Analisis Teori Pertumbuhan Ekonomi Regio

`

Analisis Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional
Periode Tahun 2012-2014
(Studi Kasus Kabupaten Jepara)
1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional mencerminkan perkembangan ekonomi dari
tahun ke tahun atas seluruh wilayah nasional. Dalam skala yang lebih sempit (skala regional)
pertumbuhan ekonomi akan sangat tergantung pada karakteristik serta kemampuan suatu
wilayah/region dalam mengelola wilayahnya.
Menurut Sjafrizal (2008:86) perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin
meningkat di daerah otonomi daerah. Hal ini dapat dipahami, karena dalam era otonomi
masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya
guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya.
Pengenalan karakteristik suatu wilayah serta penerapan sistem perekonomian yang tepat akan
mendorong percepatan pertumbuhan wilayah tersebut. Dalam teorinya, terdapat beberapa

teori pembangunandan pertumbuhan ekonomi regional, diantaranya: (1) Teori Basis Ekspor
(2) Teori Neoklasik; (3) Model Kumulatif Kausatif dan (4) Model Core Periphery.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu daerah adalah
Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator untuk mengetahui

sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada,
dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan (Juniarsih, 2012).

Wilayah Kabupaten Jepara memiliki masyarakat yang kreatif akan mencari keunggulan
kompetitif atas hasil karya mereka dalam mengembangkan perekonomian. Sektor yang paling
banyak digeluti adalah industri pengolahan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jepara meningkat cukup signifikan dari tahun
1

2012-2014, salah satunya disumbang oleh sektor industri pengolahan.. Ketekunan masyarakat
dalam mengembangkan produk akhir di sektor ini, menjadikan produk mereka memiliki
keunggulan kualitas dibanding daerah lain. Indikasinya adalah tingkat penerimaan pasar
internasional terhadap produk industri pengolahan dari Jepara.


Sebagai sektor utama bagi pembagunan perekonomian Jepara, pengolahan menjadi salah satu
sektor yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah terbesar disepanjang tahunnya. Pada tahun
2013, sektor pengolahan masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar dimana jumlah
tenaga kerja yang terserap di sektor ini mencapai 76.126 jiwa, meningkat dibanding tahun
2012 yang berjumlah 54.400 jiwa.

Didominasi industri furniture mebel dan ukir,seni ukir Jepara kini telah dapat berkembang
dan bahkan merupakan salah satu bagian dari penggerak perekonomianmasyarakat Jepara.
Ukiran adalah kerajinan utama dari kota Jepara. Ukiran dari kayu di Jepara mempunyai
banyak tempat produksi sebagai centre of production yaitu di Desa Mulyoharjo untuk pusat
kerajinan ukir dan patung. Di kota Jepara hampir di seluruh kecamatan mempunyai mebel
dan ukir kayu sesuai dengan keahliannya sendiri-sendiri. Hasil dari kerajinan ukir Jepara bisa
bermacam-macam bentuk mulai dari motif patung, motif daun, relief dan lain-lain berbagai
produk industry.
Grafik 1.1
Jumlah Unit Usaha IKM Jepara

Jepara saat ini tercatat telah menembus pasar ekspor di seratus lebih negara di dunia. Di luar
industri kayu, Kabupaten Jepara setidaknya memiliki 10 jenis industri lain yang menjadikan

2

industri pengolahan mampumenjadi penopang ekonomi masyarakat. Hampir seluruh industri
ini berskala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Grafik 1.2
Negara Tujuan Ekspor Furniture Indonesia

Karakter teori basis ekspor akan tepat diterapkan pada wilayah/region yang pertumbuhan
ekonominya didorong oleh permintaan akan barang/jasa terhadap wilayah tersebut.
Kabupaten Jepara memiliki sistem perekonomian yang cukup terbuka. Hal tersebut dapat
diidentfikasi dari kegiatan ekspor dan impor Kabupaten Jepara.

3

Daftar Isi

1

2


BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1

Latar Belakang........................................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah..................................................................................................................5

1.3

Maksud dan Tujuan................................................................................................................5

1.4

Ruang Lingkup........................................................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI...............................................................................................................6
2.1


3

4

2.1.1

Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Regional..................................................................6

2.1.2

Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Regional............................................6

2.1.3

Faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi.........................................................................6

2.1.4

Kelompok Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional..........................................................7


BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................................................12
3.1

Variabel Penelitian...............................................................................................................12

3.2

Populasi Penelitian...............................................................................................................13

3.3

Jenis Data yang Diperlukan..................................................................................................13

3.4

Metode Analisis / Kajian......................................................................................................13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................................15
4.1


5

Pembahasan........................................................................................................................15

4.1.1

Gambaran Studi Kasus Kota Jepara..............................................................................15

4.1.2
Ekspor

Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional Yang Tepat Untuk Kabupaten Jepara : Teori Basis
17

4.1.3

Alasan ketidakcocokkan Teori lain dengan kondisi pertumbuhan kota Jepara.............26

BAB V PENUTUP..........................................................................................................................28
5.1


6

Teori Ekonomi Regional..........................................................................................................6

Simpulan..............................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................29

