HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS IBU DENGAN PREEKLAMSIA BERAT DI RSUD MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS IBU DENGAN

PREEKLAMSIA BERAT

DI RSUD MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

  

Oleh

Tendi novara, Ika Murti Harini, Sutrisno

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

  

E-mail : tendinovara004@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia

ditandai dengan hipertensi (tekanan darah sistol ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastol ≥ 90

mmHg) disertai proteinuria (≥ 300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam) pada usia kehamilan lebih

  dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Preeklampsia eklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal baik di dunia maupun di Indonesia. Studi mengenai hubungan antara usia dan paritas preeklampsia berat (PEB) di Kabupaten Banyumas secara umum dan RSUD Margono Soekarjo secara khusus belum pernah

  Tujuan

  dilakukan. Perlu dikaji apakah usia dan paritas berhubungan dengan PEB. : penelitian ini

  Metode

  bertujuan untuk mengetahui hubungan usia dan paritas dengan PEB. : penelitian menggunakan studi belah lintang. Sampel penelitian merupakan kasus PEB dan normotensi yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan (IRJA) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA) RSUD Margono Soekarjo pada bulan Juli

  • – Oktober 2017. Umur dan paritas ditetapkan menggunakan data rekam medik.

  Kriteria PEB menurut POGI. Usia dikelompokkan menjadi 3 yaitu kurang dari 20 tahun, 20-35 tahun dan lebih dari 35 tahun. Paritas dikelompokkan menjadi 2 yaitu paritas 1 dan paritas 2 atau lebih dari 2. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Data bivariat dianalisis menggunakan uji Chi square.Hasil : Reponden PEB berusia kurang dari 20 tahun sebesar 7,69% ,sedangkan responden normotensi sebesar 0%. Responden PEB berusia lebih dari 35 tahun sebesar 38,46%, sedangkan responden normotensi sebesar 16,67 %. Pada penelitian ini, paritas tidak behubungan dengan PEB (p=1).Kesimpulan : Prosentase responden berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun lebih banyak terjadi pada PEB dibandingkan normotensi. Paritas tidak berhubungan dengan PEB.

  Kata Kunci : usia, paritas, PEB ABSTRACT Background

  : Preeclampsia is a hypertensive disease in pregnancy. Preeclampsia is characterized

  

by hypertension (systolic blood pressure ≥ 140 mmHg or diastolic blood pressure ≥ 90 mmHg)

with proteinuria (≥ 300 mg / dl in 24 hour urine) at gestational age more than 20 weeks or

  immediately after delivery. Eclampsia preeclampsia is one of the major causes of both maternal and perinatal morbidity and mortality in the world as well as in Indonesia. Studies on the relationship between age and parity of severe preeclampsia in Banyumas and Margono Soekarjo District have not been done. It is important to examine whether age and parity are related to severe preeclampsia. Purpose : This study aims to determine the relationship between age and parity with

  Method

  severe preeclampsia. : research using cross sectional study. The sample of the study was severe preeclampsia and normotensi cases treated in the IRJA and IRNA of Margono Soekarjo Hospital in July - October 2017. Age and parity were determined using medical record data. Criteria of severe preeclampsia according to POGI. Age is grouped into 3 : less than 20 years, 20-

  35 years and more than 35 years. Parity is grouped into 2 : once parity and twice parity or more than twice parity. Data are analyzed univariat and bivariate. Bivariate data were analyzed using Chi square test. Results : Severe preeclampsia less than 20 years were 7.69%, while normotensi less than 20 years was 0%. PEB respondents more than 35 years was 38.46%, while normotensi respondents more than 35 years was 16.67%. In this study, parity is not related to PEB (p = 1). Conclusions : Percentage of respondents aged less than 20 years and over 35 years more prevalent in PEB than normotency. Parity is not related to PEB.

  Keywords : age, parity, PEB PENDAHULUAN

  Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia ditandai

  

dengan hipertensi (tekanan darah sistol ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg)

disertai proteinuria (≥ 300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam) pada usia kehamilan lebih dari 20

  minggu atau segera setelah persalinan. Sedangkan eklampsia ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan kejang (Robert, et. al., 2003).

  Preeklampsia eklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal baik di dunia maupun di Indonesia. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%) dan infeksi (12%). Namun, proporsi penyebab utama kematian ibu tersebut telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan preeklampsia eklampsia semakin meningkat (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). WHO memperkirakan insiden dan prevalensi preeklampsia eklampsia lebih tinggi terjadi pada negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Prevelensi preeklampsia eklampsia di negara maju adalah 1,3% - 6% sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% - 18% Insiden preeklampsia eklampsia di Indonesia sebesar 128.273/tahun atau sekitar 5,3% (POGI, 2016).

  Dampak bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia eklampsia antara lain prematuritas, berat badan lahir rendah, pertumbuhan janin terhambat serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Preeklampsia eklampsia merupakan penyebab

  Prevalensi preeklampsia eklampsia di Kabupaten Banyumas tahun 2011 sebanyak 551 orang (32,1%) dari seluruh ibu hamil sejumlah 1714 orang. Sedangkan kejadiaan preeklampsia tahun 2012 sebanyak 930 orang (50,9%) dari seluruh ibu hamil sejumlah 1826 orang. Dilaporkan jumlah kematian ibu pada tahun 2013 sebanyak 33 kasus, dengan 9 kasus disebabkan karena preeklampsia eklampsia (Suryandari & Trisnawati, 2014).

