Thyrotoxic Periodic Paralysis

THYROTOXIC PERIODIC PARALYSIS
Melati Silvanni Nasution, M Aron Pase, Santi Syafril, Dharma Lindarto, Guntur Ginting
Divisi Endokrinologi & Metabolik FK USU-RSUPHAM

Definisi
Thyrotoxic periodic paralysis (TPP) adalah paralisis lokal ataupun general yang

terjadi secara episodik dan berulang disertai dengan hipokalemia dan memiliki kaitan dengan
komplikasi tirotoksikosis.1,2 TPP merupakan suatu kondisi yang serius dan merupakan
komplikasi hipertiroidisme yang berpotensi fatal akibat dari perpindahan kalium dalam
jumlah besar dari ruang ekstraseluler ke intraseluler. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada
laki-laki keturunan Asia. Kebanyakan dari pasien-pasien TPP ini justru tidak mengalami
secara jelas gejala dan tanda hipertiroidisme.2,3

Epidemiologi
TPP merupakan suatu komplikasi tirotoksikosis yang cukup dikenal pada populasi
masyarakat di Asia termasuk Cina, Jepang, Vietnam, Filipina dan Korea. Angka kejadinnya
pada pasien dengan tirotoksikosis di jepang dan cina adalah 1,8 dan 1,9%.3 Sedangkan secara
keseluruhan, di Asia dijumpai insidensi TPP sebanyak 2% dari seluruh populasi penderita
tirotoksikosis.4 Angka kejadian secara keseluruhan di seluruh wilayah negara-negara Barat
tidak diketahui, namun di Amerika Utara, angka kejadiannya pada pasien tirotoksikosis

dilaporkan sebesar 0,1-0,2%. Beberapa kasus yang terjadi secara sporadis pernah dilaporkan
pada penduduk ras Kaukasia, Afro-Amerika, Indian-Amerika, serta Hispanik. Populasi
masyarakat Indian-Amerika diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi terhadap kejadian TPP,
hal ini disebabkan adanya bukti bahwa nenek moyang masyarakat indian-amerika berasal
dari Asia yang bermigrasi ke Amerika Utara 11.000-23.000 tahun yang lalu. 3

1

Meskipun tirotoksikosis sendiri lebih banyak dijumpai pada populasi wanita, namun
angka kejadian TPP sendiri lebih sering dijumpai pada laki-laki. Di Cina pada tahun 1967,
TPP terjadi pada 13% pasien tirotoksikosis sedangkan pada wanita hanya 0,17%. Pada tahun
1957, beberapa publikasi menuliskan insidensi TPP pada penderita tirotoksikosis di Jepang
yakni 8,67% pada pria dan 0,4% pada wanita. Secara keseluruhan, rasio angka kejadian TPP
antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 17:1 hingga 70:1. Namun belakangan ini
terdapat penurunan insidensi TPP di jepang pada tahun 1991 yakni sebesar 4,4% pada lakilaki dan 0,04% pada perempuan.2,3

Patogenesis
Patogenesis TPP hingga saat ini masih belum jelas. Hipokalemia terjadi sebagai
akibat perpindahan kalium yang masif dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler
terutama sel otot. Hal ini terjadi diyakini sebagai akibat peningkatan aktifitas pompa natriumkalium-adenosin trifosfatase (Na/K-ATPase) (gambar 1). Berbagai data menunjukkan adanya

peningkatan dalam jumlah serta aktifitas pompa Na/K-ATPase pada pasien TPP. Peningkatan
jumlah dan aktifitas tersebut berbeda signifikan dengan pasien tirotoksikosis tanpa TPP. Jika
keadaan tirotoksikosisnya telah berhasil dikendalikan, maka aktifitas Na/K-ATPase akan
kembali pada kadar yang serupa dengan orang normal. Hormon tiroid dapat meningkatkan
aktifitas Na/K-ATPase pada otot rangka, hati dan ginjal sehingga menyebabkan influks
kalium ke ruang intraseluler. Subunit Na/K-ATPase yang terutama diekspresikan pada
keadaan ini antara lain subunit α1, α2, β1, β2, dan β4. Pada kelima gen subunit ini terlihat
adanya peningkatan aktifitas thyroid hormone-responsive elements (TREs). Peningkatan
aktifitas Na/K-ATPase oleh hormon tiroid ini terjadi melalui mekanisme transkripisional dan
paska-transkripsional.3

