DISERTASI REVISI BULAN mei docx

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kebijakan pendidikan yang dibuat oleh

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah No. 10 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan
Pendidikan, selanjutnya perda ini disosialisasikan sebagai Kalteng Harati yang
bermakna penyelengaraan pendidikan Kalimantan Tengah yang berkarakter.
Kebijakan ini dibuat adalah untuk menciptakan pendidikan berkualitas dan
terakses serta merata, meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas atau
mutu dan relevansi, kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan
dan meningkatkan pemenuhan 8 (delapan) standar nasional pendidikan (standar
isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga
kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar pengelolaan; standar
pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan). Kebijakan tersebut dibuat untuk

mencapai visi pembangunan Kalimantan Tengah tahun 2010-2015 yaitu
“meneruskan dan menuntaskan pembangunan Kalimantan Tengah agar rakyat
lebih sejahtera dan bermartabat demi kejayaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)”.
Dalam hal ini Dinas Pendidikan merupakan penggerak pencapaian
kebijakan tersebut. Program yang dibuat seharusnya mampu mengatasi
persoalan pendidikan ditengah keterbatasan sumberdaya. Fakta dilapangan
menyebutkan bahwa terdapat permasalahan mengenai (1) masih banyaknya
guru tidak pernah mendapatkan pelatihan; (2) tingkat kesejahteraan guru
terutama yang bertugas di daerah pedalaman atau terpencil sangat kurang; (3)

1

2

adanya siswa berprestasi yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena
faktor ekonomi tidak mampu; dan (4) kurangnya buku pelajaran pegangan siswa,
guru dan perpustakaan sangat kurang dan tidak sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
Seperti diketahui bersama bahwa pendidikan merupakan dasar untuk

mencapai kemajuan dimasa depan. Visi Provinsi Kalimantan Tengah yang ingin
membangun pendidikan berkualitas dan terakses serta merata harus mempunyai
muara yang jelas. Kualitas dalam bidang pendidikan, terakses, serta merata di
seluruh wilayah Kalimantan Tengah pastilah memerlukan usaha keras dan
prioritas pemerataan. Keterbatasan sumberdaya merupakan permasalahan
krusial sehingga prioritas pemerataan harus dibuat setahap demi setahap,
sehingga proses pemerataan pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh penduduk
Kalimantan Tengah.
Pendidikan menempati posisi penting dalam pembangunan sebuah
bangsa. Pendidikan memberikan kontribusi pemecahan terhadap persoalan yang
tidak bisa dipecahkan oleh masyarakat modern. Oleh karenanya, salah satu
kebijakan dasar bangsa yang progresif, harus membangun, menyediakan, dan
mendukung kualitas pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan kekinian warga
negaranya (John & Morphet, 1975). Pemerintah melalui kebijakan pendidikan
mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang berperan menampilkan
keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional dibidang
masing-masing.
Terdapat empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang perlu
direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah. Menurut Sidi (2000)
mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang

perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah. Hal tersebut berkaitan
dengan peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan

3

pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan dan pemerataan pelayanan
pendidikan. Keempat hal itu dijelaskan sebagai berikut:
1) Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan
tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus
nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar
kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah
akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan
standar minimal, normal (mainstrem), dan unggulan.
2) Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada
pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan
yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumberdaya yang
tersedia bagi terciptanya tujuan pendidikan yang diharapkan.
3) Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis
masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada
level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui

komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru
senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat dan perwakilan siswa. Peran
komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi
program kerja sekolah.
4) Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang
berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan
pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan
dengan adanya standar kompetensi minimal serta pemerataan pelayanan
pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.
Disadari atau tidak, pendidikan mampu mengubah paradigma dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kurangnya kompetensi
dan daya saing juga dapat diubah melalui pendidikan sehingga jika Indonesia
menginginkan kompetensi dan daya saing sumberdaya manusianya meningkat
maka pendidikan harus mendapatkan porsi prioritas. Prioritas disini dimaksudkan
agar pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih, baik dalam segi sumber
daya (potensi) untuk pendidikan itu sendiri maupun penunjang lainnya.
Pendidikan sebagai proses dalam kehidupan memang sudah semestinya
mendapatkan ruang yang lebih luas dalam arti yang sebenarnya.
Pemetaan pendidikan untuk kebutuhan masyarakat memegang peranan
penting dalam penentuan kualitas pendidikan, menentukan prioritas

pembangunan pendidikan terutama untuk daerah yang tidak mempunyai sekolah
atau sekolah dengan sarana dan prasarana yang tidak lengkap. Alur ini menjadi

4

sangat penting dalam pencapaian program pendidikan di Provinsi Kalimantan
Tengah.
Dalam pendidikan, hal penting yang tidak bisa diabaikan adalah
pentingnya sumber daya (terutama manusia) yang harus mendapat perhatian
serius dari semua stakeholder. Meningkatkan mutu sumber daya manusia harus
melalui proses pendidikan pula, bukan secara tiba-tiba untuk menyesuaikan
dengan perkembangan lingkungan yang semakin hari semakin cepat. Proses
peningkatan kualitas sumberdaya ini akan mampu mengadopsi perubahan dan
memampukan anak didik untuk mengikuti perubahan atau bahkan bisa membuat
perubahan ketika berkarya di tengah masyarakat.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam membuat kebijakan
pendidikan dimana faktor tersebut mencakup pembentukan jiwa belajar seumur
hidup bagi semua warga masyarakat, otonomi pendidikan yang dilakukan oleh
institusi pendidikan, peningkatan kualitas tenaga pendidik, ketersediaan
anggaran pendidikan, sarana dan prasarana, mutu pendidikan yang dihasilkan,

kesetaraan pendidikan dan kesempatan pendidikan bagi semua warga
masyarakat Kalimantan Tengah. Kualitas pendidikan seperti yang disebutkan
dalam Kalteng Harati harus mempunyai makna, kualitas pendidikan tidak
semata-mata pada pencapaian kemampuan anak didik untuk menguasai
pelajaran yang diberikan oleh sekolah tetapi harus lebih luas maknanya.
Kurikulum pendidikan memegang peranan penting yaitu untuk mencapai tujuan
pendidikan. Penerapan sebuah kurikulum akan membawa implikasi pada
penerapan pembelajaran yang terarah sehingga tujuan dari pendidikan dapat
terencana dengan baik.
Pendidikan yang mengutamakan sumber daya manusia yang bermutu,
akan melahirkan outcome yang baik. Perubahan dapat terjadi jika sumber daya
manusia pada tenaga pendidik dapat menstransfer ilmu pengetahuan dan akhlak

