BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri - BAB II HASAN ALBANA PGSD'17

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri Salah satu kunci sukses seseorang yaitu memiliki rasa percaya

  diri. Dariyo (2011: 206) mengatakan percaya diri (self-confidience) ialah kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan hidupnya. Kemudian, Mustari (2014: 51) mengatakan percaya diri adalah keyakinan bahwa orang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.

  Pernyataan di atas mengenai pengertian percaya diri maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa rasa percaya diri yang dimiliki oleh setiap individu siswa akan menyebabkan individu siswa sangat mudah berinteraksi di dalam lingkungan belajarnya. Rasa percaya diri adalah sikap yang memandang dirinya secara positif dan realistis sehingga percaya dan yakin akan kemampuan yang dimilikinya.

  Definisi percaya diri didefinisikan oleh Goel dan Aggarwal (2012: 89) sebagai berikut:

  “Self Confidence is one of the personality trait which is a composite of a person ’s thoughts and feelings, strivings and

  8

  hopes, fears and fantasies, his view of what he is, what he has been, what he might become, and his attitudes pertaining to his worth.

  

  Goel dan Aggarwal mendefinisikan percaya diri adalah salah satu sifat kepribadian yang merupakan gabungan dari pikiran dan perasaan seseorang, perjuangan dan harapan, ketakutan dan fantasi, pandangannya tentang dia, apa yang telah terjadi, apa yang mungkin menjadi, dan sikap yang berkaitan untuk kemampuannya.

  Orang yang percaya diri biasanya selalu yakin terhadap setiap tidakan yang dilakukannya, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginannya dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Orang yang memiliki rasa percaya diri memandang dirinya secara sosial kompeten, emosional matang, intelektual yang memadai, sukses, puas, tegas, optimis, independen, mandiri, percaya diri, maju bergerak, kualitas kepemimpinan yang cukup tegas dan memiliki

  Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan sikap yakin pada kemampuan diri sendiri dalam melakukan sesuatu. Rasa percaya diri juga mendorong individu untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan.

b. Indikator Percaya Diri

  Indikator percaya diri berdasarkan teori Lauster (2006:14), yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator Percaya Diri No Indikator Percaya Diri Contoh Sikap

  

Percaya pada kemampuan Siswa merasa yakin dengan jawaban

  1

  

sendiri sendiri pada saat mengerjakan soal

Siswa akan bertanya bila siswa mengalami kesulitan dalam belajar Siswa merasa malu, pada saat saya mempresentasikan jawaban di depan kelas Bertindak mandiri saat Siswa bertanya pada guru, pada saat siswa

  2

  mengambil keputusan merasa kesulitan dalam memahami materi Siswa mencontek saat mengerjakan soal ulangan

Memiliki konsep diri yang Siswa merasa bosan pada saat siswa

  3

  positif mengerjakan soal atau tugas matematika yang diberikan guru Siswa merasa tertantang apabila ada soal matematika yang baru Siswa mengumpulkan dengan tepat pada saat siswa diberikan tugas oleh guru Siswa berniat untuk tidak melihat pekerjaan teman dalam mengerjakan soal

  Berani mengungkapkan Siswa merasa malu mengajukan pendapat

  4

  pendapat

  Pada tabel 2.1 tentang indikator rasa percaya diri di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri yang diharapkan peneliti adalah keyakinan dalam diri siswa dengan kemampuan yang dimilikinya dan adanya konsep diri siswa yang selalu berfikir positif sehingga selalu optimis dalam pembelajaran. Siswa yang selalu yakin akan kemampuan dirinya dalam pembelajaran akan membuat siswa berfikir positif dalam belajar sehingga siswa menjadi pribadi yang optimis, tidak mudah menyerah, dan mandiri.

