al dan Fe yang dapat mengurangi kemasaman tanah, semakin tinggi
jumlah asam organik tanah yang dihasilkan dari proses mineralisasi bahan organik
maka pengikatan logam Al dan Fe semakin meningkat (Hakim, 2005).
Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah. Peranannya yang
terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat
unsur hara dari bentuk tak tersedia menjadi bentuk lebih tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Penambahan bahan organik akan menyumbangkan
berbagai unsur hara terutama unsur hara makro N, P, K, serta unsur hara mikro
lainnya, hormon pertumbuhan tanaman, meningkatkan kapasitas menahan air, dan
meningkatkan
aktivitas
organisme
tanah
pada
semua
jenis
tanah
(Damanik dkk,2010).
Kasno (2009) berpendapat secara umum, bahwa bahan organik
memperbesar ketersediaan P melalui dekomposisinya yang menghasilkan asam
Universitas Sumatera Utara
9
organik dan CO2.Gas CO2 larut dalam air membentuk asam karbonat yang mampu
melapukkan beberapa mineral tanah ataupun kompos.
Dekomposisi bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan posfat
melalui dekomposisinya dengan terbentuk P-humik yang mudah diambil oleh
tanaman. Juga menghasilkan asam organik seperti asam sitrat, asam oksalat, asam
tartarat, asam malat, dan asam melanolat. Asam
organik tersebut dapat
melarutkan ikatan P pada mineral tanah atau bahan organik sehingga
ketersediaanya meningkat (Suhardjo et al, 1993).
Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus
karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH)nya. Dalam suasana sangat masam (pH
rendah), hidrogen akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus
aktif berubah menjadi bermuatan positip (-COOH2+ dan -OH2+ ), sehingga koloid
yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya KTK rendah. Sebaliknya
dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak dijumpai gugus OH- ,
akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi peningkatan muatan
negatif (-COO- , dan –O- ), sehingga KTK meningkat. Dilaporkan bahwa
penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibanding dengan
pengapuran (Sufardi dkk, 1999).
Bahan organik memiliki kandungan karbon (C) yang dapat mencapai
sekitar 58% dari berat total bahan organik. Bahan organik berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tanaman karena bahan organik yang
ditambahkan kedalam tanah mengandung karbon yang tinggi dimana pengaturan
jumlah karbon berhubungan dengan nutrisi lain di dalam tanah, sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
10
meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien bagi tanaman
(Hanafiah, 2009).
Untuk mendapatkan kondisi tanah yang optimal bagi pertumbuhan
tanaman, diperlukan adanya bahan organik tanah (C total) di lapisan atas paling
sedikit 2%.Jumlah ini didasarkan pada taksiran kasar saja, karena kandungan
bahan organik tanah yang optimal berhubungan erat sekali dengan kandungan liat
dan pH tanah.Untuk itu dalam menentukan kandungan bahan organik tanah yang
optimal harus dikoreksi dengan kandungan liat dan pH tanahnya (Creferensi atau
Cref) (Hairiah dkk, 2003).
Untuk menentukan tingkat kandungan C-organik dalam tanah, harus
dilakukan dengan analisis laboratorium. Tingkat kandungan C-organik tanah
secara umum, dapat dilihat dari Tabel 1 (Landon, 1984).
Tabel 1. Tingkat kandungan C-organik tanah secara umum
Kandungan C-Organik (% Berat Tanah)
Metode Walkley and Black
> 20
10 – 20
4 – 10
2–4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Ultisol
Kata Ultisol berasal dari bahasa latin “ultimus” yang berarti terakhir atau
pada kasus-kasus Ultisol, tanah yang mengalami pelapukan terbanyak dan hal
tersebut memperlihatkan pengaruh pencucian paling akhir. Terdapat kejenuhan
aluminium yang tinggi (Foth, 1994).Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik
atau horizon kandik, dengan kejenuhan basa (jumlah kation) kurang dari 35 %
pada horizon tanah yang lebih rendah.
