Makalah OGR Pneumonia

MAKALAH OBAT GANGGUAN RESPIRASI
“PNEUMONIA”
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Obat Gangguan Kardiovaskular
dan Respirasi

Disusun oleh:
Ruzicka Ilma Faradisi

1506767012

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya,

penulis


mampu

menyelesaikan

makalah

Obat

Gangguan

Kardiovaskular dan Respirasi dengan materi “pneumonia” dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini, tentunya penulis menghadapi beberapa
kendala, namun penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Maka, pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Fadlina
Chany Saputri, M.Si., Apt. dan Nuriza Ulul Azmi, M.Sc., Apt. selaku dosen mata
kuliah Obat Gangguan Kardiovaskular dan Respirasi yang telah memberikan
masukan dan mengarahkan penulis dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam segi isi maupun
penulisan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan lebih
bermanfaat. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Depok, Mei 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2

Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

1.3

Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
2.1

Tinjauan Saluran Pernafasan ..................................................................... 3

2.2

Definisi Pneumonia ................................................................................... 3

2.3

Klasifikasi Pneumonia .............................................................................. 4


2.4

Etiologi Pneumonia ................................................................................... 6

2.5

Patofisiologi Pneumonia ........................................................................... 6

2.6

Manifestasi Klinik Pneumonia .................................................................. 9

2.7

Komplikasi Pneumonia ........................................................................... 10

2.8

Prognosis Pneumonia .............................................................................. 11


2.9

Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia ....................................................... 11

2.10 Tujuan, Strategi, dan Tatalaksana Terapi ................................................ 12
2.11 Monitoring Terapi ................................................................................... 20
2.12 Algoritme Terapi ..................................................................................... 20
2.13 Pencegahan Pneumonia ........................................................................... 21
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23
3.1

Kesimpulan ............................................................................................. 23

3.2

Saran........................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24


ii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistem Pernafasan Manusia .................................................................... 3
Gambar 2. Paru dengan Pneumonia ......................................................................... 4
Gambar 3. Algoritme Terapi Pneumonia ............................................................... 21

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Terapi Antibiotik Empiris untuk Pasien Penderita Pneumonia ............... 14
Tabel 2. Dosis Antibiotik untuk Terapi Bakteri Pneumonia .................................. 20

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1


Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bawah yang disebabkan oleh
bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat
(frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala,
gelisah dan nafsu makan berkurang).
Infeksi saluran napas bawah ini masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun
yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran
napas akut termasuk pneumonia dan influenza.
Berdasarkan data WHO dan UNICEF dalam buku “Pneumonia The
Forgotten Killer of Diseases”, penyebab utama pneumonia 50% adalah
bakteri Streptococcus pneumoniae (bakteri pneumokokus), 20% disebabkan
oleh Haemophillus influenzae type B (Hib), sisanya adalah virus dan
penyebab lainnya. Hal ini juga dibuktikan oleh berbagai penelitian lain yang
memperkuat bahwa kematian anak karena pneumonia disebabkan oleh dua

bakteri Pneumokokus dan Hib, yang juga menjadi penyebab utama penyakit
meningitis.

1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Tinjauan Saluran Pernafasan?
2. Apakah Definisi Pneumonia?
3. Bagaimanakah Klasifikasi Pneumonia?
4. Bagaimanakah Etiologi Pneumonia?
5. Bagaimanakah Patofisiologi Pneumonia?
6. Apa saja Manifestasi Klinik Pneumonia?
1

7. Apa saja Komplikasi Pneumonia
8. Apa saja Prognosis Pneumonia
9. Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia
10. Apa saja Tujuan, Strategi, dan Tatalaksana Terapi
11. Bagaimanakah Monitoring Terapi Pneumonia
12. Bagaimanakah Algoritme Terapi Pneumonia