5

kepada anak didik. Hal ini membutuhkan proses yang cukup panjang dan dapat
melihat hasilnya 5 atau 10 tahun mendatang. Proses pendidikan ini mampu
merubah anak didik sesuai dengan tujuan pembangunan bangsa.
Secara umum, jika sumber daya manusia telah dipersiapkan secara
matang dan profesional, maka hal tersebut dapat memberikan dampak pada

peningkatan mutu pendidikan. Hal yang menunjang dalam peningkatan mutu
pendidikan bukan fasilitas gedung ataupun sinkronisasi antara kompetensi
dengan sistem saja. Justru penunjang utama yaitu sumber daya manusia,
peserta didik, proses, konteks, serta hasil pendidikan itu sendiri yang
menentukan kesuksesan mutu pendidikan dalam sebuah Negara (Winarno
2003). Hal itu menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang menjadi penentu
dalam pendidikan. Dengan meningkatkan mutu sumber daya manusia yang
handal, serta berkompetensi dalam bidangnya, maka pendidikan akan semakin
berkembang dan maju.
Pemerintah dalam hal ini harus benar-benar memperhatikan secara
serius persoalan pendidikan. Bangsa yang maju, tidak terlepas dari kemajuan
pendidikannya. Sistem pendidikan yang ada patut dibenahi oleh semua pihak
yang berwenang. Pendidikan untuk kemajuan, itulah yang harus dicanangkan.
Pendidikan untuk kemajuan dalam hal ini tentu saja bukan untuk golongan atau
etnis tertentu, tetapi, pendidikan untuk kemajuan bersama yaitu kemajuan
bangsa dan kemajuan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan yang berkualitas, mudah diakses, serta merata pada semua
lapisan masyarakat adalah sebuah dambaan bagi setiap masyarakat Indonesia
dan sekaligus merupakan amanat penting yang harus diwujudkan oleh negara
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang

diamanahkan di dalam pembukaan UUD 1945. Berkenaan dengan itu di dalam
amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

6

telah diatur dengan tegas antara lain pada Bab XIII pasal 31 ayat 1: setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan; ayat 2: setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; ayat 3:
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan Undang Undang; ayat 4: negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN serta dari APBD
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; ayat 5:
pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Jika kita cermati pasal 31 ini sungguh sangat dalam maknanya, dimana
pasal ini mengamanatkan betapa penting dan mendesaknya persoalan “hak”
bagi setiap warga negara Republik Indonesia untuk memperoleh jaminan

pelayanan pendidikan yang berkualitas dan dapat diakses dengan mudah,
merata dan tidak ada diskriminasi. Sebagaimana tujuan pendidikan nasional
pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu “mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab” sangat jelas
bahwa sesungguhnya kualitas pendidikan tidak hanya ditujukan untuk
mengembangkan aspek intelektual tetapi juga mengembangkan karakter
kepribadian peserta didik. Pendidikan nasional yang bermutu tidak hanya
dicirikan dengan kemampuan lulusan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tetapi juga dalam memiliki keimanan dan ketaqwaan, etika, estetika

7

dan kepribadian yang dapat mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang
modern dan madani.
Selama beberapa dekade ini dipahami bahwa pendidikan sebagai
bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat. Dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public
service atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang tidak

memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, dan karenanya
tidak perlu memperoleh anggaran yang cukup untuk pembangunan pendidikan.
Di samping itu juga, tidak menarik untuk menjadi tema utama dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Pemerintah berkeyaninan bahwa pendidikan merupakan pondasi bagi
kemajuan pembangunan di segala sektor. Penetapan minmal anggaran Negara
sebesar 20% untuk sektor pendidikan penulis pahami sebagai cara berpikir
pemerintah memahami dan memposisikan manusia sebagai kekuatan utama
sekaligus prasyarat bagi kemajuan pembangunan sektor-sektor pembangunan
lainnya. Pemikiran ilmiah dalam pidato Theodore Schultz (1960) menyatakan
bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan
bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga
merupakan suatu investasi. Perkembangan tersebut telah memengaruhi pola
pemikiran berbagai pihak, termasuk pemerintah, perencana, lembaga-lembaga
internasional, para peneliti dan pemikir modern lainnya, serta para pelaksana
dalam pembangunan sektor pendidikan dan pengembangan SDM. Di negaranegara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai
investasi modal manusia (human capital investment), dan menjadi "leading
sector" atau salah satu sektor utama. Oleh karenanya perhatian pemerintah
terhadap pembangunan sektor ini harus sungguh-sungguh, sehingga terwujud
pada adanya komitmen politik anggaran sektor pendidikan yang tidak kalah


8

dengan sektor lainnya akibatnya keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi
dengan kemajuan pembangunan makronya.
Beberapa peneliti neoklasik lain, telah dapat meyakinkan kembali secara
ilmiah akan pentingnya manusia yang terdidik guna menunjang pertumbuhan
ekonomi secara langsung pada seluruh sektor pembangunan makro lainnya.
Atas dasar keyakinan ilmiah itulah, akhirnya Bank Dunia kembali merealisasikan
program bantuan internasionalnya di berbagai negara. Kontribusi pendidikan
terhadap pertumbuhan ini menjadi semakin kuat setelah memperhitungkan efek
interaksi antara pendidikan dan investasi fisik lainnya. Artinya, investasi modal
fisik akan berlipat ganda nilai tambahnya di kemudian hari jika pada saat yang
sama dilakukan juga investasi sumber daya manusia (SDM), yang secara
langsung akan menjadi pelaku dan pengguna dalam investasi fisik ini.
Sekarang telah diakui oleh banyak negara bahwa pengembangan
sumber daya manusia suatu negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran,
pertumbuhan dan untuk penggunaan yang efektif atas sumber daya modal
fisiknya. Investasi dalam bentuk modal manusia adalah suatu komponen integral
dari semua upaya pembangunan. Pendidikan harus meliputi suatu spektrum
yang luas dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Sejak awal para ekonom sering mengaitkan antara pendidikan (tempat
melakukan pengembangan sumber daya manusia) dan pertumbuhan ekonomi.
Adam Smith sebagai ekonom terkenal menitikberatkan pada tindakan
pengembangan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan agar bakat
seseorang dapat meningkat, sehingga berguna bagi dirinya maupun masyarakat.
Kegagalan untuk memperlakukan sumber daya manusia dengan tegas seperti
suatu modal, sebagai sesuatu yang dihasilkan, sebagai satu produk investasi,
telah membantu perkembangan retensi dari dugaan klasik dari bekerja keras
sebagai satu kapasitas untuk pekerjaan manual yang memerlukan sedikit

