BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik - HANDIKA AYU MAHARANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah penyakit di mana fungsi organ ginjal mengalami

  penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine (Smeltzer & Bare, 2002).

  Sedangkan Baughman dan Hackley (2000) mengatakan bahwa gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik dan cairan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. Pada gagal ginjal kronik telah terjadi kerusakan ginjal secara permanen dimana fungsi ginjal tidak kembali normal, cenderung berlanjut menjadi gagal ginjal terminal (National Cancer Institute, 2009). Penyebab utama gagal ginjal kronik adalah diabetes dan tekanan darah tinggi. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan pada banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal, jantung, pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau kurang terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Juga, penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (National Kidney Foundation, 2011).

  Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan untuk kelangsungan hidup (Baradero, 2005).

  Davey (2005), juga berpendapat bahwa penyebab tingginya kematian pada gagal ginjal kronik adalah dislipidemia, hipertensi, anemia kronis, gangguan metabolisme kalsium dan aktivasi sistem renin angiotensin.

B. Hemodialisis

  Hemodialisis adalah suatu prosedur pembersihan darah melalui suatu ginjal buatan dan dibantu pelaksanaannya oleh semacam mesin. Hemodialisa sebagai terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia. Hemodialisa merupakan metode pengobatan yang sudah dipakai secara luas dan rutin dalam program penanggulangan penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan Cahyaningsih (2009) menyimpulkan bahwa hemodialisis merupakan salah satu pengobatan yang dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik dengan cara memindahkan zat terlarut dalam darah dan air menuju ke cairan yang sudah diketahui komponennya secara difusi dan ultrafiltrasi.

  Peningkatan kadar kreatinin, ureum, asam urat serta elektrolit dapat diturunkan dengan hemodialisa.

  Tujuan dari setiap hemodialisis adalah untuk memastikan bahwa cairan dan zat terlarut penghapusan adalah agar kodisi optimal dan nyaman untuk pasien yaitu ada minimal atau tidak ada reaksi yang merugikan dari pengobatan seperti hipotensi, kram dan pusing (Corea, Christensen, & Vogel, 2005 dalam Miguel, 2010). Sedangkan menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisis antara lain : Pertama, menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. Kedua,menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. Ketiga, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. Keempat, menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

  Dalam proses hemodialisis diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisis diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

  Proses hemodialisis membutuhkan waktu 4 – 5 jam untuk proses pembuangan cairan, maksimal mesin dialisis membuang cairan dalam tubuh adalah 5 Liter, semakin lama durasi dialisis, akan menurunkan angka kematian atau baik untuk kelangsungan hidup sesorang (Iseki, Tozawa, & Takishita, 2003).

  Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi hemodialisis mencakup hal-hal sebagai berikut : hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis. Pertama hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan, kedua emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien, ketiga nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh, keempat pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit, kelima gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang.

  Komplikasi ini memungkinkan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat, kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel, mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

C. Berat Badan Kering

  Berat kering didefinisikan sebagai berat badan terendah pasien dapat mentolerir tanpa perkembangan gejala atau hipotensi. Tubuh manusia sehat stabil terdiri dari cairan dan beberapa kompartemen yang solid, dalam batas- batas ketat. Sebuah penilaian yang akurat tentang status volume pasien membutuhkan pengetahuan dari tiga faktor: Pertama, kapasitas kompartemen tubuh (misalnya cairan, ekstraseluler [ECF] dan cairan intraseluler [ICF]), Kedua, jumlah air disetiap kompartemen dan Ketiga isi zat terlarut (misalnya natrium), yang dapat mempengaruhi pergeseran cairan antara kompartemen, berat badan interdialitik, dan memiliki pengaruh pada keberhasilan penghapusan cairan selama hemodialisis (Jaeger & Mehta, 1999). Cridlig, Alquist, Kessler, dan Nadi (2011) juga menambahkan bahwa berat badan kering harus sesuai dengan berat dari seseorang dengan volume cairan ekstraseluler yang normal. Pada pasien hemodialisis, itu adalah berat dicapai pada akhir dari sesi dialisis tanpa hipotensi ortostatik atau hipertensi sampai sesi berikutnya. Jika berat ini diremehkan, dapat terjadi pada resiko kematian. Ini juga dapat menyebabkan risiko konstan hipotensi, kram, mual, muntah, atau iskemia.