13. Bagaimanakah Pencegahan Pneumonia

1.3

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Tinjauan Saluran Pernafasan
2. Mengetahui Definisi Pneumonia
3. Mengetahui Klasifikasi Pneumonia
4. Mengetahui Etiologi Pneumonia
5. Mengetahui Patofisiologi Pneumonia
6. Mengetahui Manifestasi Klinik Pneumonia
7. Mengetahui Komplikasi Pneumonia
8. Mengetahui Prognosis Pneumonia
9. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia
10. Mengetahui Tujuan, Strategi, dan Tatalaksana Terapi
11. Mengetahui Monitoring Terapi Pneumonia
12. Mengetahui Algoritme Terapi Pneumonia
13. Mengetahui Pencegahan Pneumonia

2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Saluran Pernafasan
Pernafasan merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa dari
oksidasi tubuh. Penghisapan udara ke dalam tubuh disebut proses inspirasi
dan menghembuskan udara keluar tubuh disebut proses ekspirasi.
Sistem pernafasan terdiri dari dua bagian yaitu sistem pernafasan atas
dan sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan bagian atas berfungsi pada
saat udara masuk ke tubuh dilakukan penyesuaian suhu dengan suhu tubuh,
disaring, dan dilembabkan. Sedangkan sistem pernafasan bagian bawah
berfungsi untuk menghantarkan udara yang masuk dari sistem pernafasan
bagian atas ke alveolus.

Gambar 1. Sistem Pernafasan Manusia

2.2


Definisi Pneumonia
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non3

mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain-lain) disebut pneumonitis.

Gambar 2. Paru dengan Pneumonia

2.3

Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan klinis dan epideologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di
masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan
yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia. Menurut
kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan
bakteri gram positif dan dapat pula bakteri atipik.
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi setelah
pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi
yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.
c. Pneumonia aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkio bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.yang
4

disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang bersal dalam tubuh
maupun di luar tubuh penderita.
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Penderita immunocompromised seperti penderita Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) seringkali mendapatkan infeksi
oportunistik yang disebabkan karena penurunan imunitas. Salah
satunya adalah Pneumocystis pneumonia (PCP) yang merupakan
penyakit oportunistik pada infeksi HIV (Human Immunodeficiency
Virus). Infeksi pneumonia ini disebabkan oleh jamur Pneumocystis
jiroveci.
2. Berdasarkan mikroorganisme penyebab:
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris.
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi
benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang
tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
5

c. Pneumonia interstisial

2.4

Etiologi Pneumonia
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam etiologi meliputi infeksi
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, parasit).
Penyebab paling sering pneumonia adalah bakteri dan virus. Penyebab yang
jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit. Selain
disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa disebabkan oleh hal lain (non
infeksi) misalnya bahan kimia atau benda asing yang teraspirasi, seperti:
a. Pneumonia Lipid: Disebabkan karena aspirasi minyak mineral.
b. Pneumonia Kimiawi: Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau
uap kimia seperti berillium.
d. Ekstrinsik alergik alveolitis: Inhalasi bahan debu yang mengandung
alergen seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas
debu di pabrik gula.
e. Pneumonia karena obat Nitofurantoin, busulfan, metotreksat.
f. Pneumonia karena radiasi

2.5

Patofisiologi Pneumonia
Pada keadaan sehat, pada paru-paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru-paru. Terdapatnya mikroorganisme di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
penyakit. Resiko infeksi di paru-paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran nafas.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru-paru dapat melalui
berbagai cara, yaitu inhalasi (penghirupan) mikroorgnisme dari udara yang
tercemar, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring,
penyebaran melalui pembuluh darah dari infeksi di organ tubuh yang lain,
migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
a. Virus
6

Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak.
Biasanya virus masuk kedalam paru-paru bersamaan droplet udara
yang terhirup melalui mulut dan hidung. Setelah masuk virus
menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini sering menunjukan
kematian sel, sebagian virus langsung mematikan sel atau melalui
suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis.Ketika sistem imun
merespon terhadap infeksi virus, dapat terjadi kerusakan paru-paru.
Sel darah putih, sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi sejenis
sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli. Kumpulan dari
sel yang rusak dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan
oksigen ke dalam aliran darah. Sebagai tambahan dari proses
kerusakan paru-paru, banyak virus merusak organ lain dan kemudian
menyebabkan fungsi organ lain terganggu. Virus juga dapat membuat
tubuh rentan terhadap infeksi bakteri. Untuk alasan ini, pneumonia
karena bakteri sering merupakan komplikasi dari pneumonia yang
disebabkan oleh virus. Pneumonia virus biasanya disebabkan oleh
virus seperti vitus influenza, virus syccytial respiratory (RSV),
adenovirus dan metapneumovirus. Virus herpes simpleks jarang
menyebabkan pneumonia kecuali pada bayi baru lahir. Orang dengan
masalah pada sistem imun juga berresiko terhadap pneumonia yang
disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV).
b. Bakteri
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang
berada di udara dihirup, tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru
melalui aliran darah ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh.
Banyak bakteri hidup pada bagian atas dari saluran pernapasan atas
seperti hidung, mulut dan sinus dan dapat dengan mudah dihirup
menuju alveoli. Setelah memasuki alveoli, bakteri mungkin
menginvasi ruangan di antara sel dan di antara alveoli melalui rongga
penghubung. Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrofil
yang adalah tipe dari pertahanan sel darah putih, menuju paru-paru.
Neutrofil menelan dan membunuh organisme yang berlawanan dan
7

mereka juga melepaskan sitokin, menyebabkan aktivasi umum dari
sistem imun. Hal ini menyebabkan demam, menggigil dan mual
umumnya pada pneumonia yang disebabkan bakteri dan jamur.
Neutrofil, bakteri dan cairan dari sekeliling pembuluh darah mengisi
alveoli dan mengganggu transportasi oksigen.
Bakteri sering berjalan dari paru-paru yang terinfeksi menuju
aliran darah menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal
seperti septik syok dengan tekanan darah rendah dan kerusakan pada
bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal dan jantung. Bakteri juga
dapat berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding dada (cavitas
pleura) menyebabkan komplikasi yang dinamakan empyema.
Penyebab paling umum dari pneumonia yang disebabkan bakteri
adalah Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negatif dan bakteri
atipikal. Penggunaan istilah “Gram positif” dan “Gram negatif”
merujuk pada warna bakteri (ungu atau merah) ketika diwarnai
menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram. Istilah
“atipikal” digunakan karena bakteri atipikal umumnya mempengaruhi
orang yang lebih sehat, menyebabkan pneumonia yang kurang hebat
dan berespon pada antibiotik yang berbeda dari bakteri yang lain.
Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada
hidung atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus
pneumoniae, sering disebut ”pneumococcus” adalah bakteri penyebab
paling umum dari pneumonia pada segala usia kecuali pada neonatus.
Gram positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah
Staphylococcus aureus. Bakteri Gram negatif penyebab pneumonia
lebih jarang daripada bakteri gram negatif. Beberapa dari bakteri gram
negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus
influenzae, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa dan Moraxella catarrhalis. Bakteri ini sering hidup pada
perut atau intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika muntahan
terhirup. Bakteri atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk

8

Chlamydophila

pneumoniae,

Mycoplasma

pneumoniae,

dan

Legionella pneumophila.
c. Fungi
Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi hal ini
mungkin terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang
disebabkan AIDS, obat-obatan imunosupresif atau masalah kesehatan
lain. Patofisiologi dari pneumonia yang disebabkan oleh jamur mirip
dengan pneumonia yang disebabkan bakteri. Pneumonia yang
disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh Histoplasma
capsulatum, Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jiroveci dan
Coccidioides immitis. Histoplasmosis paling sering ditemukan pada
lembah sungai Missisipi dan Coccidiomycosis paling sering
ditemukan pada Amerika Serikat bagian barat daya.
d. Parasit
Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru.
Parasit ini secara khas memasuki tubuh melalui kulit atau dengan
ditelan. Setelah memasuki tubuh,mereka berjalan menuju paru-paru,
biasanya melalui darah. Terdapat seperti pada pneumonia tipe lain,
kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang menyebabkan
ganguan transportasi oksigen. Salah satu tipe dari sel darah putih,
eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap infeksi parasit. Eosinofil
pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang
menyebabkan

komplikasi

yang

mendasari

pneumonia

yang

disebabkan parasit. Parasit paling umum yang dapat menyebabkan
pneumonia adalah Toxoplasma gondii, Strongioides stercoralis dan
Ascariasis.

