SISTEM PUNYIMBANG ADAT LAMPUNG SAIBATIN PAKSI PAK SEKALA BEGHAK KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(1)

SISTEM PUNYIMBANG ADAT LAMPUNG SAIBATIN

PAKSI PAK SEKALA BEGHAK KABUPATEN

LAMPUNG BARAT

Oleh:

Reki Fahlevi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

SISTEM PUNYIMBANG ADAT LAMPUNG SAIBATIN

PAKSI PAK SEKALA BEGHAK KABUPATEN

LAMPUNG BARAT

Oleh:

Reki Fahlevi

Masyarakat Lampung pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua golongan masyarakat atau (kh) ruwa jurai yaitu Jurai Pepadun dan Jurai Saibatin. Budaya Lampung Barat yang juga golongan masyarakat Jurai Saibatin ditandai dengan adat istiadat yang masih terpelihara hingga saat ini. Suku bangsa asli yang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Barat berasal dari Sekala Beghak. Paksi Pak Sekala Beghak kemudian adalah Punyimbang di wilayah Sekala Beghak, kedudukan antar Paksi adalah sama, tidak ada yang lebih dituakan, kekuasaan dan aturan adat hanya berlaku ke dalam Klan mereka sendiri dan tidak berlaku untuk Klan yang lain. Pelapisan Sosial pada Paksi Pak Sekala Beghak dari yang tertinggi sampai yang terendah meliputi Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak, Kimas, dan Mas.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adalah bagaimanakah Sistem Punyimbang adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diway. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fungsional struktural dengan teknik pengumpulan data melalui dokumentasi, observasi dan wawancara.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa pada Paksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diway terdapat struktur kebangsawanan yang dipegang tetap oleh Punyimbang tertinggi yang bergelar suttan dan turun temurun terwarisi berdasarkan garis keturunan anak laki-laki tertua (Patrilineal),Struktur kebangsawanan tersebut telah ada dan berlangsung sejak zaman dahulu bahkan sempat dipengaruhi Pemerintah Hindia Belanda dengan menetapkan aturan-aturan berdasarkan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda di wilayah

Sekala Beghak, namun pada tahun 1942-1998 terjadi perubahan yaitu kembali ke struktural awal dan tidak dipengaruhi pemerintah hindia belanda, kemudian terjadi perubahan kembali pada tahun 1999-sekarang dengan perkembangan Struktural Kebangsawanan Saibatin serta lebih menerima dan mengakomodir suku-suku pendatang dan diterima menjadi bagian masyarakat Lampung namun tidak mengubah struktur tetap yaitu Struktur Kebangsawanan Saibatin.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

SURAT PERNYATAAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

MOTTO ... x

PERSEMBAHAN ... xi

SANWACANA ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan, kegunaan dan ruang lingkup penelitian 1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 6

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Konsep Sistem ... 9

2. Konsep Fungsi ... 11

3. Konsep Struktural ... 12

4. Konsep Punyimbang Adat ... 14

5. Konsep Lampung Saibatin ... 15

6. Konsep Paksi Pak Sekala Beghak ... 17

7. Konsep Sistem Kekerabatan ... 18

8. Konsep Stratifikasi Sosial ... 20

B. Kerangka Pikir ... 21


(6)

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel dan Informan ... 26

1. Variabel Penelitian ... 26

2. Definisi Operasional Variabel ... 26

3. Informan ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1. Teknik Wawancara ... 28

2. Teknik Observasi . ... 29

3. Teknik Dokumentasi ... 30

4. Teknik Analisis Data ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL ... 35

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 35

1.1. Deskripsi Kabupaten Lampung Barat ... 35

1.2. Asal mula dan perkembangan Paksi Pak Sekala Beghak ... 38

1.3. Punyimbang adat lampung saibatin Paksi Pak Sekala Beghak . 44 1.4. Lembaga Adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak .... 48

1.5. Sistem Punyimbang Adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diway ... 66

1.5.1. Suntan ... 67

1.5.2. Raja ... 72

1.5.3. Batin ... 74

1.5.4. Radin ... 74

1.5.5. Minak ... 75

1.5.6. Kiemas... 75

1.5.7. Mas ... 76

1.6. Deskripsi Data ... 77

B.PEMBAHASAN ... 83

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia, setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan manusia,dan Indonesia adalah Negara kepulauan, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda.

Keanekaragaman adat istiadat yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya dan letak daerah, yang bersatu dengan harmonis itulah Indonesia, salah satu dari berbagai suku bangsa itu adalah suku Lampung,Lampung merupakan suatu daerah yang terletak di bagian tenggara pulau sumatera dengan luas wilayahnya 35. 376 km , bagian barat berbatasan dengan samudera Indonesia, bagian timur berbatasan dengan laut Jawa, bagian utara berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan, dan di bagian selatan berbatasan dengan Selat Sunda. Penduduk Lampung terdiri dari penduduk asli dan pendatang, penduduk asli disebut Suku Lampung atau Ulun Lampung.

Ditinjau dari historisnya Lampung dipengaruhi pemerintah Hindia Belanda, seperti pada tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda menetapkan marga-marga teritorial genealogis suku Lampung, sekaligus menentukan batas-batas wilayah kekuasaan masing-masing.Kekuasaan marga teritorial berdasarkan keturunan ini berlaku juga pada masa Jepang dan sampai pada zaman merdeka tahun 1952,


(8)

setelah itu pemerintahan marga diubah menjadi pemerintahan negeri, sejak tahun 1970 pemerintahan negeri dihapus dan digantikan pemerintahan kecamatan.

Orang Lampung terdiri dari dua masyarakat atau (kh) Ruwa Jurai Yaitu JuraiPepadun dan JuraiSaibatin,dalam kesehariannya sebagian besar Ulun (orang) Pepadun menggunakan dialek O sedangkan Ulun (orang) Saibatin menggunakan dialek A. Perbedaan bukan hanya dalam dialek, akan tetapi dalam kebudayaan dan adat istiadat pun memiliki perbedaan.

Kondisi sosial budaya Lampung Barat yang juga golongan masyarakatSaibatin ditandai dengan adat istiadat yang masih terpelihara hingga saat ini. Lampung Barat juga dikenal dengan sebutan Tanah Sai Betik atau tanah yang indah dengan tata kehidupan masyarakat dengan sistem patrilinial, dimana harta pusaka, gelar dan nama suku diturunkan menurut garis Ayah/Bapak. Suku bangsa asli yang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Barat berasal dari Sekala Beghak.

Sekala Beghak adalah kawasan yang sampai saat ini dapat disaksikan warisan peradabannya, kawasan ini boleh dibilang kawasan yang sudah hidup sejak Masa pra-sejarah. Menhir, dolmen, dan bangunan megalitik lainnya serta makam tua yang tersebar di sejumlah titik di Lampung Barat bukti ada tanda kehidupan menyejarah.

Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan Ulun Lampung Sekala Beghak sebagai berikut Inder Gajah gelarBuay Bejalan diway kedudukan di Puncak DalomPekon Kembahang Kecamatan Batu Brak, Pak Lang gelar Buay Pernong kedudukan di HanibungPekon Balak Kecamatan Batu Brak, Sikin gelar


(9)

3

Buay Nyerupa Kedudukan di Tapak Siring Kecamatan Sukau, Belunguh gelar Buay Belunguh Kedudukan di Kenali Kecamatan Belalau.

Paksi Pak Sekala Beghak kemudian adalah Punyimbang (pemimpin) di wilayah Sekala Beghak, kedudukan antar Paksi adalah sama, tidak ada yang lebih dituakan, dan kekuasaan, aturan adat hanya berlaku ke dalam Klan mereka sendiri dan tidak berlaku untuk Klan yang lain, Paksi Pak Sekala Beghak adalah mutlak masyarakat adat bersendikan islam.

Sebagai kesatuan budaya (cultural based) keberadaan Punyimbangpada Paksi Pak Sekala Beghak turun temurun terwarisi dan dalam peraturan adat tidak terdapat kemungkinan untuk membeli perangkat adat, kepangkatan seseorang dalam adat tidak dapat dinilai dari materi dan kekuatan.

Terkait mengenai hal kebudayaan dan Sistemkepemimpinan termuat dalam undang-undang dasar 1945 yaitu dalam pasal 28 I yang berbunyi:“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan

zaman dan peradapan”.

Pemimpin adalah orang yang memiliki kecakapan dan kemampuan mempengaruhi, mengajak, mengumpulkan dan menggerakan orang lain untuk menangani masalah yang ada. Seorang pemimpin harus mampu membina orang lain atau bawahannya untuk membentuk satu kesatuan kerja dan bersama-sama mereka bekerja, bahkan kadang-kadang rela berkorban demi suksesnya pekerjaan itu. Hal ini jugalah yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin adat yang memiliki gelar tertinggi atau yang dalam bahasa Lampungnya disebut Adok.


(10)

PunyimbangAdat Lampung Saibatin adalah mengenai status dan gelar seorang Raja adat, bagi adat Lampung Saibatin dalam setiap generasi atau masa kepemimpinan hanya mengenal satu orang pemimpin adat yang bergelar Suntan, hal ini sesuai dengan istilahnya yaitu Saibatin yang artinya Satu Batin (Satu orang junjungan).

Seorang Saibatin adalah seorang Suntan berdasarkan garis lurus sejak zaman Kerajaan (keratuan) yang pernah ada di Lampung sejak zaman dahulu dan inilah yang disebut SaibatinPaksi. Sebagai keturunan langsung dari keratuan Paksi Pak Sekala Beghak sejak zaman dahulu sebagai satu-satunya pemilik dan penguasa adat tertinggi dilingkungan Paksinya.

Hal yang menarik dari adat Lampung Saibatin yaitu dalam memaknai Pepadun itu sendiri. Dalam adat Lampung Saibatin,Pepadun berarti tempat bertahtanya seorang Raja yang dinobatkan khususnya dalam Paksi Pak Sekala Beghak. Ketetapan adat hanya keturunan yang lurus dan garis keturunan Raja yang berhak untuk dapat duduk diatas Pepadun, namun di daerah lain Pepadun merupakan adat kebiasaan suatu kelompok masyarakat. Kedua kelompok adat tersebut memiliki perbedaan baik dalam sistem kepemimpinannya maupun dalam bahasa dan seni budaya.

Melihat fenomena yang terjadi bahwa banyak masyarakat Lampung yang tidak mengetahui sistem kekerabatannya sendiri atau tergolong pada geneologis apa, Selain itu banyak para Punyimbang atau tokoh adat yang tidak mengetahui peran, fungsi dan wewenangnya dalam adat terutama ketika diadakannya acara-acara adat. Hal ini pulalah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam


(11)

5

apakahKepunyimbangan Adat Lampung Saibatin sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dan apakah peran, fungsi dan wewenang masing-masing sudah jelas dan berjalan dengan baik ataukah hal tersebut hanya merupakan simbol dalam Kepunyimbangan adat Lampung.

B. Analisis Masalah 1.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. SistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala

BeghakKepaksian Bejalan diway.

2. SistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala

BeghakKepaksian Nyerupa.

3. SistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala

BeghakKepaksian Pernong.

4. SistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala

BeghakKepaksian Belunguh.

2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya maka penulis membatasi masalah yaituSistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway.


(12)

3. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimanakahSistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway?

C. Tujuan Penelitian, Kegunaan Dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiSistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diway dan diharapkanmasyarakat tidak hanya mengetahui tentang Punyimbang di Lampung secara umum saja, akan tetapi mengenal Punyimbang juga pada masyarakatLampungSaibatinPaksi Pak Sekala Beghak.

2.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai salah satu wawasan bagi penulis untuk mengetahui tentangSistemKepunyimbanganAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diway.

2. Sebagai informasi kepada orang LampungSaibatin KabupatenLampung Barat agar selalu menjaga dan melestarikan budaya Lampung yang secara turun temurun terwarisi.


(13)

7

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :

1. Subjek Penelitian : SistemPunyimbang 2. Objek Penelitian : Paksi Pak Sekala Beghak 3. Tempat penelitian : Kabupaten Lampung Barat.

4. Waktu : 2012-2013


(14)

REFERENSI

Hadikusuma, Hilman. 1990. Masyarakat Adat dan budaya Lampung. Mandar Maju: Bandung.

Depdikbud 1977/1978. Sejarah Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung.

Muhammad, Bushar. 1978. Asas-asas Hukum Adat (suatu pengantar). Pradya Paramita. Jakarta


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

A.Tinjauan Pustaka 1. Konsep Sistem

Untuk memberikan gambaran yang memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, berikut penulis menyajikan beberapa pengertian sistem yang diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Webster’s New Colligiate Dictionari (2001:33) sistem terdiri atas kata

“syn” dan Bistanai (greek) yang artinya menempatkan bersama yaitu suatu

kumpulan pendapat-pendapat, prinsif-prinsif yang membentuk satu kesatuan dan hubungan satu sama yang lainnya. Di dalamnya ada tiga unsur yaitu faktor-faktor yang dihubungkan , hubungan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk satu kesatuan.

Sistem adalah sebuah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur, komponen, satu sama lainnya berada dalam keterikatan yang kait mengait dan fungsional. Sistem juga dapat diartikan suatu cara yang mekanismenya berpola dan konsisten bahkan mekanismenya sering bersifat otomatis.( Rusadi Kantaprawira1983:7).