4

Daftar Gambar
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Jepara.....................................................................................................17
Gambar 4.2 Ukir Kayu Jepara...............................................................................................................22
Gambar 4.3 Harapan Kita Furniture....................................................................................................23

Daftar Grafik
Grafik 1.1 Jumlah Unit Usaha IKM Jepara...........................................................................................2
Grafik 1.2 Negara Tujuan Ekspor Furniture Indonesia.........................................................................3
Grafik 4.1 Ekspor Meubel Kabupaten Jepara.....................................................................................19


Daftar Tabe

Table 4.1..............................................................................................................................................16
Table 4.2 Komoditi Ekspor Kabupaten Jepara....................................................................................20
Table 4.3 Distribusi jumlah perajin kayu ukir per desa.......................................................................20
Table 4.4 Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Jepara 2013.............................................24
Table 4.5 Banyaknya Mutasi Penduduk di Kabupaten Jepara 2014....................................................25

5

1.2

Rumusan Masalah

1. Teori pertumbuhan ekonomi regional apa yang paling tepat di aplikasikan sebagai
faktor penentu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jepara ?
2. Mengapa menggunakan teori tersebut , sebagai faktor penentu pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Jepara?
3. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap ekspor komoditi furniture di Kabupaten Jepara?

4. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor pengolahan
di Kabupaten Jepara?

1.3

Maksud dan Tujuan
1. Mengidentifikasi teori apa yang tepat untuk di aplikasikan sebagai faktor penentu
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jepara
2. Mengetahui alasan menggunakan teori yang tepat sebagai faktor penentu
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jepara
3. Mengidentifikasi pengaruh PDRB terhadap ekspor komoditi furniture di Kabupaten
Jepara
4. Mengidentifikasi pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
pengolahan di Kabupaten Jepara

1.4

Ruang Lingkup

Ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah faktor penentu

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jepara. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Jepara. Objek penelitian ini adalah Pendapatan Regional Domestik Regional Bruto (PDRB)
sektor pengolahan di Kabupaten Jepara. Ruang lingkup penelitian terbatas pada data dan
informasi mengenai PDRB sektor pengolahan, tenaga kerja, dan komoditi ekspor furniture.
Aspek yang diteliti berkenaan dengan variabel- variabel seperti PDRB sektor pengolahan,
tenaga kerja, dan komoditi ekspor furniture di Kabupaten Jepara. Pembatasan variabel ini

6

dilakukan dengan tujuan agar hasil penelitian tidak menyimpang dari yang telah ditetapkan
sebelumnya
2

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Teori Ekonomi Regional

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi regional adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara
keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added
value) yang terjadi. Pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya
dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan.

2.1.2 Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Regional
Pola pertumbuhan ekonomi regional berbeda dengan pertumbuhan ekonomi nasional karena
ada beberapa perbedaan didalamnya seperti
a. Pertumbuhan ekonomi regional lebih terbuka sehingga mobilitas sumberdayanya
lebih tinggi
b. Analisis pertumbuhan ekonomi regional menekankan pada pentingnya pengaruh
perbedaan karakteristik “space” terhadap pertumbuhan ekonomi

2.1.3 Faktor Penentu Pertumbuhan Ekonomi
Todaro (2000) menjelaskan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan
ekonomi dari setiap bangsa, yaitu :
a. Akumulasi Modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumbersaya manusia.
b. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya
membawa pertumbuhan angkatan kerja
c. Kemajuan teknologi.
Faktor penentu pertumbuhan ekonomi secara regional :
a. Keuntunganlokasi,
7

b. Aglomerasi
c. Migrasi
d. Lalulintas modal antarwilayah

2.1.4 Kelompok Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional
a. Export-Base Model (Douglas C.North, 1955)
1) Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) dipelopori oleh Douglas C.
North (1995) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956). Model
ini mendasarkan pandangannya dari sudut lokasi, yang berpendapat
bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak
ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi dan dapat digunakan oleh
daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor.Teori ini membagi sektor
produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam suatu wilayah
menjadi dua jenis:
a) pekerjaan basis (dasar)
Aktivitas ekonomi basis merupakan kegiatan ekonomi yang
orientasinyai mengekspor barang dan atau jasa ke luar wilayah
yang bersangkutan
b) pekerjaan service (non-basis)
Aktivitas ekonomi non-basis adalah kegiatan yang orientasinya
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang
bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah
bersifat lokal.
2) Beberapa hal penekanan dalam model teori basis ekspor yaitu, antara
lain :
a) Bahwa suatu daerah tidak harus menjadi daerah industri untuk
dapat tumbuh dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan
daerah adalah keuntungan komparatif (keuntungan lokasi) yang
dimiliki oleh daerah tersebut;
b) Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan dapat dimaksimalkan
bila daerah yang bersangkutan memanfaatkan keuntungan
komparatif yang dimiliki menjadi kekuatan basis ekspor
c) Walaupun setiap daerah memiliki keunggulan komparatif,
ketimpangan antar daerah yang terjadi bisa saja besar, hal tersebut
dipengaruhi

oleh

variasi

potensi

masing-masing
8

daerah.keuntungan lokasi setiap region berbeda, tergantung
kondisi geografisnya.
Kesimpulan dari teori ini adalah pertumbuhan ekonomi suatu region ditentukan oleh
jenis keuntunganlokasi sebagai kekuatan ekspor dimana keuntungan lokasi setiap
region adalah berbeda tergantung kondisi geografisnya.