2

Gambar 1. Mekanisme kelemahan otot akut pada thyrotoxic periodic paralysis. Dikutip dari: Lam L, Nair R J,
Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Ba yl Univ Med Cent) 2006;19:126–129

Peningkatan aktifitas dan jumlah pompa Na/K-ATPase dan pengaruhnya terhadap
kecepatan influks kalium semestinya dapat diimbangi dengan proses homeostasis dimana
efluks kalium juga seharusnya meningkat. Oleh karena itu, seharusnya terdapat faktor lain
yang berperan dimana pada TPP terjadi pula gangguan proses efluks kalium. Beberapa studi

menunjukkan pada kasus TPP dan FHPP terjadi penurunan efluks kalium melalui gerbang
Kir pada sel-sel otot interkostal. Selain itu, diketahui bahwa insulin dan katekolamin juga
ternyata tidak hanya meningkatkan kerja Na/K-ATPase namun memiliki efek menghambat
gerbang Kir juga. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat mutasi gen yang
mengkode gerbang Kir yang spesifik pada otot rangka yakni Kir2.6 pada pasien TPP. Hal ini
berkaitan dengan serangan akut paralisis.5

3

Gambar 2. Penurunan jumlah gerbang efluks kalium. Peningkatan aktifitas Na/K-ATPase menyebabkan
hipokalemia inisial, sementara penurunan gerbang keluar Kir disebabkan oleh hipokalemia inisial itu sendiri,
mutasi yang mengakibatkan penurunan fungsi, serta inhibisi hormon (insulin, adrenergik) sehingga kalium
terperangkap dalam sel. Dikutip dari : Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic
paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid Research Volume 2014,
Article ID 649502, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502

Selain itu, hormon tiroid juga dapat mempengaruhi Na/K-ATPase melalui rangsangan
katekolamin. Hal ini dikarenakan pada tirotoksikosis, terdapat peningkatan respon βadrenergik, sehingga pengobatan dengan agen penghambat β-adrenergik non-selektif dapat
mencegah dan mengobati serangan paralisis. Selain peningkatan respon adrenergik, pada
pasien TPP terdapat respon insulin yang berlebihan terhadap masukan glukosa oral

dibandingkan dengan pasien dengan tirotoksikosis tanpa TPP. Insulin telah diketahui mampu
untuk meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase, oleh karena itu dapat dimengerti bagaimana
insulin dapat menyebabkan influks kalium ke intrasel. Respon hirperinsulinemia inilah yang
menjelaskan hubungan antara TPP dengan riwayat konsumsi makanan berkarbohidrat tinggi
ataupun cemilan-cemilan manis. Selanjutnya, olahraga merupakan suatu keadaan yang dapat
melepaskan kalium ke ekstrasel dari sel-sel otot rangka sedangkan istrahat akan mendorong
pengembalian kalium ke dalam sel. Hal ini menjelaskan mengapa beistirahat setelah olahraga

4

dapat mencetuskan terjadinya serangan paralisis dan bila olahraga tetap dilanjutkan, maka
serangan paralisis dapat dicegah.2,3
Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pasien-pasien TPP memiliki beberapa faktor
predisposisi (pemicu) yang dapat meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase, baik melalui
rangsangan hormon tiroid secara langsung, ataupun secara tidak langsung melalui stimulasi
adrenergik, insulin dan aktifitas fisik.3

Gambaran Klinis
Pasien TPP biasanya laki-laki dewasa berusia 20-40 tahun, namun demikian ada pula
yang melaporkan kejadiannya pada usia remaja. Serangannya berupa kelemahan otot mulai

dari ringan hingga kelumpuhan total yang bersifat episodik, sementara dan berulang (tabel 1).
2,3

Tabel 1. Diagnosis TPP
Manifestasi klinis TPP
Gambaran umum
Laki-laki usia dewasa muda (20-40 tahun)
Sporadis, tidak ditemukan anggota keluarga yang memiliki gejala yang serupa
Paralisis akut berulang yang kembali sembuh sempurna
Keterlibatan anggota gerak > batang tubuh
Dipicu oleh asupan karbohidrat dalam jumlah besar, diet tinggi garam, alkohol serta aktifitas fisik berat
Riwayat hipertiroidisme pada keluarga
Gambaran klinis hipertiroidisme (lebih sering tidak terlalu jelas)
Pemeriksaan Laboratorium
Hipokalemia, hipofosfatemia serta hipomagnesemia (ringan)
Keseimbangan asam basa normal
Jumlah ekskresi kalium rendah (rasio kalium dan kreatinin urin rendah, TTKG rendah)
Hipofoasfaturia
Hiperkalsiuria
Pemeriksaan tiroid abnormal (TSH rendah, T4 dan T3 total maupun bebas meningkat, ambilan T3 meningkat)