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir atau suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Pamudji1982:9).


(16)

Menurut (Moh. Kusnardi dan Harmaili Ibrahim1996:73) sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan itu.

Menurut (Prajudi 1992:6) sistem adalah suatu jaringan dari prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan.

Sedangkan menurut (Sumantri 1983:4) sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud, apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan mendapat gangguan.

Menurut (Syafe’i 1993:14) Sistem adalah kesatuan yang utuh dari sesuatu

rangkaian yang kait mengait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem menjadi induk sistem dari rangkaian selanjudnya, begitulah seterusnya sampai pada bagian yang terkecil. Rusaknya salah satu bagian akan mengganggu kestabilan sistem itu sendiri.

Pengertian sistem secara umum yaitu merupakan suatu kesatuan dari suatu rangkaian yang terdiri dari sub-sub sistem yang saling berkaitan atau memiliki pengaruh antara yang satu dan yang lainnya dan digunakan sebagai pola untuk mencapai tujuan bersama.


(17)

11

Sistem merupakan suatu bentuk integrasi antara satu komponen dengan komponen lain karena sistem memiliki sasaran yang berbeda untuk setiap kasus yang terjadi di dalam sistem tersebut. Sistem dapat diklasifikasikan dari beberapa sudut pandangan, seperti contoh sistem yang bersifat abstrak, sistem alamiah, sistem yang bersifat deterministik dan sistem yang bersifat terbuka dan tertutup.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka yang dimaksud sistem merupakan jaringan kerja atau prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

2.Konsep Fungsi

Fungsi adalah suatu perbuatan yang bermanfaat dan berguna bagi suatu kehidupan masyarakat. Keberadaan sesuatu itu mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Kata fungsi selalu meunjukan kepada pengaruh terhadap sesuatu yang lain, apa yang kita namakan fungsional itu tidak berdiri sendiri tetapi justru dalam suatu hubungan tertentu memperoleh arti dan maknanya. (Koentjaraningrat, 1993:52).

Fungsi menurut Malinowski sama dengan “guna”. Fungsi menurut Malinowski

adalah kegunaan dari institusi dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologis individu-individu masyarakat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut individu harus menjaga kesinambungan kelompok sosial (Marzali dalam Koentjaraningrat, 1987:34).


(18)

M.E Spiro dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi Kontjaraningrat (2009 : 173) menjelaskan bahwa dalam karangan ilmiah, ada tiga cara pemakaian kata fungsi antara lain:

1. Menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna antara sesuatu hal dengan suatu tujuan yang tertentu (misalnya mobil mempunyai fungsi sebagai alat untuk mentranspor manusia atau barang dari suatu tempat ketempat yang lain).

2. Menerangkan kaitan antara satu hal dengan hal yang lain (kalau nilai dari satu hal x itu berubah, maka nilai dari suatu hal lain yang ditentukan oleh x tadi, juga berubah).

3. Menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang terintegrasi (suatu bagian dari suatu organisme yang berubah menyebabkan perubahan dari berbagai bagian lain, malahan sering menyebabkan perubahan dalam seluruh organisme).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep fungsi pada Punyimbang yaitu ingin mengungkapkan atau mendeskripsikan tentang Sistem Punyimbang Adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak Kabupaten Lampung Barat.

3. Konsep Struktural

Semua benda yang ada didalam bumi merupakan sebuah kesatuan yang tersusun, dan memiliki sebuah struktur yang terorganisir. Begitu juga pandangan dalam teoristrukturalisme ini. Semua yang berhubungan dengan kesosialan pasti mempunyai sebuah tatanan atau susunan yang telah terbentuk dan juga memiliki struktur – struktur tertentu.


(19)

13

Dan beberapa penelitian ada yang beranggapan bahwa strukturalisme dirumuskan seperti benda pada umumnya. Dimana hukumnya tentang apapun benda yang berbentuk dipastikan memiliki struktur.

Menurut KBBI (1997;964) struktur adalah cara sesuatu yang disusun atau dibangun dengan pola tertentu, pengaturan unsur-unsur atau bagian-bagian dari suatu benda atau wujud.

Dalam teori strukturalisme Levi Straus (2005;79) struktur adalah model – model yang dibuat oleh para ahli untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang dianalisisnya, yang tidak ada kaitannya dengan fenomena empiris kebudayaan itu sendiri.

Menurut levi Straus sendiri dalam menggambarkan sebuah prinsip dasar untuk teori strukturalisme-nya. Dia membangun prinsip tersebut ke dalam empat syarat model yang bertujuan agar terbentuk struktur sosial.Prinsip dasar tersebut adalah :

1. Sebuah struktur menawarkan sebuah karakter sistem. Struktur terdiri atas elemen – elemen seperti sebuah modifikasi apa saja, yang salah satunya akan menyeret modifikasi seluruh elemen lainnya.

2. Seluruh model termasuk dalam sebuah kelompok transformasi, dimana masing – masing berhubungan dengan sebuah model dari keluarga yang sama, sehingga seluruh transformasi ini membentuk sekelompok model.

3. Sifat – sifat yang telah ditunjukkan sebelumnya tadi memungkinkan kita untuk memperkirakan dengan cara apa model akan beraksi menyangkut modifikasi salah satu dari sekian elemennya.

4. Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga kegunaannya bisa bertanggung jawab atas semua kejadian yang telah di observasi.


(20)

4. Konsep Punyimbang Adat

Secara Etimologis kata Punyimbangberasal dari kata Pun dan Nyimbang, Pun berarti yang dihormati dan dituakan, sedangkan Nyimbang berarti mengimbang dan mewarisi.

Punyimbangadalah pemimpin adat yang diperoleh secara turun temurun, Punyimbangseperti ini dianut oleh Ulun LampungSaibatin, sedangkan Kepunyimbangan dalam arti kedudukan seseorang sebagai pemuka adat disamping urutan kedudukannya sebagai anak laki-laki tertua menurut garis hierarki keturunan Masing-Masing(Ali Imron, 2005 :100).

Punyimbangartinya orang yang dituakan dalam keluarga, kerabat atau kebuayan, dengan adanya Kepunyimbangan ini maka keluarga Lampung mempunyai pemimpin berdasarkan keturunan laki-laki atau patrilineal (Hilman Hadikusuma, 1989 : 17).

Menurut Rizani Puspawidjaja (2003 : 5) dalam Materi Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kampung Tua (PPEK-KT), pola kepemimpinan masyarakat adat Saibatinpada hakekatnya terpola dengan struktur pemimpin tetap dipegang anak laki-laki tertua, dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Dengan demikian maka Punyimbangadalah pemimpin adat yang diperoleh secara turun temurun serta kedudukan sebagai pemuka adat dan pada hakekatnya terpola dengan struktur tetap dipegang anak laki-laki tertua.