9

pengetahuan dan keterampilan, sehingga pekerja hanya dibekali tentang
kesamaan.
Sarana prasarana pendidikan akhir-akhir ini berkembang secara pesat.
Persoalan pokok yang perlu mendapat perhatian adalah pertanggungjawaban
pengelolaannya. Apakah sudah mengarah pada pembentukan human capital, di
mana lulusan benar-benar memiliki: keterampilan-keterampilan, kemampuan
kognitif yang dapat dikembangkan secara mandiri, keuletan ketakwaan, motivasi,
kepribadian, loyalitas, kesetiakawanan, berjiwa sosial, dan lain-lainnya. Dari
banyak penelitian (Schultz, Harbison dan lain-lain) membuktikan bahwa
pendidikan yang efisien (efektif & ekonomis) berdampak pada kemampuan
tenaga kerja dalam berperan di bidangnya masing-masing. Akibat lebih lanjut
hasil kerja mereka akan optimum, sehingga lembaga di mana mereka bekerja
meningkat produktifitasnya. Dengan peningkatan produktivitas ini jelas akan
mengangkat produktivitas nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi
dan bidang lain pun akan mengalami kenaikan.
Realita ini telah membuktikan bahwa melakukan pembangunan di
bidang pendidikan adalah salah satu kunci utama bagi pertumbuhan ekonomi
dan percepatan pencapaian kesejahteraan masyarakat. Di Jepang dan negara
tetangganya Korea dan Taiwan telah membuktikan terjadi kenaikan pendapatan
perkapita sehubungan dengan adanya peningkatan pendidikan. Hal ini
hendaknya dijadikan contoh nyata dalam mengambil kebijakan dalam
pembangunan. Dengan mengesampingkan pembangunan di dunia pendidikan
akan berakibat runtuhnya pondasi atau dasar pembangunan bangsa. Investasi
pada dunia pendidikan merupakan investasi yang tidak dapat dituntut untuk
menghasilkan barang dalam waktu dekat. Pengalokasian dana di dunia
pendidikan akan berdampak pada pembangunan di sektor apa pun dalam waktu
yang lama. Tuntutan hasil pertumbuhan ekonomi dan lainnya sebagai keluaran

10

dunia pendidikan akan berjalan setapak demi setapak. Pada diri manusia yang
telah terdidik terbentuk kemampuan dasar untuk pengembangan diri sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu, manusia terdidik dapat melakukan
pembelajaran sendiri sehingga kemampuannya dapat meningkat terus. Hal
seperti ini, menuntut kesabaran dan ketelitian dalam studi yang mengukur
efisiensi penanaman modal di dunia pendidikan.
Lembaga pendidikan sebagai sarana penting pembentuk manusia di
masa depan dalam operasionalnya tidak dapat dilepaskan dari unsur pendanaan.
Masing-masing negara mempunyai prospektif yang berbeda terhadap fungsi
lembaga pendidikan. Konsekuensinya pengalokasian anggaran pendidikan juga
berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat kesadaran pejabat negara atas
kepentingan lembaga pendidikan, semakin tinggi penetapan anggaran
pendidikan dalam kebijakannya, demikian sebaliknya (kesadaran pejabat negara
terhadap kepentingan pendidikan mempunyai hubungan positif dengan besar
anggaran dunia pendidikan). Sumber pembiayaan pendidikan dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu dari pemerintah dan masyarakat. Pihak
pemerintah pun dapat dikelompokkan menjadi pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Adapun di kalangan masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai:
masyarakat umum dan orang tua siswa. Mengingat adanya beberapa pihak
yang harus terlibat dalam hal penyandang dana pendidikan maka perlu dicermati
unsur kejelasan dalam kontribusinya.
Anggaran pendidikan di Indonesia pernah mengalami hal yang sangat
memprihatinkan. Pada tahun 1995/1996 mencapai 13,8% dari APBN, mengalami
penurunan pada tahun 2000 menjadi 5,6% dan turun kembali pada tahun 2001
menjadi 3,8%. Pada tahun 2004 DPR telah menetapkan anggaran pendidikan
dan hendaknya merealisasikan amanah UU Sistem Pendidikan Nasional yaitu
sebesar 20%. Namun jumlah ini baru dapat terealisasi pada tahun 2008, dengan

11

berbagai ketidaksiapan pelaksanaannya, sehingga menimbulkan banyak
polemik.
Pendidikan kejuruan menuntut adanya anggaran yang tinggi, karena
dana untuk mendukung terlaksananya praktik sangat besar. Di samping itu
peralatan yang digunakan praktik harus mengikuti perkembangan teknologi,
sehingga penggantian mesin-mesin atau alat-alat praktik berganti terus. Semakin
maju dan cepat perkembangan teknologi, semakin cepat pula penggantian
peralatan praktikum. Pendidikan di bidang eksakta yang memerlukan praktik
maupun workshop mempunyai tipe yang sama dengan pendidikan kejuruan
dalam masalah penyediaan alat-alat praktikum. Di samping peralatan yang harus
cepat disesuaikan dengan perkembangan teknologi, bahan-bahan yang akan
digunakan untuk praktik pun tidak murah.
Permasalahan pendidikan yang dihadapi Pemerintah Indonesia
memang sangat kompleks, selain menyediakan pendidikan bagi penduduk usia
belajar yang jumlahnya begitu besar, kita menghadapi perubahan dan
perkembangan teknologi dan informasi yang begitu deras, yang tidak diimbangi
peningkatan mutu sumber daya pembelajaran, termasuk dalam hal peningkatan
mutu guru, kurikulum, alat pembelajaran, dan lainnya.
Ketertinggalan dalam hal mutu sumber daya pembelajaran ini tidak
lepas dari kebijakan pemerintah. Melihat kompleksnya isu pendidikan yang
dihadapi pada Abad 21 ini dan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini,
diperlukan kajian terhadap sistem pendidikan di Indonesia beserta kebijakan
yang mendukungnya.
Kebijakan pemerintah yang perlu dikaji adalah kebijakan dalam bentuk
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, serta keputusan
direktur jenderal dan untuk lokal Kalimantan Tengah disempitkan pada kajian
kebijakan pendidikan yang dilakukan. Banyak permasalahan pendidikan yang