  Salah satu faktor masalah pada dalam diri seseorang yaitu rendahnya percaya diri. Lauster (2006:15-16) menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk meningkatkan kepercayaan diri, diantaranya:

  1) Mencari sebab-sebab yang menjadikan rasa rendah diri. 2) Atasi kelemahan yang dipunya dengan kemauan yang kuat. 3) Coba kembangkan bakat dan kemampuan. 4) Bahagia dengan keberhasilan yang diperoleh dalam suatu bidang tertentu.

  5) Bebaskan pendapat diri dari pendapat orang lain. 6) Kembangkanlah bakat-bakat melalui hobi yang telah dimiliki. 7) Kerjakanlah pekerjaan yang sulit dengan rasa optimis. 8) Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa sebagai berikut:

  1) Memberikan pujian Guru harus memberikan pujian kepada siswa yang aktif dalam pembelajaran, selain itu, siswa merasa dirinya mampu bila guru memberikan pujian. 2) Tidak memanjakan peserta didik.

  Guru tidak boleh bersikap terlalu memanjakan siswa yang berakibat siswa merasa lemah dan selalu bergantung kepada orang lain. 3) Mendukung minat dari siswa

  Guru harus mendukung bakat, hobi, dan cita-cita siswa karena siswa akan memiliki rasa percaya diri apa yang diinginkannya.

  4) Tidak boleh membanding-bandingkan Guru dilarang membanding-bandingkan siswa dengan siswa yang lain. Guru juga harus bisa menerima perasaan siswa dan menjadi pendengar yang baik terhadap keluh kesahnya.

2. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

  Prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu prestatie, dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Arifin (2011: 12) menjelaskan prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuannya masing-masing. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak siswa.

  Arifin (2011:12) mengatakan bahwa prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasi siswa. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, termasuk kebutuhan siswa dalam suatu program pendidikan. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah ukuran keberhasilan kegiatan belajar siswa dalam menguasai sejumlah mata pelajaran.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Prestasi belajar dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Mulyasa (2013: 191) menyebutkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :

  1) Faktor Internal

  a) Faktor Fisiologis Faktor fisisologis berkaitan dengan kondisi jasmani pada umumnya dan kondisi yang berkaitan dengan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama indera.

  b) Intelegensi Intelegensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar.

  c) Minat Minat yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

  d) Sikap Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang, dan sebagainya.

  2) Faktor Eksternal

  a) Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan.

  b) Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

  c) Sekolah Sekolah merupakan lembaga formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.

  Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibagi menjadi 2 yaitu:

  1) Faktor Internal Faktor Internal yang berkaitan dengan segala yang berhubungan pada diri siswa yang berupa fisiologis, intelegensi, minat dan sikap.

  2) Faktor Eksternal Faktor Eksternal yang berkaitan dengan pengaruh dari luar siswa yang berupa lingkungan, keluarga, dan sekolah.

3. Matematika a. Pengertian Matematika

  Depdiknas dalam Susanto (2015: 184) menjelaskan bahwa kata Matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atatu hal yang dipelajari,” atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Selain itu, James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

  Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang terbentuk berdasarkan logika yaitu kemampuan berfikir atau bernalar serta dalam mempelajarinya memerlukan kemampuan berfikir atau bernalar.

b. Tujuan Matematika

  Tujuan pembelajaran Matematika menurut Depdiknas dalam Susanto (2015: 190) menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

  1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

  3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dilaksanakan agar terbentuk kemampuan berfikir kritis, logis, dan bersifat obyektif dalam memecahan masalah baik di bidang matematika maupun bidang lain, serta memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tahap Penguasaan Matematika

  Pembelajaran Matematika pada jenjang sekolah dasar memiliki tahap penguasaan matematika yang harus dimiliki siswa, menurut Depdikanas (2011: 1) mengatakan ada 4 tahap penguasaan Matematika yaitu :

  1. Penanaman konsep Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkret sebagai alat peraga.

  2. Pemahaman konsep Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkret sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

  3. Pembinaan ketrampilan Tahap pembinaan ketrampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.

  4. Penerapan konsep Tahap penerapan konsep yaitu penerapan konsep yang sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini juga disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah. Teori mengenai langkah-langkah pembelajaran matematika SD tersebut, digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two