  Kepatuhan dalam pembatasan diet dan asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh, dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat (melebihi 5 %), edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan dan gejala uremik (Utami, 2011).

  Menurut Wittman (2011) mengatakan bahwa ada salah satu cara untuk menambah berat badan agar mencapainya berat badan kering. Selain membatasi cairan, caranya adalah dengan mengkonsumsi minyak sayur yang dimasukan dalam diet. Seperti minyak zaitun. Minyak mengandung sekitar 120 kalori. Bertujuan untuk menggabungkan 2 sdm. Minyak ini ke dalam diet untuk menambahkan 240 kalori per hari dan mendapatkan sekitar 1/2 L per minggu.

  Sedangkan menurut Regina (2012) perlunya mengatur pola makan, selain asupan cairan adalah dengan membatasi konsumsi protein, mengurangi konsumsi garam, membatasi asupan kalium. Asupan protein yang sesuai akan membuat tubuh mendapatkan protein yang cukup tanpa menghasilkan urea hasil metabolisme protein) berlebihan dan memperberat kerja ginjal. Kemudian garam, membatasi garam sampai 4-6 gram sehari untuk mencegah timbunan cairan dalam tubuh dan membantu mengontrol tekanan darah.

  Kemudian kalium, karena ginjal yang sudah rusak tidak dapat membuangnya dari dalam tubuh. Kalium yang tinggi akan menyebabkan irama jantung yang tidak normal dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

  D.

  

Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan dengan Pengendalian Berat

Badan Kering pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis

  Pendukung dapat dibentuk untuk membentuk kepatuhan pasien terhadap mengendalikan berat badan setelah hemodialisis, adapun faktor-faktor yang dimana mampu membentuk kepatuhan pasien dalam mengendalikan berat badan keringnya. Diantaranya, yaitu sebagai beikut :

1. Faktor Umur

  Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Harlock, 2004).

  Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat beulang tahun.

  2. Dukungan Keluarga Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Bondan (2006), bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk intrapersonal yang diberikan oleh keluarga kepada pasien berupa perhatian (perasaan suka, cinta dan empati). Moran (1997), mengatakan bahwa dukungan keluarga yang baik akan membuat pasien mau mematuhi dalam membatasi asupan cairan dan mematuhi pengobatan. Keluarga yang tidak memadai dan lingkungan keluarga yang tidak mendukung bisa menimbulkan depresi pada pasien (Cumsille & Epstein 1994 dalam Kerr, Preuss & king 2005).

  3. Mekanisme Koping Sebagai penyesuaian dari stress yang dihadapi, respon terhadap situasi yang mengancam dan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, maka diperlukanlah suatu strategi koping. Koping menurut Lazarus, terdiri atas usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan untuk mengatur kebutuhan eksternal dan internal tertentu yang membatasi sumber seseorang (Smeltzer & Bare, 2002 ).

  Sedangkan menurut Rasmun (2004) koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull. Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi.

  Mengatasi dan beradaptasi dengan penyakit kronis telah sangat terkait dengan kualitas hidup seseorang, karena tekanan biofisik dan psikososial terkait dengan penyakit kronis, dan juga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap individu, keluarga dan interaksi sosial seseorang dalam dunia sosial (Thomas, 2003). Ulvik, Johnsen, Nygard, Hanestad, Wahl and Larsen (2008) menyimpulkan bahwa strategi koping terbagi menjadi 3 macam yaitu :

  

Confrontatif Problem Solving (pemecahan masalah konfrontasi),

Normalizing Optimistic (normalisasi optimis) dan Combined Emotive

  (emosi kombinasi).

  a.