b. Neo Classic Model (Borts Stein, 1964)
1) Model ini dipelopori oleh Borts Stein (1964) kemudian dikembangkan
oleh Roman (1965) dan Siebert (1969). Ada hubungan antara tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan perbedaan kemakmuran
antardaerah (disparitas regional).
Dalam negara yang sedang berkembang,

pada

saat

proses

pembangunannya baru dimulai, tingkat kemakmuran antara wilayah
cendrung menjadi tinggi (divergence), sedangkan bila proses
pembangunan telah berjalan dalam waktu yang lama maka perbedaan
tingkat kemakmuran antar wilayah cendrung menurun (convergence).
Hal ini disebabkan pada negara sedang berkembang, lalu lintas modal
masih belum lancar sehingga proses penyesuaian kearah tingkat
keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi.Kelompok ini
mendasarkan analisanya pada peralatan fungsi produksi. Unsur-unsur
yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal dan
tenaga kerja. Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara
mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas
modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Teori pertumbuhan
neo-klasik juga dikembangakan oleh Robert M. Sollow (1970) dari
Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Austaria. Model SolowSwan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital,
kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi.
Berdasar fungsi produksinya, faktor-faktor penentu pertumbuhan
ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja, kemajuan teknologi,
migrasi, lalulintas modal

9

2) Kebenaran hipotesis neo – klasik ini kemudian diuji secara empiris
oleh kebenarannya oleh Jefrey G. Williamson pada tahun 1966 melalui
suatu studi tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah pada
Negara maju dan Negara sedang berkembang dengan menggunakan
data time series dan cross – section yang menunjukkan bahwa proses
pembangunan suatu Negara tidak otomatis dapat menurunkan
ketimpangan pembangunan antar wilayah, tetapi pada tahap permulaan
justru terjadi hal yang sebaliknya. Fakta empiric ini selanjutnya
menunjukkan pula bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan
yang terjadi di negara – negara sedang berkembang sebenarnya
bukanlah karena kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal
tersebut terjadi secara alamiah (natural) di semua Negara.
Kesimpulan yang menarik dari model Neo-Klasik ini adalah terdapat hubungan
antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan kemakmuran daerah
(regional

disparity)

pada

negara

yang

bersangkutan.Berdasarkan

fungsi

produksinya, faktor-faktor penentupertumbuhanekonomi regional adalah modal,
tenagakerja, kemajuanteknologi, migrasi, lalulintas modal
c. Cumulative Causation Model (Myrdal, 1957)
1) Model ini dipelopori oleh Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan
lebih lanjut oleh Kaldor. Model ini tidak mempercayai terjadinya
kondisi konvergensi walaupun Negara tersebut sudah maju. Setiap
Negara akan mengalami apa yang disebut “Verdoorn Effect” yang
menyebabkan daerah maju terus berkembang dan daerah miskin akan
tumbuh secara lambat.
2) Menurut Myrdal, Pembangunan di negara-negara yang lebih maju akan
menyebabkan keadaan yang dapat menimbulkan hambatan yang lebih
besar bagi negara-negara yang terbelakang untuk dapat maju dan
berkembang. Keadaan yang menghambat ini disebut sebagai backwash
effects.
3) Menurut Myrdal, ada tiga faktor yang menyebabkan muncuknya
backwash effects yaitu :

10



Pola perpindahan penduduk (migrasi) dari negara miskin ke



negara yang lebih maju.
Pola aliran modal yang terjadi, Menurut Myrdal, ada tiga hal
yang menyebabkan suatu negara miskin mengalami kesulitan
dalam mengembangkan pasar atas hasil-hasil industrinya,
sehhingga memperlambat perkembangan ekonomi di daerah
tersebut.
a. Kurangnya ketersediaan modal di negara miskin
b. Adanya kecenderungan bahwa modal lebih terjamin
dan mampu menghasilkan pendapatan yng lebih
tinggi d negara yang lebih maju
c. Pola perdagangan didominasi oleh industri-industri



di negar-negara yang lebih maju
Jaringan transportasi yang lebih baik di negara-negara yang
lebih maju.

4) Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembengunan
antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar (market
mechanism), tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam
bentukprogram-program pembangunan regional, terutama untuk
daerah-daerah yang relatif masih terbelakang.
Kesimpulannya, pemerataan antardaerah tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar
semata, tetapi perlu intervensi pemerintah untuk program-program pembangunan bagi
wilayah terbelakang dalam bentuk Regional Planning

d. Core Periphery Model (Friedmann, 1966)
Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Fridman. Teori ini menekankan analisanya
pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core)
dan desa (perphery) . Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah
perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa sekitarnya.
Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh
arah pembangunan perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antar derah ( spacial
interaction) sangat menonjol
Kesimpulan dari teori ini yaitu Analisis menekankan pada hubungan erat dan saling
mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery, sangat
11

menonjolkan interaksi antardaerah (spatial interaction), ketergantungan desa-kota
suatu saat dapat terputus bila pembangunan wilayah telah berkembang

3

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah PDRB sebagai variabel dependen.

