BAB II LANDASAN TEORI - NURUL ’ISHMAH BAB II

  ditentukan oleh sebuah jarak dan sebuah sudut. Sistem koordinat kutub dapat dilihat pada gambar berikut:

  A (r, θ) r θ x

  O

  Gambar 1: Sistem koordinat kutub Keterangan : r : panjang ruas garis OA (|r| ≥ 0)

  : sudut yang dibentuk oleh garis OA terhadap sumbu x θ O : titik kutub atau titik asal Ox : poros atau sumbu kutub

  1. Fungsi Melingkar Menurut Martono (1999), disebut sebagai suatu fungsi apabila terdapat

  , ⊂ dengan : → adalah suatu aturan yang menetapkan setiap ∈ dengan tepat satu ∈ dilambangkan dengan

  = ( ). Fungsi melingkar (the circular function) atau fungsi trigonometri merupakan pengembangan dari sistem koordinat kutub,

  7 dimana jika titik A digeser dan kembali ke titik A dengan jarak OA tetap, maka akan membentuk lingkaran. Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama dari suatu titik tetap. Titik tetap tersebut dinamakan titik pusat lingkaran.

  A r O x

  θ Gambar 2: Lingkaran

  2

  2

  2

  x + y = r Lingkaran dengan persamaan berarti, lingkaran tersebut berpusat di titik (0,0) dan berjari-jari r. y r

  (0,0)

  x Gambar 3: Lingkaran dengan titik pusat di (0,0) dan berjari

  • – jari r

  2

  2 Jika terdapat sebuah lingkaran dengan persamaan x + y = 1, maka titik pusat lingkaran berkoordinat di (0,0) dan berjari-jari 1.

  Apabila titik A berkoordinat di (1,0) bergerak ke titik P sebesar θ satuan mengelilingi lingkaran (berlawanan arah dengan jarum jam jika

  θ > 0, bergerak searah dengan jarum jam jika θ < 0) maka dapat dicari posisi titik P untuk setiap θ. Pergerakan titik A sebesar θ akan mendapatkan sebuah titik, titik ini disebut terminal point. Oleh sebab itu, titik P disebut terminal point (Vance, 1962). y y

  t t

  θ θ

  (0,0) (0,0) x

  A(1,0) x A(1,0) P(x,y)

  P( sin , cos )

  (b) (a)

  Gambar 4: Fungsi melingkar Keterangan: θ : besar pergerakan titik A ke titik P Berdasarkan gambar 4a, sudut

  θ pada radian diukur dengan t. Oleh sebab itu, pada titik P(x,y) terdapat beberapa fungsi trigonometri yakni fungsi sinus, cosinus, dan tangen (lihat gambar 4b). Fungsi trigonometri didefinisikan sebagai berikut: Apabila P(x,y) adalah terminal point yang ditentukan oleh t dengan t

  ∈ R maka sin = y cos

  = x sin y tan = , x

  = ≠ 0 cos x Oleh karena itu, berdasarkan gambar 4a dan 4b diperoleh definisi yakni apabila sudut θ pada radian diukur dengan t, maka sin θ = sin ; cos

  θ = cos ; tan θ = tan Cos dan sin mempunyai periode 2π, sedangkan tan t mempunyai periode

  π. Domain dari fungsi sinus dan cosinus adalah semua nilai t dengan t ∈ R, sedangkan domain fungsi tangen adalah

  π

  semua nilai t dengan t ∈ R kecuali = π , dengan m adalah

  • 2

  bilangan bulat (Kolman dan Shapiro, 1986). Range untuk fungsi sinus dan cosinus yakni: −1 ≤ sin ≤ 1 ; −1 ≤ cos ≤ 1 sehingga dapat ditentukan letak fungsi bernilai positif atau negatif pada kuadran I-IV. Nilai fungsi sinus, cosinus, dan tangen dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

  Tabel 1: Nilai fungsi sinus, cosinus, dan tangen

  y

  Kuadran sin cos tan = y = x x

  =

  I

  II - + -

  III

  IV

  • Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui variasi nilai pada kuadran I-IV

  ( ≤ ≤ 2π). Variasi nilai t dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

  Tabel 2: Variasi nilai fungsi sin dan cos pada 0 ≤ ≤ 2π kuadran Variasi Variasi nilai Variasi nilai dari sin cos dari dari

  I 0 ke 1 1 ke 0 0 ke π 2 π

  II 1 ke 0 0 ke -1 ke π

  2 III 0 ke -1 -1 ke 0 π ke 3π 2

  3 IV -1 ke 0 0 ke 1 π ke 2π

  2 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui variasi nilai fungsi sinus dan cosinus pada kuadran I-IV.