Sifat kimia yang terdapat pada tanah Ultisol yakni kemasaman (pH)
kurang dari 5,5, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa
kurang dari 35%, serta kapasitas tukar kation kurang dari 24 me/100 g liat.
Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat pada daerahberiklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi (seperti halnya di
Indonesia), ini berarti Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses
pencucian sangat intensif, hal ini yang menyebabkan Ultisol mempunyai
kejenuhan basa rendah. Selain itu, Ultisol juga memiliki kandungan Al-dd yang
tinggi (Munir, 1996).
Tanah mineral masam yang telah mengalami perkembangan lanjut, seperti
Ultisol mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan kelarutan Al yang
tinggi yang berpotensi meracuni tanaman(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Pelapukan yang lanjut pada tanah Ultisol dapat membentuk liat oksida,
hidrous Fe dan Al dalam jumlah yang tinggi dan dapat bereaksi dengan P
Universitas Sumatera Utara
6
membentuk sederetan hidroksid yang sukar larut sehingga kurang tersedia bagi
tanaman (Tan, 1991).
Reaksi tanah Ultisol umumnya masam hingga sangat masam (pH 3 – 5).
Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol tergolong rendah yaitu berkisar 6,10 – 6,
80 cmol/kg. Pada pH rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari bentuk tersedia
menjadi tidak tersedia.Pada tanah masam kelarutan logam seperti Al, Fe, dan Mn
sangat tinggi.Permasalahan kemasaman tanah pada tanah Ultisol menyebabkan
unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi tanaman
(Damanik dkk, 2010).
Dari data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia,
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik lapisan atas (8 - 12 cm), umumnya
rendah sampai sedang.Rasio C/N tergolong rendah (5 - 10). Selain kandungan P,
kandungan N juga relatif rendah, kandungan P-potensial yang rendah dan Kpotensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun
lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 00,1 me/100 g tanah (Prasetyo danSuriadikarta, 2006).
Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan hasil akhir dan atau hasil antara dari perubahan
atau peruraian bagian dan sisa tanaman dan hewan.Misalnya bungkil, guano,
tepung tulang dan sebagainya.Karena pupuk organik berasal dari bahan organik
yang mengandung segala macam unsur maka pupuk ini pun mengandung hampir
semua unsur (baik makro maupun mikro).Hanya saja, kandungan unsur tersebut
biasanya dalam jumlah sangat sedikit. Pupuk organik diantaranya ditandai dengan
ciri: Fosfor terdapat dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa
Universitas Sumatera Utara
7
asam anorganik didalam tanah, mempunyai kadar persenyawaan C organik yang
tinggi, misalnya hidrat arang. (Murbandono, 2000).
Pupuk organik merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia
dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah.Bahan
yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan
kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki
nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama.
Kompos yang difermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif, dengan cara
ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara
konvensional (Yuwono, 2007).
Penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan pupuk
kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengurangan penggunakan
pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering.Telah banyak
dilaporkan bahwa terdapat interaksi positif pada penggunaan pupuk organik dan
pupuk kimia secara terpadu. Penggunaan pupuk kimia secara bijaksana
diharapkan memberikan dampak yang lebih baik dimasa depan. Tidak hanya pada
kondisi lahan dan hasil panen yang lebih baik, tetapi juga pada kelestarian
lingkungan (Musnamar, 2005).
Pupuk organik berasal dari bahan organik seperti jaringan tanaman, berupa
sampah tanaman (serasah) ataupun sisa tanaman yang telah mati dan hewan
seperti kotoran hewan. Bahan organik yang berasal dari serasah, sisa tanaman
yang mati, limbah atau kotoran hewan dan bangkai hewan itu sendiri, didalam
tanah akan diaduk dan dipindahkan oleh jasad renik yang selanjutnya dengan
kegiatan berbagai jasad tanah bahan organik itu melalui berbagai proses yang
Universitas Sumatera Utara
8
rumit dirombak menjadi bahan organik tanah yang mempunyai arti penting
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 1999).