Serta komoditi ekspor dan tenga kerja sebagai variabel independen. Ketiga variabel dalam
penelitian ini, memiliki definisi operasional variabel sebagai berikut:
a. Pendapatan Regional yang dihitung melalui PDRB harga konstan (Y)
Secara umum, PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah/ region tertentu dalam kurun waktu
tertentu (satu tahun), atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah/ region tertentu
dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) (BPS, Jawa Tengah).
b. Ekspor (E) dan Impor (M)
Ekspor dan impor barang dan jasa adalah transaksi ekonomi antara penduduk
suatu daerah dengan penduduk luar daerah. Transaksi ekspormeliputi pembelian
langsung di pasar domestik oleh penduduk daerah lain, sedangkan transaksi
impor meliputi pembelian langsung di pasar luar daerah oleh penduduknya.
Dalam perhitungan PDRB, yang termasuk ekspor dalam penilitian

ini
12

mencakup semua pembelian langsung di wilayah Kabupaten Jepara

oleh

penduduk di luar Kabupaten Jepara
.
c. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,
antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan,
mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga. (MT
Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2). Dalam penelitian ini, tenaga kerja yang
dimaksud adalah masyarakat Kabupaten Jepara dan sekitarnya yang memasuki
usia produktif dan bersedia bekerja.

3.2

Populasi Penelitian
Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau obyek yang
merupakan sifat-sifat umum. Menurut Arikunto (2010: 173) menjelaskan bahwa
“populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.” Maka dari penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha – pengusaha
furniture kayu di desa Mulyoharjo Kabupaten Jepara.

3.3

Jenis Data yang Diperlukan
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari wawancara kepada 30
responden pengusaha industri kecil furniture kayu di Kabupaten Jepara dan juga data
sekunder yang didapatkan dari BPS dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
berdasarkan runtun waktu (time series) yang merupakan data tahunan selama 3 tahun,
yaitu periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini
adalah pengusaha furniture kayu di desa Mulyoharjo. Pemilihan lokasi sampel adalah
berdasarkan letak industri kecil yang mengelompok dalam satu klaster industri kecil.

13

3.4

Metode Analisis / Kajian
Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif yang menjelaskan pengaruh PDRB
terhadap komoditi ekpor dan pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja pada
sektor pengolahan di Kabupaten Jepara.
Selain itu, dalam menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
diatas, digunakan alat analisis ekonometrika yaitu meregresikan variabel-variabel
yang ada dengan metode OLS (Ordinary Least Square). OLS merupakan metode
regresi yang meminimalkan jumlah kesalahan (error) kuadrat. OLS adalah metode
estimasi fungsi regresi yang paling sering digunakan. Pengaruh PDRB terhadap
komoditi ekspor dan penyerapan tenaga kerja sektor pengolahan dapat dinyatakan
dalam fungsi sebagai berikut:
PDRBP = f (Lp, Xp) (2)
Dengan spesifikasi model:
PDRBP = α + β1Lp + β 2Xp + e

(3)

Dimana:
PDRB = PDRB sektor pengolahan Kabupaten Jepara (Milyar Rupiah)
Lp

= Jumlah tenaga kerja di sektor pengolahan Kabupaten Jepara (Jiwa)

Xp

=Nilai ekspor sektor pengolahan Kabupaten Jepara (Juta Rupiah)

α

= Konstanta

β1, β2 = Koefisien regresi
e

= error

Tanda koefisien yang diharapkan: β1, β2 (positif)

14

4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1
4.1.1

Pembahasan
Gambaran Studi Kasus Kota Jepara
Aplikasi teori Basis Ekspor ini kami mengambil sampel di Kabupaten Jepara.
Kabupaten Jepara merupakan kawasan industry ukir kayu tepatnya di sentra kerajinan
Mulyoharjoyang berdekatan dengan Kota Jepara dan bersebelahan dengan Stadium
Gelora Bumi Kartini Jepara. Lokasi ini digalakkan oleh pemerintah untuk
memasarkan Jepara Industrial Bondedzone atau disebut juga dengan UKM centre
yang luasnya mencapai 27.2 hektar. Menurut BPS berdasarkan PDRB Kabupaten
Jepara atas dasar harga berlaku tahun 2012-2014 industri pengolahan selalu menjadi
penyumbang terbesar tiap tahunnya. Jenis industri tersebut adalah furniture kayu,
kerajinan rotan, tenun ikat, monel, gerabah, genteng, rokok kretek, kerajinan kayu dan
lain lain. Berdasarkan data BPS menurut IKM (Industri Kecil Menengah) furniture
kayu merupakan unit usaha paling banyak yang ada di Kabupaten Jepara sebesar 5471
dengan tenaga kerja sebanyak 72.524. Disperindag Kabupaten Jepara mencatat nilai
ekspor mebel kayu Jepara sepanjang 2015 mencapai 150,32 juta dollar AS. Angka itu
mendominasi nilai ekspor nonmigas dari wilayah itu.