2.6

Manifestasi Klinik Pneumonia
Gejala

dan

tanda

klinis

pneumonia

bervariasi

tergantung

mikroorganisme penyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya
penyakit. Gejala yang terjadi pada pasien pneumonia sering kali disertai
batuk. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya
9

akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuningkuningan, kehijau-hijauan. Orang dengan pneumonia, batuk dapat disertai
dengan adanya darah,sakit kepala,atau mengeluarkan banyak keringat dan
kulit lembab. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi,
peningkatan suhu tubuh dan menggigil. Selain itu pasien mengalami
peningkatan frekuensi pernafasan, sesak nafas yang ditandai dengan dinding
dada bawah tertarik kedalam atau nafas cepat 40-50 kali/per menit, nyeri dada
seperti pada pleuritis, nyeri tajam atau seperti ditusuk, tanda konsolidasi paru
(pekak pada perkusi, peningkatan fremitus, esofonia, suara nafas bronkhial
dan ronkhi).
Gejala-gejala umum yang biasa ditemukan pada kondisi pneumonia
seperti

batuk produktif, demam yang disertai menggigil bergetar, sulit

bernapas, nyeri dada yang tajam atau menghunjam selama menarik napas
dalam-dalam, dan peningkatan laju respirasi. Tanda-tanda dan gejala khusus
pada anak-anak balita yaitu demam, batuk, dan napas yang cepat atau sulit.
Tanda-tanda dan gejala yang lebih parah meliputi: kulit biru, rasa haus
berkurang, konvulsi, muntah-muntah yang menetap, suhu ekstrim, atau
penurunan tingkat kesadaran.

2.7

Komplikasi Pneumonia
Pneumonia bisa disembuhkan. Namun terdapat beberapa kelompok
orang yang lebih berisiko mengalami komplikasi, seperti lansia dan balita.
Sejumlah komplikasi yang mungkin terjadi adalah:


Infeksi darah. Kondisi ini terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke
dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ-organ lain. Infeksi
darah berpotensi menyebabkan terjadinya gagal organ.



Abses paru atau lubang bernanah yang tumbuh di jaringan paru-paru.
Abses umumnya dapat ditangani dengan antibiotik, namun terkadang juga
membutuhkan prosedur operasi untuk membuang nanahnya.



Efusi pleura, yaitu kondisi di mana cairan memenuhi ruang di sekitar paruparu.

10

2.8

Prognosis Pneumonia
Semua orang bisa terserang penyakit ini. Tetapi, pneumonia umumnya
ditemukan dan berpotensi untuk bertambah parah pada:


Bayi serta anak-anak di bawah usia 2 tahun



Lansia di atas 65 tahun



Perokok



Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah, misalnya pengidap
HIV atau orang yang sedang menjalani kemoterapi



Pengidap penyakit kronis, seperti asma atau penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK).



Pasien di rumah sakit, terutama yang menggunakan ventilator.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
o

suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C, batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan
nyeri dada.
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
11

tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia

lobaris

tersering

disebabkan

oleh

Steptococcus

pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.

2.10 Tujuan, Strategi, dan Tatalaksana Terapi
2.10.1.

Tujuan Terapi
1. Menghilangkan organisme pengganggu dengan pemilihan
antibiotik yang sesuai. Pemilihan antibiotik yang tepat dan
lengkap sebagai tujuan terapi untuk pneumonia.
2. Meminimalisir morbiditas.
3. Meminimalisir obat-obat yang dapat mengganggu disfungsinya
organ ginjal,paru, dan hati.
4. Kasus radang virus pneumoni yang self limiting, dari antivirus
influenza pneumonia (amantadine atau rimatadine) pemulihan
dapat dipercepat.
5. Terapi dengan biaya yang hemat.
6. Penggunaan obat secara oral atau parenteral jika dimungkinkan.
7. Mendorong untuk lebih perawatan jalan daripada rawat inap.