  Stay Two Stray . Hal tersebut dikarenakan langkah-langkah

  pembelajaran pada setiap mata pelajaran berbeda-beda, agar dapat mengetahui langkah-langkah pembelajaran pada setiap mata pelajaran berbeda-beda, agar dapat mengetahui langkah-langkah pembelajaran terlebih dahulu diawali dengan teori mengenai pengertian pembelajaran matematika di SD. Pembelajaran matematika diberbagai jenjang pendidikan itu berbeda-beda, terutama langkah-langkah pembelajarannya. Setelah mengetahui mengenai langkah-langkah pembelajaran matematika di SD, maka langkah-langkah pembelajaran matematika itu dipadukan dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.

4. Model Two Stay Two Stray a. Pengertian Model Two Stay Two Stray

  Pembelajaran yang baik yaitu harus menggnakan suatu model pembelajaran yang bervariasi. Rusman (2014: 204) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri 4-5 orang. Pembelajaran kooperatif mempunyai langkah-langkah dalam pembelajarannya.

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

  

Fase Perilaku Guru

  Fase 1

  a. Guru membuka kegiatan dengan Mengklasifikasi tujuan dan memberikan salam dan mengajak establishing set siswa untuk berdoa.

  b. Guru mengecek kehadiran siswa.

  c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

  d. Guru memotivasi siswa untuk belajar Fase 2

  a. Sebagai kegiatan pembuka guru Mempresentasikan bertanya kepada siswa tentang informasi materi yang akan dipelajari.

  b. Guru memberikan penguatan kepada siswa yang mau menjawab.

  c. Guru menyajikan materi kepada siswa. Fase 3

  a. Guru membagi siswa ke dalam Mengorganisasikan siswa ke beberapa kelompok, setiap dalam tim-tim belajar kelompok terdiri dari 4 siswa.

  b. Guru menggunakan media yang berupa kartu soal.

  c. Guru membagikan kartu soal kepada setiap kelompok beserta kartu jawaban.

  d. Siswa berkelompok menerjakan soal untuk jawaban yang cocok Fase 4

  a. Guru membagikan LKK kepada Membantu kerja tim dan tiap-tiap kelompok. belajar

  b. Guru meminta siswa berdiskusi dengan kelompoknya masing- masing.

  c. Guru meminta kepada dua orang siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka

  

Fase Perilaku Guru

kepada tamu dari kelompok lain.

  d. Guru meminta siswa yang bertugas sebagai tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

  e. Guru memerintahkan siswa kepada setiap kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

  f. Guru meminta siswa kepada setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka. Fase 5

  a. Guru menguji pengetahuan siswa Mengujikan berbagai materi dengan membagikan soal evaluasi kepada masing-masing siswa tentang materi yang telah dipelajari.

  Fase 6

  a. Guru memberi kesempatan kepada Memberikan pengakuan siswa untuk menyampaikan pendapat tentang pembelajaran.

  b. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

  c. Guru menutup pembelajaran dengan berdoa dan memberi salam.

   (Arends, 2008: 21)

  Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Two Stay

  

Two Stray . Huda (2013: 207) mengatakan bahwa Model Two Stay Two

Stay merupakan system pembelajaran kelompok dengan tujuan agar

  siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan. Suprijono (2015: 112) mengatakan model Two Stay Two Stray adalah model pembelajaran yang diawali dengan membagi kelompok kecil yang terdiri dari empat anak, dua orang bertugas berkunjung ke kelompok lain dan dua orang lainnya bertugas menerima tamu dari kelompok itu. Lie (2008:61) mengungkapkan bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat digunakan bersama dengan model kepala bernomor. Model tersebut dapat digunakan dalam semua mata pelajaran untuk semua tingkatan anak didik.

