BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketahanan Fisik - HUBUNGAN KETAHANAN FISIK TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS 1 MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketahanan Fisik

  1. Definisi Pengertian ketahanan secara singkat adalah resistensi. Secara luas, pengertian ketahanan dalam biologi adalah kemampuan suatu individu sebagai inang untuk mengurangi, menahan, atau mengatasi pengaruh kegiatan dan perkembangan dari patogen yang menyerangnya (Buchner, 2007). Ketahanan fisik adalah ketahanan yang ditimbulkan karena adanya hambatan fisik yang menyebabkan patogen tidak dapat menyerang atau berkembang di dalam tubuh suatu individu sebagai inang (Steven, 2010). Menurut Moeloek dan Cokronegoro (2000) bahwa ketahanan adalah daya tahan tubuh terhadap kelelahan dan kemampuan pemulihan yang cepat setelah lelah. Umumnya ketahanan fisik yang sering dibahas adalah daya tahan cardio vasculair. Daya tahan cardio vasculair merupakan faktor utama dalam kesegaran jasmani.

  Menurut Mutohir dan Maksum (2007) ketahanan fisik adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas terus-menerus (lebih dari 10 menit). Ketahanan ditinjau dari kerja otot adalah kemampuan kerja otot atau sekelompok otot dalam jangka waktu tertentu, sedang

  11 pengertian ketahanan dari sistem energi adalah kemampuan kerja organ-organ tubuh dalam jangka waktu tertentu. Istilah ketahanan atau daya tahan dalam dunia olahraga dikenal sebagai kemampuan peralatan organ tubuh olahragawan untuk melawan kelelahan seelama berlangsungnya aktivitas atau kerja, latihan ketahanan dipengaruhi dan berdampak pada kualitas atlet. Oleh karena itu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan adalah kemampuan maksimal dalam memenuhi konsumsi oksigen.

  2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Fisik

  a. Keturunan Dari penelitian yang telah dilakukan dibuat kesimpulan bahwa

  VO2 max 93,4% ditentukan oleh faktor genetik yang hanya dapat diubah dengan latihan sungguh-sungguh dan continu.

  Faktor keturunan juga memegang peranan dalam pembentukan sistem imun tubuh anak. Orangtua dengan imunitas tubuh baik lebih berpeluang menurunkan anak dengan kualitas yang kurang lebih sama. Jadi bisa Anda bayangkan, secara fisik dan finansial, betapa beruntungnya keluarga yang secara turun temurun memiliki imunitas tubuh yang terpelihara baik. Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh faktor genetik yakni sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir. Penelitian dari Kanada telah meneliti perbedaan kebugaran aerobik diantara saudara kandung (dizygotic) dan kembar identik (monozygotic), dan mendapati bahwa perbedaannya lebih besar pada saudara kandung dari pada kembar identik (Kuznetsuv, 1975).

  b. Usia Peningkatan daya tahan pada seseorang terjadi pada usia balita sampai dengan usia 20 tahun. Daya tahan akan mencapai tingkat maksimal pada usia 20 sampai 30 tahun yang kemudian berubah menjadi berbanding terbalik dengan usia, sehingga seseorang yang berusia 70 tahun diperoleh daya tahan 50% dari yang dimiliki pada usia 17 tahun. Umur mempengaruhi hampir semua komponen kesegaran jsmani. Daya tahan kardiovaskuler menunjukkan suatu tendensi meningkat pada masa anak-anak sampai sekitar dua puluh tahun dan mencapai maksimal di usia 20 sampai 30 tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994). Daya tahan tersebut akan makin menurun sejalan dengan bertambahnya usia, dengan penurunan 8- 10% perdekade untuk individu yang tidak aktif, sedangkan untuk individu yang aktif penurunan tersebut 4-5% perdekade (Brian Jsharkey, 2003). Peningkatan kekuatan otot pria dan wanita sama sampai usia 12 tahun, selanjutnya setelah usia pubertas pria lebih banyak peningkatan kekuatan otot, maksimal dicapai pada usia 25 tahun yang secara berangsur-angsur menurun dan pada usia 65 tahun kekuatan otot hanya tinggal 65-70% dari kekuatan otot sewaktu berusia 20 sampai 25 tahun (Kuznetsuv, 1975).

