Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan

TINJAUAN PUSTAKA
Ultisol
Tanah Ultisols termasuk ke dalam tanah marginal dan umumnya belum
tertangani dengan baik. Pemanfaatan tanah Ultisol akan dihadapkan pada berbagai
kendala pada sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah ini umumnya jelek, yaitu
mempunyai permeabilitas tanah yang sangat rendah, drainase buruk, ruang pori
makro yang sangat sedikit sehingga aerasi tanah sangat rendah. Sifat tanah Ultisol
umumnya jelek dan kurang menunjang untuk pengembangan di bidang pertanian
seperti aerasi buruk, stabilitas agregat yang kurang stabil, laju infiltrasi dan
permeabilitas lambat, serta daya pegang air (water holding capacity) rendah
(Bondansari dan Bambang, 2011).
Reaksi tanah Ultisol umumnya masam hingga sangat masam (pH 5 –
3,10). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol tergolong rendah yaitu berkisar
6,10 – 6, 80 cmol/kg. Pada pH rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari
bentuk tersedia menjadi tidak tersedia. Pada tanah masam kelarutan logam seperti
Al, Fe, dan Mn sangat tinggi. Permasalahan kemasaman tanah pada tanah Ultisol
menyebabkan unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi
tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah
permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran
permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah

Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini
karena kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan

Universitas Sumatera Utara

bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi
miskin bahan organik dan hara (Prasetyo dan Sudikarta, 2006).
Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia Ultisol sebelum diberi
perlakuan menunjukkan bahwa tanah ini bertekstur liat dengan permeabilitas
lambat. Sedangkan sifat kimia mencirikan pH rendah (4,59), C-organik sangat
rendah (0,86%), N-total dan KTK masing-masing sangat rendah dengan nilai
0,09% dan 4,13 me/100 g, sedangkan kejenuhan Al termasuk tinggi (41,29%)
dengan kandungan Aldd sebesar 2,30 me/100 g dan Hdd sebesar 1,69 me/100 g.
(Wahyudi, 2009).
Unsur Hara Fosfor dalam Tanah
Unsur P adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting
dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan P dalam tanah jarang
yang melebihi 0,01 % dari total P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid
tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik
rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang banyak terdapat di Indonesia kandungan

P dalam organik bervariasi dari 20–80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung
tempatnya. P tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara efektif oleh tanaman,
karena P dalam tanah dalam bentuk P terikat di dalam tanah, sehingga petani
harus terus melakukan pemupukan P di lahan sawah walaupun sudah terdapat
kandungan P yang cukup memadai. Pada tanah masam, P bersenyawa dalam
bentuk-bentuk Al—P dan Fe—P, sedangkan pada tanah alkali (basa) P akan
bersenyawa dengan kalsium membentuk senyawa Ca-P yang sukar larut
(Simanungkalit, dkk, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Terdapat dua bentuk P dalam tanah, yakni P anorganik dan P organik.
Sumber utama P anorganik adalah hasil pelapukan dari mineral - mineral apatit,
dari pupuk - pupuk buatan dan dekomposisi bahan organik. Sebagian besar fosfat
anorganik tanah berada dalam persenyawaan kalsium (Ca-P), Alumunium (Al-P),
dan besi (Fe-P) yang semuanya sulit larut di dalam air. P organik tanah berada
dalam tiga grup senyawa, yaitu : fitin dan

turunannya,


asam nukleat, dan

fosfolipida. Kadar P organik tanah dijumpai lebih besar pada lapisan tanah atas
(top soil) dibandingkan dengan lapisan tanah