(21)

15

Dalam orang LampungSaibatin kata Ulun biasanya digunakan sebagai kata ganti orang atau masyarakat dan menunjukan identitas suatu suku, untuk itu sebelum kita beranjak pada konsep orang LampungSaibatin akan lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu konsep Masyarakat itu sendiri.

Istilah yang lazim untuk menyebut kesatuan (kolektivitas) hidup manusia adalah masyarakat, dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata lainsocius, yang berarti kawan. Istilah Masyarakat sendiri berasal dari kata arab

syakara yang berarti “ikut serta” atau “berpartisipasi”. masyarakat ialah memang sekumpulan manusia yang paling bergaul dan berinteraksi.

Masyarakat pada satu kesatuan manusia tentunya memiliki ikatan-ikatan seperti adanya instansi diantara warganya, adanya ikatan adat istiadat khas dalam kehidupannya yang berlangsung terus menerus, adanya rasa identitas diantara warganya, adanya norma-norma atau hukum dan aturan-aturan yang khas mengatur pola prilaku warganya (Dalam Sosiologi dan Antropologi, 1987: 136). Dari ciri-ciri yang dikemukakan tersebut, Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat sebagai berikut , “Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat yang bersifat kontinue, dan terikat

suatu rasa identitas bersama”.

Menurut Warner (1986:105)masyarakat adalah “suatu kelompok perorangan yang

berinterkasi timbal balik”, konsekuensinya adalah jika hubungan manapun dari konfigurasi sosial tertentu diransang, maka itu akan mempengaruhi semua bagian lain, dan sebaliknya akan dipengaruhi oleh bagian-bagian itu, demikian pula yang


(22)

diungkapkan oleh Chapple“bahwa hampir seluruh kehidupan seseorang individu lain dalam peranata-peranata” (Chapple, 1986: 107).

Jadi masyarakat adalah sekumpulan individu (manusia) yang terkait oleh pemikiran, perasaan dan sistem (aturan) yang sama, disamping adanya sekumpulan individu didalamnya juga terdapat interaksi antara mereka, jadi bukan sekedar sekumpulan individu. Sekelompok individu hanya akan menghasilkan jamaah (kumpulan) saja, bukan masyarakat, lagi pula yang membentuk masyarakat adalah interaksi antar anggota masyarakat yang ada didalamnya.

Masyarakat yang akan diteliti disini adalah masyarakatyang merupakan keturunan Paksi Pak Sekala Beghak, menurut koentjaraningrat bahwa lahirnya masyarakat diawali dengan hubungan tiap-tiap indivudu yang hanya mencakup kaum keluarga, kerabat dan tetangga dekat saja yang menjadi satu kesatuan.

OrangLampungSaibatin adalah sekelompok masyarakat yang berusaha menjaga kemurnian daerah dalam mendudukkan seseorang pada jabatan adat, yang pada kelompok adat disebut Punyimbang, dan masyarakat Lampung pesisir memliki cici-ciri:

1. Martabat kedudukan tetap, tidak ada upacara peralihan adat. 2. Jenjang kedudukan Saibatin tanpa tahta.

3. Bentuk perkawinan jujur dan semanda.

4. Pakaian adat hanya dimiliki dan dikuasai oleh Saibatin (siger, mahkota sebelah).

5. Kebangsawanan keturunan hanya terbatas pada kerabat Saibatin. 6. Hubungan kekerabatan kurang akrab.


(23)

17

7. Belum diketahui kitab pegangan adatnya. 8. Pengaruh agama islam lebih kuat.

9. Peradilan adat mulai melemah (Hadikusuma, 1989: 119).

Dari penjelasan di atas dapat diambil intisarinya bahwa orang LampungSaibatin adalah kelompok masyarakat adat yang dominan bertempat tinggal didaerah pesisir dan menjaga kemurnian darah dalam Kepunyimbangan.

6. Konsep Paksi Pak Sekala Beghak

Sebelum kita beranjak pada konsep Paksi Pak Sekala Beghak akan lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu konsep Sekala Beghak itu sendiri.Sekala Beghak memiliki makna yang dalam dan sangat penting bagi orang Lampung. Ia melambangkan peradaban, kebudayaan dan eksistensi Lampung itu sendiri.Sekala Beghak secara etimologis berasal dari kata Sekala dan Beghak, Sekala adalah tumbuhan yang hanya terdapat di sekitar lereng gunung pesagi, sedangkan Beghakdalam bahasa Lampung berarti luas atau lebar, dengan demikian secara etimologis Sekala Beghakberari tumbuhan yang luas dan hanya terdapat di lereng gunung pesagi Kabupaten Lampung Barat.

Hilman Hadikusuma menyatakan bahwa generasi awal Ulun Lampung berasal dari Sekala Beghak, di kaki gunung pesagi Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan animisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.Masyarakat Tumi kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal dari Pagaruyung Sumatera Barat yang datang ke sana,mereka adalah Umpu Bejalan diway, Umpu Nyerupa,Umpu Pernong dan Umpu Belunguh,


(24)

inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Beghak(Adat Istiadat Lampung:1983).

7. Konsep Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan adalah hubungan berdasarkan pada model hubungan yang dipandang antara seorang ayah dengan anak serta seorang ibu dengan anak (Ali Imron, 2005:27).Hubungan kekerabatan masyarakat Lampung terdiri dari tiga kelompok kerabat menyanak, yaitu kelompok wari (saudara), adik wari (saudara adik beradik), dan apak kemaman (paman saudara-saudara bapak), yang sepertalian darah, kelompok lebu kelama (kerabat ibu sendiri dan kerabat ibu dari bapak), dan kelompok menulung kenubi (kerabat kemenakan dari saudara wanita sendiri atau dari bapak serta kerabat bersaudara ibu)(Hilman Hadikusuma 1989:141).

Bagan 1.Kelompok Kerabat Menyanak, yaitu kelompok wari (saudara), adik wari (saudara adik beradik), dan apak kemaman (paman saudara-saudara bapak).

1 2 3 4

567 7 8 9 10 11 12 13 14

15 16 Keterangan:

1. Tamong (Kakek) 9. Apak Kemaman (Paman) 2. Kajong (Nenek) 10. Apak Kemaman (Paman) 3. Tamong (Kakek) 11. Apak Kemaman (Paman) 4. Kajong (Nenek) 12. Ibu

5. Apak Kemaman (Paman) 13. Apak Kemaman (Paman) 6. Apak Kemaman (Paman) 14. Bik Ibu (Bibi)

1

1 1 1 1 1 1 1


(25)

19

7. Bik Ibu (Bibi) 15. Ego

8. Ayah 16. Adik Wari (Adik)

Bagan 2. Kelompok Lebu Kelama(kerabat ibu sendiri dan kerabat ibu dari bapak)

Ego

Kelama Lebu

Bagan 3. Kelompok Menulung Kenubi

Hubungan kekerabatan yang positif ini terlihat pada pelaksanaan upacara adat yang dilakukandengan cara bersakai sembayan antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dalam menghadapi masalah bersama baik dalam adat.