  c. Jenis Kelamin Sampai dengan usia pubertas tidak terdapat perbedaan daya tahan pria dan wanita. Setelah usia tersebut, nilai daya tahan pada wanita akan lebih rendah 15% sampai 25% daripada pria. Perbedaan tersebut diakibatkan karena adanya perbedaan maximal

  

vasculer power yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh,

  komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah Hb, kapasitas paru dan sebagainya. Wanita memiliki jaringan lemak 27% dari komposisi tubuhnya lebih banyak dibanding pria 15% dari komposisi tubuhnya (Ardle, 1981). Menurut Larry Gshaver (1981), satu gram hemoglobin dapat bersatu dengan 1,34 ml oksigen. Pada pria dalam keadaan istirahat terdapat sekitar 15-16gr hemoglobin pada setiap 100ml darah dan pada wanita rata-rata 14gr pada setiap 100ml darah. Keadaan ini menyebabkan wanita memiliki kapasitas aerobik lebih rendah dibanding pria. Selain itu ukuran jantung pada wanita rata-rata lebih kecil dibanding pria(Hairy,1989). Pengambilan oksigen pada wanita 2,2L lebih kecil daripada pria 3,2L. Kapasitas vital paru wanita juga lebih kecil dibanding pria.

  d. Aktifitas Fisik Istirahat di tempat tidur selama 3 minggu akan menurunkan daya tahan sebanyak 17% - 27% efek latihan aerobik selama 8 minggu setelah istirahat tersebut memperlihatkan peningkatan 62% dari nilai akibat istirahat dan bila dibandingkan dengan keadaan sebelum istirahat di tempat tidur maka nilai peningkatannya adalah 18%. Selain itu macam aktifitas yang berpengaruh adalah subyek yang melakukan lari jarak jauh mempunyai daya tahan lebih tinggi di banding dengan yang melakukan senam dan main anggar (Moeloek & Tjokronegoro, 1990).

  e. Tingkat Konsumsi Energi Energi diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh agar dapat berfungsi dengan baik diantaranya peredaran darah, persyarafan, pernafasan, garak otot, sehingga atlet dapat berlatih dan bertanding dengan baik. Kebutuhan energi akan meningkat apabila seseorang melakukan kegiatan fisik dan pergerakan otot. Besarnya kebutuhan energi tergantung pada kegiatan atau aktivitas. Tingkat Konsumsi Energi pada dasarnya akan mempengaruhi kemampuan atlet tersebut mempertahankan kecukupan tenaga, terutama pada cabang-cabang olahraga yang memakan waktu lama (Moehji, 1998).

  f. Tingkat Konsumsi Protein Protein merupakan zat gizi yang mempunyai fungsi utama sebagai zat pembangun, membentuk jaringan pada masa pertumbuhan atau pada masa pembentukan jaringan otot, membentuk sel darah, hormon, enzim antibodi dan juga berfungsi sebagai pengganti jaringan yang rusak. Protein akan digunakan sebagai energi apabila di dalam makanan tidak terdapat hidrat arang dan lemak. Protein yang dikonsumsi akan dicerna dan dipecah. Sebagai hasil akhir pencernaan protein adalah asam amino. Berbeda dengan hidrat arang dan lemak, konsumsi protein berlebih tidak dapat disimpan da dalam tubuh. Hasil pemecahan atau buangan (sisa) protein akan dibuang dan dapat membebani kerja ginjal, sehingga tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi berlebihan (Suniar, 2002)

  g. Latihan Latihan jasmani, terutama bila dilakukan secara teratur telah terbukti meningkatkan kesegaran jasmani serta daya tahan pelakunya.

  h. Obat Perangsang Manfaat pemakaian obat adalah meningkatkan kekuatan fisik, penurunan kecepatan rasa lelah, penambahan daya tahan, penurunan rasa cemas, peningkatan daya konsentrasi dan peningkatan sikap kompetitif agresif (Moeloek & Tjokronegoro, 1990). i. Makanan

  Pola makan yang baik penting bagi tenaga. Diet yang benar dan konsisten akan terlihat hasilnya saat berlatih. Baberapa pedoman umum nutrisi olahragawan

  1) Makanan mengandung karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

  2) Karbohidrat dan lemak merupakan zat yang digunakan untuk pembakaran.