12

dapat diidentifikasi dari masalah yang disebabkan oleh kebijakan pendidikan
yang ada, termasuk isu-isu pendidikan yang berkembang. Kelemahan
peningkatan pendidikan yang telah dilaksanakan pada periode 1998-2004
terletak dari sudut pandang pengelolaan pendidikan.
Pendidikan membutuhkan proses yang panjang, bukan hanya targettarget instan yang tak akan bertahan dalam jangka panjang apalagi berhenti
pada angka capaian ujian. Saat ini capaian rata-rata nilai ujian nasional murni
tahun 2010/2011 adalah 6,8 atau peringkat 32 diantara seluruh Provinsi di
Indonesia. Tujuan pendidikan yang terdapat dalam undang-undang tidak dapat
dilaksanakan dengan sudut pandang pragmatis atau realistis. Mutu pendidikan di
Indonesia tidak akan dapat melampaui mutu pendidikan negara lain, atau tujuan
pendidikan nasional tidak akan dapat dicapai tanpa perencanaan jangka panjang
dan jangka menengah yang berkesinambungan.Tujuan pendidikan selama ini
tidak pernah diterjemahkan secara operasional. Kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan secara relevan,
efisien, dan efektif akan mampu mendukung terlaksananya fungsi pendidikan
nasional untuk mencerdaskan bangsa dan memajukan budaya nasional.
Peningkatan mutu pendidikan dari segi pelayanan pembelajaran belum disentuh.
Pembuatan kebijakan tidak harus selalu berasal dari pihak berwenang di
tingkat pusat seperti hasil penelitian Ball (2007) bahwa pihak sekolah harus
dilibatkan dalam pembuatan kebijakan dan didukung penuh oleh pemerintah
(Fincher; 2007) agar tidak terjadi kesenjangan kebijakan sebagai retorika dan
dari kenyataan (Ng Pak Tee; 2008). Penelitian terdahulu juga menyajikan
mengenai reformasi pendidikan yang terjadi di China (Sun; 2010).Penelitian
terdahulu yang berasal dari dalam negeri membahas tentang kebijakan Bantuan
Operasional Sekolah/BOS sebagai bagian dari kebijakan pendidikan gratis yang
dicanangkan oleh pemerintah. (Ndolo, 2010), implementasi kebijakan sistem

13

pendidikan nasional (Maskuri; 2006), pendidikan kejuruan dengan sistem
kemitraan antara dunia usaha industri, Sekolah Menengah Kejuruan dan Majelis
Sekolah dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan oleh
Yunus (2006) dan perencanaan jangka panjang agar tujuan pendidikan tercapai
seperti yang dicita-citakan (Irianto; 2009).
Permasalahan diatas dikerucutkan pada isu besar yaitu mutu
pendidikan, kualitas guru, relevansi pendidikan, pemerataan pelayanan
pendidikan dan anggaran. Isu-isu tersebut harus dikelola dengan baik agar
capaian pendidikan dapat memberikan nilai tambah bagi Provinsi Kalimantan
Tengah. Hal ini semakin menarik ketika pada tahun 2010 muncul gagasan baru di
bidang pendidikan yang di namakan “Kalteng Harati” yang diartikan sebagai
Kalteng yang cerdas dan berkarakter. Program ini memiliki beberapa fokus
penting, yaitu masalah kesejahteraan guru, beasiswa untuk siswa berprestasi,
penyediaan dan pendistribusian buku-buku pelajaran serta meningkatkan
kualitas mutu belajar-mengajar. Seperti dikutip dari Harian Tabengan, Palangka
Raya, 1 Juli 2010 disebutkan bahwa lahirnya gagasan tersebut dilatarbelakangi
tiga persoalan mendasar yaitu hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2010, persoalan
keterbatasan guru yang masih terjadi di Kalimantan Tengah dan tantangan ke
depan yang lebih berat seiring makin gencarnya arus globalisasi.
Gagasan Kalteng Harati sesuai dengan visi Kementerian Pendidikan
Nasional untuk membentuk insan Indonesia, cerdas dan komprehensif dan
kebijakan pendidikan yang didasarkan pada lima pilar (5 K): ketersediaan,
keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian. Gagasan ini paralel dengan
gagasan Walikota untuk menjadikan Kota Palangka Raya sebagai kota
pendidikan, di samping sebagai kota jasa dan pariwisata. Harati, dalam bahasa
Dayak Ngaju atau Katingan lebih menunjukkan kepada suatu sikap, perilaku
yang tanggap keadaan. Harati mengandung unsur-unsur self awareness

14

(kesadaran diri), empati dan asertif. Sikap atau perbuatan demikian lahir dari
suatu kecerdasan dan kepekaan perasaan.
Agar suatu pendidikan dapat terarah dengan baik dan dapat mencapai
suatu tujuan yang diharapkan maka diperlukan suatu kebijakan yang terorganisir.
Dalam dunia pendidikan, para perumus kebijakan selain membuat kebijakan
sesuai dengan kondisi yang ada juga dapat memberikan peran yang besar dalam
memberikan koreksi terhadap berbagai ketidaktepatan dalam perumusan
berbagai kebijakan pendidikan yang telah dihasilkan oleh pemerintah selama ini.
Beberapa peraturan daerah yang telah berjalan guna meningkatkan
kualitas pendidikan di Kalimantan Tengah sebagaimana penulis kutip dari
website Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah, diantaranya adalah
upaya peningkatan mutu pendidikan dengan program Kurikulum PAUD
diarahkan pada perkembangan perilaku, dan kemampuan dasar anak usia
dini, kurikulum yang ditawarkan merujuk kepada panduan yang disusun
BSNP. Kurikulum SD/MI/Sederajat diarahkan untuk membentuk peserta
didik agar memiliki kemampuan membaca dan menulis, kecakapan
berhitung, kemampuan berkomunikasi, moral dan akhlak mulia; Kurikulum
yang ditawarkan merujuk kepada panduan yang disusun
BSNP;Pembelajaran bahasa asing seperti Inggris, Arab, Mandarin dan
sebagainya disampaikan secara aktif (active speaking) dalam pembelajaran
baik di dalam maupun di luar kelas;Mata pelajaran yang bersifat
keterampilan (skill) seperti seni, olahraga, kerajinan tangan, pertanian dan
sebagainya diarahkan kepada pembentukan kecakapan
psikomotorik;Kurikulum tambahan sebagai keunggulan madrasah/sekolah;
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dilakukan
berdasarkan materi ajar yang ditawarkan dalam kurikulum; Setiap satuan
pendidikan menetapkan format tentang Rencana Pelaksanaan

15

Pembelajaran (RPP);