Masyarakat di PekonKembahangKecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat menganut prinsip sistem kekerabatan yang ditarik berdasarkan atas garis keturunan ayah atau patrilineal. Dengan struktur kekerabatan seperti ini sangat berpengaruh juga kepada sistem pewarisan harta, pusaka maupun gelar adat

1

1 1

1

1 1

1 1

1 1 1


(26)

dimana penerus dan pengalihan hak penguasa atas harta dan tanggung jawab diberikan kepada anak laki-laki tertua.

8. Konsep Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial (Pelapisan Sosial) adalahpenggolongan untuk pembedaan orang-orangdalam suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensikekuasaan, previlese dan prestise.Penggolongan untuk pembedaan artinya setiap induvidumenggolongkan dirinya sebagaiorang yang termasuk dalam suatu lapisan tertentu menganggapdirinya lebih rendah atau lebihtinggi dari pada orang lain untukdigolongkan kedalam lapisantertentu.

Menurut Pitirim A. Sorokin(1959:11)stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis), perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, setiap lapisan itu disebut dengan strata sosial. Ditambahkan bahwa stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur. Lapisan-lapisan di dalam masyarakat memang belum jelas batas-batasnya, tetapi tampak bahwa setiap lapisan terdiri atas individu-individu yang mempunyai tingkatan atau strata sosial yang secara relatif adalah sama.

Dalam masyarakat adatLampungSaibatin, stratifikasi masyarakat di kategorikan menjadi dua golongan, pertama adalah golongan Masyarakat pemegang Adat Saibatin atau Punyimbang, dan kedua adalah golongan orang-orang biasa, untuk melihat perbedaan antara kedua strata ini dapat dilihat pada saat upacara adat.


(27)

21

B.Kerangka Pikir

Lampung pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua golongan masyarakat atau (kh) Ruwa Juri yaitu JuraiPepadun dan JuraiSaibatin. dalam kesehariannya sebagian besar orang Pepadun menggunakan dialek O sedangkan orang Saibatin menggunakan dialek A.

LampungSaibatin pada dasarnya dapat diketahui dengan kesempatan untuk menduduki atau meningkatkan kedudukan dalam adat diperoleh dari keturunan,karena Punyimbang berlangsung secara dinasti.Kepunyimbangan dalam arti kedudukan seseorang sebagai pemuka adat atau pemimpin adat menurut garis hierarki keturunan masing-masing yang mempunyai peran, fungsi dan wewenang.

Inilah yang ada pada Paksi Pak Sekala Beghak, yaitu Buay Bejalan diway, Buay Nyerupa, Buay Belunguh, Buay Pernong, pada umumnya memiliki dasar yang kuat sebagai Punyimbang adat (pemimpin adat), sebab mereka mempunyai wilayah, masyarakat dan aturan adat yang berlaku.

Kedudukan antar Paksi adalah sama, tidak ada yang lebih dituakan, dan kekuasaan, aturan adat masing-masing hanya berlaku pada Klan mereka sendiri dan tidak berlaku untuk Klan yang lain, namun Paksi Pak Sekala Beghak memiliki pelapisan sosial berdasarkan gelar adat dari yang tertinggi sampai yang terendah meliputi Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak, Kiemas, dan Mas.


(28)

C.Paradigma

Keterangan :

: Garis Pengaruh

: Garis akibat Lampung

Pepadun Saibatin

Punyimbang Adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak 1. Suntan

2. Raja 3. Batin 4. Radin 5. Minak 6. KieMas 7. Mas

Paksi Pak Sekala Beghak


(29)

23

REFERENSI

Imron, Ali. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung: Bandar Lampung

Hadikusuma, Hilman. 1990. Masyarakat Adat dan budaya Lampung. Mandar Maju: Bandung.

Puspawidjaja, Rizani. 2003.Materi Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi

Kerakyatan Kampung Tua (PPEK-KT), pola kepemimpinan Masyarakat. Universitas Lampung: Bandar Lampung

Kontjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. UI Press. Jakarta.

. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. . 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Geramedia. Jakarta.


(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Yang Digunakan

Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Maryaeni (2005:58), metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan.

Sedangkan menurut Winarno Surachmad (1982 : 111), metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan mempergunakan teknik dan alat-alat tertentu. Berdasarkan pengertian diatas, maka metode adalah cara untuk mencapai suatu tujuan dari penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Husin Sayuti (1989; 41) metode deskriptif adalah suatu metode yang memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu.

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaiamana adanya. Metode deskriptif juga memusatkan perhatiannya pada penemuan fatkta-fakta sebagaimana keadaan yang sebenarnya. Menurut Sumadi Suryabrata, menjelaskan


(31)

25

metode deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Dengan demikian maka metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan suatu kejadian atau pristiwa secara sistematis, faktual dan akurat berdasarkan fakta-fakta yang tampak dan sebagaimana adanya.

B.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Barat. Lokasi ini dipilih berdasarkan teknik Purposive Sampling yaitu dilakukan dengan sengaja, cara penggunaan sampel ini diantara populasi sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.

Selain itu pemilihan lokasi penelitian didasari oleh lokasi penelitian juga tidak jauh dari Pekon kelahiran penulis dengan harapan penulis akan dapat lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat berkomunikasi dengan para responden yang rata-rata berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Lampung.

Menurut Suwardi Endraswara (2006: 15) sampel adalah salah satu cara pembatasan (penyempitan) wilayah yang akan digarap. Dengan kata lain sampel adalah sumber dari informasi data itu sendiri. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengerti dan memahami tentang SistemPunyimbang Adat


(32)

Barat.Sedangkan Menurut Mohamad Ali (1985: 54) sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu.

C.Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel dan Informan 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini merupakan konsep dari gejala yang bervariasi yaitu objek penelitian. Variabel adalah segala faktor yang menyebabkan aneka perubahan pada fakta-fakta suatu gejala tentang kehidupan (Ariyono Suyono, 1985: 431). Sedangkan menurut pendapat yang lain dijelaskan bahwa variabel adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki beberapa aspek atau unsur di dalamnya yang dapat bersumber dari kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada objek penelitian (Hadari Nawawi, 1996: 55)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel adalah sesuatu yang menjadikan objek dalam penelitian. Variabel dalam penelitian adalah SistemPunyimbangAdat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala Beghak.

2. Definisi Operasional Variabel

Menurut Muhammad Nazir definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut (Moh. Nazir, 1985: 162).


(33)

27

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi menyatakan definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau memberi petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variable (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1989: 40).