bawah (sub soil). Hal ini terjadi

karena pada lapisan atas terdapat penumpukan sisa- sisa tanaman atau bahan
organik (Damanik dkk., 2010).
P sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya
berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber P di dalam tanah mineral
cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan P. P lebih mudah larut
pada tanah yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada tanah dengan pH
tinggi, kelarutannya menurun. Oleh karena itu, P tidak sesuai diaplikasikan pada
tanah yang alkalis. Kadar Ca yang tinggi dalam tanah akan menghambat kelarutan
P. Umumnya, P sukar tercuci oleh air hujan maupun air irigasi disebabkan karena
P bereaksi dengan ion dan membentuk senyawa yang tingkat kelarutannya rendah.
Bahkan sebagian menjadi ion yang tidak tersedia untuk tanaman atau terfiksasi
oleh senyawa lain (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Tanaman menyerap hara P dalam bentuk ion orthofosfat yakni : H2PO4--,

HPO4-2, dan PO4-3 dimana jumlah dari masing - masing bentuk sangat tergantung
pada pH tanah. Pada tanah - tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai
bentuk H2PO4- dan pada tanah alkalis adalah bentuk PO4-3(Damanik, dkk,2011).

Universitas Sumatera Utara

Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu besi
fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dan
reductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4 dominan ditemukan pada tanah
masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kelarutan

senyawa

P

anorganik secara

langsung


mempengaruhi

ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH
tanah, yaitu pada pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka P akan terikat
oleh Fe dan Al. Ketersediaan P umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada
tanah dengan pH diatas 7, maka P akan diikat oleh Mg dan Ca (Mallarino, 2000).
Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan
tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan P
dalam larutan adalah dua faktor yang sangat menentukan besaran serapan P
tanaman. Pengambilan P oleh tanaman jagung dipengaruhi oleh sifat akar dan
sifat tanah dalam menyediakan P. Sebaran akar didalam tanah sangat penting
dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan
P rendah dalam media tumbuh (Hakim, 2005).
Bahan organik di dalam tanah dapat mempengaruhi ketersediaan P melalui
dekomposisinya yang menghasilkan asam organik dan CO2. Asam organik akan
menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion
Al, Fe dan Ca dalam larutan tanah. Dengan demikian konsentrasi ion Al, Fe dan
Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang sehingga diharapkan P tersedia akan
lebih banyak. Dengan kata lain, kecepatan pelepasan P dari bentuk tidak tersedia
menjadi bentuk tersedia adalah sangat bergantung pada pH tanah dan bahan

organik (Ardjasa, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Pupuk Fosfat (SP-36)
Definisi pupuk di PP No. 8 tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 yaitu, pupuk adalah
bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi
keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan pupuk
anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau
biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk (Firmansyah,
2011).
Pupuk SP-36 adalah pupuk fosfat buatan berbentuk butiran (granular) yang
dibuat dari batuan fosfat dengan campuran asam fosfat dengan asam sulfat yang
komponen utamanya mengandung unsur hara P berupa mono kalsium fosfat, Ca
(H2PO4). Pupuk SP-36 memiliki syarat mutu yang sesuai seperti pada Tabel 1.
(Badan Standartrisasi Nasional, 2005).
Tabel 1. Syarat Mutu Pupuk SP-36
Uraian
Satuan
Persyaratan

Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5
- P2O5 total
% min. 36
- P2O5larut dalam asam sitrat 2% % min. 34
- P2O5larut dalam air
%
min. 30
Kadar belerang (sebagai S)
%
min. 5
Kadar asam bebas (sebagai H3PO4)
%
maks. 6
Kadar air
%
maks. 5
Catatan : Semua persyaratan kecuali kadar air di hitung atas dasar bahan kering (adbk).

SP-36 mengandung 36% P dalam bentuk P2O5. Pupuk ini terbuat dari
fosfat alam dan sulfat. Berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Sifatnya agak

sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu digunakan sebagai
pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral, tidak higroskopis dan tidak
bersifat membakar (Novizan, 2005). Menurut Syafruddin, dkk, (2002) Pemberian
hara P pada tanah Ultisol dalam bentuk SP36 sama baiknya dengan TSP,
walaupun kadar P2O5 pada SP-36 (36%) lebih rendah dibading TSP (46%).

