HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

  1. Kanker

  a. Pengertian Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel, yang dapat mengakibatkan adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan deferensiasi. Kanker terjadi akibat perubahan sel yang melepaskan diri dari mekanisme pengaturan normal. Kanker sendiri merupakan istilah yang menggambarkan keadaan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal yaitu multifikasi dan menyebar. Multifikasi sel merupakan keadaan normal pada masa pertumbuhan atau proses regenerasi. Akan tetapi bila faktor yang mengontrol pembelahan sel tidak lagi berfungsi dengan normal maka keadaan ini disebut dengan penyakit kanker (Sukardja, 2000).

  American Cancer Society mengatakan kanker sebagai

  kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis & Patterson, 1993 dalam Lubis, 2009).

  13 b. Patofisiologi Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membenuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh tersebut sel-sel dapat terbawake area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain.

  Meskipun penyakit ini dapat diuraikan secara umum seperti yang telah diguakan, namun kanker bukan suatu penyakit tunggal tetapi lebih kepada suatu kelompok penyakit yang jelas dengan penyebab, manifestasi, pengobatan dan prognosa yang berbeda (Smeltzer & Bare 2001).

  c. Penyebab Kanker Menurut Smeltzer & Bare (2001) kategori penyebab atau faktor-faktor tertentu telah memberikan implikasi dalam proses karsinogenik. Penyebab atau faktor-faktor tersebut termasuk virus, faktor fisik, faktor kimia, faktor-faktor genetik atau keturunan, faktor- faktor makanan dan faktor hormonal.

  1) Virus Virus sebagai penyebab kanker pada manusia adalah sulit untuk dipastikan karena virus sulit untuk diisolasi. Bila tampak kanker spesifik dalam kluster maka diduga adalah penyebab infeksius. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel tersebut barangkali mengarah pada kanker.

  2) Faktor fisik Faktor-faktor fisik yang berkaitan dengan karsinogenesis mencakup pemajanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi, iritasi kronis atau inflamasi, dan penggunaan tembakau. 3) Faktor kimia

  Delapan puluh lima persen dari semua kanker diperkirakan berhubungan dengan lingkungan. Merokok tembakau adalah karsinogen kimia poten yang menyebabkan sedikitnya 35% dari kematian akibat kanker. Merokok berhubungan erat dengan kanker paru, kepala dan leher, esofagus, pankreas, serviks, dan kandung kemih. Tembakau dapat juga beraksi secara sinergis dengan substansi lain seperti alkohol, asbestos, uranium dan virus untuk meningkatkan bentuk kanker. Mengunyah tembakau berkaitan dengan kanker dari rongga mulut dan terutama terjadi pada pria yang berusia dibawah 40 tahun.

  4) Faktor-faktor genetik dan keturunan Faktor-faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel-sel mutan. Pola kromosom yang abnormal dan kanker berhubungan dengan kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi kromosom.

  5) Faktor-Faktor Makanan Faktor-faktor makanan diduga berkaitan dengan 40%-60% dari semua kanker lingkungan. Resiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang karsinogenik atau ko-karsinigenik atau tidak adanya substansi proaktif dalam diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko kanker mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atau nitrit, dan masukan diet dengan kalori tinggi. 6) Faktor Hormonal

  Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus. 7) Peran Sistem Imun

  Pada manusia, sel-sel maligna mampu berkembang secara teratur. Terdapat bukti bahwa fungsi surveilens dari sistem imun sering lebih mampu mendeteksi perkembangan sel-sel maligna dan merusak sel-sel tersebut sebelum pertumbuhannnya menjadi tidak terkontrol. Apabila sistem imun gagal mengidentifikasi dan menghentikan pertumbuhan sel-sel maligna terjadilah kanker secara klinis.

  Pasien yang untuk berbagai alasan mengalami immunokompeten menunjukan adanya peningkatan insiden kanker.