15

Menurut Kepala Seksi Perdagangan Luar Negeri Disperindag Jepara pada tahun 2015,
nilai ekspor nonmigas Jepara mencapai 171,259 juta dollar AS, naik 30,66 persen dari
tahun sebelumnya. Nilai ekspor mebel kayu mendominasi dengan persentase
mencapai 87,77 persen mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya
sebesar 114,78 juta dollar AS.
Peningkatan juga terlihat pada jumlah negara tujuan ekspor mebel. Pada 2014 tercatat
sebanyak 106 negara tujuan ekspor dengan 223 pengekspor. Sementara pada 2015,
bertambah menjadi 113 negara dengan 296 eksportir. Ditambah lagi dengan kebijakan
pemerintah tentang pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem
ini memungkinkan kayu atau produk olahan kayu Jepara dapat diterima dengan baik
di Negara Uni Eropa.
Table 4.1
Penduduk Umur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 2014

16

4.1.2

Teori

Pertumbuhan Ekonomi Regional Yang Tepat Untuk Kabupaten Jepara : Teori
Basis Ekspor
4.1.2.1 Keuntungan Lokasi
a) Dari sisi Wilayah
Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9′ 48, 02″ sampai
110° 58′ 37,40″ Bujur Timur, 5° 43′ 20,67″ sampai 6° 47′ 25,83″ Lintang Selatan.
Kabupaten ini merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa
Tengah. Batas barat dan utara Kabupaten Jepara adalah Laut Jawa, batas timur
Kabupaten Jepara adalah Kabupaten Pati, serta barat selatannya adalah Kabupaten
Demak.. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang
berada di Laut Jawa. Kabupaten Jepara secara administratif wilayah luas wilayah
daratan Kabupaten Jepara 1.004,132 km2 dengan panjang garis pantai 72 km, terdiri
atas 14 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 183 desa dan 11 Kelurahan Wilayah
tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (24,179 km2) sedangkan wilayah terluas
adalah Kecamatan Keling (231,758 km2). Sebagian besar luas wilayah merupakan
tanah kering, sebesar 740,052 km2 (73,70%) sisanya merupakan tanah sawah, sebesar
264,080 km2 (26,30%). Secara Administratif Kabupaten Jepara terbagi dalam 5
wilayah, yaitu:
Jepara Pusat: Jepara, Tahunan
Jepara Selatan: Welahan, Kalinyamatan
17

Jepara Utara: Karimunjawa, Mlonggo, Bangsri, Kembang, Donorojo, Keling
Jepara Barat: Kedung, Pecangaan
Jepara Timur: Batealit, Mayong, Nalumsari Pakis Aji

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Jepara
b) Dari Sisi Perekonomian
Secara umum Kabupaten Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena terdapat
sentra kerajinan ukiran kayu ketenarannya hingga ke luar negeri. Kerajinan mebel dan
ukir ini tersebar merata hampir di seluruh kecamatan dengan keahlian masing-masing.
Industri Mebel Ukir Jepara tersebar di semua kecamatan Jepara, kecuali Kecamatan
Karimunjawa Struktur perekonomian Kabupaten Jepara pada tahun 2000, 2005, 2010
menunjukan tidak telalu banyak perubahan selama tahun tersebut sektor industri
pengolahan menjadi sektor yang paling dominan dan memberikan kontribusi paling
tinggi terhadap PDRB Kabupaten Jepara yaitu sebesar 29 % pada tahun 2000,27%
tahun 2005 dan 28% tahun 2010,selain sektor industri 142 pengolahan ada 2 sektor
lagi yang memberikan kontribusi cukup besar yaitu sektor pertanian dan perdagangan,
hotel dan restoran, sedangkan sektor–sektor yang lain hanya memberikan kontribusi
yang tidak terlalu besar. Sektor industri pengolahan sendiri tersusun 85 persennya dari
Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya yang besarnya tidak perubah dari tahun
2000, 2005 dan 2010. Aktivitas perekonomian regional dalam model pertumbuhan
basis ekspor digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non
basis. Aktivitas ekonomi basis merupakan kegiatan ekonomi yang orientasinyai
mengekspor barang dan atau jasa ke luar wilayah yang bersangkutan. Aktivitas
ekonomi non-basis adalah kegiatan yang orientasinya menyediakan barang dan jasa
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian
yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal.

18

Industri kayu ukir jepara ditekuni oleh hampir 75% masyarakat Jepara, setiap
desa yang ada di Jepara mayoritas mempunyai usaha dibidang furniture dan mebel
Jepara. Industri ini menggunakan bahan baku kayu jati sebagai bahan baku utama,
80% desain mebel merupakan hasil pekerjaan tangan pengrajin (hand made), dan
sekitar 20% pengerjaan komponen mempergunakan mesin yang meliputi : pekerjaan
pemotongan dan pembelahan, pekerjaan penghalusan permukaan (sanders), dan
pekerjaan finishing. Sebagian besar perusahaan membuat satu produk akhir, yang
menunjukkan adanya tingkat spesialisasi yang tinggi pada perusahaan di Jepara.
Hampir semua (95,5%) merupakan perusahaan keluarga yang dijalankan oleh saudara
sendiri. Sedikit perusahaan melibatkan dua (4,3%) atau tiga (0,2%) keluarga atau
garis keturunan. Hampir semua perusahaan mempunyai satu atau lebih perusahaan
mitra. Singkatnya, perusahaan di Jepara sangat terkait satu sama lain, namun
umumnya tidak melalui kepemilikan atau usaha patungan, melainkan dengan cara lain
seperti ikatan bisnis murni.