  Definisi Two Stay Two Stray didefinisikan oleh Sulisworo dan Suryani (2014: 59) sebagai berikut:

  “Two Stay-Two Stray (TS-TS) is one of types of cooperative learning model. Difference to the other type of cooperative learning, the structure of Two Stay-Two Stray provides . opportunities to submit work or information to the other groups The sharing activities familiarize students to respect each other opinions. Student can learn to express their opinions to others. Recognition of the other student opinion can enhance self- confidence and motivate the students to express their ideas or opinions. ”

  Sulisworo dan Suryani mendefinisikan Two Stay-Two Stray adalah salah satu jenis model pembelajaran kooperatif. Perbedaan dengan jenis lain dari pembelajaran kooperatif, struktur Two Stay Two

  Stray memberikan kesempatan untuk menyerahkan pekerjaan atau

  informasi kepada kelompok lain. Kegiatan berbagi membiasakan siswa untuk menghormati setiap pendapat siswa. Siswa dapat belajar untuk mengekspresikan pendapat mereka kepada orang lain. Pengakuan opini siswa lain dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memotivasi siswa untuk mengekspresikan ide-ide atau pendapat mereka.

  Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja secara bersama- sama dengan saling membantu sama lain dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota dengan penugasan yang jelas, dimana dua anggota tinggal untuk membagikan hasil pekerjaan kelompok mereka dan dua anggota lainnya berkunjung ke kelompok lain menuliskan informasi atau hasil pekerjaan kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi kemampuan, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

  Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa

  

Two Stay Two Stray merupakan model yang dapat melatih siswa untuk

  berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray diharapkan dapat mengupayakan peningkatan keterampilan berdiskusi siswa yaitu dengan adanya siswa yang bertamu ke kelompok lain, memacu siswa untuk berbicara dan bertanya. Begitu pula dengan siswa yang tinggal ditempat, terpacu untuk mengutarakan pendapatnya mengenai bahan diskusi yang sebelumnya telah didiskusikan dengan kelompoknya. Kegiatan tersebut akan mengharuskan terjadinya interaksi untuk saling bertukar pendapat antar siswa yang bertamu dengan siswa yang tinggal ditempat untuk menyelesaikan masalah yang didiskusikan.

b. Langkah-langkah pembelajaran Two Stay Two Stray

  Pembelajaran yang menarik membuat siswa lebih aktif. Huda (2013: 207) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran Two Stay Two

  Stray berikut ini:

  1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe Two

  Stay Two Stray bertujuan untuk memberikan kesempatan

  kepada siswa untuk saling membelajarakan dan saling mendukung. 2) Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing. 3) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir. 4) Setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 5) Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain. 6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 7) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 8) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

  c.

  

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two

Stay Two Stray

  Model pembelajaran tidak ada yang paling baik. Syamsiah (2014) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two

  Stray mempunyai kelebihan dan kekurangan. Model pembelajaran

  kooperatif tipe Two Stay Two Stray memiliki kelebihan antara lain adalah sebagai berikut : 1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan; 2) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna; 3) Lebih berorientasi pada keaktifan; 4) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya; 5) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa; 6) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan; 7) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray juga memiliki kekurangan. Kekurangan Model pembelajaran kooperatif tipe

  Two Stay Two Stray yaitu antara lain :

  1) Membutuhkan waktu yang lama; 2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok; 3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga); 4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

  Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan itu menandakan bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling baik yang ada hanya yang paling tepat dengan materi pembelajaran. Cara mengatasi kelemhan dari model Two

  

Stay Two Stray yaitu 1) Guru harus mempelajari terlebih dahulu tentang

  langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray hingga runtut dan hafal; 2) Guru membuat media pembelajaran yang membuat siswa tertarik sehingga siswa mau bekerja dalam kelompok; 3) Guru mempersiapkan materi, dana dan tenaga dari jauh-jauh hari agar siap pada proses pembelajaran; 4) Guru melakukan ice breaking agar siswa kondusif.