  Resipien transplantasi organ yang menerima terapi immuosupresif untuk mencegah penolakan organ yang ditransplantasi mengalami peningkatan insiden limfoma, sarkoma kaposi (SK), kanker kulit sel skuamosa, dan kanker servikal dan anogenital. Pasien dengan penyakit immunodefisiensi seperti acquired imuodeficiency

  

disease syndrome (AIDS) mengalami penimgkatan insiden KS,

  limfoma dan kanker rektal kepala dan leher. Beberapa pasien yang mendapat agens kemoterapi alkylating untuk mengobati penyakit Hodgkin telah menunjukan peningkatan insiden sekunder terhadap malignasi. Penyakit otoimun seperti artritis rheumatoid dan sindroma sjogren berkaitan dengan peningkatan terjadinya kanker. Akhirnya perubahan yang berhubungan dengan proses penuaan, seperti penurunan fungsi organ, peningkatan insiden penyakit kronis, dan penuruna immuokompetens dapat dapat menunjang pada peningkatan insiden kanker pada individu lansia. d. Pertumbuhan Kanker Menurut Baradero (2007), ada tiga langkah perkembangan kanker, yaitu inisiasi, promosi, dan progresi. Inisiasi atau tahap awal yang dimulai dengan sel-sel yang normal mengadakan kontak dengan karsinogen, yaitu zat-zat yang dapat menyebabkan kanker. Karsinogen yang meliputi radiasi, bahan kimia, obat, dan virus menyebabkan kerusakan genetik yang irreversibel dan proses ini disebut mutasi atau perubahan. Promosi atau tahap kedua, yang dapat berlangsung beberapa tahun. Termasuk dalam faktor-faktor promosi, yaitu rokok, penyalahgunaan alkohol, dan komponen makanan yang terus-menerus mempengaruhi sel-sel yang sudah mengadakan mutasi atau perubahan.

  Faktor-faktor promotor ini menambah perubahan struktur sel, sehingga kecepatan mutasi sel bertambah. Selain itu, jumlah sel-sel yang tidak normal juga meningkat. Pada tahap akhir, yaitu progresi terjadi pertumbuhan yang tidak terkendali dari tumor malignan yang dapat bermetastasis.

  e. Tanda dan gejala penyakit kanker Tanda dan gejala penyakit kanker sangat tergantung dari organ tubuh yang terserang. Kanker yang terdapat di permukaan tubuh ditandai dengan adanya benjolan. Meskipun demikian, tidak semua benjolan meupakan kanker. Selain itu, tidak semua kanker menimbulkan benjolan yang jelas. Kanker payudara diawali dengan timbulnya benjolan kecil, makin lama makin besar dan akhirnya dapat menimbulkan koreng atau borok yang tidak sembuh. Andeng-andeng atau tahi lalat dapat berubah semakin besar, terasa gatal, dan akhirnya menjadi kanker yang sangat ganas.

  Kanker prostat, usus, dan alat dalam yang terletak dalam tubuh menyebabkan benjolan yang tidak tampak dari luar. Penderita kanker prostat sering ditandai dengan gangguan pada saat buang air kecil, sedangkan kanker usus ditandai dengan perubahan kebiasaan atau gangguan saat menelan, yaitu penderita merasa seperti ada duri yang menyangkut di tenggorokan. Dapat pula terjadi perubahan suara, mulai serak sampai batuk yang tidak sembuh.

  Kanker yang menyerang organ reproduksi wanita, seperti indung telur, rahim, dan leher rahim ditandai dengan gangguan pada siklus haid. Panjang siklus sering menjadi ebih pendek dan lama perdarahan menjadi panjang. Pada umumnya, kanker leher rahim disertai dengan keputihan (pengeluaran lendir) yang berlebihan dan berbau busuk. Gejala awal kanker indung telur sering tidak jelas, tetapi penderita mendadak sakit perut yang hebat dan saat ditemukan tumor memang benar-benar telah mengganas.