Grafik 4.3
Ekspor Meubel Kabupaten Jepara

Grafik menunjukkan bahwa pada tahun 2011-2014 ekspor meubel di
Kabupaten Jepara mengalami fluktuasi. Bisa dilihat pada tahun 2011 sampai 2013
19

sempat mengalami penurunan tetapi dari 2013 sampai 2014 kembali mengalami
peningkatan US $ 110.000.000. Tahun 2015 ekspor kembali digalakkan oleh furniture
dari kayu yang mendominasi. Tujuan negara mencapai 116 dengan volume
31181784,46 kg dengan nilai ekspor sebesar US$ 1147811464,54.
Table 4.2
Komoditi Ekspor Kabupaten Jepara

4.1.2.2

Lalu Lintas Modal Antar Wilayah

20

Table 4.3
Distribusi jumlah perajin kayu ukir per desa

Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, identik dengan mebel dan ukirannya. Perekonomian dan
citra daerah di Semenanjung Muria ini benar-benar bertopang pada kayu dan seni mengolah
kayu. Sumbangan industri pengolahan terhadap PDRB Jepara juga merupakan yang terbesar,
yaitu Rp 5,382,405pada tahun 2012 dan Rp 5,958,009 pada 2013. Dari sisi penyerapan
tenaga kerja serta penyerapan devisa, sekitar 30% produk ekspor dan 60% dari volume
perdagangan domestik mebel Jawa Tengah berasal dari Jepara. Dapat dikatakan bahwa
Industri mebel ini merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat Jepara, sehingga
jika industri ini kolaps maka akan berdampak besar pada perekonomian masyarakat Jepara.
Ekspor Industri ini juga menyumbang sekitar 80% dari seluruh ekspor Kabupaten Jepara
tahun 2012-2014, hal ini dapat dilihat pada tabel.
Produk-produk mebel dan ukiran Jepara tidak hanya diminati pasar lokal dan
nasional, tetapi juga pasar internasional. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Jepara mencatat, pada 2012, Jepara mengekspor mebel ukiran Jepara ke 105 negara senilai
US $ 102 juta, dan kerajinan kayu dan handicraft senilai US$ 1 juta, menurun dibandingkan
dengan tahun tahun sebelumnya yang diakibatkan meningkatnya pangsa pasar China dalam
industri ini.
Perdagangan mebel dunia pada tahun 2010 mencapai 135 miliar dolar AS atau sekitar
1% dari total perdagangan dunia di bidang manufaktur. Sebesar 54% dari ekspor mebel
berasal dari negara sedang berkembang termasuk Indonesia, Malaysia, Meksiko, Polandia,
dan Cina. Cina dengan pangsa pasar 13,69%, mendominasi perdagangan mebel dunia dengan
laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Pasar mebel dunia adalah pasar terbuka,di mana rasio
21

impor dengan konsumsi melebihi 31%. Pangsa pasar mebel di dunia masih dipegang oleh
negara pengekspor mebel terkemuka, antara lain: Italia yang menguasai pangsa pasar sebesar
14,18 %, disusul China (13,69%), Jerman (8,43%), Polandia (6,38%), dan Kanada (5,77%).
Sedangkan pangsa pasar meubel Indonesia saat ini hanya mencapai 2,9%. Indonesia telah
memertahankan pangsa pasarnya lebih-kurang tetap selama lebih dari tiga tahun terakhir pada
angka 2,5%, sekalipun terjadi lonjakan tajam pangsa pasar yang direbut oleh China.
Pemerintah telah mengupayakan untuk mengembangkan industri meubel dan
menetapkan sektor ini sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor Tanah Air
dimana Jepara menguasai 10% pangsa ekspor nasional. Terdapat beberapa pasar utama diluar
negeri, yaitupasar Asia, serta pasar Eropa dan Amerika Serikat. Kontribusi industri mebel
terhadap perekonomian kabupaten ini mencapai 27% dengan nilai ekspor 110 juta dolar AS
atau lebih dari satu triliun rupiah. Mebel tidak hanya merupakan bagian sangat penting dari
ekonomi Jepara, tetapi juga merupakan denyut nadi dan budaya masyarakat Jepara. Mereka
meyakini bahwa keahlian dan keterampilan membuat mebel merupakan warisan sejarah yang
harus dijaga kelestariannya. Mereka mempunyai tugas mulia untuk tetap menghidupkan
mebel Jepara di tengah persaingan dunia. Mebel Jepara dikembangkan dalam sejarah
penciptaan Para leluhur mereka mewariskan ketrampilan itu secara turun-temurun dalam
suatu sistem pewarisan keterampilan dan proses pembelajaran yang unik. Tak dapat
dipungkiri bila industri perabot serta perlengkapan rumah tangga dari kayu ini menjadi
jantung kegiatan ekonomi sekunder. Nilai yang dihasilkan pun nyaris separuh (48,45 %) dari
nilai total produksi kegiatan industri di Jepara.