  Confrontatif Problem Solving (pemecahan masalah konfrontasi) Menggambarkan individu yang selalu berfikir dengan cara yang berbeda-beda dalam mengatasi keadaan, mencoba mengubah keadaan dan selalu belajar sesuatu yang baru dalam mengatasi masalah.

  b.

  Normalizing Optimistic (normalisasi optimis) Menggambarkan individu yang selalu mencoba menjaga keadaan di bawah kendali, melupakan masalah dan mengalihkannya ke hal yang lain.

  c.

  Combined Emotive (emosi kombinasi)

  Menggambarkan reaksi agresif untuk mengubah keadaan atau masalah yang menggambarkan pula derajat kemarahan atau kebencian pengambilan resiko. Sering menolak hidup bermasyarakat dan melarikan diri dari masalah yang dihadapi.

4. Pengetahuan Pasien

  Pengetahuan adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan dari sejumlah orang yang dipadukan secara harmonis dalam suatu bangunan yang teratur (Hadi, 2001). Menurut Notoatmojo (2005), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb) dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intesitas perhatian dan persepsi terhadap objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata). Menurut kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (1997) dijelaskan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sesudah melihat atau menyaksikan, mengalami atau diajar. Pengetahuan merupakan faktor penting untuk melakukan perubahan perilaku kesehatan dan pengetahuan tentang kunjungan neonatal secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan neonatal (Departemen Kesehatan RI, 1999). Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif (Notoadmojo,2005) ada 6 tingkatan yaitu : a.

  Know (tahu) : diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan terkini adalah mengingat kembali (recall).

  b.

  Comprehension (memahami) : memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan suatu kemampuan secara benar tentang objek yang telah diketahui sebelumnya dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  c.

  Application (aplikasi) : diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi tertentu atau kondisi real atau sebenarnya.

  d.

  Analysis (analisis) : suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tapi masih dalam struktur organisasi tersebut, ada kaitannya satu sama lain.

  e.

  Synthesis (sintesis) : menunjukkan kepada suatu kemampuan meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk ke seluruh yang baru.

  f. Evaluation (evaluasi) : berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau penelitian terhadap suatu obyek atau materi. Pengetahuan Pasien tentang penyakit ginjal telah ditunjukkan untuk mempengaruhi hasil pasien. Dalam sebuah penelitian terhadap kepatuhan diet dan Kepatuhan cairan pada pasien Cina tentang HD, lebih dari 50% peserta tidak sesuai dengan pembatasan cairan. Para peneliti menemukan bahwa kepatuhan adalah tergantung pada pengetahuan tentang kesehatan dengan diet (Lee & Molassiotis, 2002 dalam Wells, 2011).

5. Sikap Pasien

  Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2004).

  Walgito (2003) mengatakan bahwa sikap mempunyai perbedaan dengan pendorong lain yang ada dalam diri manusia itu. Untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong yang lain, ada beberapa ciri atau sifat dari sikap tersebut, yaitu : Pertama, sikap itu tidak dibawa sejak lahir. Kedua, sikap terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. Ketiga, Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar.

  Kemudian yang keempat, Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.

  Sedangkan Azwar (2005) menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

6. Status Ekonomi Pasien

  Status ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga.

  Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004).

  Tingkat Ekonomi Geimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2010) membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi: Adekuat, marginal, miskin dan sangat miskin. Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua.

  Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara realisitis. Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran. Miskin, Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi penghasilan. Sangat Miskin, Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.