  Grafik fungsi sin t dan cos t dapat digambar dengan y = sin x = cos dan

  . Grafik y = sin dengan t ∈ R dapat digambar dengan nilai terletak di sepanjang sumbu horizontal dan y terletak di sepanjang di sumbu vertikal. Lingkaran digambar dengan titik pusat berada di sumbu .

  y , 1) ( 2

  P A (0,0) ( π, 0) (

  2 , 0) , 0) , 0)

  (3 2 ( 2 , −1) (3 2

  Gambar 5: Grafik sin Grafik x = cos dengan t ∈ R dapat digambar dengan nilai berada disumbu horizontal dan nilai x di sumbu vertikal. Lingkaran digambar dengan titik pusat berada di sumbu

  (Kolman dan Shapiro, 1986).

  x (2 π, 1)

  ( π, 0) ( 2 , 0)

  , 0) ( 2 , 0) (3 2

  ( , −1)

  Gambar 6: Grafik cos a. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil Definisi 1a Fungsi dikatakan fungsi genap jika

  (− ) = ( ) untuk setiap ∈ D f (domain fungsi), dan dikatakan fungsi ganjil jika

  (− ) = − ( ) untuk setiap f (Martono, 1999). ∈ D

  b. Fungsi Periodik Definisi 1b Sebuah fungsi dikatakan periodik jika terdapat konstan

  2 dimana ( + 2 ) = ( ) untuk setiap t. Jika 2 merupakan angka positif terkecil maka 2p merupakan periode fungsi (Wylie,1975).

  2. Limit Diberikan fungsi

  : [ , ] → R dan ∈ , . Limit ( ) untuk mendekati c adalah L, ditulis lim ( ) = berarti bahwa untuk tiap

  

  bilangan > 0 yang diberikan (betapapun kecilnya), terdapat > 0 yang berpadanan sedemikian sehingga

  − < asalkan bahwa 0 < − < berlaku − < (Purcell dan Varberg, 1984).

  3. Kontinuitas Diberikan fungsi

  : [ , ] → R dan ∈ , . Fungsi dikatakan kontinu di jika lim ( ) = ( ). Pernyataan tersebut menyatakan 3

  →

  syarat yang harus dipenuhi supaya fungsi f kontinu di c yaitu:

  a. lim ( ) ada

  → b.

  ( ) ada

  c. lim ( ) = ( )

  →

  Jika salah satu atau lebih dari ketiga syarat kekontinuan tidak terpenuhi maka tak kontinu (diskontinu) di c (Purcell dan Varberg, 1984).

  4. Turunan Diberikan

  ( ) suatu fungsi yang didefinisikan di sebarang titik ∈ , , turunan ( ) di = didefinisikan sebagai:

  • − ( )

  ′

  = lim

  →0

  Apabila suatu fungsi dapat dideferensialkan, maka fungsi tersebut merupakan fungsi yang kontinu. Fungsi sinus dan cosinus diketahui merupakan fungsi yang kontinu dan periodik, sehingga kedua fungsi tersebut dapat didiferensialkan (Purcell dan Varberg, 1984). Apabila = sin dan = cos maka berlaku sin = cos ; cos = − sin

  5. Integral

  a. Integral Tak Tentu (Anti Turunan) Menurut Purcell dan Varberg (1984) suatu fungsi disebut anti turunan fungsi pada selang I jika untuk ∀ ∈ I berlaku

  ′ = ( ) sehingga = + dengan c: konstanta.

  Oleh karena itu, integral tak tentu dari fungsi ( ) terhadap t pada selang jika untuk ∀ ∈ berlaku = +

  Berdasarkan definisi tersebut, integral tak tentu pada fungsi sinus dan cosinus terhadap berlaku sin = − cos + ; cos = sin + b. Integral Tentu

  Menurut Martono (1999), integral tentu dari fungsi f pada selang tertutup [a,b], ditulis dengan lambang , didefinisikan ( )

  = lim ) sebagai bila limit ini ada. Pada ( ∆

  ( )

  →0 =1

  bentuk penulisan − , limit fungsi f pada selang [a,b] untuk

  ) , jika: → 0 adalah L, ditulis lim ( ∆

  =1 →0

  ∀ > 0 ∃ > 0 ∋ < ⇒ − ∈ ∆ < ∀

  =1

  ,

  −1

  Pada fungsi periodik, khususnya fungsi sinus dan cosinus, integral tentu berlaku teorema sebagai berikut: Teorema A Andaikan kontinu (karenanya terintegralkan) pada , maka terdapat suatu bilangan