Dengan demikian maka definisi operasional variabel adalah suatu petunjuk yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan agar mudah diteliti.

3. Informan

Pemahaman tentang informan ini penting karena peneliti budaya mau tidak mau akan berhadapan langsung dengannya. Informan adalah seseorang atau ketua adat yang memiliki pengetahuan budaya yang di teliti (Suwardi, 2006 : 119).

Narasumber yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu karena itu maka perlu dipilih orang yang benar-benar mengetahui tentang objek yang akan diteliti. Informan menurut Moleong (1998: 90) adalah orang yang mempunyai banyak pengetahuan tentang latar penelitian dan bersedia untuk memberikan inforMasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Syarat-syarat seseorang informan adalah jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, suka berbicara, tidak termasuk pada salah satu kelompok yang bertikai dalam latar belakang penelitian dan mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi.

Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling (mengambil orang yang telah dipilih secara cermat oleh peneliti). Pemilihan informan didasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia


(34)

memberikan data dalam penelitian ini.Informan yang dipilih berdasarkan kriteria- kriteria tertentu. Kriteria informan pada penelitian ini adalah:

1. Tokoh masyarakat atau tokoh adat

Tokoh adat disini dimaksudkan adalah orang yang dianggap memahami secara mendalam tentang adat istiadat orang Lampung dan penduduk asli setempat. 2. Informan memiliki kesediaaan dan waktu yang cukup.

3. Dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. 4. Orang yang memahami objek yang diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Wawancara

Pada penelitian ini salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara. Wawancara atau metode interview, mencangkup cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan(Koentjaraningrat, 1973: 162).

Teknik ini untuk mencari keterangan secara lengkap, berdasarkan difinisi tersebut maka peneliti melakukan teknik wawancara dengan tokoh-tokoh adat di Kabupaten Lampung Barat yang mengerti dan memahami tentangPunyimbang Adat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala Beghak Kabupaten Lampung Barat.Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak berstruktur.


(35)

29

Dalam wawancara terstruktur pewawancara menyapaikan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan pewawancara sebelumnya.(Esther Kuntjara, 2006: 168). Jadi wawancara terstruktur yakni wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan dalam bentuk dibatasi. Hal ini dilakukan agar ketika informan memberikan keterangan tidak melantur kemana-mana.

b. Wawancara Tidak Berstruktur

Wawancara tidak terstruktur dilakukan pada awal penelitian, karena terkadang informan memberikan keterangan kadang muncul jawaban yang tidak terduga yang tidak akan muncul pada saat wawancara terarah dilakukan, dan hal itu biasa menambah informasi yang diperoleh terkait informasi yang akan diteliti.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya-jawab dengan informan, sehingga mendapatkan informasi lebih jelas..

2. Teknik Observasi

Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara senghaja, sistematis mengenai fenomena sosial dan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan penelitian.

Observasi menurut Mardalis ialah teknik yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, yang merupakan hasil perbuatan jiwa


(36)

secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yang diinginkan.

MenurutSuwardi Endraswara (2006:133) observasi adalah suatu penelitian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya dengan wawancara mendalam. Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti.

Tehnik Observasi ini bertujuan untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data dengan mengadakan observasi langsung terhadap obyek masalah yang sedang diteliti sehingga mendapatkan data yang berkaitan dengan SistemPunyimbang Adat LampungSaibatinPaksi Pak Sekala Beghak Kabupaten Lampung Barat.

3. Teknik Dokumentasi

Tehnik dokumentasi menurut Komarudin (1997 ; 50) adalah sesuatu yang memberikan bukti dimana dipergunakan sebagai alat pembukti atau bahan-bahan untuk membandingkan suatu keterangan atau informasi penjelasan atau dokumentasi dalam naskah atau informasi tertulis. Menurut Suharsimi Arikunto, teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya(Suharsimi Arikunto, 1997 : 236).

Sedangkan menurut Hadari Nawawi mengatakan bahwa dokumentasi adalah cara atau pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama tentang arsip-arsip


(37)

31

dan termasuk buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Nawawi,1991:133).Maka berdasarkan pendapat tersebut, peneliti mengadakan penelitian berdasarkan dokumentasi yang ada berupa catatan-catatan, buku yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa teknik analisis data yang akan dipergunakan untuk mendapatkan informasi dan data tertulis maupun dalam bentuk gambar, foto, catatan, buku, surat kabar dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan maslah yang akan diteliti.

4. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data Kualitatif karena data yang diperoleh bukan berupa angka-angka sehingga tidak dapat diuji secara statistik. Selain itu analisis data kualitatif yang dapat memberikan penjelasan yang nyata dalam kehidupan kita sesuai dengan hal yang akan di teliti.

Menurut Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data(Moleong, 1998: 103).

Sedangkan Bogdan dan Totylor (dalam Lexy J. Moleong 2004:280) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menentukan tema dan rumusan hipotesis (ide), seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu.


(38)

Langkah-langkah dalam penelitian menganalisis data dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilapangan dituangkan dalam laporan atau uraian yang lengkap dan terperinci. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan sedemikian rupa, sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diferivikasi. Hasil wawancara dan dokomentasi digolongkan dalam fokus-fokus kajian penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian melihat data secara keseluruhan dan bagian-bagian penting. Bentuk penyajian data yang digunakan pada data kualitataif adalah bentuk teks naratif, oleh karena itu informasi yang kompleks akan disederhanakan kedalam bentuk tabulasi yang selektif dan mudah dipahami.Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih data yang lebih relevan dengan konteks penelitian, disajikan dalam kalimat baku dan mudah dimengerti.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah data direduksi dan memasukan data kedalam bentuk bagan, matrik, dan grafik maka tindak lanjut peneliti adalah mencari arti pula, konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa di uji selama penelitian berlansung.


(39)

33

Adapun langka-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil suatu kesimpulan adalah :

a. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian.

b. Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang didapat di lapangan.

c. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk penulisan.


(40)

REFERENSI

Goodman. Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Prenada Media. Ihromi, T.O. ed. (1981) Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Gramedia. Levi-Strauss. Claude. 2005. Antropologi Struktural. Yogyakarta. Kreasi Wacana. Kontjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. UI Press. Jakarta.

. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. . 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Geramedia. Jakarta. Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi

Aksara: Jakarta.

Endraswara, suwardi. 2006. Metode, teori, teknik penelitian kebudayaan. Pustaka Widyatama: Yogyakarta.

Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta-Gramedia. Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara:Jakarta Singarimbun, Masri. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta LPSES.

Surachmad , Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Angkasa : Bandung Suryabrata, Sumadi.1983. Metode Penelitian. Jakarta-Rajawali.