  3) Kebutuhan protein selama latihan tidak terlalu meningkat. 4) Vitamin dan mineral perlu untuk metabolisme, tetapi bila diberikan berlebihan tidak meningkatkan prestasi (Husaini,

  2010).

B. Pengetahuan

1. Pengertian

  Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, mulut dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata) (Budiman, 2013).

  2. Tingkat pengetahuan Pengetahuan sesorang terhadap obyek mempunyai intesitas atau tingkat yang berbeda-beda, dimana pada setiap orang berbeda-beda.

  Secara garis besar Budiman (2013), membagi tingakatan pengetahuan tersebut menjadi 6 tingkatan, diantaranya: a. Tahu (Know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumya setelah mengamati sesuatu dan untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tersebut tahu tentang sesuatu dan dapat mengajukan beberapa pertanyaan. Jika ia sudah memiliki pengetahuan maka dengan mudah ia akan menjawab pertanyaan tersebut.

  b. Memahami (Comprehension) Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu tentang obyek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang obyek yang diketahui tersebut.

  c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui sesuai dengan kondisi yang terjadi.

  d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau obyek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang tersebut sudah sampai tingkat analisis adalah bila seseorang sudah dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) dengan menggunakan pengetahuan terhadap obyek tersebut.

  e. Sintesis Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang dimiliki, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

  f. Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau terhadap suatu obyek tertentu. penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku.

  3. Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Budiman (2013), adalah sebagai berikut :

  a. Faktor internal 1) Pendidikan

  Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

  2) Pekerjaan Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

  Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. 3) Usia

  Usia adalah individu menghitung mulai usia sejak lahir sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari yang sebelum tinggi dewasanya.

  b. Faktor eksternal 1) Faktor lingkungan

  Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2) Sosial Budaya

  Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

  3) Kriteria tingkat pengetahuan Menurut Budiman dan wawan (2013) yang dikutip dari Arinkunto, 2006 bahwa Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu: a) Baik : hasil presentasi 76% - 100%

  b) Cukup : hasil presentase 56% - 75 %

  c) Kurang : hasil presentase <56 % C.

   Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

  1. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).

  Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

  2. Etiologi Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus

  

Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan

Korinebakterium . Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan

Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,

Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).

  3. Klasifikasi Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin,

  2008): a.

  Golongan Umur Kurang 2 Bulan

1) Pneumonia Berat

  Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.

  2)

  Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

  a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun

  sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

  b) Kejang c) Kesadaran menurun

  d)

  e) Wheezing

  f) Demam / dingin.

  b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun 1) Pneumonia Berat

  Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).

2) Pneumonia Sedang

  Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau

  lebih b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

  Stridor

3) Bukan Pneumonia Bila tidak ditemukan tarikan dinding

  b) Kejang

  c) Kesadaran menurun

  d)

  Stridor

  e) Gizi buruk

  Tidak bisa minum

  dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

  a) Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

  a. ISPA ringan Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.

  b. ISPA sedang

  ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

  c. ISPA berat Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

  4. Penyebab penyakit ISPA

  ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon,

  

Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi

kesehatan (Depkes RI, 2002).

  5. Faktor resiko Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :

a. Faktor Demografi

  Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :

  1)

  Jenis kelamin Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.

  2)

  Usia Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.

  3)

  Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

b. Faktor Biologis

  Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):

  1) Status gizi Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa

  juga mencegah atau terhindar dari penyakit terutama penyakit

  ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.