  ∈ , sedemikian sehingga =

  ( − ) ( ) Jadi, apabila terdapat kontinu pada [ , + 2 ] maka terdapat suatu bilangan c antara dan + 2 sedemikian sehingga

  • 2

  = ( ) ( + 2 − )

  6. Deret Fourier Deret Fourier menurut Wylie (1975) yakni fungsi periodik yang dapat dinyatakan sebagai penjumlahan tak hingga dari suku-suku sinus dan cosinus. Fungsi

  ( ) dengan 2 sebagai periode dan integral valid untuk setiap nilai dengan ∈ R, fungsi dapat direpresentasikan menjadi bentuk persamaan sebagai berikut: cos sin cos sin + + + +

  1

  1

  1.1 = … +

  2 Atau dapat disederhanakan menjadi:

  ∞

  • 2
  • cos sin ] (1.2) = [

  =1

  dengan koefisien , , sebagai berikut:

  • 2

  1 = (1.3)

  • 2

  1 = (1.4)

  ( ) cos

  • 2

  1 = (1.5) sin

  Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat ditentukan integral dimana integral valid untuk setiap nilai d dengan ∈ R, serta m dan n merupakan bilangan bulat positif dengan persamaan sebagai berikut:

  • 2

  cos (2) = 0 ≠ 0

  • 2

  sin (3) = 0

  • 2

  cos cos (4) = 0 ≠

  • 2

  2

  cos (5) = ≠ 0

  • 2

  cos sin (6) = 0

  • 2

  sin sin (7) = 0 ≠

  • 2

  2

  sin (8) = ≠ 0

  Koefisien , , dan dapat diperoleh melalui:  Koefisien pada persamaan (1.2) dapat diperoleh dengan cara mengintegralkan persamaan (1.2) dari

  = ke = + 2 diperoleh:

  ∞

  • 2 +2 +2
  • cos sin = [ ]

  2 =1

  Gunakan persamaan (2) dan (3) yakni:

    <
  • 2 cos = sin

  = sin − sin − = 0 (2)

    <
  • 2 sin = cos

  = cos − cos − = 0 (3) diperoleh:

  • 2

  2 = + 0 =

  2 Jadi,

  • 2

  1 =

   Koefisien dapat dibuktikan dengan cara mengalikan persamaan (1.2) dengan cos

  , lalu mengintegralkan persamaan pada ke + 2 , diperoreh:

  • 2 +2
  • 2

  = cos cos

  ∞ ∞

  • cos cos cos sin

  =1 =1

  untuk =

  (2) dan (6) diperoleh: Gunakan persamaan

  • 2 +2

  2

  = 0 + cos cos + 0 Gunakan persamaan (5) diperoleh:

  • 2

  = cos

  • 2

  1 =

  ( ) cos Jika

  = maka

  • 2

  1 =

  ( ) cos

  • 2 +2 ∞ =1
  • 2 +2
  • 2
  • 2

  =

  =∞

  dikatakan divergen jika lim

  ∞ =1

  = , dengan adalah jumlah deret tersebut. Selanjutnya, deret

  =∞

  dinyatakan konvergen jika terdapat sebuah bilangan sehingga lim

  ∞ =1

  7. Konvergensi Deret Deret

  1 sin

  Jika = maka

  1 sin

  =

  Gunakan persamaan (8) diperoreh: sin =

  2

  Gunakan persamaan (3) dan (6) diperoreh: sin = 0 + 0 + sin

  sin sin untuk =

  

cos sin +

∞ =1

  sin = 2 sin +

   Koefisien dapat dibuktikan dengan cara mengalikan persamaan (1.2) dengan sin , lalu mengintegralkan persamaan pada ke + 2 , diperoreh:

  • 2

  tidak ada (Wylie, 1975).

  8. Ketetapan Dirichlet Definisi 8

  Apabila ( ) adalah suatu fungsi periodik yang terbatas dimana dalam sebarang satu periode memiliki sejumlah berhingga maksimum lokal dan minimum lokal serta sejumlah berhingga titik diskontinu, maka deret Fourier yang didefinisikan dengan fungsi akan konvergen ke

  ( ) di semua titik jika kontinu dan akan konvergen pada rata-rata pada limit kanan dan limit kiri ( ) di setiap titik jika tidak kontinu (diskontinu) (Wylie, 1975).

  Oleh karena itu, dapat didefinisikan bahwa suatu deret Fourier dengan koefisien dan akan konvergen ke: a.

  ( ), jika kontinu

  −

  • ) + (

  b. , jika diskontinu

  2 −

  • dalam hal ini (

  adalah limit kanan dan ) adalah limit kiri .