  Selain tanda dan gejala masing-masing kanker organ tersebut, penderita kanker ganas pada umumnya mengalami penurunan status gizi yang drastis. Bahkan, sering terjadi kakbeksia dengan gejala pada penderita, seperti kurus kering, lemah, dan apatis (Uripi, 2002). f. Stadium Kanker Stadium kanker membantu menggambarkan bagaimana penyebaran kanker. Juga membantu menentukan harapan hidup dan mengatur serta merubah penatalaksanaan, khususnya kanker pada stadium 4 harapannya rata-rata sangat lambat atau sekitar 5 tahunan.

  Beberapa faktor yang menentukan stadium kanker terdiri dari : 1) Stadium I dengan ukuran kurang dari 2 cm, nodus limfe tiidak terkena oleh sel-sel kanker, lokasi hanya disatu tempat dan tidak menyebar ke area tubuh lainnya. 2) Stadium II dengan ukuran tumor biasanya 2-5 cm, nodus limfe biasanya terkena, kanker masih dilokasinya belum menyebar.

  3) Stadium III, tumor tampak membesar dengan jelas, umumnya lebih dari 5 cm, nodus limfe tampak terkena sel-sel kanker. Perubahan antara stadium II dan III agak sulit tergantung pada tipe kanker. 4) Stadium IV, tumor menjadi beberapa ukuran, nodus limfe terkena dan terjadi penyebaran ke organ lain, harapan hidup sangat singkat namu tergantung jenis kankernya (Ningsih, 2011) .

  g. Penatalaksanaan Medis Ada empat cara pengobatan kanker, yaitu kemoterapi, terapi radiasi, bioterapi, pembedahan. Di antara empat cara ini, pembedahan adalah yang paling lama dipakai, paling luas, dan paling sering digunakan. Pembedahan juga digunakan untuk mendiagnosis kanker dan menentukan “stadium” kanker, mengobati kanker, memberi pengobatan paliatif (meringankan), menangani kedaruratan onkologis, dan mengendalikan nyeri: 1) Pembedahan

  Jika pembedahan digunakan untuk pengobatan, lesi malignannya harus masih kecil, terlokalisasi, dan mudah diangkat seluruhnya. Pembedahan merupakan prosedur standar untuk mengangkat sebagian jaringan sehat disekitar organ yang malignan dan mereseksi nodus limfe regional. Prosedur pembedahan ini dapat mengurangi masalah secara drastis timbulnya kanker kembali dan meningkatkan angka sintasan (survival), terutama terhadap kanker yang meluas melalui saluran-saluran limfe.

  Pembedahan sebagai prosedur paliatif (meringankan) juga telah dikenal dan banyak membantu pasien kanker yang lebih lanjut. Pembedahan paliatif sering dipakai untuk mengurangi besarnya tumor yang sudah sulit direseksi. Organ-organ penghasil hormon dapat diangkat untuk menghentikan pertumbuhan tumor yang bergantung pada hormon untuk pertumbuhannya (hormon dependen). 2) Bioterapi

  Bioterapi adalah pengobatan kanker yang keempat dan dapat digunakan sendirian atau bersamaan dengan pembedahan atau kemoterapi atau terapi radiasi. Fokus dan bioterapi adalah manipulasi atau penggerakan sistem imun dengan menggunakan zat biologis ilmiah (sel-sel atau produk dan sel) atau genetically engineered agents yang dapat memodifikasi respon tubuh terhadap kanker atau pengobatan kanker. Zat-zat ini disebut biological respons modifiers (BRM) serta berfungsi sebagai pengatur dan pembawa informasi. 3) Kemoterapi

  Jika kemoterapi diberikan ketika populasi sel-sel malignan masih sedikit dan masih rawan terhadap kemoterapi, sel-sel malignan dapat dimusnahkan secara total. Tujuan pengobatan semacam ini adalah penyembuhan.