Universitas Sumatera Utara

Kendala dalam pemupukan P pada tanah bereaksi masam ialah fosfat akan
bereaksi dengan ion-ion aluminium (Al) dan atau besi (Fe) menjadi senyawa
aluminium-fosfat dan atau besi-fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman.
Sebaliknya, pada tanah bereaksi basa senyawa fosfat akan terikat oleh ion kalsium
menjadi senyawa kalsium-fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada lahan
bereaksi masam, penjenuhan senyawa fosfat dapat diupayakan agar fosfat dapat
tersedia (Zuchri, 2009).
Sebagian besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk
sebesar 10 hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama
pemupukan, berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah. Besarnya
kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh pH tanah, tipe liat,
temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi (Novriani, 2010).

Aplikasi pupuk SP-36 dan aplikasi pupuk kandang serta interaksi pupuk
SP-36 dengan pupuk kandang berpengaruh terhadap nilai serapan P-tanaman.
Setiap pupuk yang digunakan dapat meningkatkan serapan P-tanaman seiring
penambahan dosis pupuk SP-36. Pada perlakuan pupuk kandang ayam
peningkatan yang signifikan terjadi pada dosis 100-150 kg/ha pupuk SP-36,
(Siregar., dkk, 2015).
Unsur hara fosfor (P) merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan
tanaman. Tidak ada unsur hara lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam
tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup
untuk pertumbuhannya secara normal, oleh karena P dibutuhkan tanaman cukup
tinggi. Fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintetis, transfer
dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di

Universitas Sumatera Utara

dalam tanaman lainnya yang membantu mempercepat perkembangan akar dan
perkecambahan. Unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar, kemudian
berpengaruh pada pertumbuhan bagian di atas tanah. Kekurangan unsur P dapat
menunjukkan gejala menurunnya sintesis protein, seperti: lambatnya pertumbuhan
bibit dan daun berwarna keunguan (Winarso, 2005).

Bahan Organik
Bahan organik sebagai salah satu bahan pembentuk tanah berperan
dalam memperbaiki, mempertahankan, ataupun meningkatkan sifat-sifat, baik
sifat fisika, kimia, maupun biologi tanah mineral. Hal ini disebabkan karena bahan
organik setelah mengalami pelapukan akan membentuk senyawa antara yang agak
stabil dan bersifat koloid, yang sangat reaktif. Sifat koloid inilah yang membuat
bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Diantaranya yang
utama terhadap sifat fisik tanah adalah membentuk dan memantapkan aggregat
tanah. (Yulnafatmawita, dkk, 2012).
Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah. Peranannya yang
terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat
unsur hara dari bentuk tak tersedia menjadi bentuk lebih tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Unsur hara N tidak diperoleh dari hasil pelapukan batuan,
melainkan sumber utama N berasal dari hasil dekomposisi bahan organik. Selain
unsur N, hampir semua unsur hara seperti P, K, Ca dan S serta unsur hara mikro
diperoleh dari pelapukan bahan organik (Kasno, 2009).
Pengadaan biomasa sebagai sumber bahan organik tanah secara insitu
sangat terbatas. Dukungan kesuburan tanah untuk pertumbuhan tanaman semusim
dengan intensitas panen tinggi menjadi rendah. Sedang tanaman tahunan berakar