  B. Sistem Koordinat Bola Sistem Koordinat bola merupakan perumusan sistem koordinat kutub ke ruang berdimensi tiga (Leithold, 1991). Sistem koordinat bola berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah geometri dan fisika tertentu yang melibatkan suatu pusat simetri.

  Pada sistem koordinat bola terdapat suatu bidang kutub dan suatu sumbu z yang tegak lurus dengan bidang kutub tersebut. Titik asal sumbu z berhimpit dengan titik kutub dari bidang kutub tersebut. Suatu titik tertentu dalam koordinat bola dinyatakan oleh tiga bilangan, dan representasi koordinat bola dari suatu titik P adalah ( ρ, θ, ∅), dimana ρ = OP adalah jarak dari titik kutub (O) ke P,

  θ adalah ukuran sudut kutub dari proyeksi P pada bidang kutub dan ∅ adalah sudut antara sumbu z positif dan ruas garis

  OP. Titik asal mempunyai representasi koordinat bola ( 0, θ, ∅), dimana

  θ dan ∅ dapat mengambil sebarang nilai. Jika titik P (ρ, θ, ∅) bukan titik asal, maka &gt; 0 dan 0 ≤ ∅ ≤ ; ∅ = 0 jika P pada bagian positif sumbu z dan

  ∅ = jika P pada bagian negatif sumbu z (Leithold, 1991). Sistem koordinat bola dapat dilihat pada gambar berikut:

  P( ρ, θ, ∅) ρ ∅

  θ

  Gambar 7: Sistem koordinat bola

  1. Bola Langit Bola langit adalatak hingga dimana semua obyek langit dibayangkan berada pada di dalam bola langit.

  Hukum Kepler I menyebutkan bahwa bumi (dan planet-planet lain) bergerak dalam suatu lintasan elips dengan matahari pada satu fokusnya.

  Oleh sebab itu, lintasan elips juga berada di dalam bola langit. Lintasan penuh elips ini ditempuh bumi dalam waktu satu tahun (365,25 hari) atau dengan kata lain bumi berevolusi sempurna dalam waktu satu tahun. Bumi beredar mengelilingi matahari dalam lintasan elips dan matahari berada pada salah satu titik fokusnya, sehingga pada suatu saat bumi berada pada jarak yang dekat dengan matahari dan pada saat lain berada jauh dari matahari (Endarto,2009). Berikut adalah gambar lintasan elips:

  C B A D E

  Gambar 8: Lintasan bumi mengelilingi matahari Pada gambar 8 diketahui bahwa A-B-C-D-E-A merupakan revolusi bumi membentuk lintasan elips yang disebut bidang ekliptika.

  Pada bola langit, apabila bidang ekliptika di perluas memotong bola langit maka akan menjadi lingkaran ekliptika. Lingkaran ekliptika inilah yang menjadi dasar penyusunan Sistem Koordinat Ekliptika dan Sistem Koordinat Ekuator (Azhari, 2007).

  KUL Lingkaran ekliptika

  Lingkaran ekuator KSL

  Gambar 9: Bola langit

  2. Sistem Koordinat Ekliptika dan Sistem Koordinat Ekuator Sistem koordinat ekliptika dan sistem koordinat ekuator terbentuk dari perpotongan antara lingkaran ekliptika, lingkaran ekuator, dan bujur standar di titik O (vernal equinox) atau titik Aries. Menurut Ali (1997), lingkaran ekliptika yaitu lintasan yang secara nisbi terlihat ditempuh matahari dalam perjalanan tahunannya. Menurut Simamora (1984), lingkaran ekuator atau ekuator langit (khatulistiwa langit) adalah lingkaran besar yang merupakan perluasan dari bidang ekuator bumi, sedangkan bujur standar yakni garis yang menghubungkan titik O (vernal Equinox) dengan titik puncak garis normal atau garis tegak lurus dengan bidang.

  a. Sistem Koordinat Ekliptika Dasar dari sistem koordinat ekliptika adalah lingkaran ekliptika. Sistem koordinat ekliptika diperoleh dari perpotongan lingkaran ekliptika, lingkaran ekuator, dan bujur standar OP. Berikut adalah gambar sistem koordinat ekliptika:

  KUL

  Pole ecliptica (P) 23,5 Lingkaran ekliptika

  Lingkaran ekuator

  O

  KSL Gambar 10: Sistem koordinat ekliptika Lingkaran ekuator dan lingkaran ekliptika berpotongan

  ′

  23,5° (lebih teliti membentuk sudut 23° 27 membentuk sudut ) di titik O (titik Aries). Matahari melewati titik Aries pada tanggal 20-21

  Maret (Ali, 1997).