  Kemoterapi menjadi lebih efektif jika tumor masih kecil dan tumbuh cepat, serta ketika sebagian besar dari sel-sel tumor sedang berkembang biak atau sedang membagi diri (repikasi). Tumor yang lebih besar dan tumbuh perlahan, lebih efektif jika diberi obat-obat nonspesifik karena obat-obat ini lebih efektif tanpa menghiraukan sel-sel yang sedang mengadakan replikasi atau tidak.

  4) Radioterapi Terapi radiasi lebih memberikan manfaat daripada kemoterapi dan pembedahan, yaitu :

  (a) Tidak banyak menimbulkan efek toksisitas sistemis seperti kemoterapi.

  (b) Tidak dipengeruhi oleh masalah anatomis seperti pada pembedahan.

  (c) Dapat memusnahkan tumor tanpa merusak struktur, fungsi, dan kosmetik dari jaringan yang normal.

  Lamanya terapi radiasi dapat satu menit sampai beberapa menit. Lamanya pemberian radiasi disesuaikan dengan dosis, jenis radiasi, radiation beam, dan dalamnya tumor. Frekuensi dapat tiap hari atau lima kali seminggu (Baraderoo, 2007).

  2. Spiritualitas

  a. Pengertian Spiritualitas pada dasarnya bersifat dan diungkapkan secara individual, meliputi kebutuhan manusia seluruhnya dan sering kali mengikutsertakan kepercayaan didalam potensi jiwa manusia. Agama dan kepercayaan tertentu mungkin termasuk dalam spiritualitas ini, yang kemudian memberikan filosofi atau pandangan hidup. Spiritualitas juga mungkin memiliki hasil yang diinginkan seperti keselamatam atau pengarahan yang berhubungan dengan beberapa agama formal. Terdapat banyak sekali jalan menuju dimensi spiritual. Spiritual mungkin merupakan sesuatu yang memberi kekuatan dan kenyamanan kepada seseorang mungkin menjadi hal yang penting saat ajal mendekat. Spiritualitas dapat mengandung potensi perubahan yang sangat besar pasien dan pemberi perawatan (Campbell, 2013).

  Spritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.

  Spiritualitas mengandug pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa, dan sebagainya (Hawari, 2002).

  b. Aspek Spiritualitas Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan.

  Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu : arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan diwaktu kesusahan (Hawari, 2002).

  Spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut : 1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian alam kehidupan 2) Menemukan arti dan tujuan hidup 3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri 4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Maha Tinggi (Hamid, 2008). c. Perkembangan Spiritual

  a) Bayi dan Todler (0-2 Tahun) Tahap awal perkembangan, spiritual adalah rasa percaya kepada yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia mengenal dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orang tua. Bayi dan todler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka memulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.

  b) Prasekolah Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah meniru apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalah akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas dan agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah. Juga bertanya

  “apa itu surga?” Mereka meyakini bahwa orang tua mereka seperti Tuhan.

  c) Usia Sekolah Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa prapubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima kayakinan begitu saja.

  Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungan kepada orang tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk menyatukannya. Pada masa ini, remaja yang mempunyai orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau tidakmemilih satupun dari kedua agama orang tuanya.

  d) Dewasa Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa dewasa daripada waktu remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai untuk mendidik anaknya.

  e) Usia Pertengahan Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2008).

  d. Dimensi Spiritual Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang mendapati stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).

  Spiritual sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama, dimensi eksistensial berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spiritual sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).

  e. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhanya akan semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali sang kholiq. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual.

  Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan spiritualnya pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal.

  Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan (Asmadi, 2008).

  f. Faktor Yang Mempengaruhi Spiritual Menurut Hamid (2008), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang tepat. Untuk lebih jelas, faktor-faktor penting tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

  1)

Tahap perkembangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-

  anak dengan agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak. Tema utama yang diuraikan oleh semua anak tentang Tuhan, mencakup hal-hal berikut.

  a) Gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia dan saling keterikatan dengan kehidupan.

  b) Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan diri serta transformasi yang membuat du nia tetap segar, penuh kehidupan, dan berarti.

  c) Meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa takut menghadapi kekuasaan Tuhan.

  d) Gambaran cahaya/sinar.

  2)

Keluarga. Peran orang tua sangat menentukan perkembangan

  spiritualitas anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama ank dalam memersepsikan kehidupan di dunia, pandangan anak umumnya diwarnai oleh pengalaman merekan dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.

  3)

Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan, dan nilai

  dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiartan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan. Perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual adalah hal unik bagi tiap individu.

  4)

Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup, baik yang

  positif maupun pengalaman negatif dapat memengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya, juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Sebagai contoh, jika dua orang wanita yang percaya bahwa Tuhan mencintai umatnya, kehilangan anak mereka karena kecelakaan. Salah satu dari mereka akan bereaksi dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan dan tidak mau sembahyang lagi. Sebaliknya, wanita yang satu terus berdoa dan meminta Tuhan membantunya untuk mengerti dan menerima kehilangan anaknya. Begitu pula pengalaman hidup yang menyenangkan sekalipun, seperti pernikahan, pelantika kelulusan, kenaikan pangkat atau jabatan dapat menimbulkan rasa bersyukur kepada Tuhan, dan ada pula yang merasa tidak perlu mensyukurinya.

  Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang memerlukan kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.

  5)

Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan

  kedalaman spiritualitas seseorang (Toth, 1992) dan Craven & Hirnle (1996). Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan emosional.

  6)

Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang

  bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain, tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang biasa memberi dukungan setiap saat diinginkan.

  Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.

  7)

Isu moral terkait dengan terapi. Pada kebanyakan agama, proses

  penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesarannya walaupun ada juga yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medik sering kali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, dan sterilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.

  8)

Asuhan keperawatan yang kurang sesuai. Ketika memberikan

  asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut, antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritual, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama (Hamid, 2008). g. Masalah Spiritual Ketika sakit, kehilangan, duka cita, atau perubahan hidup yang besar, individu menggunakan sumber daya spiritual untuk membantu mereka beradaptasi atau menimbulkan kebutuhan dan masalah spiritual. Tekanan Siritual adalah “Gangguan kemampuan utuk mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, kesenian, musik, literatur, alam, dan/atau kekuatan lebih tinggi dari diri sendiri

  ” (NANDA International, 2007 dalam Potter & Perry, 2010).

  Sebagai contoh, suatu penyakit yang merupakan bencana, dapat mengganggu kesejahteraan spiritual seseorang sepenuhnya sehingga menyebabkan keraguan dan kehilangan kepercayaan. Tekanan spiritual sering menyebabkan seseorang sering merasa sendiri atau bahkan merasa diabaikan. Individu sering mempertanyakan nialai-nilai spiritual mereka, menimbukan pertanyaan-pertanyaan tentang jalan hidup mereka, tujuan kehidupan, dan sumber pemahaman. Tekanan spiritual juga timbul saat ada konflik antara kepercayaan seseorang dan regimen kesehatan yang diresepsikan atau ketidakmampuan untuk mempraktikan ritual seperti biasanya (Potter & Perry, 2010).

  h. Perawatan Spiritual Perawatan spiritual melibatkan kerja tim interdisiplin dalam mengkaji dan menjawab persoalan spiritual serta keagamaan yang menjadi perhatian pasien dalam keluarganya. Perawatan spiritual memerlukan penilaian dan pemantauan pada banyak aspek dari psien dan keluarganya, dan dapat termasuk evaluasi hidup pasien, harapan, ketakutan, tujuan dan arti hidup, kesalahan dan pengampunan serta kepercayaan akan adanya kehidupan setelah kematian.