Universitas Sumatera Utara

dalam dan permanen memiliki penyanggaan relatif lebih baik. Untuk mendukung
produksi pangan yang merupakan kebutuhan pokok dengan berbasis pada
tanaman semusim banyak menghadapi hambatan. Tanpa pengkayaan bahan
organik yang memiliki kandungan hara lengkap, kesuburan dan produktivitas
tanah sulit ditingkatkan. Masalah yang dihadapi jumlah bahan organik yang harus
diberikan cukup besar, karena kandungan hara pada bahan organik relatif rendah
dan laju pelapukan cepat serta mudah tercuci (Subowo,2010).
pemberian bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam tanah akan
menghasilkan asam-asam organik melalui proses mineralisasi bahan organik yang
akan membentuk senyawa khelat dengan Al bebas dalam tanah, sehingga Al yang
dapat dipertukarkan menurun dan terdapat hubungan antara Al-dd terhadap pH
tanah, yaitu dengan penurunan Al-dd maka akan meningkatkan pH. Hal ini
disebabkan Al3+ merupakan logam yang dapat mengikat P dan membuat pH
menjadi masam (Siregar, 2016).
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang ayam adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran
ternak ayam yang memiliki kandungan unsur hara P2O5 (%) paling banyak
dibandingkan pupuk kandang lainnya (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
Bila dihitung dari bobot badannya, kotoran ayam lebih besar dari kotoran
ternak lainnya, dimana setiap 1.000 kg/tahun bobot ayam hidup, dapat
menghasilkan 2.140 kg/tahun kotoran kering. Sedangkan kotoran sapi dengan
bobot badan yang sama menghasilkan kotoran kering hanya 1.890 kg/tahun.
Demikian pula dilihat dari segi kandungan hara yang dihasilkan dimana tiap ton
kotoran ayam terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan 12,8 kg K. Sedangkan kotoran

Universitas Sumatera Utara

sapi dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N, 2,6 kg P dan 13,7 kg
K. Dengan demikian dapat dikatakan pemakaian pupuk kotoran unggas akan jauh
lebih baik dari pada kotoran ternak lainya (Wulandari., dkk, 2011).
Pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya bahan makanan
(unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari dalam tanah. Selain itu,
pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisik dan
kimia tanah, mendorong kehidupan (perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain
pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah,
sehingga menjadi faktor yang menjamin kesuburan tanah (Sutejo, 2002).
Pupuk kandang dapat dikatakan selain mengandung unsur makro (N, P,
dan K) juga mengandung unsur hara mikro (Ca, Mg, dan tembaga) yang semua
membentuk pupuk, menyediakan unsur atau zat makanan bagi kepentingan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk kandang memiliki sifat yang
lebih baik dibandingkan pupuk alam lainnya maupun pupuk buatan. Walaupun
cara kerjanya kalau dibandingkan dengan cara kerja pupuk buatan dapat dikatakan
lambat karena harus mengalami proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat
diserap oleh tanaman (Sutejo, 2002).
Kompos T. diversifolia
T. diversifolia merupakan tanaman legum, banyak tumbuh sebagai semak
di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tanaman ini telah menyebar
hampir di seluruh dunia, dan sudah dimanfaatkan sebagai kompos oleh petani di
Kenya, namun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan (Hartatik, 2007).
T. diversifolia dapat digunakan sebagai pupuk hijau maupun kompos
karena hara N, P, K yang terkandung dalam tanaman setara dengan kandungan

Universitas Sumatera Utara

hara pupuk kandang. Pemanfatannya dapat memperbaiki kesuburan tanah,
meningkatkan C-organik, N tersedia, P2O5, dan K2O5 total pada tanah dan
meningkatkan hasil pada beberapa komoditas hortikultura dan tanaman pangan
yaitu jagung, tomat, selada, dan caisim, namun tidak berpengaruh terhadap hasil
kangkung. Penggabungan pemberian pupuk NPK dengan T. diversifolia
meningkatkan produksi jagung dan selada dibandingkan dengan pupuk NPK saja
(Purwani, 2012).
Penambahan pupuk organik berupa kompos T. diversifolia pada tanah
dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan unsur hara, serapan air tanah dan
mengurangi run off yang mengakibatkan erosi tanah. T. diversifolia merupakan
sejenis gulma yang dapat tumbuh di sembarang tanah, namun menggandung unsur
hara yang tinggi terutama N, P, K, yaitu 3,5% N ; 0,38% P ; dan 4,1% K yang
berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd serta meningkatkan
kandungan P, Ca dan Mg tanah dan dapat meningkatkan kesuburan
tanah/produktivitas

lahan

(salah

satunyameningkatkan

bahan

organik)