Materi muatan lokal diarahkan untuk menunjang

kompetensi dasar dan mata pelajaran utama; danPenguatan kompetensi
dan skill peserta didik diarahkan pada potensi daerah atau kearifan lokal.
Kebijakan yang dilakukan adalah upaya untuk meningkatkan kelulusan
dengan program kompetensi lulusan diarahkan pada pembentukan sikap
mandiri, berani, bersosialiasi, berinteraksi dengan lingkungannya. Kompetensi
lulusan diarahkan pada peletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut. Kemudian peningkatan mutu pendidik juga cukup di perhatikan oleh
pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah hal ini tercermin dari beberapa program
pemerintah daerah yang mengacu pada peningkatan kualitas pendidik seperti
program rekruitmen tenaga pendidik harus memenuhi standar: a) lulusan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi; b)
berkualifikasi minimal sarjana/S1/D-IV; c) memiliki sertifikat profesi guru;

d)

memiliki minat dan bakat untuk menjadi guru; e) memiliki kepribadian yang
menarik dan unggul; f) sehat jasmani dan rohani; dan g)

lulus tes dan/atau

assesment skolasti.
Kemudian Kriteria untuk menjadi Kepala Sekolah SMP/MTs/SMA/MA
berstatus sebagai guru SMP/MTs, SMA/MA/SMK/MAK : diantaranya adalah
pengalaman mengajar di SMP/MTs, SMA/MA/ SMK/MAK minimal 5 tahun
menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah; memiliki kualifikasi akademik
minimal sarjana (S1)/D-IV kependidikan;khusus untuk kepala SMA/MA/SMK
sederajat diutamakan memiliki kualifikasi pendidikan magister (S2) dari
perguruan tinggi yang terakreditasi; memiliki kompetensi sebagai agen
pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku; berusia setinggi-tinggi 56
(lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala
sekolah/madrasah; memiliki kepangkatan serendah-rendahnya III/C bagi guru

16

pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru yang bukan PNS disetarakan dengan
kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang
dibuktikan dengan SK inpasing; memiliki kemampuan kepemimpinan dan
kewirausahaan di bidang pendidikan; lulus seleksi dan orientasi kepala sekolah
yang dibuktikan dengan sertifikat; lulus sertifikasi guru sesuai bidang;
memperoleh nilai baik sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai
(DP3) bagi PNS atau penilaian yangsejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua)
tahun terakhir; lulus uji kepatutan (fit and proper test) oleh tim pertimbangan
pengangkatan kepala sekolah.
Dalam setiap Program di atas didalamnya sudah cukup jelas terlihat
pengaturan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi Kalimantan Tengah. Jika
peraturan tersebut mampu dilaksanakan secara benar dan bijaksana, maka
pembangunan pendidikan akan merata, kesejahteraan pendidik dan tenaga
kependidikan terjamin serta mengalami peningkatan secara kualitas kerja dan
prestasi, dan lebih penting juga yaitu dukungan dalam peningkatan kualitas
peserta didik di setiap jenjang dan jenis pendidikan. Sehingga dengan sumber
daya manusia yang berkualitas, khususnya dalam hal ini pada aspek pendidikan
maka diharapkan mampu mendukung pengembangan daerah sekaligus
pembangunan nasional.
Dalam peraturan diatas dijelaskan secara rigit pasal per pasal mengenai
Kurikulum PAUD; Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sederajat;
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/Sederajat;
Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sederajat; Kurikulum
SMK/MAK; Kompetensi Lulusan PAUD/RA/Sederajat; Kompetensi Lulusan
SD/MI/Sederajat; Kompetensi Lulusan SMP/MTs/Sederajat; Kompetensi Lulusan
SMA/MA/Sederajat; Kompetensi Lulusan SMK/MAK; Rekrutmen Guru;
Penempatan dan Pemindahan Guru; Tenaga Kependidikan; Kriteria

17

Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah; Kriteria Pengangkatan Kepala
Sekolah/Madrasah; Kriteria Pengangkatan; serta Pengawas Sekolah/Madrasah.
Table di atas disusun untuk mengklasifikasikan beberapa poin mengenai hal-hal
yang tersebut diatas, berdasarkan jenjang pendidikan yaitu PAUD/RA/Sederajat,
SD/MI/Sederajat, SMP/MTs/Sederajat, SMA/MA/Sederajat, dan SMK/MAK.
Karena masing-masing jenjang memiliki pengaturan masing-masing yang
beberapa point sama, namun ada juga yang berbeda.
Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi
Kalimantan Tengah, sebagai sebuah provinsi dengan luas daerah yang cukup
besar (153.564 Km2 setara dengan 1,5 kali pulau Jawa) dan jumlah penduduk
2.384.700 jiwa (data BPS Kalteng tahun 2013), tidaklah semudah yang
dibayangkan. Dengan kerapatan penduduk Kalimantan Tengah yang hanya 15
per Km 2 jiwa pada 1.569 desa, tersebar di 13 Kabupaten dan 1 Kota dengan
rata-rata jumlah penduduk per desa 1.520, fenomena geografis dan demografis
yang dimiliki Provinsi Kalteng cenderung memiliki karakteristik masalah tersendiri
dalam pengelolaan pendidikan.
Merujuk pada Perda Kalteng No. 10 tahun 2012 yang mensyaratkan
bahwa idealnya rasio guru dan siswa adalah 1 : 32, jumlah minimal guru yang
harus ada pada tiap-tiap jenjang sekolah dasar menengah, serta distribusi
penduduk yang menyebar dengan kondisi geografis kurang didukung oleh saran
prasarna transportasi memadai, maka dari hasil pengamatan penulis dipahami
bahwa hal ini akan menjadi masalah tersendiri.
Sebagai bahan kajian untuk memahami masalah penelitian ini penulis
sajikan data jumlah sekolah, siswa dan guru tiap jenjang pendidikan dalam
lingkup pendidikan dasar dan menengah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai
berikut :

18

Tabel 1.1 Jumlah Sekolah, Siswa dan Guru Provinsi Kalimantan Tengah
JENJANG
PENDIDIKAN