  Garis normal bidang ekliptika menembus bola langit di titik P (pole ecliptica). Apabila dari titik P dihubungkan ke titik O maka akan diperoleh sistem koordinat ekliptika dengan lingkaran ekliptika sebagai lingkaran dasar utama dan bujur OP sebagai bujur standar (Azhari, 2007).

  b. Sistem Koordinat Ekuator Dasar dari sistem koordinat ekuator adalah lingkaran ekuator.

  Sistem koordinat ekuator diperoleh dari perpotongan lingkaran ekliptika, lingkaran ekuator, dan bujur standar OKUL. Sistem koordinat ekuator dibuat dengan cara membayangkan sebuah bola langit yang memiliki lingkaran ekuator dan kutub yang tegak lurus dengan lingkaran ekuator yakni KUL (Kutub Utara Langit) dan KSL (Kutub Selatan Langit). Lingkaran ekliptika dan lingkaran ekuator berpotongan di titik O membentuk sudut

  23°27’. Apabila titik KUL dihubungkan ke titik O, maka akan diperoleh sistem koordinat ekuator dengan lingkaran ekuator sebagai lingkaran dasar utama dan bujur OKUL sebagai bujur standar. Pada sistem koordinat ekuator dapat diperoleh deklinasi matahari (

  δ) yang dihitung dari ekuator langit dan asensiorekta ( α) yang dihitung dari titik O (Azhari, 2007). Gambar berikut merupakan gambar sistem koordinat ekuator: Keterangan: O : vernal equinox (titik Aries) δ

  : deklinasi matahari α

  : asensiorekta matahari

  3. Deklinasi Matahari Deklinasi matahari (

  δ) adalah jarak matahari dengan ekuator langit diukur sepanjang lingkaran deklinasi. Menurut Simamora (1984), lingkaran deklinasi adalah lingkaran-lingkaran pada bola langit yang ditarik dari kedua kutub langit yakni kutub utara langit (KUL) dan kutub selatan langit (KSL). Pada sistem koordinat ekuator, deklinasi matahari dihitung 0° jika tepat di ekuator, sebelah utara ekuator bernilai positif (+) dan sebelah selatan ekuator bernilai negatif (-). Nilai deklinasi di titik kutub selatan langit adalah -90° dan di titik kutub utara langit adalah

  Gambar 11: Sistem koordinat ekuator

  23,5 α

  δ

  Type equatio O

  Garis bujur OKUL KUL KSL

  Lingkaran ekuator Lingkaran ekliptika

  • 90°. Deklinasi matahari berubah-ubah setiap waktu selama satu tahun, tetapi pada tanggal-tanggal yang sama, deklinasi matahari akan sama pula (Ali, 1997).

  o

  Deklinasi 0

  1

  1 Deklinasi

  23 ° Deklinasi ° −23

  2

  2 KUL

  KSL Gambar 12: Perjalanan semu tahunan matahari

  (deklinasi matahari) Pada tanggal 20-21 Maret matahari melewati ekuator, sehingga deklinasinya 0°, lalu ia bergerak ke utara menjauhi ekuator hingga pada tanggal 20-21 Juni ia melewati titik yang paling jauh dari ekuator yaitu 23° 27

  ’. Setelah itu, matahari bergerak bergerak ke selatan hingga pada tanggal 22-23 September ia melewati ekuator kembali. Pada tanggal 21-

  22 Desember matahari melewati titik terjauh dari ekuator yaitu 23° 27’ di selatan ekuator. Setelah itu, matahari bergerak kembali ke utara mendekati ekuator hingga pada tanggal 20-21 Maret ia kembali melewati ekuator. Perjalanan matahari selalu sama setiap tahun, sehingga deklinasi matahari juga sama setiap tahun (Ali, 1997). C. Sistem Koordinat Horizon Sistem koordinat horizon menggunakan lingkaran horizon sebagai dasar untuk menentukan kedudukan benda angkasa. Menurut Simamora

  (1984), lingkaran horizon adalah lingkaran pada bola langit yang tegak lurus pada garis vertikal dan melalui titik pusat bumi (timur dan barat terletak pada lingkaran horizon). Sistem koordinat horizon hanya dapat menyatakan posisi benda langit pada satu saat tertentu, untuk saat yang berbeda sistem koordinat ini tidak dapat memberikan hubungan yang mudah dengan posisi benda langit sebelumnya.