Elektrodiagnostik
Elektrokardiograf
Sinus takikardia

5

Perubahan terkait hipokalemia : gelombang U prominen, interval PR memanjang, amplitudo gelombang
P meningkat, kompleks QRS melebar
Blok atrioventrikuler derajat satu
Aritmia atrium dan ventrikuler
Elektromiografi : gabungan potensial aksi otot gelombang rendah tanpa adanya perubahan setelah
pemberian epinefrin
TTKG : transtubular potassium gradien (merupakan indeks semikuantitatif aktifitas sekretori kalium yang
dapat dihitung dengan rumus [K+ urin/(osmolalitas urin/osmolalitas plasma)]/K+ plasma); TSH : Thyroid
stimulating hormone; T4: tiroksin serum: T3: triiodotironin. Dikutip dari: Vijayakumar A, Ashwath G,

Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of
Thyroid Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502.
Goldberger ZD. An electrocardiogram triad in thyrotoxic periodic paralysis. Circulation. 2007;115:e179e180. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396.


Keterlibatan otot-otot proksimal lebih berat dibanding dengan otot-otot distal. Gejala
yang muncul awalnya menyerang ekstremitas bawah kemudian berlanjut ke otot panggul dan
ekstremitas atas. Fungsi sensoris tidak terganggu. Otot-otot yang terlibat bisa saja tidak
simetris. Kelumpuhan yang terjadi saat pasien datang ke dokter dapat berupa tetraparesis
yang menyerupai sindroma Gullain-Barre, mielitis transversum serta kompresi akut sumsum
tulang ataupun histeria. Fungsi saluran cerna dan saluran kemih tidak pernah terganggu. Otototot pernafasan jarang terlibat namun kelumpuhan total otot-otot pernafasan serta mata
pernah dilaporkan pada serangan yang berat. durasi serangan dapat berlangsung dalam
beberapa jam hingga 72 jam, dimana terdapat episode sembuh sempurna di antara serangan.
Serangan yang terjadi dapat didahului dengan gejala-gejala prodromal seperti nyeri, kram,
serta kaku pada otot yang terlibat. Pada kebanyakan pasien, didapati penurunan yang nyata
bahkan menghilangnya refleks tendon dalam.3
Serangan TPP biasanya muncul beberapa jam setelah pasien makan dalam jumlah
yang banyak, cemilan-cemilan manis, alkohol, aktiitas fisik berat ataupun saat bangun pagi
hari. Serangan yang terjadi akibat dipicu oleh olahraga yang berat terjadi bukan di saat
pasien tersebut berolahraga namun saat pasien beristirahat, dan serangan tersebut bisa saja
tidak terjadi jika pasien melanjutkan kembali olahraganya. Pada daerah subtropis, variasi
6

jumlah kasus pada tiap musim kemungkinan terjadi akibat adanya peningkatan jumlah
aktifitas di luar rumah atau jumlah konsumsi minuman yang manis saat musim panas. TPP

hanya terjadi jika pasien dalam kondisi hipertiroidisme. Jika kadar hormon tiroid sudah
mencapai nilai normal (eutiroid), maka serangan tidak akan muncul. Kelumpuhan yang
terjadi pada TPP mirip dengan gejala yang juga terjadi pada familial hypokalemic periodic
paralysis (FHPP) kecuali bahwa pada TPP terdapat bukti hipertiroidisme (tabel 2). 3,4 Selain

itu, TPP merupakan suatu kondisi yang diturunkan secara autosomal dominan pada ras
kaukasia sedangkan TPP merupakan suatu penyakit yang sporadis dan jarang diturunkan
secara familial.2,3

Tabel 2. Perbedaan antara TPP dan FHPP
TPP

FHPP

Usia (tahun)

20-40

90 mEq pada 24 jam pertama,
sedangkan pemberian KCl