5. Media Pembelajaran Kartu Soal a. Pengertian Media

  Pembelajaran yang menarik yaitu menggunakan media dalam pembelajaran. Arsyad (2011: 3) mengatakan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Djamarah & Zain (2010: 121) mengungkapkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan. Oleh karena itu, media pembelajaran diperlukan di SD karena media pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran.

  Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan informasi yang dapat menyampaikan atau menyalurkan informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu media disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

b. Jenis Media

  Jenis media tidak hanya memiliki dua macam saja, melainkan tersiri dari beberapa jenis. Djamarah & Zain (2010: 124) mengatakan bahwa media dilihat dari jenisnya dibagi menjadi 3, yaitu :

  1. Media Auditif Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorde, piringan hitam.

  2. Media Visual Media visual adalah media yang hanya mengandalkanindra penglihatan, seperti film strip (film rangkai), slides ( film bingkai) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan.

  3. Media Audovisual Media Audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. jenis media ini mempunyai kemampuan yang baik, kaena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis- jenis media pembelajaran memiliki karskteristik masing-masing. Dari berbagai jenis media yang telah dijelaskan, hendaknya guru dalam menggunakan media harus memilih dan mempertimbangkannya yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan agar dapat tercapai tujuan pembelajarannya. Pada materi geometri di kelas IV MI Muhammadiyah Pasirmuncang menggunakan kartu soal. Media tersebut media visual dan media yang sederhana, karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan siapa saja bisa membuatnya.

c. Kartu Soal

  Salah satu media pembelajaran yang berjenis media visual adalah karu soal. Said & Budimanjaya (2015: 264) mengatakan bahwa kartu soal adalah jenis permainan dalam pembelajaran menggunakan media kartu yang disajikan berdasarkan nomor kartu dan dimainkan secara berkelompok oleh beberapa siswa. Sedangkan, Qurniawati (2013) mengungkapkan bahwa media kartu soal merupakan kartu yang berisi soal-soal yang harus dijawab oleh siswa. Dengan adanya kartu soal, siswa dilatih untuk mengerjakan latihan-latihan soal sambil berdiskusi dengan kelompoknya sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang disajikan oleh guru.

  Said (2015: 265) mengatakan bahwa langkah-langkah cara menerapkan media kartu soal yaitu :

  1. Buat kartu soal sesuai materi bahan ajar.

  2. Buat kartu jawaban dan berikan nomor pada kartu jawaban.

  Catatan: Acaklah nomor pada kartu jawaban 3. Bagi siswa dalam beberapa kelompok belajar.

  4. Bagikan kartu soal pada kelompok beserta kartu jawaban.

  5. Siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kartu soal adalah media memasangkan kartu soal dengan kartu jawab sesuai dengan nomor pada kartu yang dimainkan secara berkelompok.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

  1. Penelitian yang dilakukan oleh Ismawati dan Hindarto (2011), penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam PTK yang berjudu l “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA”. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase nilai-nilai prestasi siswa pada siklus I sebesar 87,5%, siklus II sebesar 97,5% yang dari kondisi awal 42,5%. Rata-rata kelas pada siklus I yaitu 75,75, siklus II yaitu 84,5 dengan kondisi awal 66,25. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian menggunakan pendekatan struktural Two Stay Two Stray meningkat.

  2. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah (2014), penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam PTK yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

  Stray

  Kelas IV A SDN Simomulyo 8 Surabaya”. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase nilai-nilai prestasi siswa pada siklus I sebesar 75%, aiklus II sebesar 77,27%, dan siklus III sebesar 82,60%. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian menggunakan penerapan model kooperaif tipe Two Stay Two Stray meningkat.

  3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2013), dengan judul

  “Improving Students’ Achievement In Speaking Through Two Stay Two Stray Strategy” menjelaskan bahwa:

  “This study was conducted by using classroom action research. The subject of of the research was class X-AP SMK Swasta Harapan Danau Sijabut in Asahan Regency that consisted of 34 students. Based on the speaking test score, students’ score kept improving in every test. In the test I the mean was 61,47, in the test II the mean was 67,41 and the test III the mean was 78,52.