  Perawatan spiritual menilai keunikan setiap orang dengan mengenali serta menghargai kepercayaan, nilai, kebiasaan, dan ritual seseorang, bersifat terbuka sepenuhnya terhadap diskusi, mengacu pada bagaimana kehidupan diakhiri dalam cara yang sesuai budaya, nilai keagamaan, dan kebutuhan spiritual pasien terminal tersebut. Pasien dan keluarga dianjurkan untuk menunjukan simbol-simbol spiritual dan agamanya serta dapat mempraktekan ritual-ritual mereka dalam situasi yang mendukung. Penggunaan simbol ini oleh tim medis harus sensitif dengan keragaman budaya dan agama yang ada.

  Depresi spiritual pasien dapat diperlihatkan dengan intensitas gejala-gejala fisik yang dialami atau malah memperburuknya. Hal ini dapat terjadi bila pasien dihadapkan dengan tantangan yang mengancam kepercayaan, arti hidup, dan tujuan hidup seseorang.

  Perawatan spiritual mengedepankan kemampuan tim medis dalam merefleksikan serta menegenali pentingnya spiritualitas dan penerimaan seseorang terhadap kebenaran kepercayaan spiritual orang lain. Nilai hidup seseorang tidak dapat dipaksakan pada pasien dan keluarganya.

  Perawatan spiritual memerlukan apresiasi pada nilai yang ada serta keinginan untuk terlibat sepenuhnya pada penyediaan perawatan spiritual. Anggota tim medis perlu mengidentifikasi keterbatasannya dan ketika menbutuhkan pendampingan para ahli dari pemuka agama atau penyedia perawatan spiritual. Perawatan spiritual yang efektif memerlukan : 1) Mendengar secara aktif 2) Menunjukan empati dan kemampuan untuk mengikuti perjalanan pasien dalam penderitaannya 3) Mengenali dan merespon depresi yang terjadi dan membantu mereka dalam menemukan arti dalam penderitaan yang mereka alami

  4) Mampu menggali kekhawatiran pasien yang terpendam, termasuk keperluan spiritual dan agama yang belum terpenuhi 5) Mengidentifikasi dan merespon persoalan etik dan konflik yang dialami, serta membantu dan mendukung pasien dalam menerapkan nilai-nilai mereka sendiri dalam pengambilan keputusan

  6) Keinginan untuk menciptakan tempat terapi khusus yang dapat membantu perkembangan spiritual 7) Mencari sumber-sumber tambahan yang dibutuhkan pasien, termasuk layanan pemimpin agama dan penyedia layanan spiritual lainnya (Campbell, 2013).

  3. Kualitas Hidup

  a. Pengertian Rasjidi, (2010) menyebutkan bahwa kualitas hidup seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri, karena sifatnya sangat spesifik, dan bersifat abstrak, sulit diukur. Namun mengingat bahwa tujuan utama dari terapi paliatif adalah peningkatan kualitas hidup pasien, maka tenaga medis harus mampu menyikapi, bagaimana kualitas hidup yang diinginkan oleh penderita dan bagaimana cara meraih dan mencapainya.

  Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati kepuasan dalam hidupnya. Untuk mencapai kualitas hidup maka seseorang harus dapat menjaga kesehatan tubuh, pikiran dan jiwa. Sehingga seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa ada gangguan (Ventegodt, 2003).

  b. Teori Kualitas Hidup Kualitas hidup berarti hidup yang baik, hidup yang baik sama seperti hidup dengan kehidupan yang berkualitas tinggi (Ventegodt,

  2003). Dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam 3 bagian yang berpusat pada aspek hidup yang baik yaitu : 1) Kualitas hidup subyektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya.