  Bentuk bumi yang bulat menyebabkan setiap tempat di muka bumi memiliki horizon yang berbeda-beda. Apabila kita berdiri tegak lurus lalu dari tempat kita berdiri dihubungkan dengan satu garis lurus yang melewati titik pusat bumi ke arah atas dan bawah (tegak lurus atau membentuk sudut 90° dengan horizon), maka akan memotong titik puncak bola langit bagian atas disebut dengan zenith dan bagian bawah disebut nadir (Ali, 1997).

  Berikut adalah gambar sistem koordinat horizon:

  Zenith

  Lingkaran vertikal Lingkaran meridian

  KSL KUL Lingkaran horizon

  Nadir Gambar 13: Sistem koordinat horizon Berdasarkan gambar 13 diketahui bahwa melalui titik zenith dan nadir dapat dibuat lingkaran pada permukaan bola langit yang disebut dengan lingkaran vertikal. Lingkaran vertikal yang melalui titik KUL dan KSL disebut lingkaran Meridian (Azhari, 2007).

  1. Bumi Secara fisik, permukaan bumi merupakan bidang geoid. Geoid adalah bidang nivo (level surface) atau bidang ekuipotensial gaya berat yang terletak pada ketinggian muka air rata-rata. Arah gaya berat di setiap titik pada bidang geoid selalu tegak lurus menuju pusat bumi, sehingga bidang geoid merupakan permukaan tertutup yang melingkupi bumi dan bentuknya tidak teratur. Bidang geoid memiliki bentuk yang tidak teratur sehingga tidak dapat digunakan dalam perhitungan terkait dengan bentuk bumi. Oleh karena itu, agar dapat digunakan dalam perhitungan, maka bumi diibaratkan sebagai bidang yang bulat (speroid).

  Bentuk planet Bumi sangat mirip dengan pepat (oblate

  

spheroid ) yakni sebuah bulatan yang tertekan ceper pada orientasi

   bumi. Pengukuran yang seksama menunjukkan bahwa 1° di dekat kutub lebih panjang apabila dibandingkan dengan di khatulistiwa. Hal ini membuktikan bahwa permukaan bumi di ekuator lebih melengkung dari pada di kutub sehingga mengakibatkan sumbu bumi (jarak dari kutub utara ke kutub selatan) lebih pendek dari pada garis ekuator (Simamora, 1984). Berikut adalah gambar bumi dalam bentuk bulat pepat (oblate spheroid): KUL

  Garis khatulistiwa KSL

  Gambar 14: Bumi

  2. Posisi Tempat (Lintang dan Bujur Tempat) Posisi tempat di muka bumi selalu erat kaitannya dengan garis lintang dan garis bujur. Apabila posisi tempat di muka bumi berbeda, maka lintang dan bujurnya berbeda pula.

  Apabila posisi tempat berada di sebelah utara garis katulistiwa maka didefinisikan sebagai (LU). Apabila posisi tempat berada di sebelah selatan katulistiwa maka didefinisikan sebagai (LS). Inggris yang menjadi dasar meridian. Meridian Greenwich ditetapkan menjadi meridian utama universal atau dasar meridian pada tahun 1884. Apabila posisi titik di sebelah barat bujur 0° maka dinamakan(BT). Posisi titik di Bumi dapat dideskripsikan dengan menggabungkan kedua pengukuran tersebut (Tanudidjaja, 1996).

  Posisi lintang suatu tempat merupakandari 0° di garis khatulistiwa sampai ke +90° di kutub utara dan -90° di kutub selatan. Posisi lintang biasanya dinotasikan dengan simbol huruf Yunani

  . Posisi bujur suatu tempat merupakandari 0° di

  φ (phi)

  Greenwich ke +180° arah timur dan -180° arah barat. Posisi bujur biasanya dinotasikan dengan (lamda) (Tanudidjaja, 1996).

  3. Edaran Harian Matahari Edaran harian matahari diperoleh dari sistem koordinat horizon.

  Edaran harian matahari yakni perjalanan matahari setiap hari dari terbit sampai terbenam. Setiap hari kita melihat matahari terbit dari sebelah timur, lalu bergerak semakin lama semakin tinggi, hingga mencapai kedudukannya yang tertinggi pada hari itu. Setelah itu, ia meneruskan perjalanannya di langit semakin lama semakin rendah hingga pada senja hari ia terbenam di sebelah barat. Titik tertinggi yang dicapai matahari dalam perjalanannya selama 1 hari dinamakan titik kulminasi. Panjang lintasan edaran harian matahari di masing-masing tempat berbeda-beda.