  2) Faktor rumah Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani,

  2007):

a) Bahan bangunan

  (1) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basa dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan pernapasan.

  (2) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah. (3) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah. (4) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

  Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

b) Ventilasi

  Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O

  2 (oksigen) didalam rumah yang berarti

  kadar CO

  2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi

  penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri- bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit)

c) Cahaya

  Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.

c. Faktor Polusi

  Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :

1) Cerobong asap

  Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik- pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.

  2)

  Kebiasaan merokok Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein,

  acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4- ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di

  bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.

  d.

  Faktor timbulnya penyakit Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

  6. Tanda dan gejala Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus

  (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003). Sedangkan tanda gejala

  ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

  a. Gejala dari ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

  1) Batuk 2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).

  3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

  4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C atau jika dahi anak diraba.

  b. Gejala dari ISPA Sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: 1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji. 2) Suhu lebih dari 39 C (diukur dengan termometer). 3) Tenggorokan berwarna merah. 4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

  5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. 6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). 7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

  c. Gejala dari ISPA Berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: 1) Bibir atau kulit membiru.

  2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

  3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun. 4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

  5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas. 6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. 7) Tenggorokan berwarna merah.

  7. Penatalaksanaan Kasus ISPA Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).

  Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA . Penatalaksanaan

  ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) : a. Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

  b. Klasifikasi ISPA Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut : 1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

  2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. 3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia. c. Pengobatan 1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.

  2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. 3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderitadengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. d. Perawatan di rumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

  1) Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

  2) Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari. 3) Pemberian makanan

  Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

  4) Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

  5) Lain-lain

  a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

  b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.

  c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.

  d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.

  e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

  8. Pencegahan ISPA Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain: a.

  Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

  b.

  Imunisasi Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.

  c.

  Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

  Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

  Sumber : Lamsidi (2003), Suhandayani (2007), Dharmage (2009) Faktor Instrinsik :

  Status Gizi Imunisasi Balita

  Riwayat BBLR Umur Balita

  Ketahanan Fisik Faktor Ekstrinsik :

  Pendidikan Status Ekonomi

  Pengetahuan Pemberian ASI Eksklusif

  Perilaku Pegetahuan ibu tentang ISPA

E. Kerangka Konsep

  Pegetahuan ibu tentang Ketahanan Fisik

  ISPA

Bagan 2.2 Kerangka Konsep F.

   Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang di teliti. Hipotesis pada penelitian ini adalah : Ho : Tidak ada hubungan ketahanan fisik dengan pegetahuan ibu tentang ISPA Ha : Ada hubungan ketahanan fisik dengan pegetahuan ibu tentang

  ISPA

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN FAKTOR KEGIATAN DI RUMAH TERHADAP PENYAKIT ISPA PADA BALITA (STUDI KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGGARANG KABUPATEN BONDOWOSO)

0 5 59

HUBUNGAN FAKTOR KEGIATAN DI RUMAH TERHADAP PENYAKIT ISPA PADA BALITA (STUDI KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGGARANG KABUPATEN BONDOWOSO)

0 3 101

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN SIKAP IBU TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN ISPA PADA BAYI USIA 0-12BULAN DI PUSKESMAS PANDAAN

1 1 6

1 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENATALAKSANAAN ISPA TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN IBU MERAWAT BALITA ISPA DI RUMAH

0 0 7

HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER TENTANG POSYANDU DAN MOTIVASI KADER POSYANDU DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN IBU BALITA DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS WERA KABUPATEN BIMA

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rantai Pasok - RANTAI NILAI BERAS IR64 DI KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP - repository perpustakaan

0 1 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori - HUBUNGAN ANTARA IBU BEKERJA DAN TEKNIK MENYUSUI DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS 1 KEMBARAN - repository perpustakaan

0 0 21

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA ANAK DI WILAYAH PUSKESMAS BANJARNEGARA II - repository perpustakaan

0 0 17

HALAMAN PERSETUJUAN HUBUNGAN KETAHANAN FISIK TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS 1 MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN KETAHANAN FISIK TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS 1 MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 10