(Hartatik, 2007).
Konsentrasi P di daun T. diversifolia sangat tinggi (0,27 - 0,38% P).
Jumlah P di daun tithonia lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan di
tumbuhan polong yang biasanya digunakan di pertanian maupun pada hutan dan
perkebunan, yang hanya sebesar 0,15 - 0,20% P (Wanjau, dkk, 2002). Pemberian
T. diversifolia pada Tanah Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan
dapat meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan
hara P, Ca, dan Mg tanah (Hartatik, 2007).
Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Universitas Sumatera Utara

Jagung (Zea maysL.) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di
Indonesia karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras.
Disamping itu, jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak.
Kebutuhan jagung di Indonesia untuk konsumsi meningkat sekitar 5,16% per
tahun sedangkan untuk kebutuhan pakan ternak dan bahan baku industri naik
sekitar 10,87% per tahun (Roesmarkam dan Yuwono, 2002).
Sentra produksi jagung masih didominasi di Pulau Jawa (sekitar 65%).
Sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan program Gema Palagung
(Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung). Program tersebut cukup efektif,
terbukti dengan adanya peningkatan jumlah produksi jagung dalam negeri tetapi
tetap belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga masih dilakukan
impor jagung (Purwono dan Hartono, 2007).
Takaran pupuk untuk tanaman jagung pada tanah ultisol per hektar adalah
urea 200 kg, SP-36 150 kg, dan KCl 75 kg. Pupuk urea diberikan 2 kali, masingmasing 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 18 hari dan 35 hari. Sedangkan
pupuk kandang, SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam (Sihotang,
2010 dalam Pangaribuan, 2012).
Tanaman jagung relatif membutuhkan hara untuk dapat tumbuh optimal,
sehingga pemberian pupuk merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan
budidaya jagung. Pengaruh pemupukan P sangat nyata pada lahan-lahan bertanah
podsolik yang ditunjukkan oleh tingginya efisiensi pemupukan. Berdasarkan
penelitian Widowati dan Setyorini (2016) menyatakan bahwa takaran pupuk P
pada tanaman jagung dengan hasil jagung tertinggi adalah 200 kg/ha TSP dan
takaran pupuk P dengan usahatani jagung yang cukup menguntungkan adalah 50

Universitas Sumatera Utara

kg/ha TSP. Menurut Yetti, dkk (2012) Pemberian berbagai macam kompos
dengan dosis 10 ton/ha di tanah Ultisol memperlihatkan pertumbuhan dan
produksi jagung manis yang lebih baik seperti tinggi tanaman, berat kering
tanaman, diameter tongkol serta bobot tongkol (Zea maysL.) dibanding yang
tanpa kompos.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Aplikasi Pupuk SP-36 Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Fosfor Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L)Pada Ultisol Kwala Bekala

2 68 46

Pengaruh Pupuk SP-36 Kompos Tithonia diversifolia Dan Vermikompos Terhadap Pertumbuhan dan Serapan P Tanaman Jagung (Zea mays L.) serta P-tersedia Pada Ultisol Simalingkar

4 44 65

Aplikasi kompos Tithonia diversifolia dan pupuk SP-36 terhadap pertumbuhan dan serapan tanaman jagung (Zea mays L.) serta ketersediaan fosfor pada Ultisol Mancang.

0 49 83

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) Terhadap Pemberian Pupuk Cair Tnf Dan Pupuk Kandang Ayam

1 60 73

PEMANFAATAN KAPUR, TITONIA (Tithonia diversifolia) DAN PUPUK KANDANG AYAM BAGI TANAMAN JAGUNG (Zea mays) PADA OXISOL.

0 0 7

Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan

1 1 8

Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan

0 0 3

Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan Chapter III V

0 0 19

Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan

0 1 4

Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan

0 0 11