Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

Bab II
Arahan Perencanaan
Pembangunan Bidang Cipta Karya
.

2.1

Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni

dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur
Bidang Cipta Karya disusun dengan

berlandaskan pada berbagai

peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk
mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat,

Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut,
sebagai

dasar

perencanaan,

pemrograman,

dan

pembiayaan

pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat
penataan ruang/spasial, amanat

pembangunan nasional dan direktif


presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat
internasional.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam,
perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk
perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping
isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing- masing
daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

II - 1

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

Sumber: Direktorat Bina Program, 2014

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Bidang Cipta Karya


2.2

Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta
Karya
Infrastruktur

permukiman

memiliki

fungsi

strategis

dalam

pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga
kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan

penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 20052025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun
2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang
sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan

II - 2

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam
dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025
adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam
penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut
dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a.


Dalam mewujudkan Indonesia

yang

berdaya

saing

maka

pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan
untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta
kebutuhan sektor-sektor terkait

lainnya,

seperti

industri,


perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut
dilakukan

responsive

melalui

pendekatan

tanggap

approach) dan pendekatan

kebutuhan

terpadu

(demand


dengan

sektor

sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta
kesehatan.
b.

Dalam

mewujudkan

pembangunan

yang

lebih

merata


dan

berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang
berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan
kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air
minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum
dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan
air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)
penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air
minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
c.

Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih
merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan

prasarana

dan


sarana

pendukungnya bagi

seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan
kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran

II - 3

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin
ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d.

Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada
setiap tahapan RPJMN, yaitu:



RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing

perekonomian

ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur
dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan
dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.


RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian
bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh
system

pembiayaan

perumahan

jangka


panjang

dan

berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin
mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.


RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung
sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka
2010-2014

Menengah

Nasional

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden
No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah
satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi
masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal
dan

lingkungan yang

layak sesuai dengan UUD

pemerintah memfasilitasi penyediaan
berpendapatan

rendah

serta

1945

Pasal 28H,

bagi

masyarakat

dukungan

penyediaan

perumahan

memberikan

prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah,
persampahan dan drainase.

II - 4

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur
permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:
a.

Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir
tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32
persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

b.

Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses
terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat ( off-site)
bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air
limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan
air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan
akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah
setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

c.

Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 %
rumah tangga di daerah perkotaan.

d.

Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan
strategis perkotaan.

Untuk

mencapai

sasaran

tersebut

maka

kebijakan

pembangunan

diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan
air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:
a.

Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b.

Memastikan ketersediaan air baku air minum,

c.

Meningkatkan

prioritas

pembangunan

prasarana

dan

sarana

permukiman,
d.

Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum,
penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,

e.

Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan
sanitasi,

f.

Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

II - 5

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

g.

Meningkatkan

pemahaman

masyarakat

mengenai

pentingnya

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
h.

Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan
infrastruktur,

i.

Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j.

Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang
resapan.

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan
pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun
MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam
dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai
tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan
perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat
mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada

KPI

Prioritas

untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan
Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih
kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung
dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM

IPTEK. Pendekatan

KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan
evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan
factor

konektivitas

dan

SDM

IPTEK

yang

sama.

II - 6

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

2.2.4 Masterplan Percepatan
Kemiskinan Indonesia

dan

Perluasan

Pengentasan

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi
perlu

diimbangi

dengan

upaya

pembangunan

yang

inklusif

dan

berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya
penanggulangan

kemiskinan

diarahkan

untuk

mempercepat

laju

penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan
tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat.
Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025,
MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a.

Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,
terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan
goncangan,

b.

Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan
sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

c.

Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)
masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan
dukungan di tingkat local dan regional dengan memperhatikan
aspek.

II - 7

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan
penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan
program

pemberdayaan

masyarakat

(PNPM-Perkotaan/P2KP,

PPIP,

Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi
Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum
Negara

Kesatuan

Republik

Indonesia

menyelenggarakan fungsi perekonomian

yang
dan

ditetapkan

memperoleh

untuk
fasilitas

tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki
keunggulan

geoekonomi

dan

geostrategic

dan

berfungsi

untuk

menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain
yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di
samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung
danbperumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan
dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut
sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan
seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan
program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat,
Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya
memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat
terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n
kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs,
Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air
minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

II - 8

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

2.3

Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu

dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya,
antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No.
7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Persampahan.