  

  Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa, ada perbaikan yang signifikan terhadap kemampuan berbicara siswa melalui strategi Two Stay

  

Two Stray . Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi Two Stay

Two Stray secara signifikan meningkatkan prestasi siswa dalam berbicara.

  4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2012), dengan judul

  

“Improving Students’reading Comprehension Through Two Stay–Two

Stray Learning Model” menjelaskan bawa : “In second competence test 14 % (four students) got 70 points. It means there was an improvement for 14 %. In next competence test

86 % (24 students) got 70 points. The improvement was 72 %.

  

  Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa, nilai rata-rata siswa di setiap evaluasi terus membaik. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada peningkatan yang signifikan pada siswa membaca pemahaman dalam membaca narasi teks dengan menggunakan model Two Stay Two Stray.

  5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendriana (2012), dengan judul “Pembelajaran Matematika Humanis Dengan Metaphorical Thinking Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa” menyimpulkan bahwa kepercayaan diri siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking (MT) lebih baik daripada yang menggunakan cara biasa (CB), kepercayaan diri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MT dan CB berada dalam kualifikasi sedang. Hasil dari percaya diri menggunakan pendekatan MT yang memiliki rata-rata sebesar 169,36 dan CB yang memiliki rata-rata sebesar 151,75.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu menunjukkan model Two Stay Two Stray memberikan hasil positif pada kegiatan belajar siswa. Berbeda dengan penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian di kelas IV MI Muhammadiyah Pasirmuncang pada mata pelajaran Matematika dengan menggunakan model Two Stay

  Two Stray yaitu untuk meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi belajar,

  maka dengan menggunakan model Two Stay Two Stray diharapkan dapat meningkatkan percaya diri dan prestasi belajar siswa.

C. Kerangka Pikir

  Pada kenyataannya matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dipalajari. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini menggunakan model pembelajaran klasikal dengan menggunakan metode ceramah. Sudah dapat dijawab pasti nantinya siswa akan bosan, karena siswa cenderung pasif, komunikasi hanya satu arah, dan akan berdampak pada prestasi belajar siswa yang terbukti bahwa rata-rata Ulangan Harian siswa kelas IV MI Muhammadiyah Pasirmuncang pada mata pelajaran matematika belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan, oleh karena itulah perlu adanya suatu upaya dari guru untuk melakukakan pembenahan dalam pelakasanaan kegiatan belajar mengajar. Salah satunya penggunaan variasi dalam mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

  Model pembelajaran kooperatif sebagai pilihan yang dirasa tepat karena mempuyai kelebihan, diantaranya dapat meningkatkan prestasi akademik, dan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Tipe Two Stay Two

  

Stray merupakan salah satu contoh dari model pembelajaran kooperatif. Tipe

  ini mempunyai tahapan pelaksanaan yang runtut mulai dari persiapan, presentasi guru mengenai pelajaran, kegiatan kelompok, formalisasi, evaluasi dan penghargaan. Kelas dibuat kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari 4 siswa untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan adanya pembagian kerja sebagai tamu dan tuan rumah, maka akan membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, meningkatkan daya ingatan siswa, pemahaman materi yang lebih mendalam, meningkatkan rasa percaya diri, serta meningkatkan aktivitas belajar siswa dan titik akhir pencapaian dari proses belajar ini adalah meningkatnya prestasi akademik siswa. Sehingga dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe prestasi belajar siswa akan meningkat

  Kondisi Awal

   Guru belum

  Proses Tindakan

  menerapkan model Two Stay  Kegiatan

  Kondisi Akhir Kegiatan Two Stray pembelajaran

  Refleksi

  dengan  Percaya diri siswa  Rendahnya Dilakukan meningkat menerapkan percaya diri model Two pada siklus I  Prestasi belajar siswa

  Stay Two dan siklus II

  siswa meningkat  Rendahnya

  Stray

  prestasi belajar siswa