Bahan organik merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme dalam
tanah. Mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik jika faktor
lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut sehingga senyawa kompleks
akan berubah menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa
lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka akan semakin
banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah (Suhardjo dkk, 1993).
Pelapukan bahan organik akan menghasilkan asam humat, asam vulvat,
serta asam organik lainnya. Asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe
sehingga pengikatan P dikurangi dan P lebih tersedia.Asam itu dapat mengikat
logam seperti Al dan Fe yang dapat mengurangi kemasaman tanah, semakin tinggi
jumlah asam organik tanah yang dihasilkan dari proses mineralisasi bahan organik
maka pengikatan logam Al dan Fe semakin meningkat (Hakim, 2005).
Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah. Peranannya yang
terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat
unsur hara dari bentuk tak tersedia menjadi bentuk lebih tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Penambahan bahan organik akan menyumbangkan
berbagai unsur hara terutama unsur hara makro N, P, K, serta unsur hara mikro
lainnya, hormon pertumbuhan tanaman, meningkatkan kapasitas menahan air, dan
meningkatkan
aktivitas
organisme
tanah
pada
semua
jenis
tanah
(Damanik dkk,2010).
Kasno (2009) berpendapat secara umum, bahwa bahan organik
memperbesar ketersediaan P melalui dekomposisinya yang menghasilkan asam
Universitas Sumatera Utara
9
organik dan CO2.Gas CO2 larut dalam air membentuk asam karbonat yang mampu
melapukkan beberapa mineral tanah ataupun kompos.
Dekomposisi bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan posfat
melalui dekomposisinya dengan terbentuk P-humik yang mudah diambil oleh
tanaman. Juga menghasilkan asam organik seperti asam sitrat, asam oksalat, asam
tartarat, asam malat, dan asam melanolat. Asam
organik tersebut dapat
melarutkan ikatan P pada mineral tanah atau bahan organik sehingga
ketersediaanya meningkat (Suhardjo et al, 1993).
Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari gugus
karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH)nya. Dalam suasana sangat masam (pH
rendah), hidrogen akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus
aktif berubah menjadi bermuatan positip (-COOH2+ dan -OH2+ ), sehingga koloid
yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya KTK rendah. Sebaliknya
dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak dijumpai gugus OH- ,
akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi peningkatan muatan
negatif (-COO- , dan –O- ), sehingga KTK meningkat. Dilaporkan bahwa
penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibanding dengan
pengapuran (Sufardi dkk, 1999).
Bahan organik memiliki kandungan karbon (C) yang dapat mencapai
sekitar 58% dari berat total bahan organik. Bahan organik berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tanaman karena bahan organik yang
ditambahkan kedalam tanah mengandung karbon yang tinggi dimana pengaturan
jumlah karbon berhubungan dengan nutrisi lain di dalam tanah, sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
10
meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien bagi tanaman
(Hanafiah, 2009).
Untuk mendapatkan kondisi tanah yang optimal bagi pertumbuhan
tanaman, diperlukan adanya bahan organik tanah (C total) di lapisan atas paling
sedikit 2%.Jumlah ini didasarkan pada taksiran kasar saja, karena kandungan
bahan organik tanah yang optimal berhubungan erat sekali dengan kandungan liat
dan pH tanah.Untuk itu dalam menentukan kandungan bahan organik tanah yang
optimal harus dikoreksi dengan kandungan liat dan pH tanahnya (Creferensi atau
Cref) (Hairiah dkk, 2003).
Untuk menentukan tingkat kandungan C-organik dalam tanah, harus
dilakukan dengan analisis laboratorium. Tingkat kandungan C-organik tanah
secara umum, dapat dilihat dari Tabel 1 (Landon, 1984).
Tabel 1. Tingkat kandungan C-organik tanah secara umum
Kandungan C-Organik (% Berat Tanah)
Metode Walkley and Black
> 20
10 – 20
4 – 10
2–4