3,739

RASIO
SISWA
THDP
SEKOLAH
1 : 110

RASIO
SISWA
THDP
GURU
1 : 78

RASIO
SEKOLAH
THDP
GURU
1 : 1,4

101,228

7,978

1 : 172

1 : 13

1 : 13

68,961

5,878

1 : 231

1 : 12

1 : 20

JUMLAH
SEKOLAH

JUMLAH
SISWA

JUMLAH
GURU

2,650

291,474

SMP/MTs

589

SMA/SMK/MA

298

SD/MI

Sumber : Data statistik Kalimantan Tengah 2012 yang telah diolah

Ilustrasi jumlah sekolah yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah apabila
dibandingkan dengan provinsi lain, sebagai contoh Provinsi Jawa Timur, akan
memperlihatkan hal menarik. Sebagai contoh, setingkat sekolah dasar di
Kalimantan Tengah terdapat 2.650 sekolah sedangkan di Jawa Timur justru
hanya 1.906 sekolah. Seperti diketahui bersama jumlah penduduk Jawa Timur
yang berkisar 30-an juta jiwa, hampir 10 kali lebih besar dari Kalimantan Tengah,
memiliki jumlah sekolah dasar yang lebih sedikit, dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa SD-SD di provinsi Kalimantan Tengah mendidik siswa yang
sangat sedikit namun membangun jumlah SD yang cukup banyak untuk
menjangkau penduduk di daerah-daerah dengan biaya operasional, pengadaan
sarana prasarana dan pemenuhan minimal tenaga pendidik dan kependidikan
yang cukup besar.
Di sisi lain jumlah sekolah setingkat SLTP dan SLTA justru lebih sedikit
dibandingkan dengan Jawa Timur. Hal ini menjadi logis mengingat sekolah
setingkat SLTP dan SLTA setidaknya berada di kecamatan dan mendidik jumlah
siswa yang sedikit pula. Siswa SD di daerah-daerah pedalaman yang ingin
melanjutkan pendidikan ke SMP mau tidak mau harus tinggal di kecamatan.
Hanya beberapa orang siswa yang orang tuanya memiliki kemampuan ekonomi
lebih dan atau memiliki keluarga di kecamatan yang bisa melanjutkan sekolah,

19

sisanya memilih untuk berhenti sekolah. Hal ini penulis temui selama kurun
waktu lebih 10 tahun di beberapa kabupaten seperti Lamandau, Kotawaringain
Barat, Kotawaringin Timur, Gunung Mas, Pulang Pisau, Katingan, Barito Selatan,
Barito Timur dan Murung Raya.
Pengamatan yang penulis lakukan di beberapa desa mendapatkan
kenyataan bahwa masih terdapat SD, SLTP dan SLTA yang diajar oleh guru
honor dengan kualifikasi pendidikan SLTA sederajat karena keterbatasan jumlah
guru yang ada. Selanjutnya terdapat pula fenomena guru yang mengajar dengan
sistim bergantian tiap bulan dengan rekan guru lainnya dengan modus 1 guru
mengajar 2-3 kelas sekaligus. Hal ini mereka lakukan karena keterisolasian dan
jauhnya desa tempat mengajar guru yang keluarganya kebanyakan tinggal di
kota kabupaten terdekat. Sehingga bukan hal yang mengjutkan jikalau penulis
menemui kejadian pada salah satu SD di kecamatan Jabiren Raya Kabupaten
Pulang Pisau, yang berjarak tidak lebih dari 35 km dari kota Palangka Raya,
ditemukan lebih dari 5 siswa kelas 4 yang belum bisa membaca.
Seperti diketahui bersama semangat Kalteng Harati yang tertuang pada
Perda Provinsi Kalimantan Tengah No 10 tahun 2012 memiliki fungsi dan tujuan
penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut :
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan berfungsi
sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
pengawasan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan yang bermutu di wilayah provinsi Kalimantan Tengah (Pasal
3).
Peraturan Daerah Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan untuk
percepatan tercapainya mutu pendidikan, pemerataan pelayanan
pendidikan di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah serta meningkatkan
daya saing mutu pendidikan di daerah pedalaman/pinggiran, pesisir,
terhulu sehingga tidak terjadi ketimpangan pelayanan, fasilitas serta mutu
pendidikan (Pasal 4).
Sangat relevan apa bila kondisi geografis dan demografis, sarana dan prasarana,
tenaga kependidikan dan implementasi serta hasil penyelenggaraan kebijakan

20

pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah menjadi titik tolak penulis menganalisis
kebijakan pendidikan di Kalimantan Tengah.
Analisis kebijakan menjadi sangat penting dalam rangka memastikan dan
meramalkan bahwa suatu kebijakan akan menjadi sebuah kebijakan yang baik
dan berhasil baik. Informasi kondisi awal obyek kebijakan dengan merujuk
berbagai bidang kajian ilmu diyakini dapat mereduksi kemungkinan kegagalan
sebuah kebijakan. Perda No. 10 tahun 2012 dari hasil wawancara penulis
dengan salah satu staf Biro Hukum Provinsi Kalimatan Tengah mengisyaratkan
bahwa analisis prospektif tidak dilaksanakan dengan baik. Hal ini terbukti dari
penuturan staf tersebut dengan menunjukan ketidaksenangannya terehadap
pangajuan Perda No. 10 tahun 2012 yang tiba-tiba muncul tanpa keterlibatan
mereka sesuai prosedur.
Dalam pencapaian penyelenggaraan pendidikan di Kalimatan Tengah
perlu untuk memahami kondisi Kalimantan Tengah dengan sangat jeli agar
capaian pendidikan tersebut yang merupakan harapan bagi seluruh wilayah
Kalimantan Tengah dapat tercapai dengan baik. Penulis tertarik untuk
menganalisis kebijakan Kalteng Harati ini (Perda Provinsi Kalimantan Tengah No.
10 tahun 2012) dalam rangka untuk mengkaji pelaksanaan dan pencapaian
kebijakan dan pada akhir penelitian ini akan membangun model pembangunan
pendidikan yang terfokus isu tentang pemerataan pelayanan pendidikan, kualitas
guru dan pembiayaan pendidikan. Oleh karenanya, penelitian ini berjudul
“Analisis Kebijakan Pendidikan” (Tinjauan Terhadap Kebijakan Pendidikan
Kalimantan Tengah).

21

1.2

Rumusan Masalah
Latar belakang diatas memberikan gambaran kepada kita untuk melihat

kembali kondisi pendidikan yang ada di Kalimantan Tengah saat ini dan
kebijakan apa saja yang dibuat untuk meningkatkan kualitas dan pencapaian
pendidikan. Capaian-capaian yang terjadi saat ini perlu ditinjau ulang agar
mampu memberikan alternatif percepatan pencapaian pendidikan di masa
mendatang. Kondisi yang ada tersebut kemudian dianalisis dan membandingkan
dengan kebijakan pendidikan yang ada agar diperoleh gambaran apakah
kebijakan pendidikan yang dibuat benar-benar untuk mengatasi permasalahan
tersebut dengan tidak lupa mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang
dihadapi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah seperti keterbatasan
sumberdaya manusia. Hasil analisis tersebut kemudian menjadi input
permasalahan untuk membuat model pengembangan kebijakan yang terbaik
untuk saat ini. Permasalahan yang dikemukakan diatas menghasilkan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1.