  Oleh karena itu, rentang waktu edaran harian matahari di masing-masing tempat juga berbeda, sehingga waktu matahari terbit, waktu matahri berkulminasi, dan waktu matahari terbenam berbeda-beda pula (Ali, 1997). Berikut adalah gambar edaran harian matahari di khatulistiwa saat deklinasi matahari 0°: Keterangan:

  A : Posisi matahari terbit (berada di horizon) B : Posisi matahari berkulminasi (berada di titik zenith) C : Posisi matahari terbenam (berada di horizon) Hal-hal pada lintasan edaran harian matahari yakni:

  a. Tinggi matahari Tinggi matahari adalah ketinggian posisi matahari (matahari yang terlihat) diukur dari horizon. Tinggi matahari biasanya diberi tanda h

  ⨀

  atau h yang merupakan singkatan dari high (ketinggian) sedangkan ⨀ merupakan simbol untuk matahari. Pada grafik deret

  Fourier, kuncinya yakni tinggi matahari saat terbit, berkulminasi, dan terbenam. Tinggi matahari saat terbit dan terbenam adalah 0 Lingkaran ekuator

  Gambar 15: Perjalanan matahari dari terbit hingga terbenam tepat di equator langit (  = 0) Nadir

  Lingkaran horizon Lingkaran meridian

  KSL

  B timur

  KUL

  C

A

  Matahari berkulminasi

  barat Zenith

  ( h = h = 0). Tinggi matahari dapat diketahui melalui perhitungan

  ⨀

  ataupun menggunakan alat yang memang dibuat untuk mengukur tinggi matahari. Beberapa alat yang berfungsi untuk mengukur tinggi matahari antara lain, sextant dan theodolite (Ali, 1997).

  b. Sudut Waktu Matahari Sudut waktu matahari adalah sudut yang terbentuk dari lingkaran waktu dengan lingkaran meridian pada kutub utara atau kutub selatan langit yang biasa diberi tanda “t”. Besarnya sudut waktu menunjukkan jarak matahari dari kedudukannya saat berkulminasi.

  Sudut waktu bernilai positif (+) jika matahari berkedudukan dibelahan langit sebelah barat (setelah matahari berkulminasi) dan bernilai negatif (-) jika matahari berkedudukan di belahan langit timur (sebelum matahari berkulminasi) (Ali, 1997). Rumus yang digunakan untuk menentukan sudut waktu matahari yakni: sin h cos t =

  −tan φ tan δ + cos φ cos δ

  Jika matahari sedang berkulminasi, maka besar sudut waktu 0°. Sudut waktu senantiasa berubah-ubah setiap jamnya. Hal yakni itu disebabkan karena rotasi bumi atau perputaran bumi pada porosnya yang berlaku satu kali dalam 24 jam. Oleh karena itu, di bumi diadakan pembagian daerah waktu.

  Secara umum di seluruh permukaan bumi terdapat 24 daerah waktu dimana setiap dua daerah waktu yang berdampingan selisihnya adalah 1 jam. Daerah-daerah waktu di seluruh dunia berpangkal pada daerah waktu meridian 0° yang dikenal dengan nama Greenwich Mean Time (GMT) (Ali,1997). Di indonesia terdapat 3 daerah waktu yakni:

  j

  1) Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan tolak ukur GMT + 07 . 00 berada di bujur standar 105° BT 2) Waktu Indonesia Tengah (WITA) dengan tolak ukur GMT +

  j

  08 . 00 berada di bujur standar 120° BT 3) Waktu Indonesia Timur (WIT) dengan tolak ukur GMT +

  j

  09 . 00 berada di bujur standar 135° BT

  c. Perata Waktu (Equation of Time) Perata Waktu (Equation of Time) adalah selisih antara waktu kulminasi matahari dengan waktu kulminasi matahari rata-rata.

Perata waktu biasanya di nyatakan dengan huruf “e” (Ali,1997)

  d. Koreksi Waktu Daerah Menurut Azhari (2007), koreksi waktu daerah yakni selisih antara bujur standar dengan bujur tempat pengamat. Bumi berotasi penuh sebesar 360° selama 24 jam, sehingga dalam 1 jam bumi menempuh 15°. Setiap satu daerah waktu terdiri dari berbagai kabupaten dan wilayah yang luas, sehingga meskipun berada dalam satu daerah waktu tetap saja terdapat perbedaan waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu matahari terbenam di masing-masing tempat. Oleh sebab itu, perlu dicari koreksi waktu secara akurat menggunakan rumus sebagai berikut:

