RANGKUMAN PAK DODIET

1. (SIK) menurut Pusat Data dan Informasi Depkes RI (2006) adalah Suatu sistem yang
menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di setiap jenjang
administrasi kesehatan, baik di tingkat unit pelaksana upaya kesehatan, di tingkat
Kabupaten/Kota, di tingkat Provinsi, maupun di tingkat Pusat.
2. (SIKDA) adalah Suatu Sistem Informasi yang mencakup Sub sistem informasi yang
dikembangkan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS, Poliklinik, Praktek Swasta,
Apotek, Laboratorium), Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan sistem informasi pada
Dinas Kesehatan Propinsi.
3. Visi SIKNAS: Terwujudnya sistem informasi kesehatan yang terintegrasi yang mampu
mendukung proses manajemen kesehatan untuk menuju masyarakat sehat yang mandiri
dan berkeadilan.
4. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Puskesmas
Di unit pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, tenaga kesehatan bertugas
melaksanakan manajemen pasien/klien agar dapat dicapai pelayanan kesehatan kuratif
dan preventif yang efektif. Oleh karena itu tugas-tugas administratif, termasuk pencatatan
data, haruslah sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu tugas melayani
pasien/klien. Mengumpulkan data yang dapat dan harus digunakan setempat untuk
menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan adalah tugas utama dari pengelola
Sistem Informasi Kesehatan di unit itu.
5. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Rumah Sakit
Rumah Sakit memerlukan Sistem Informasi Kesehatan yang tugas utamanya melayani

fungsi-fungsi klinik dan administratif yang secara langsung dapat meningkatkan mutu
pelayanan. Fungsi klinik mencakup rekam medik, hasil diagnosis, akses kepada kode
diagnosis (misalnya ICD-10) dan prosedur standar, catatan untuk informasi esensial
tentang pasien, atau peringatan bila terjadi ketidaksesuaian obat dan kontraindikasi.
Sedangkan fungsi administratif mencakup arus pasien antara registrasi dan instalasiinstalasi, akuntansi dan penagihan, serta inventarisasi perbekalan farmasi. Sistem
Informasi Kesehatan di Rumah Sakit memantau kondisi keuangan Rumah Sakit, mutu
pelayanan, jenis dan volume pelayanan, lama perawatan, angka kematian, dan angka
kesakitan.
6. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan Pusat Jaringan dari Sistem Informasi
Kesehatan Kabupaten/Kota. Anggota-anggota jaringannya adalah: (1) Puskesmas, (2)
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten/Kota, (3) Institusi-institusi Pendidikan
Tenaga Kesehatan, (4) Gudang Perbekalan Farmasi, (5) Unit-unit Lintas Sektor terkait
(BKKBN Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota, Kantor
Departemen Agama Kabupaten/ Kota, Dinas Sosial, dan lain-lain), (6) Rumah Sakit
Swasta, (7) Sarana Kesehatan Swasta lain, (7) Organisasi Profesi Kesehatan, (8)
Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (9) Lain-lain.

7. Dinas Kesehatan Provinsi bertugas mengkoordinasikan, mengawasi dan membimbing

Dinas-dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian juga dalam hal pengembangan Sistem
Informasi Kesehatan. Informasi yang dihasilkan juga harus dapat memenuhi kebutuhan
untuk penyelenggaraan manajemen Sistem Kesehatan Provinsi, yaitu kebutuhan dari
Kepala Dinas Kesehatan, para Kepala Subdinas Kesehatan, dan Forum Kerjasama Lintas
Sektor.
8. MONITORING adalah Sebuah usaha untuk memastikan jalannya sebuah aktivitas
sesuai target yang ingin dicapai. Hasil dari kegiatan Monitoring adalah serangkaian data
yang akan dievaluasi.
9. EVALUASI adalah Proses dimana hasil yang dicapai dibandingkan dengan tujuan yang
ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi dilakukan oleh pihak internal
maupun eksternal secara teratur.
10. PENDEKATAN MONITORING DAN EVALUASI (MONEV) SISTEM
INFORMASI
Terdapat 2 macam pendekatan yang dapat diterapkan dalam kegiatan Monitoring dan
Evaluasi Sistem Informasi, yaitu Pendekatan Survey dan Pendekatan Expost Factor.
1. Pendekatan Survey, terdiri atas:
a) Deskriptif: digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu subjek atau objek.
b) Explanatif: digunakan untuk menjelaskan kemungkinan alasan-alasan terkait
dengan pelaksanaan program, seperti mengapa suatu hal dapat terjadi, mengapa
terjadi perubahan, alasan-alasan yang melatarbelakangi suatu program.