Bagaimana kondisi dan upaya kebijakan pendidikan di Provinsi

2.

Kalimantan Tengah saat ini?
Bagaimana ketepatan kebijakan pendidikan Kalteng Harati di

3.

Kalimantan Tengah?
Bagaimana model pengembangan kebijakan pendidikan di Provinsi
Kalimantan Tengah?

1.3

Tujuan Penelitian
1.

Untuk mendeskripsikan kebijakan pendidikan di Provinsi Kalimantan

2.

Tengah.
Untuk mengetahui ketepatan kebijakan Pendidikan Kalteng Harati di

3.

Kalimantan Tengah.
Untuk membangun model pengembangan kebijakan pendidikan di
Provinsi Kalimantan Tengah yang ideal.

22

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang kebijakan pendidikan diharapkan mampu

memberikan manfaat bagi dari segi akademis maupun dari segi praktis sebagai
berikut:
1.

Bermanfaat dalam pengembangan teori ilmu Administrasi Publik
terutama yang terkait dengan analisis kebijakan, khsususnya di bidang

2.

pendidikan.
Mengembangkan kajian mengenai kebijakan dalam hal ini

3.

mengembangkan model analisis kebijakan pendidikan;
Sebagai cermin hasil pembangunan pendidikan di Provinsi Kalimantan
Tengah dan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan
kebijakan pendidikan di Indonesia dan khususnya di Kalimantan Tengah
untuk memperkuat sumberdaya pendidikan

23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Penelitian Terdahulu
Fincher, Mark, 2007 Governments as human capital providers, A

rationale for strong government support of broad higher education
access.CedarValley College, Le Tourneau University, Lancaster, Texas, USA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyediakan analisis kasus
untuk dukungan pemerintah terhadap akses pendidikan tinggi ke arah
peningkatan daya saing Nasional dan untuk mengembangkan pemahaman
tentang dampak dari kebijakan nasional pendidikan tinggi pada strategi investasi
kapital untuk profit perusahaan.
Perselisihan serius pada dampak tindakan pemerintah pada strategi
perusahaan. ekonomi dunia menjadi lebih terintegrasi, berkurangnya kontrol
pemerintah atas ekonomi telah menyebabkan banyak pengamat percaya bahwa
perusahaan-perusahan tidak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Salah satu
daerah di mana pemerintah nasional, negara bagian, dan lokal yang berdaulat
mempertahankan kendali akses ke pendidikan tinggi. Kebijakan pemerintah
dapat memiliki dampak yang mendalam pada akses warganya untuk pendidikan
dan pelatihan lanjutan. Dampak ini dapat lebih terlihat jelas dalam penyediaan
kesempatan untuk bekerja bagi dewasa yang sekolah di pendidikan tinggi.
Argumen yang koheren dapat dibuat untuk mendukung pemerintah
terkait akses level tinggi ke pendidikan tinggi. Hal ini harus dibuat mengingat
karyawan dievaluasi berdasarkan harga dan produktivitas. Karyawan yang
produktif akan berprestasi dan memperoleh gaji yang lebih tinggi. Perusahaan
saat ini bebas memilih lokasi berdasarkan karakteristik tenaga kerja yang ada

24

disekitarnya apakah akan mencari tenaga kerja murah, terlatih, produktif,
ataupun karena alasan lainnya.
Sutrisno dan Muhammad Rusdi. Analisis Kebijakan Peningkatan Mutu
Pendidikan Dasar Dan Menengah Di Provinsi Jambi. Jurnal Pendidikan Inovatif 3
(1), September 2007.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kebijakan dengan
menggunakan model pendekatan penelitian kebijakan yakni dengan mengacu
kepada kaidah-kaidah penelitian kebijakan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengidentifikasi beberapa kebijakan strategis dan implementatif yang telah dan
sedang dibuat oleh pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Jambi yang
difokuskan dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan pada
jenjang sekolah dasar dan menengah.
Hasil dari penelitian ini yaitu pertama, provinsi Jambi belum memiliki
perda yang tertuang secara spesifik untuk mengayomi upaya-upaya peningkatan
mutu pendidikan. Keberadaan perda ini diperlukan untuk dapat memberikan
jaminan keberlanjutan program peningkatan mutu pendidikan. Kedua,
pemerintah Provinsi Jambi masih terus berupaya untuk dapat meningkatkan
anggaran pendidikan, sebagai wujud implementasi amandemen UUD 1945.
Ketiga, kebijakan pendidikan yang dijalankan masih bersifat incidental sporadic
dan belum terencana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh pembangunan
database yang belum berorientasi pada pengembangan mutu. Keempat,
koordinasi antara BAPPEDA dengan diknas sangat diperlukan dalam
menetapkan sasaran peningkatan mutu dan pengalokasian dana untuk
pencapaian sasaran yang sudah ditentukan. Kelima, kebijakan peningkatan mutu
pendidikan yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia pendidikan
perlu mendapatkan perhatian serius sesuai dengan PP 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

25

Dosen. Keenam, peningkatan keterlibatan masyarakat dalam membangun mutu
pendidikan perlu ditingkatkan dalam wadah komite sekolah dan dewan
pendidikan. Ketujuh, memberdayakan pengawas sekolah sebagai agen
pengontrol kualitas (qualitycontrol) pendidikan di satuan pendidikan perlu
diintensifkan secara berkelanjutan. Kedelapan, satuan pendidikan perlu didorong
untuk memiliki income generating activities, sehingga dapat dijadikan sumber
dana untuk peningkatan mutu pendidikan. Kesembilan, kebijakan yang
transparan dan akuntabel perlu diimplementasi secara luas, sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan mutu
pendidikan.
Ng Pak Tee, 2008, Education policy rhetoric and reality gap: a reflection,
Policy and Leadership Academic Group, National Institute of Education, Nanyang
Technological University, Singapore.
Makalah ini bertujuan untuk membahas mengapa sering ada perbedaan
antara kebijakan retorika dan realitas. Secara khusus, penelitianberusaha untuk
mengeksplorasi masalah dengan retorika kebijakan, pelaksanaan proses dan
lensa yang melaluinya dimana realitas dirasakan, menjelaskan mengapa
masalah ini dapat membuka celah kebijakan retorika-Realita. Artikel ini juga
menunjukkan kerangka sederhana matriks untuk menganalisis perbedaan
retorika-Realita.
Makalah ini merupakan refleksi dan analisis isu perbedaan antara
kebijakan retorika dan realitas. Analisis kerangka termasuk: isu dalam retorika
kebijakan, isu proses implementasi dan isu dengan menguji realitas.Di bidang
pendidikan, keunggulan pendidikan, desentralisasi, keragaman, keterlibatan
stakeholder dalam otonomi, pemasaran, privatisasi, tanggung jawab publik dan
kualitas jaminan, untuk beberapa nama hanya menjadi topik hangat perdebatan.
Pengelolaan pendidikan tentu meresapi hampir semua tantangan yang dihadapi