2.10.2.

Strategi Terapi
12

Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama
seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika
yang dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas
sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui,
antibiotika diubah menjadi antibiotika yang berspektrum sempit
sesuai patogen.
a. Terapi antibiotika awal:

menggunakan tebakan terbaik

berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan
organism, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 1272 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas
antibiotika.
b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan
PaO2 > 8 kPa (SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi
non invasive (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis
mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan
bronkoskopi membantu bersihan sputum.
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan
tetapi karena beberapa alasan yaitu penyakit yang berat dapat
mengancam jiwa dan bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum
tentu sebagai penyebab pneumonia. Hasil pembiakan bakteri
memerlukan waktu maka pada penderita pneumonia dapat diberikan
terapi secara empiris.
2.10.3.

Tatalaksana Terapi
Pengobatan pada pneumonia dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Terapi Non Farmakologi
a. Pemberian oksigen pada pasien yang menunjukkan tanda
sesak, hipoksemia. Pemberian oksigen dapat diberikan
13

dengan nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetri.
Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi
mekanik.
b. Bronkhodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme.
c. Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum.
d. Hidrasi yang cukup
e. Nutrisi yang memadai
f. Hindari merokok, karena asap rokok (aktif maupun pasif)
dapat menimbulkan bronkokontriksi dan memperburuk
pernapasan
g. Kontrol pola hidup sehat seperti menghindari kegemukan
dan lakukan kegiatan fisik (senam asma).
2. Terapi Farmakologi
Awalnya penggunaan antibiotik empiris spektrum luas
yang relatif efektif terhadap bakteri patogen setelah sesuai
kultur dan spesimen untuk evaluasi laboratorium telah
diperoleh.

Beberapa

faktor

yang

membantu

untuk

mendefinisikan potensial patogen yang terlibat termasuk usia
pasien, riwayat sebelum dan saat pengobatan, penyakit yang
mendasari, fungsi organ utama, dan kehadiran status klinis.
Faktor-faktor ini harus dievaluasi untuk memilih ketepatan dan
keefektifan rejimen empiris,antibiotik serta rute yang paling
tepat untuk pemberian obat (oral atau parenteral).
Tabel 1. Terapi Antibiotik Empiris untuk Pasien Penderita Pneumonia

14

a. Antibiotika pada Pneumonia
i. Golongan Betalaktam


Sefalosporin
Sefalosporin memiliki aktivitas antimikroba
yang luas dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah
reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif
terhadap kuman Gram-positif maupun Gramnegatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing
derivat bervariasi. Sefalosporin dibagi menjadi 4
generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya,
yang secara tidak langsung juga sesuai dengan
urutan

masa

sefalosporin

pembuatanyya.
yang

lazim

Dewasa

digunakan

ini
dalam

pengobatan, telah mencapai generasi keempat.
o

Sefalosporin generasi pertama
Terutama aktif terhadap kuman gram positif.
Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S.
aureus

dan

streptococcus

termasuk

S.

pyogenes, S. viridans, dan S. pneumoniae.
15

Mikroba yang resisten antara lain S. aureus
resisten metisilin (MRSA), S. epidermis dan S.
faecalis. Sefaleksin, sefradin, dan sefadroksil
aktif pada pemberian per oral.
o

Sefalosporin generasi kedua
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri
gram positif dibandingkan dengan generasi
pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman
gram negatif. Misalnya H. influenzae, P.
mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Sebagian
senyawa juga aktif terhadap kelompok B.
Fragilis. Sefalosporin generasi ini kurang aktif
terhadap bakteri gram positif, terlebih pada
Enterococcus atau Pseudomonas aeruginosa.
Kelompok ini antara lain: sefprozil, sefaklor,
sefamandol, sefoksitin, sefotetan, sefmetazol,
dan sefuroksim. Sefoktisin aktif terhadap
kuman anaerob. Golongan ini yang biasa
digunakan pada pengobatan pneumonia adalah
sefuroksim dengan dosis 500 mg tiap 12 jam
selama 7 hari, 750-1,5g IV tiap 12 jam (AHFS)
dan sefprozil dengan dosis 250-500 mg tiap 12
jam selama 10 hari..