  Preeklamsia eklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan cukup komplek. Penanganan preeklampsia eklampsia selain disebabkan karena kurangnya sarana dan prasarana kesehatan juga disebabkan karena belum adanya teori pasti yang dapat menjelaskan patogenesis penyakit ini.

  Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia adalah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya preeklampsia dan eklampsia ( multiple causati ). Faktor yang sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nulipara, kehamilan ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya riwayat keturunan, dan obesitas.

  Penelitian mengenai hubungan usia dan paritas ibu dengan preeklamsia berat masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia, khususnya Jawa Tengah dan Kabupaten Banyumas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian hubungan antara umur dan paritas dengan preeklampsia berat di Kabupaten Banyumas, khususnya di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan studi belah lintang untuk mengetahui hubungan umur dan paritas dengan preeklamsia berat di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Sampel penelitian diambil dari kasus preeklamsia berat dan normotensi yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan (IRJA) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA) RSUD Margono Soekarjo pada bulan Juli – Oktober 2017. Sampel pada penelitian terdiri dari kelompok preeklampsia berat dan normotensi. Variabel bebas adalah paritas sedangkan variabel terikat adalah kejadian penyakit preeklamsia. Penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

  Umur, dan paritas diukur menggunakan data rekam medik. Kriteria preeklampsia berat menurut POGI (2016) yaitu jika diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika didapatkan salah satu kondisi klinis sebagai berikut : 1). Tekanan darah sistolik sekurang-kurangnya 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan kreatinin serum di atas 1,1 mg/dl atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya, 4). Gangguan hepar ditandai dengan peningkatan kadar transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik, 5). Edema paru, 6). Gangguan neurologis berupa stroke, nyeri kepala, gangguan visus, serta 7). Gangguan sirkulasi uteroplasental ditandai dengan oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV). Kriteria normotensi adalah kehamilan diatas 20 minggu tanpa preeklampsia atau eklampsia.

  Usia kelompokkan menjadi 3 yaitu kurang dari 20 tahun, 20 – 35 tahun dan lebih dari 35 tahun. Sedangkan paritas dikelompokkan menjadi 2 yaitu paritas 1 dan paritas 2 atau lebih dari 2. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Data bivariat dianalisis menggunakan uji Chi square untuk mengetahui pengaruh umur, dan paritas terhadap preeklamsia. Hasil analisis dikatakan bermakna jika p<0,05. (Dahlan, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Jumlah total responden yang mengikuti penelitian sebanyak 63 orang, terdiri dari kasus PEB sebanyak 39 orang dan normotensi sebanyak 24 orang. Karakteristik usia responden dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 1. Karakteristik Usia

  

Umur PEB (n) Persentase (%) Normotensi (n) Persentase (%) Total

  < 20 th 3 7,69

  3 20-35 th 21 53,85 20 83,33

  41 >35 th 15 38,46 4 16,67

  19 Total 39 100 24 100

  63 Hasil penelitian didapatkan responden PEB yang umurnya < 20 tahun sebanyak 3 (7,69%) dan yang normotensi tidak ada (0%). Responden yang umurnya antara 20

  • – 35 tahun berjumlah 41

  orang, terdiri dari 21 orang (53,85%) PEB dan 20 orang (83,33%) normotensi, sedangkan responden yang umurnya > 35 tahun sebanyak 19 orang terdiri dari 15 orang (38,46%) PEB dan 4 orang (16,67%) normotensi. Hasil penelitian di atas menunjukkan kejadian PEB paling banyak pada usia 20 sampai 35 tahun. Penelitian ini berbeda dengan studi di beberapa RS dan kepustakaan yang menyatakan bahwa angka kejadian PEB terbanyak pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun. Namun demikian, pada PEB ditemukan 3 orang responden yang berusia kurang dari 20 tahun.

  Paritas PEB Persentase % Normotensi Persentase (%) p

  1

  13

  33

  8 33 1,00 2/>

  26

  67

  16

  67 Total 39 100 24 100 Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 21 responden hamil pertama, yang mengalami PEB sejumlah 13 orang (33%), dan yang normotensi 8 orang (33%). Sedangkan responden dengan paritas lebih dari satu yang tidak mengalami PEB sebanyak 16 orang (67%) sedangkan yang mengalami PEB sebanyak 26 (67%). Ini menunjukkan bahwa seorang ibu yang bukan hamil pertama dan kehamilam ke-2 atau lebih mempunyai kecenderungan yang sama untuk mengalami kejadian preeklampsia berat. Hal ini sesuai dengan hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan terjadinya preeklampsia berat (p=1).

  KESIMPULAN

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian PEB paling banyak pada usia 20 sampai 35 tahun. Namun pada PEB ditemukan 3 responden berusia kurang dari 20 tahun, sedangkan pada normotensi tidak ada responden yang berusia kurang dari 20 tahun. Pada penelitian ini, paritas tidak berhubungan dengan PEB.Disarankan, perlunya meneliti faktor lain yang berhubungan dengan PEB.

  DAFTAR PUSTAKA

Dahlan MS. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Penerbit Salemba Medika.

  Jakarta. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tata Laksana . 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Indonesia.

Robert JM, Pearson GD, Cutler JA, Lindheimer MD. 2003. Summary of the NHLBI

Working Group on Research on Hypertension During Pregnancy. Hypertension in

  Pregnancy 22(2): 109-127.

  

Suyandari AE, Trisnawati Y. 2014. Analisis Determinan yang Mempengaruhi Bidan Desa

dalam Ketepatan Rujukan pada Kasus Preeklampsia/Eklampsia di Kabupaten Banyumas. Jurnal Prada 5(2): 16-25