(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa dalam Sistem Punyimbang Adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diwaysebagai berikut:

SuntanPaksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway adalah Selayar Akbar Azrim Efendi Puspanegara adokSuntan Jayakesuma IV merupakan Punyimbang tertinggi yang ke 20, pucuk pimpinan tertinggi pada masyarakat adat PaksiPak Sekala Begahak Kepaksian Bejalan diway.

RajaPaksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway berjumlah 12 Raja, baik RajaJukkuan maupun Raja Kappung Batin, yang kesemuanya berfungsi membantu Suntan dan berada dibawah Suntan, Raja-Raja ini masing-masing membawahi kelompok-kelompok kecil atau Klan-Klan kecil berdasarkan wilayah yang mereka pimpin.

Sampai pada saat ini Batin pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway berjumlah 64 Batin, yang semuanya berfungsi membantu para Raja dalam mengurusi wilayah Masing-Masing, serta Batin selalu dibawah Raja dan biasanya membantu segala kebutuhan yang diperlukan Raja dalam acara adat pada masyarakat di Kepaksian Bejalan diway.


(42)

Radin pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway tidak diketahui jumlah pastinya, fungsi Radin banyak berperan pada pelaksanaan, ia berada pada posisi tengah atau pada pelapisan sosial yang berada ditengah, biasanya membantu para Batin biasa juga membantu Minak dan Kiemas, namun pada pelaksanaanya Radin lebih terlihat sebagai punggawa yang memagang peralatan atau benda-benda pusaka dalam prosesi adat yang berlangsung.

Minak pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway tidak diketahui jumlah pastinya, fungsi Minak lebih banyak membantu Radin dalam kegiatannya, selain itu Minak juga lebih banyak berfungsi sebagai perlengkapan dalam acara adat yang berlangsung.

Kiemas pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway tidak diketahui jumlah pastinya mengingat pelapisan sosial yang keenam ini sudah berada pada lapisan sosial bawah, Jika Radin dan Minak lebih banyak berperan pada saat pelaksanaan acara adat maka Kiemas lebih kepada pelaksanaan atau pada persiapan acara di dalam adat, seperti Minak mempersiapkan peralatan, membantu mengkondisikan tempat, dan menjadi pelaksana perintah dari pada para Raja dan Batin.

Mas adalah pelapisan sosial paling bawah pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway, secara umum fungsiMas lebih banyak mendapat instruksi dari atasannya, ia bahkan tidak ikut dalam pengambilan keputusan adat namun lebih kepada menjalankan keputusan tersebut.


(43)

93

B.Saran

Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan maka ada beberapa saran yang akan penulis sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masyarakat Lampung yang mempunyai Klan-Klanmasing-masing hendaknya memahami KepunyimbanganAdat khususnya marganya masing-masing.

2. Hendaknya seorang Suntan benar-benar mengetahui peran, fungsi dan wewenangnya sebagai Punyimbang Adat agar tidak terjadi tumpang tindih peran, fungsi dan wewenang dalam lembaga adat.

3. Adanya Paksi Pak Sekala Beghakhendaknya kita sadari sebagai bentuk keanekaragaman adat budaya serta warisan nenek moyang yang ada di Lampung, bukan untuk dijadikan suatu masalah atau perpecahan.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1990. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rinclce Cipto Aries Djaenuri, 2003. Sistem Pemerintahan Desa. Pusat Penerbitan UT.Jakarta Bushar Muhammad. Azas-azas Hukum Adat (suatu pengantar). Pradya Pamaritha,

Jakarta.

Depdikbud 1977/1978. Sejarah Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung.

Evendhy M. Siregar. 1989. Bagaimana Menjadi Pemimpin Yang Berhasil. Yayasan Mari Belajar. Jakarta.

Endraswara, suwardi. 2006. Metode, teori, teknik penelitian kebudayaan. Pustaka Widyatama: Yogyakarta.

Goodman. Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Prenada Media. Hilman,Hadikusuma. 1990. Masyarakat Adat dan budaya Lampung. Mandar

Maju: Bandung.

Sejarah Hukum Adat di Indonesia. Bandung. Alumni. 1978

Hukum Adat dan Pembangunan. Universitas Lampung, Teluk Betung 1978

Ihromi, T.O. ed. (1981) Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Gramedia. Imron, Ali. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung: Bandar

Lampung

Kantaprawira.Rusadi 1983. Sistem Politik Indonesia. Sinar Baru. Bandung Kartono Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. 1992 . PT. Raja Garpondo


(45)

Kansil, Cristine. 2001. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta Kontjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. UI Press. Jakarta.

. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. . 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Geramedia. Jakarta. Kantaprawira.Rusadi 1983. Sistem Politik Indonesia. Sinar Baru. Bandung Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta-Gramedia.

Levi-Strauss. Claude. 2005. Antropologi Struktural. Yogyakarta. Kreasi Wacana. Muhammad, Bushar. 1978. Asas-asas Hukum Adat (suatu pengantar). Pradya

paramita. jakarta

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara:Jakarta Puspawidjaja, Rizani. Materi Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan

Kampung Tua (PPEK-KT), pola kepemimpinan Masyarakat. Universitas Lampung: Bandar Lampung. 2003.

Rasyid Ryaas. 1998. Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta.PT Pustaka. LP3ES

Syafe’I, Kencana Inu. 1993. Sistem Pemerintahan Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta

Singarimbun, Masri. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta LPSES. Surachmad , Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Angkasa :

Bandung

Suwondo Bambang. Upacara Tradisional Daerah Lampung . Depdikbud. 1981/1982

Suryabrata, Sumadi.1983. Metode Penelitian. Jakarta-Rajawali. Singarimbun, Masri. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta LPSES.

Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara: Jakarta.


(46)

Selayang Pandang Dinas Perhubungan Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Lampung Barat.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa dalam Sistem Punyimbang Adat Lampung Saibatin Paksi Pak Sekala Beghak Kepaksian Bejalan diwaysebagai berikut:

SuntanPaksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway adalah Selayar Akbar Azrim Efendi Puspanegara adokSuntan Jayakesuma IV merupakan Punyimbang tertinggi yang ke 20, pucuk pimpinan tertinggi pada masyarakat adat PaksiPak Sekala Begahak Kepaksian Bejalan diway.

RajaPaksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway berjumlah 12 Raja, baik RajaJukkuan maupun Raja Kappung Batin, yang kesemuanya berfungsi membantu Suntan dan berada dibawah Suntan, Raja-Raja ini masing-masing membawahi kelompok-kelompok kecil atau Klan-Klan kecil berdasarkan wilayah yang mereka pimpin.

Sampai pada saat ini Batin pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway berjumlah 64 Batin, yang semuanya berfungsi membantu para Raja dalam mengurusi wilayah Masing-Masing, serta Batin selalu dibawah Raja dan biasanya membantu segala kebutuhan yang diperlukan Raja dalam acara adat pada masyarakat di Kepaksian Bejalan diway.