c) Eksploratif: digunakan untuk menilai performa suatu sistem atau program tanpa
memfokuskan pada pencapaian tujuan (Goal Free Evaluation).
d) Prediktif: digunakan untuk memprediksi proses dan dampak program dengan data
yang ada pada waktu yang akan datang.
2. Pendekatan Expost Factor, yaitu: suatu pendekatan Monitoring dan Evaluasi yang
digunakan untuk mencari dampak pada suatu program yang dilakukan pada masa lampau
berdasarkan waktu, tujuan dan kondisi yang ada.
11. 8 model monev
1. Goal Oriented Evaluation
Merupakan model evaluasi yang berorientasi pada Tujuan, dan hasil pengukuran itu
dapat menggambarkan program tersebut berhasil atau tidak. (Hasil pengukuran/
evaluasi dibandingkan dengan Tujuan yang sudah ditetapkan).
2. Goal Free Evaluation
Merupakan bentuk Model Evaluasi yang bebas Tujuan, artinya kegiatan evaluasi
tersebut tidak terlalu berorientasi pada tujuan, tetapi lebih menekankan pada biaya atau
cost benefit analysis. Sehingga dalam halini, evaluasi dilakukan dengan
membandingkan antara hasil temuan dengan biaya yang sudah dikeluarkan.
3. Discrepancy Evaluation Model

Merupakan model evaluasi yang membandingkan hasil evaluasi dengan performa yang

terstandard. Dalam evaluasi ini terdapat 4 tahapan, yaitu: mengidentifikasi program,
menyusun program, pelaksanaan program dan hasil yang dicapai.
4. Countenance Evaluation Model
Terdapat 3 tahapan evaluasi, yaitu:
a) Antecendent Phase: dilaksanakan pada tahap sebelum program dijalankan.
b) Transaction Phase: dilaksanakan pada saat Program diimplementasikan.
c) Outcomes Phase: dilaksanakan pada akhir program untuk melihat perubahan
yang terjadi setelah suatu program diimplementasikan.
5. Responsive Evaluation Program
Model evaluasi ini dilakukan dengan fokus pada reaksi dari berbagai pihak atas
program yang diimplementasikan dan mengamati dampak akibat dari hasil
pelaksanaan program tersebut.
6. CIPP Evaluation Model
CIPP = Context, Input, Process, Product: merupakan model evaluasi yang
berorientasi pada pengambilan keputusan. Model evaluasi seperti ini mempunyai 4
tahapan, yaitu:
a) Evaluasi Context
Dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi untuk keputusan
perencanaan (Planning Decission).
b) Evaluasi Input

Evaluasi ini dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi untuk penentuan
strategi pelaksanaan program (Structuring Decission) dan ditujukan untuk
meningkatkan kinerja lembaga.
c) Evaluasi Process
Evaluasi ini dilaksanakan selama program berjalan untuk menghasilkan informasi
tentang pelaksanaan program.
d) Evaluasi Product
Dilakukan pada akhir program untuk mengetahui keberhasilan program yang
sudah dilaksanakan.
7. Formatif-Sumatif Evaluation Model
Dibagi menjadi 2 macam evaluasi, yaitu:
a) Evaluasi Formatif: dilakukan untuk mengetahui pengembangan program yang
sedang berjalan (in progress).
b) Evaluasi Sumatif: dilakukan pada akhir program, yang bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan
pertanggungjawaban atas program, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan
atau menghentikan program pada tahun-tahun berikutnya.
8. CSE-UCLA Evaluation Model