  Masing-masing individu secara personal mengevaluasi mereka yang menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka

  2) Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang berhak untuk dihormati dan individu dapat hidup dalam keharmonisan

  3) Kualitas objektif yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

  Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu rentang spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan teori kualitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup dan pemenuhan kebutuhan, biologis dan mencapai potensial hidup.

  a). Kesejahteraan Kesejahteraan berhubungan dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebutuhan dan realisasi diri.

  b). Kepuasan hidup Menjadi puas berarti merasaakan bahwa hidup yang seharusnya, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas. Kepuasan adalah pernyataan mental yaitu keadaan yang kognitif.

  c). Kebahagiaan Ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit diperoleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kehagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang.

  d). Makna dalam hidup Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang diguakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidakberartian dan kesangatberartian dari hidup.

  e). Pemenuhan kebutuhan Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi maka kualitas hidupnya tinggi.

  Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya dimiliki oleh makhluk hidup.

  f). Mencapai potensial hidup Teori pencapaian potensial hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya atau titik permulaan biologis. Ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem dari sel ke organisme sosial.

  g). Gambaran biologis kualitas hidup Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi kesehatan fisik. Kesehatan fisik mencerminkan tingkat sisitem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dalam menjaga kesehatan dan keseimbangan tubuh. Pengalaman dimana hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hidup bermakna atau tidak, dapat dilihat sebagai kondisi dari sistem informasi biologis.

  c. Komponen kualitas hidup Kualitas hidup dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu kesehatan, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan) dan harapan

  (prestasi dan aspirasi individu) (Kurtus, 2005). 1) Kesehatan

  Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal higiene, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan spiritual 2) Kepemilikan

  Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan) dalam kualitas hidup dibagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik terdiri dari rumah, tempatkerja atau sekolah, tetangga atau lingkungan dan masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman atau rekan kerja, lingkungan dan masyarakat

  3) Harapan Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai

  (prestasi dan aspirasi individu) sehingga individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu tundakan yang bermanfaat dari hasil karyanya.

  d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup Menurut Kurtus (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku atau etnik, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Kedua medik yaitu lama menjalani terapi, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani. e. Domain kualitas hidup Menurut (Kurtus,2005) kualitas hidup terdiri dari 4 bidang atau domain meliputi :

  1) Kesehatan fisik berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari-hari, dan kapasitas kerja.

  2) Kesehatan psikologis berhubungan dengan pengaruh positif dan negatif spiritual, pemikiran pembelajaran, daya ingat dan konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilqn, serta penghargaan terhadap diri sendiri.

  3) Hubungan sosial terdiri dari hubungan personal, aktifitas seksual dan hubungan lain.

  4) Dimensi lingkungan terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, sumber penghasilan, kesempatan memperoleh informasi, dan keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi, atau aktifitas pada waktu luang, lingkungan rumah, perawatan kesehatan, sosial dan transportasi.

B. Kerangka Teori

  Long Time Care (Perawatan Jangka Panjang) Ulkus Stroke TBC

  Kanker Tindakan Medis Tindakan Keperawatan 1) Operasi / Pembedahan - Aspek Biologis 2) Pengobatan - Aspek Psikologis 3) Kemotherapi - Aspek Sosial 4) Radiotherapi

  Aspek Spiritualiatas

  Dimensi Kualitas Hidup

  1. Dimensi Fisik

  2. Dimensi Psikologis

  3. Dimensi Sosial

  4. Dimensi Lingkungan Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi : Baraderoo (2007), Rasjidi (2010).

C. Kerangka Konsep

  Kerangka konseptual merupakan dasar pemikiran yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka (Saryono, 2008).

  Kerangka konseptual penelitian ini adalah : Pasien Kanker

  Spiritualitas Variabel Bebas

  Kualitas Hidup Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian D.

Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Pertanyaan tersebut merupakan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan dapat menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis penelitian ini adalah : a. Ho = Tidak ada hubungan tingkat spiritualitas terhadap kualitas hidup pasien kanker di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

  b. Ha = Ada hubungan tingkat spiritualitas terhadap kualitas hidup pasien kanker di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.