  − KWD =

  15 Keterangan : KWD : Koreksi Waktu Daerah

  : Bujur standar : Bujur tempat pengamat

  4. Waktu Matahari Terbit, Berkulminasi dan Terbenam Waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu matahari terbenam dapat diketahui dengan menggunakan rumus sudut waktu. Sebagaimana telah diketahui bahwa pada waktu matahari terbit dan terbenam, tinggi matahari berada di 0°, sehingga besar sudut waktu pada saat h = 0 yakni: sin cos t =

  −tan φ tan δ + cos φ cos δ

  = 0° ⟹ cos t = −tan φ tan δ + 0 =

  −tan φ tan δ t = arc cos ( −tan φ tan δ)

  Waktu matahari terbit sampai terbenam di masing-masing tempat berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh lintang dan bujur tempat. Selain itu, waktu matahari terbit sampai terbenam juga dipengaruhi oleh equation

  

of time , KWD, dan sudut waktu, sehingga dapat diperoleh waktu

  matahari dari terbit sampai terbenam dengan menggunakan rumus:

  1

  j

  w = 12 ( + t)

  • – e + λ s − λ p

  ⨀

  15 Keterangan: w : Waktu matahari berada di ketinggian tertentu

  ⨀ j

  12 : Waktu matahari saat berkulminasi standar internasional (GMT) e : Equation of Time : Bujur standar

  λ s : Bujur tempat pengamat

  λ p t : Sudut waktu

  1 j

  12 ( )

  • – e dipengaruhi oleh posisi lintang tempat, KWD = λ s − λ p

  15

  1

  disebabkan oleh posisi bujur tempat, sedangkan t merupakan sudut

  15

  15° waktu berdasarkan jam. Sudut waktu senantiasa berubah sebesar setiap jam , sehingga besar sudut waktu dibagi dengan 15 (Azhari, 2007).

  Berdasarkan rumus tersebut dapat diketahui: 1) Waktu matahari terbit (t bernilai negatif)

  1

  j

  w terbit = 12 (

  s p ⨀ – e + λ − λ − t)

  15 2) Waktu matahari berkulminasi (t = 0)

  1

  j

  w terbenam = 12 ( )

  ⨀ – e + λ s − λ p

  15

  • t)
    • – e +

  = cos cos φ cos δ + sin φ sin δ Berdasarkan rumus tersebut dapat diperoleh tinggi matahari (

  Lingkaran Horizon = 90°

  δ

  Gambar 16: Aplikasi deret Fourier

  φ

  = 90° − ( − )

  ) yang menjadi dasar perhitungan waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi dan waktu matahari terbenam. Tinggi matahari pada saat terbit dan terbenam adalah 0°. Pada waktu matahari berkulminasi tinggi matahari mencapai maksimum ( ) didefinisikan sebagai berikut:

  Deret Fourier dengan definisi (1.1) atau (1.2) dapat ditranformasikan pada lintasan edaran harian matahari. Rumus lintasan edaran harian matahari dapat diperoleh dari rumus sudut waktu, sehingga rumus lintasan edaran harian matahari sebagai berikut: sin

  3) Waktu matahari terbenam (t bernilai positif) w

  D. Aplikasi Deret Fourier pada Perhitungan Waktu Terbit, Kulminasi, dan Terbenam Matahari

  λ s − λ p

  15 (

  1

  j

  terbenam = 12

  ⨀

  − ( − ) KUL KSL Keterangan: : tinggi matahari maksimum (

  °) : deklinasi matahari

  δ φ : lintang tempat

  : edaran harian matahari Pada gambar 16 diketahui bahwa tinggi matahari saat berkulminasi ( ) dipengaruhi oleh lintang tempat pengamat (

  φ) dan deklinasi matahari (δ). Apabila tinggi matahari diketahui maka dapat diketahui pula besar sudut waktunya (t). Jika sudut waktu (t) sudah diketahui, bujur standar dan bujur tempat pengamat juga sudah diketahui maka dapat dihitung waktu matahari terbit sampai terbenam. Pada penelitian ini penelitian mencakup perhitungan waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu matahari terbenam. Perhitungan waktu matahari terbit sampai terbenam didefinisikan sebagai berikut:

  1

  j

  w = 12 ( +

  s p ⨀ – e + λ − λ )

  15 Jika waktu matahari terbit, waktu matahari berkulminasi, dan waktu matahari terbenam diperoleh, maka dapat dicari rentang waktu edaran harian matahari. Rentang waktu edaran harian matahari atau bisa juga disebut rentang waktu matahari yakni waktu yang diperlukan matahari untuk melakukan perjalanan dari terbit sampai terbenam setiap hari. Rentang waktu edaran harian matahari didefinisikan sebagai berikut: Rentang Waktu Matahari = w terbenam terbit

  ⨀ − w ⨀