Gambar 4.2 Ukir Kayu Jepara

22

Industri ukiran Jepara ini juga memberikan nilai tambah berupa alira tunai yang besar
kepada masyarakat Kabupaten Jepara. Daerah (dalam hal ini desa) yang mendapat nilai
tambah dari industri ini umumnya berada di sekitar pusat perkotaan dan kota tua Jepara.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh CIFOR (Center for International Forestry
Research), desa-desa di kota Jepara umumnya mendapat nilai tambah sekitar 100 milliar
hingga 1 triliun per tahun, dimana akumulasi aliran tunai Jepara adalah Rp 11.971 - 12.255
miliar/tahun), atau sekitar Euro 1 miliar/tahun.Pada tingkat kabupaten, rata-rata aliran tunai
relatif adalah Rp 74 juta per pekerja, namun tingkat dispersinya tinggi. Di beberapa desa,
nilai tambah per pekerja adalah kurang dari Rp 1 juta/tahun, sedangkan ada yang
menghasilkan lebih dari Rp 600 juta/tahun/pekerja.Tidak ada alasan yang jelas untuk
perbedaan ini, karena tidak ada hubungan dengan konsentrasiindustri atau konsentrasi spasial
yang terlihat jelas. Pola ini barangkali mencerminkan adanya usahaterspesialisasi yang
tersebar di wilayah.

Gambar 4.3 Harapan Kita Furniture
Pasar Asia, serta pasar Eropa dan Amerika Serikat. Kontribusi industri mebel terhadap
perekonomian kabupaten ini mencapai 27% dengan nilai ekspor 110 juta dolar AS atau lebih
dari satu triliun rupiah. Mebel tidak hanya merupakan bagian sangat penting dari ekonomi
Jepara, tetapi juga merupakan denyut nadi dan budaya masyarakat Jepara. Mereka meyakini
bahwa keahlian dan keterampilan membuat mebel merupakan warisan sejarah yang harus
dijaga kelestariannya. Mereka mempunyai tugas mulia untuk tetap menghidupkan mebel
Jepara di tengah persaingan dunia. Mebel Jepara dikembangkan dalam sejarah penciptaan
Para leluhur mereka mewariskan ketrampilan itu secara turun-temurun dalam suatu sistem
pewarisan keterampilan dan proses pembelajaran yang unik. Tak dapat dipungkiri bila
industri perabot serta perlengkapan rumah tangga dari kayu ini menjadi jantung kegiatan
23

ekonomi sekunder. Nilai yang dihasilkan pun nyaris separuh (48,45 %) dari nilai total
produksi kegiatan industri di Jepara.
4.1.2.3 Aglomerasi di Kabupaten Jepara
Kabupaten Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena terdapat beberapa sentra kerajinan
ukiran kayu yang tenar hingga ke luar negeri. Kerajinan mebel dan ukir ini tersebar merata
hampir di seluruh kecamatan dengan keahlian masing-masing. Namun sentra perdagangannya
baik furniture atau ukir yang berpusat di desa Mulyoharjo. Banyaknya industri yang muncul
di kabupaten Jepara , tepatnya

di daerah mulyoharjo di sebabkan karena banyaknya

pengarajin ukir kayu yang berdomisili di sana dan memang sudah peninggalan sejarah jika
desa Mulyoharjo di jadikan pusat pengrajin ukir kayu
Tingkat kesejahteraan masayarakat di Kab Jepara ini tidak memiliki perbedaan
kesejahteraan yang signifikan antar daerah. Karena pada dasarnya Industri pengolahaan
( furniture dan Ukir) menjadi penopang perekeonomian di daerah tersebut dan berdasarkan
table di atas ,kebanyakan masyarakat di daerah Kab Jepara bekerja sebagai pengrajin
furniture kayu, dimana hampir mendominasi penyerapan distribusi tenaga kerja di Jepara,
sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi

4.1.2.4 Migrasi
Table 4.4
Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Jepara 2013

24

Table 4.5
Banyaknya Mutasi Penduduk di Kabupaten Jepara 2014

Dari data jumlah penduduk diatas telah terjadi pertambahan penduduk mulai
1.153.213 jiwa menjadi 13.766.000 jiwa. Pertambahan penduduk ini juga didorong
oleh migrasi yang terjadi di kabupaten jepara. Jika kita hitung selisih dari migrasi
masuk dan keluar maka akan didapat angka 1.094.000 jiwa. Hal ini menandakan ada
tarikan dari kabupatenn jepara yang membuat penduduknya bertambah.
Penyebab seseorang melakukan migrasi salah satunya adalah pekerjaan.
Sementara di kabupaten Jepara industry kayu ukir berkembang sangat pesat dan
industri tersebut tidak memerlukan persyaratan khusus seperti tingkat pendidikan.
Melainkan membutuhkan keahlian ukir kayu dan jam kerja yang diperhitungkan agar
dapat bekerja dengan baik dengan penghasilan yang diinginkan. Keahlian ukir kayu
mampu dipelajari seiring mereka mulai bekerja pada industry ukir kayu. Spread effect

25

yang terjadi karena adanya aglomerasi ukir kayu dijepara membuat penduduk lain
dapat menerima pendapatan atau mendapatkan pekerjaan.