(2)

92

Radin pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway tidak diketahui jumlah pastinya, fungsi Radin banyak berperan pada pelaksanaan, ia berada pada posisi tengah atau pada pelapisan sosial yang berada ditengah, biasanya membantu para Batin biasa juga membantu Minak dan Kiemas, namun pada pelaksanaanya Radin lebih terlihat sebagai punggawa yang memagang peralatan atau benda-benda pusaka dalam prosesi adat yang berlangsung.

Minak pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway tidak diketahui jumlah pastinya, fungsi Minak lebih banyak membantu Radin dalam kegiatannya, selain itu Minak juga lebih banyak berfungsi sebagai perlengkapan dalam acara adat yang berlangsung.

Kiemas pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway tidak diketahui jumlah pastinya mengingat pelapisan sosial yang keenam ini sudah berada pada lapisan sosial bawah, Jika Radin dan Minak lebih banyak berperan pada saat pelaksanaan acara adat maka Kiemas lebih kepada pelaksanaan atau pada persiapan acara di dalam adat, seperti Minak mempersiapkan peralatan, membantu mengkondisikan tempat, dan menjadi pelaksana perintah dari pada para Raja dan Batin.

Mas adalah pelapisan sosial paling bawah pada Paksi Pak Sekala BeghakKepaksian Bejalan diway, secara umum fungsiMas lebih banyak mendapat instruksi dari atasannya, ia bahkan tidak ikut dalam pengambilan keputusan adat namun lebih kepada menjalankan keputusan tersebut.


(3)

93

B.Saran

Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan maka ada beberapa saran yang akan penulis sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai masyarakat Lampung yang mempunyai Klan-Klanmasing-masing hendaknya memahami KepunyimbanganAdat khususnya marganya masing-masing.

2. Hendaknya seorang Suntan benar-benar mengetahui peran, fungsi dan wewenangnya sebagai Punyimbang Adat agar tidak terjadi tumpang tindih peran, fungsi dan wewenang dalam lembaga adat.

3. Adanya Paksi Pak Sekala Beghakhendaknya kita sadari sebagai bentuk keanekaragaman adat budaya serta warisan nenek moyang yang ada di Lampung, bukan untuk dijadikan suatu masalah atau perpecahan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1990. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rinclce Cipto Aries Djaenuri, 2003. Sistem Pemerintahan Desa. Pusat Penerbitan UT.Jakarta Bushar Muhammad. Azas-azas Hukum Adat (suatu pengantar). Pradya Pamaritha,

Jakarta.

Depdikbud 1977/1978. Sejarah Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung.

Evendhy M. Siregar. 1989. Bagaimana Menjadi Pemimpin Yang Berhasil. Yayasan Mari Belajar. Jakarta.

Endraswara, suwardi. 2006. Metode, teori, teknik penelitian kebudayaan. Pustaka Widyatama: Yogyakarta.

Goodman. Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Prenada Media. Hilman,Hadikusuma. 1990. Masyarakat Adat dan budaya Lampung. Mandar

Maju: Bandung.

Sejarah Hukum Adat di Indonesia. Bandung. Alumni. 1978

Hukum Adat dan Pembangunan. Universitas Lampung, Teluk Betung 1978

Ihromi, T.O. ed. (1981) Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Gramedia. Imron, Ali. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung: Bandar

Lampung

Kantaprawira.Rusadi 1983. Sistem Politik Indonesia. Sinar Baru. Bandung Kartono Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. 1992 . PT. Raja Garpondo


(5)

Kansil, Cristine. 2001. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta Kontjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. UI Press. Jakarta.

. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. . 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Geramedia. Jakarta. Kantaprawira.Rusadi 1983. Sistem Politik Indonesia. Sinar Baru. Bandung Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta-Gramedia.

Levi-Strauss. Claude. 2005. Antropologi Struktural. Yogyakarta. Kreasi Wacana. Muhammad, Bushar. 1978. Asas-asas Hukum Adat (suatu pengantar). Pradya

paramita. jakarta

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara:Jakarta Puspawidjaja, Rizani. Materi Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan

Kampung Tua (PPEK-KT), pola kepemimpinan Masyarakat. Universitas Lampung: Bandar Lampung. 2003.

Rasyid Ryaas. 1998. Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta.PT Pustaka. LP3ES

Syafe’I, Kencana Inu. 1993. Sistem Pemerintahan Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta

Singarimbun, Masri. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta LPSES. Surachmad , Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Angkasa :

Bandung

Suwondo Bambang. Upacara Tradisional Daerah Lampung . Depdikbud. 1981/1982

Suryabrata, Sumadi.1983. Metode Penelitian. Jakarta-Rajawali. Singarimbun, Masri. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta LPSES.

Usman, Husaini, dan Purnomo Setiady. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara: Jakarta.


(6)

Makalah Berkala FKMSB edisi Perdana 2005

Selayang Pandang Dinas Perhubungan Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Lampung Barat.


Dokumen yang terkait

Prosesi Upacara Perkawinan Dan Makna Gelar Adat Bagi Masyarakat Adat Lampung Saibatin Paksi Benawang Buay Seputih

2 80 86

PERANAN PEMERINTAH ADAT LAMPUNG SAIBATIN DALAM PEMERINTAHAN DESA BEDUDU

4 34 107

DADUWAI DALAM UPACARA PERKAWINAN ULUN LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON WAY BELUAH KECAMATAN PESISIR UTARA KABUPATEN LAMPUNG BARAT

0 16 54

TINJAUAN HISTORIS SEKALA BEKHAK SEBAGAI MUASAL KEBERADAAN KERATUAN ADAT LAMPUNG

2 25 38

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat) - Raden Intan Repository

0 2 11

BAB II HAKIKAT GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN - MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat) - Raden Intan Repository

0 2 16

BAB IV MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN - MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat) - Raden Intan Repository

0 0 8

KEDUDUKAN ANAK TERTUA LAKI-LAKI DALAM ADAT LAMPUNG SAIBATIN DI KABUPATEN PESISIR BARAT - Raden Intan Repository

0 2 88

BAB II HAKIKAT SIGOKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN A. Masyarakat adat Lampung saibatin 1. Konsep masyarakat - MAKNA FILOSOFIS SIGOKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi Pada Marga Pugung Penengahan Kecamatan Lemong Kabupaten Pesisir Bara

0 0 32

BAB IV ANALISIS MAKNA FILOSOFIS SIGOKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN A. Analisis Simbol Detail Sigokh Pada Masyarakat Adat Lampung Saibatin Di Marga Pugugung Penengahan Kecamatan Lemong Kabupaten Pesisir Barat - MAKNA FILOSOFIS SIGOKH PADA MASYARA

0 0 13