o

Sefalosporin generasi ketiga
Golongan

ini

dibandingkan

umumnya
dengan

kurang

generasi

aktif

pertama

terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih
aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk
strain penghasil penisilinase. Keuntungan dari
sefalosporin golongan ini adalah peningkatan
aktivitasnya melawan bakteri gram negatif. Ciri
penting lain generasi ini adalah kemampuannya
16

untuk mencapai sistem saraf pusat dan cairan
spinal

dengan

Kelompok

ini

konsentrasi
antara

lain:

yang

cukup.

sefoperazon,

sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefiksim,
sefotiam,

sefpodoksim

dan

seftributen.

Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih
panjang dibandingkan sefalosporin yang lain,
sehingga cukup diberikan satu kali sehari.
Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P.
Aeruginosa. Antibiotika golongan ini yang
biasa digunakan pada pengobatan pneumonia
adalah

sefpodoksim,

seftriakson

dan

sefotaksim. Dosis sefotaksim 1g IV tiap 6-8
jam. Dosis seftriakson 1g IV tiap 12 jam. Dosis
sefpodoksim 200 mg tiap 12 jam selama 10
sampai 14 hari.
o

Sefalosporin generasi keempat
Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim)
mempunyai spektrum aktivitas lebih luas dari
generasi ketiga dan lebih stabil terhadap
hidrolisis oleh betalaktamase. Antibiotika
tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi
kuman yang resisten terhadap generasi ketiga



Penisilin
Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua
yang memiliki aksi bakterisid dengan mekanisme
kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba.
Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan
menghasilkan efek bakterisid (Gan,V.H.S., 2007).
Obat golongan penisilin yang digunakan dalam
17

terapi pneumonia komunitas adalah amoksisilin.
Dosis dewasa untuk amoksisilin yaitu 500mg setiap
8 jam atau 875 mg tiap 12 jam (AHFS).
ii.

Golongan Kuinolon
Kuinolon baru (gatifloksasin, moksifloksasin,
gemifloksasin dan levofloksasin) mempunyai daya
antibakteri yang cukup baik terhadap kuman gram
positif, gram negatif, dan kuman atipik penyebab infeksi
saluran nafas bawah. Uji klinik menunjukkan bahwa
kuinolon baru ini efektif untuk community acquired
pneumonia. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat
berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat,
cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai
peran dalam terapi gramnegatif infeksi saluran kencing.
Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari
pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin,
lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivitas
yang lebih luas untuk terapi infeksi communityacquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi
ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai
preparat

parenteral

yang

memungkinkan

penggunaannya secara luas baik tunggal maupun
kombinasi dengan agen lain.
Obat golongan ini yang biasa digunakan untuk
pneumonia

adalah

levofloksasin,

moksifloksasin,

gemifloksasin dan gatifloksasin. Dosis levofloksasin
untuk pengobatan pneumonia komuniti 500 mg sekali
setiap 24 jam selama 7-14 hari. Atau, 750 mg sekali
setiap 24 jam selama 5 hari dapat digunakan untuk
pengobatan pneumonia komuniti disebabkan oleh S.
pneumoniae (strain penisilin-rentan), Haemophilus
influenzae,

H.
18

parainfluenzae,

Chlamydophila

pneumoniae, atau Mycoplasma pneumoniae. Ketika
digunakan dalam rejimen empiris untuk pengobatan
pneumonia komuniti, Infectious Diseases Society of
America (IDSA) dan American Thoracic Society (ATS)
merekomendasikan levofloksasin yang diberikan dalam
dosis 750 mg sekali sehari. Untuk pengobatan
pneumonia nosokomial pada orang dewasa, dosis biasa
levofloksasin 750 mg sekali sehari selama 7-14 hari.
Dosis moksifloksasin 400 mg per hari selama 7-14 hari.
Dosis gemifloksasin 320 mg per hari selama 7 hari.
iii.