4.1.3 Alasan ketidakcocokkan Teori lain dengan kondisi pertumbuhan kota Jepara
a) Pada teori NEoklasik
Karena Neoklasik mengedepankan modal tenaga kerja harus mampu bekerja efektif
dan efesien sejalan dengan pertumbuhan modal capital dan adanya pertumbuhan
teknologi. Teknologi dapat melekat pada pendidikan pada tenaga kerja untuk
membantu

proses produksi suatu industry yang akan menopang pertumbuhan

ekonomi. Namun, permaslahan terjadi pada kasus factor input produksi tenaga kerja
dalam industry ekspor base di jepara adalah rendahnya tingkat pendidikan para
pekerja dan adanya gap pendidikan antar pekerja. Hal ini terjadi dikarenakan industry
mebel hanya berfokus pada pengalaman yang telah didapat pekerja dan tidak terlalu
berpengaruh pada teknologi dalam bentuk fisik. Sehingga sekalipun modal capital
ditambah tidak akan terjadi efesiensi pekerja karena teknikal progress yang ada pada
kasus industry mebel tidak terlalu besar.
b) Pada Teori Cumulative Causation Model
Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembengunan antar daerah
tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar (market mechanism), tetapi perlu
adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program-program pembangunan
regional,

terutama

untuk

daerah-daerah

yang

relatif

masih

terbelakang.

Kesimpulannya, pemerataan antar daerah tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar
semata, tetapi perlu intervensi pemerintah untuk program-program pembangunan bagi
wilayah terbelakang dalam bentuk Regional Planning.
Seperti daerah lainnya, Jepara juga memiliki program-program pembangunan regional
dalam Perda No 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Jangja Menengah Daerah Kab
Jepara Tahun 2012-2017. Disini pmerintah Jepara juga ikut berperan dalam
meningkatkan pemerataan pembangunan antar daerah. Seperti dilakukan pelatihan
dan memberikan bantuan peralatan kepada sejumlah produsen. Pelatihan tersebut
kemudian diikuti dengan penyediaan kredit kepada produsen terpilih. Pemerintah juga
menyediakan pelatihan kepada para pedagang maupun produsen bagaimana
menembus pasar ekspor untuk menghadapi pasar bebas.

c) Core periphery
26

Keadaan kota jepara tidak dapat terlalu menggunakan teori core periphery, karena
spread effect yang diterima pleh daerah sekitaran kota Jepara tidak terlalu beasar.
Spread effect yang diterima oleh daerah sekitar adalah adanya migrasi tiap penduduk
untuk bekerja di jepara karena banyaknya industry yang muncul dan berkembang.
Namun, keadaan tersebut tidak mampu menopang perubahan pada daerah sekitar
tersebut tapi hanya memberikan jalur pendapatan lain bagi warga daerah sekitar jepara
tersebut.

5

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, identik dengan mebel dan ukirannya. Kegiatan ekonomi di
suatu tempat berkaitan erat dengan potensi di suatu daerah. Kabupaten Jepara
sendiri memanfaatkan potensi sosial budaya dan potensi sumber daya manusia. Dari potensi
social budaya, Kabpupaten Jepara memanfaatkan karia seni rupa berupa ukiran mebel
sedangkan potensi sumber daya manusia, Kabupaten Jepara memanfaatkan adat istiadat
berupa warisan turun temurun dalam hal keahlian dalam mengukir. Dapat dikatakan bahwa
Industri mebel ini merupakan ulang punggung perekonomian masyarakat Jepara, sehingga
jika industri ini kolaps maka akan berdampak besar pada perekonomian masyarakat
27

Jepara.Untuk pemasaran lokal sendirir dengan adanya usaha mebel di Kabupaten Jepara telah
mengurangi jumlah pengangguran yang otomatis meningkatkan perekonomian masyarakat
Jepara. Hampir 95,5 % usaha mebel di Jepara merupakan usaha keluarga bahkan industri
kayu ukir jepara ditekuni oleh hampir 75% masyarakat Jepara dan setiap desa di Jepara
mayoritas mempunyai usaha dibidang furniture dan mebel Jepara.

6

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Tersedia:

http://edunomic.net/index.php/articles/1-pertumbuhan-ekonomi

USU(2011).
11
Halaman.
Tersedia:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25946/4/Chapter%20II.pdf
Budi Harsono (2015, 17 April). Teori-teori Ekonomi Regional. 16 Slide. Tersedia :
http://www.slideshare.net/budiharsonos/teori-teori-ekonomi-regional
28

Eko

Wicaksono
Pambudi
(2013).
76
Halaman.
Tersedia:
http://www.academia.edu/8320923/ANALISIS_PERTUMBUHAN_EKONOMI_DA
N_FAKTORFAKTOR_YANG_MEMPENGARUHI_KABUPATEN_KOTA_DI_PROVINSI_JA
WA_TENGAH

Shandy Jannifer Matitaputty (2005). JurnalEkonomiTeoriPertumbuhan Basis Ekspor:
PenerapannyaUntukPertumbuhan Regional Di KabupatenJepara.

29

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63