CSE-UCLA = Center for Study of Evaluation-University of California at Los

Angeles. Model Evaluasi ini hampir sama dengan Model CIPP, namun pada
Tahapannya lebih menekankan pada Need Assesment, Perencanaan
Pengembangan, Pelaksanaan, Hasil dan Dampaknya.
12. Rekam Medik (RM) adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien
pada sarana pelayanan kesehatan.
13. Permenkes No. 269 Tahun 2008 menyebutkan bahwa RM memiliki 5 manfaat, yaitu:
a) Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien,
b) Bahan pembuktian dalam perkara hukum,
c) Bahan untuk kepentingan penelitian,
d) Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan,
e) Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
14. Jenis RM
a. Konvensional.
Jenis konvensional merupakan jenis yang masih banyak dipergunakan di setiap rumah
sakit seperti pencatatan secara langsung oleh tenaga kesehatan.
b. Elektronik
Merupakan sistem pencatatan informasi dengan menggunakan peralatan yang modern
seperti komputer atau alat elektronik lainnya.
15. Rekam Medik Elektronik:

Rekaman/catatan elektronik tentang informasi terkait kesehatan (health-related
information) seseorang yang yang dibuat, dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk
oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berhak (authorized) di satu organisasi
pelayanan kesehatan.
16. Rekam Kesehatan Elektronik
Rekaman/catatan elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information)
seseorang yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat dibuat,
dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh dokter atau tenaga kesehatan yang
berhak (authorized) pada lebih dari satu organisasi pelayanan kesehatan.
17. Rekam Kesehatan Personal
Rekaman/catatan elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information)
yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat ditarik dari berbagai
sumber namun dikelola, dibagi serta dikendalikan oleh individu.
18. Kriteria RME harus memenuhi sebagai berikut:

a. Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated Data From Multiple Source).
b. Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture Data At The Point Of Care).
c. Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support Caregiver
Decision Making).
19. Menurut Johan Harlan, komponen fungsional Rekam Medik Elektronik (RME),

meliputi:
1. Data pasien terintegrasi,
2. Dukungan keputusan klinik,
3. Pemasukan perintah klinikus,
4. Akses terhadap sumber pengetahuan,
5. Dukungan komunikasi terpadu.
20. Manfaat
Manfaat teknologi informasi dalam Rekam Kesehatan Elektronik yang paling tinggi
adalah ‘mengurangi medical error’ dan ‘meningkatkan keamanan pasien (patient safety)’.
Salah satu peranan Teknologi Informasi dalam tindakan pencegahan medical error, yakni
dengan melakukan pengaturan rekam medik pada suatu sistem aplikasi manajemen rekam
medik. Dengan adanya sistem aplikasi manajemen rekam medik, maka medical error
dalam pengambilan keputusan oleh tenaga kesehatan dapat dikurangi karena setiap
pengambilan keputusan berdasarkan rekam medik pasien yang telah ada.
21. Mekanisme
A. Pencegahan Adverse Event.
Salah satu contoh pencegahan Adverse Event adalah dengan penerapan sistem penunjang
keputusan dimana dokter bisa diberikan peringatan mengenai kemungkinan terjadinya
hal-hal yang membahayakan keselamatan pasien mulai dari kemungkinan alergi,
kontraindikasi pengobatan, maupun kegagalan prosedur tertentu.

B. Memberikan respon cepat setelah terjadinya Adverse Event.
Dengan adanya respon cepat untuk penanggulangan Adverse Event, maka hal-hal yang
tidak diinginkan akan cepat dihindari. Misalkan, adanya penarikan obat karena telah
ditemukan adanya kontraindikasi yang tidak diharapkan. Maka, sistem informasi yang
telah dibangun, bisa saling berinteraksi untuk mencegah pemakaian obat tersebut lebih
lanjut.
C. Melacak dan menyediakan Feedback secara cepat.
Teknologi Informasi saat ini memungkinkan komputer untuk melakukan pengolahan
terhadap data pasien dalam jumlah besar dan menghasilkan analisa secara lebih cepat dan
akurat. Dengan metode Data Mining maka komputer bisa mendeteksi pola-pola tertentu
dan mencurigakan dari data klinis pasien. Teknik analisa ini relatif tidak memerlukan

para tenaga kesehatan untuk melakukan analisa, melainkan komputer sendiri yang
melakukan analisa dan memberikan hasil interpretasinya.
22. Pencegahan Adverse Event adalah dengan penerapan sistem penunjang keputusan
dimana dokter bisa diberikan peringatan mengenai kemungkinan terjadinya hal-hal yang
membahayakan keselamatan pasien mulai dari kemungkinan alergi, kontraindikasi
pengobatan, maupun kegagalan prosedur tertentu.
23. Dasar hukum pelaksanaan rekam medik elektronik disamping peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai rekam medik, lebih khusus lagi diatur dalam
Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medik1 pasal 2: (1) Rekam Medik