Golongan Makrolida
Terdiri

dari

eritromisin,

klaritromisin

dan

azitromisin. Kadar azitromisin yang tercapai dalam
serum setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi kadar
di jaringan dan sel fagosit sangat tinggi. Obat yang
disimpan di jaringan ini kemudian dilepaskan perlahan
lahan sehingga dapat diperoleh masa paruh eliminasi
sekitar 3 hari. Dengan demikian obat cukup diberikan
sekali sehari dan lama pengobatan dapat dikurangi.
Absorbsinya berlangsung cepat namun terganggu bila
diberikan bersama dengan makanan. Obat ini tidak
menghambat antikrom P-450 sehingga praktis tidak
menimbulkan interaksi obat. Obat golongan ini yang
biasa digunakan untuk pneumonia adalah azitromisin,
klaritromisin dan eritromisin. Dosis klaritromisin 250
mg tiap 12 jam selama 7-14 hari. Dosis azitromisin 500
mg sekali hari sebagai dosis awal dan dilanjutkan
dengan 250 mg sekali hari pada hari ke dua sampai hari
ke lima.

19

Tabel 2. Dosis Antibiotik untuk Terapi Bakteri Pneumonia

2.11 Monitoring Terapi Pneumonia
Setelah dilakukan terapi, parameter klinis tetap harus di monitor untuk
memastikan kemanjuran dan keamanan regimen terapi. Pada pasien
pneumonia ringan sampai berat harus dilakukan pemantauan mengenai waktu
resolusi batuk, produksi sputum, demam serta gejala- gejala konstitusional
lainnya seperti mual, muntah, dan kelesuan. Pada pasien pneumonia
nosokomial parameter tambahan pelu dilakukan yaitu WBC dan anallisa gas
darah. Selanjutnya, kemungkinan perlunya terapi antijamur (amfoterisin B)
harus dipertimbangkan. Beberapa resolusi gejala harus diamati dalam waktu
2 hari mulai terapi antibiotik yang tepat, dengan resolusi lengkap di harapkan
dalam waktu 10 sampai 14 hari.

2.12 Algoritme Terapi Pneumonia

20

Gambar 3. Algoritma Terapi Pneumonia

2.13 Pencegahan Pneumonia
Pencegahan pneumonia dapat kita lakukan dengan langkah-langkah
sederhana. Beberapa di antaranya adalah:


Menjalani vaksinasi. Vaksin merupakan langkah penting agar kita
terhindar dari pneumonia maupun penyakit lain. Harap diingat bahwa

21

vaksin pencegah pneumonia bagi orang dewasa berbeda dengan anakanak.


Menjaga agar sistem kekebalan tubuh tetap kuat. Misalnya dengan teratur
berolahraga, cukup istirahat, serta menerapkan pola makan yang sehat dan
seimbang.



Menjaga kebersihan agar terhindari dari penyebaran virus, seperti sering
mencuci tangan.



Jangan merokok karena asap rokok dapat merusak paru-paru sehingga
lebih mudah terinfeksi.



Hindari

konsumsi

minuman

beralkohol

secara

berlebihan

dan

berkepanjangan. Kebiasaan ini juga akan menurunkan daya tahan paruparu Anda sehingga Anda lebih rentan terkena pneumonia beserta
komplikasinya.

22

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Gejala
penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara
mendadak.

3.2

Saran
Diharapkan agar makalah ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi pembaca, terutama mengenai pneumonia, serta penanganan
dan pengobatan penyakit tersebut sehingga mampu menentukan dan
merekomendasikan terapi yang tepat pada pasien. Apabila terdapat kesalahan
dalam makalah ini, mohon dapat dimaafkan. Kritik dan saran dari pembaca
sangat berarti bagi penulis.

23

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff Hood. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: EGC.
Elizabeth J. Corwin R. 2001. Handbook of Pathophysiology. Jakarta: EGC.
Hartanto H. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:Edisi 6,
volume 2. Jakarta: EGC.
Irman Somantri. 2009. Gangguan Pada Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.
Price Anderson Sylvia and Milson Mc Carty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2,
Edisi 4. EGC : Jakarta.
Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Zul Dahlan. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

24