26

oleh sekolah, perguruan tinggi dan pihak otoritas dan menengahi masalah
pelayanan eksternal, kendali pemerintah, kepemimpinan internalnya, komunikasi
yang berulang, pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pemantauan. Satu
karakteristik pemerintahan pendidikan adalah bahwa sering kesenjangan terjadi
antara retorika kebijakan dan realitas sebenarnya.
Dari pengalaman reformasi pendidikan di banyak negara, jelas terdapat
kesenjangan antara retorika dan realitas kebijakan. Penyebutan desentralisasi,
otonomi sekolah, kualitas pendidikan dan sekolah khusus semuanya mempunyai
tujuan mulia, inspeksi secara dekat, dinamika perubahan dan interaksi beberapa
aktor pada tingkatan berbeda dalam sistem juga berarti bahwa retorika masih
dapat dikompromikan dalam realitas.
Asep Mahpudz, Amirudin Kade, Haerudin dkk. Analisis Kebijakan Dan
Kelayakan Mutu Tenaga Pendidik Dalam Rangka Meningkatkan Mutu
Penyelenggaraan Pendidikan Dasar Di Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Media
Litbang Sulteng 2 (2): 75 – 85, Desember 2009.
Salah satu kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu
berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi
pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
Studi analisis kebijakan yang dilakukan ini merupakan upaya untuk
mengkaji beberapa aspek implementasi arah kebijakan pembangunan
pendidikan nasional di Provinsi Sulawesi Tengah, terutama dalam aspek
kelayakan mutu tenaga pendidik dan penyelenggaraan pendidikan dasar. Studi
ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan data yang akurat terutama
tentang implementasi arah kebijakan penyelenggaraan pendidikan dasar dan

27

kelayakan mutu tenaga pendidik pada penyelenggaraan pendidikan dasar di
Provinsi Sulawesi Tengah.
Studi analisis kebijakan pendidikan ini bertujuan: (1) Mendeskripsikan
secara konkret kebijakan pembangunan pendidikan di Provinsi Sulawesi Tengah
dalam upaya perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu tinggi bagi seluruh masyarakat, (2) Mengembangkan alternatif
kebijakan dalam meningkatkan kemampuan akademik dan profesional tenaga
pendidik sebagai langkah mengembangkan mutu penyelenggaraan pendidikan
dasar di Provinsi Sulawesi Tengah, (3) Mengembangkan alternatif kebijakan
aspek tatakelola dan manajemen pengelolaan tenaga pendidik secara
komprehensif dan sistematik, agar sesuai dengan tiga pilar pembangunan
pendidikan nasional, yakni: (1) peningkatan dan penguatan akses pendidikan, (2)
peningkatan relevansi dan daya saing mutu pendidikan, dan (3) peningkatan
tatakelola dan citra publik pengelola pendidikan, sekaligus relevan dengan visi
dan misi pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah.
Lingkup wilayah kegiatan ini adalah 7 (tujuh Kabupaten/Kota) di wilayah
Provinsi Sulawesi Tengah yakni : Kabupaten Morowali, Poso, Tojo Unauna,
Tolitoli, Donggala, Buol dan Kota Palu. Metode pelaksanaan studi ini dilakukan
menerapkan pendekatan penelitian kualitatif secara deskriptif dalam prospektif
emik alamiah, dengan menggunakan teknik survei, studi dokumentasi dan
wawancara.
Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kompetensi pendidik di wilayah
Provinsi Sulawesi Tengah pada umumnya sudah baik, dengan indeks diatas 3
pada beberapa komponen aspek kompetensi. Namun demikian, terdapat
beberapa aspek yang masih membutuhkan penguatan dan dukungan dari
pemangku kepentingan untuk senantiasa meningkatkan kompetensi, terutama
pada aspek-aspek tertentu. Hal ini membawa konsekuensi dibutuhkannya

28

pengembangan program dan dukungan secarasinergis pemangku kepentingan di
Sulawesi Tengah maupun di Kabupaten dan Kota dalam rangka mendukung
peningkatan mutu pembangunan pendidikan dasar secara berkesinambungan.
Aminuddin Bakry.Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan PublikJurnal
MEDTEK 2(1). April 2010
Visi dan misi pendidikan merupakan penjabaran dari pandangan tentang
hakikat manusia atau filsafat manusia yang menganggap manusia sebagai
mahluk pribadi dan sosial sekaligus. Dengan demikian, perumusan visi dan misi
pendidikan sangat tergantung pada aspek-aspek politik, sosial, ekonomi dan
budaya dimana dia hidup. Oleh karena pendidikan merupakan suatu
pengetahuan praksis maka analisis kebijakan pendidikan merupakan salah satu
input penting dalam perumusan visi dan misi pendidikan.Dalam konteks inilah
kebijakan pendidikan harus di pandang berdasarkan pendidikan sebagai suatu
pengetahuan praksis dimana visi dan misi pendidikan mengakomodasi esensi
filsafat manusia, filsafat politik, sosial, ekonomi dan budaya. Dengan demikian,
kebijakan pendidikan merupakan pengejewantahan dari visi dan misi pendidikan
bernuansa esensi manusia berdasarkan filsafat manusia dan politik dalam
konteks situasi politik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakatnya.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah kebijakan pendidikan
merupakan salah satukebijakan publik. Metode penelitian dengan menggunakan
studi kasus pada kasus Jembrana dan menganalisis dengan pendekatan filsafat
moral dan ekonomi politik disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan sebagai
kebijakan publik bukan kebijakan pendidikan bagian dari kebijakan publik.
Hasil dari penelitian ini adalah pertama, kebijakan pendidikan berkaitan
dengan upaya pemberdayaan peserta didik. Oleh karena pendidikan merupakan
ilmu prak