  Hanya sebagian kecil (20-30%) yang mampu menjalani program terapi pengganti ginjal oleh karena terapi tesebut hanya tersedia pada senter tertentu dan biaya terapi yang cukup mahal. Terapi ginjal merupakan tindakan rutin di setiap pusat ginjal seperti dialisis dan hemodialisis (Sukandar, 1997). Keterkaitan konsep pada penelitian ini akan dihubungkan dalam

  

nursing teori / teori keperawatan Orlando. Teori keperawatan Orlando

  menekankan ada hubungan timbal balik antara pasien dan perawat, apa yang mereka katakan dan kerjakan akan saling mempengaruhi. Dan sebagai orang pertama yang mengidentifikasi dan menekankan elemen- elemen pada proses keperawatan dan hal-hal kritis penting dari partisipasi pasien dalam proses keperawatan. Proses aktual interaksi perawat-pasien sama halnya dengan interaksi antara dua orang. Ketika perawat menggunakan proses ini untuk mengkomunikasikan reaksinya dalam merawat pasien, orlando menyebutnya sebagai ”nursing procces discipline”. Itu merupakan alat yang dapat perawat gunakan untuk melaksanakan fungsinya dalam merawat pasien.

  Orlando menggambarkan model teorinya dengan lima konsep utama yaitu fungsi perawat profesional, mengenal perilaku pasien, respon internal atau kesegaraan, disiplin proses keperawatan serta kemajuan.

  1. Tanggung jawab perawat Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan pengobatan atau dalam pemantauan. Perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya. Perawat harus mengetahui benar peran profesionalnya, aktivitas perawat profesional yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien. Ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat, sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi kewenangannya.

  2. Mengenal perilaku pasien Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan pasien.

  3. Reaksi segera Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat dan pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat dan persepsi individu pasien , berfikir dan merasakan.

  4. Disiplin proses keperawatan Menurut George (1995) dalam buku nursing theories mengartikan disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien, reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tidakan yang tepat.

5. Kemajuan / peningkatan

  Peningkatan berari tumbuh lebih, pasien menjadi lebih berguna dan produktif.

  Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa disiplin proses keperawatan dalam nursing procces theory dikenal dengan sebutan proses disiplin atau

  

proses keperawatan. Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi

  perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera, mengidentifikasi permasalahan klien yang disampaikan kepada perawat, menanyakan untuk validasi atau perbaikan (Tomey & Alligood, 2006). Disiplin proses keperawatan didasarkan pada ” proses bagaimana seseorang bertindak”.

  Tujuan dari proses disiplin ketika digunakan antara perawat dan pasien adalah untuk membantu pemenuhan kebutuhan pasien. Peningkatan perilaku pasien merupakan indikasi dari pemenuhan kebutuhan sebagai hasil yang diharapkan.

E. Kerangka Teori

  Pasien Perawat Faktor pengendalian berat badan kering : a.

  Umur b.

  Pengetahuan Perilaku

  • Tanggung jawab c.

  Sikap

  • Mengenal d.

  Koping Individu perilaku pasien e.

  Dukungan

  • Reaksi segera:

  Keluarga Membantu f.

  Status Ekonomi pasien untuk memenuhi kebutuhan

  Disiplin Proses Keperawatan

  Pengendalian berat badan Kemajuan / kering peningkatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori hubungan antara perawat, pasien, perilaku pasien, faktor pengendalian Berat Badan Kering pasien

  Sumber : Orlando (1926) dalam nursing theories, George, 1995

F. Kerangka Konsep

  Variable Independen Faktor-faktor pengendalian berat badan kering : Variable Dependen: a.

  Faktor pengetahuan Pengendalian Berat Badan Kering pada b. Faktor sikap Pasien pasien gagal ginjal kronik dengan c. Faktor koping individu hemodialisis d.

  Faktor dukungan keluarga e. Faktor status ekonomi

Gambar 2.2 Kerangka konsep faktor-faktor pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis

G. Hipotesis

  Ada hubungan antara faktor umur, faktor dukungan keluarga, faktor mekanisme koping, faktor pengetahuan, faktor sikap pasien, faktor status ekonomi dengan pengendalian berat badan kering pada pasien gagal ginjal kronik dengan Hemodialisis.