harus dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau secara elektronik, (2)
Penyelenggaraan rekam medik dengan menggunakan teknologi informasi elektronik
diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
24. Dalam Sabarguna 2008, menyebutkan bahwasanya keamanan komputer (khususnya
dalam bidang kesehatan) mencakup 6 (enam) aspek yaitu:
1) Privacy atau confidentiality.
Hal utama dari aspek Privacy atau Confidentiality adalah bagaimana untuk menjaga
informasi dari pihak-pihak yang tidak memiliki hak untuk mengakses informasi
tersebut. Data rekam medik yang berisi riwayat kesehatan pasien yang bersifat rahasia
harus dapat dijaga kerahasiaanya, karena infomasi tersebut merupakan milik pasien.
Sedangkan dokumennya merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan
kesehatan, seperti yang tertuang dalam pasal 47 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
2) integrity,

Integrity berkaitan mengenai perubahan informasi. Seperti yang tertuang dalam
Permenkes Nomor 269 Tahun 2009 pasal 5 ayat 6 “Pembetulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan
catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu yang bersangkutan.” Pencoretan tentu saja tidak bisa dilakukan dalam rekam

kesehatan elektronik. Oleh karena itu diperlukan pengamanan atau proteksi yang lebih
yaitu tidak begitu saja menghapus data yang tersimpan dalam rekam kesehatan elektronik
tersebut dan segala perubahanya dapat diketahui.
3) Authentication,
Authentication berhubungan dengan akses terhadap informasi. Dalam rekam medik tidak
semua tenaga kesehatan dapat memasukkan data atau melakukan perubahan data. Setiap
tenaga kesehatan mempunyai kapasitanya masing-masing. Oleh karena itu perlu adanya
pembatasan akses. Setiap perubahan harus ada pertanggungjawaban. Pada pasal 47 UU
RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa “setiap
catatan rekam medik harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan”. Dan pada pasal yang sama ayat (3) menyebutkan
“apabila dalam pencatatan rekam medik menggunakan teknologi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas
pribadi (PIN).” Pada Rekam Medik Elektronik juga wajib diberi tanda tangan untuk
pertanggungjawaban. Hal tersebut diatur dalam pasal 11 UU ITE yaitu: Tanda tangan
elektronik memiliki kekuatan hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda
tangan.
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan.
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui.
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait tanda tangan
elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatanganannya.
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.
4) Availability,
Availability atau ketersediaan adalah aspek yang menekan pada tersediaan informasi ketika
dihubungkan oleh pihak-pihak yang terkait. Sebagai alat komunikasi rekam medik harus selalu
tersedia secara cepat dan dapat menampilkan kembali data yang telah tersimpan sebelumnya.

Untuk rekam kesehatan ekektronik juga harus mempunyai sifat ketersediaan. Hal tersebut diatur
dalam UU ITE pasal 16 yaitu: Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang undang tersendiri,
setiap Penyelengaraan Sistem Elektronik wajib mengoperasikan sisten elektronik yang
memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut :
a. Dapat menampilkan kembali Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang diterapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan. Keoutentikan, kerahasiaan. Dan
keteraksesan informasi elektronk dalam Penyelengaraan Sistem Elektronik
tersebut.
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelengaraan
Sistem Elektronik tersebut.
d. Dilengkapi dangan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut.
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
5) Access Control,
Access Control adalah aspek yang menekankan pada cara pengaturan akses terhadap informasi.
Access Control dapat mengatur siapa-siapa saja yang berhak untuk mengakses infomasi atau
siapa-siapa saja yang tidak berhak mengakses informasi. Handout SIK 2017-Ig. Dodiet Aditya
S., SKM.,MPH. Page 22

6) Non-Repudiation4.
Aspek ini erat kaitannya dengan suatu transaksi atau perubahan informasi. Aspek ini
mencegah agar seseorang tidak dapat menyangkal telah melakukan transaksi atau
perubahan terhadap suatu informasi.