2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan
kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
permukiman mempunyai tugas:
a.

Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman
dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan
provinsi.

b.

Menyusun

dan

rencana

pembangunan

dan

pengembangan

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c.

Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,
perumahan,

permukiman,

lingkungan

hunian,

dan

kawasan

permukiman.
d.

Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program
di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.

e.

Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

II - 9

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

f.

Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g.

Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h.

Melaksanakan

kebijakan

dan

strategi

provinsi

dalam

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman
pada kebijakan nasional.
i.

Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman.

j.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi
di bidang perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat

kabupaten/kota.
k.

Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan
tugasnya yaitu:
a.

Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

b.

Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan
bidang

perumahan

dan

kawasan

permukiman

pada

tingkat

kabupaten/kota.
c.

Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d.

Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e.

Mencadangkan

atau

menyediakan

tanah

untuk

pembangunan

perumahan dan permukiman bagi MBR.
f.

Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan
bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

II - 10

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

g.

Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara
pemerintah

kabupaten/kota

dan

badan

hokum

dalam

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
h.

Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i.

Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga
mengatur penyelenggaraan perumahan

dan

kawasan

permukiman,

pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah
pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman
yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya
pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan
masyarakat, serta upaya

peningkatan

kualitas

permukiman,

yaitu

pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang

Bangunan

Gedung

menjelaskan

bahwa

penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan
gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administrative
meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan
gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis

II - 11

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan
gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan
intensitas

bangunan

gedung,

arsitektur

bangunan

gedung,

dan

persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai
berikut:
a.

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung
dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang
luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi,
dan

selaras

dengan

lingkungannya.

Di

samping

itu,

sistem

penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan
dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi
dalam bangunan gedung (amanat green building).
b.

Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya

sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan

harus

dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran,
perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan
lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah
nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.
c.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan
lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.3.3. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan
sumber daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum.
Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air

II - 12

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya
yang sehat, bersih, dan produktif.
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan
dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan
usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi
penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air
dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih
dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain
itu,

diamanatkan

pengembangan

sistem

penyediaan

air

minum

diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan
sarana sanitasi.

2.3.4. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya
pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah,
pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan
kegiatan penanganan sampah meliputi:
a.

pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

b.

pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu,

II - 13

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

c.

pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari
tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
akhir,

d.

pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan
jumlah sampah,

e.

pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara
terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah
harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan
sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem
controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.4.

Amanat Internasional
Pemerintah

internasional

dan

Indonesia

secara

perumusan

aktif

kesepakatan

terlibat

dalam

bersama

di

dialog
bidang

permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi
Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta
Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1. Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan
Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di

II - 14

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat,
yaitu

dokumen

kesepakatan

prinsip

dan

sasaran

pembangunan

permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam
menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia,
termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi
seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air
minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2. Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan
KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20.
Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang
menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat
global,

regional,

dan

nasional.

Dokumen

memuat

kesepahaman

pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common
vision)

dan

penguatan

komitmen

untuk

menuju

pembangunan

berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan
Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam
konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii)
pengembangan

kerangka

kelembagaan

pembangunan

berkelanjutan

tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrument pelaksanaan
pembangunan

berkelanjutan.

Kerangka

aksi

tersebut

termasuk

penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post - 2015 yang
mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang

II - 15

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi
Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana
pembangunan

nasional

secara

konkrit,

termasuk

dalam

Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3. Millenium Development Goals
Pada

tahun

2000,

Indonesia

bersama

189

negara

lain

menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk
memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium
Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah
mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan
sampai

pelaksanaannya

sebagaimana

dinyatakan

dalam

Rencana

Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut
dokumen penganggarannya.
Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan
dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya
proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air
minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di
bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah
61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu
dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini
baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu
62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam
pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam
kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta)
pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman

II - 16

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh
mencapai 12,57%.
Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan
perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu
melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman
dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

2.4.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat
Tinggi untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan
global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia,
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari
Liberia,

dan

Perdana

Menteri

David

Cameron

dari

Inggris,

dan

beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel
tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB
berjudul "A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform
Economies Through Sustainable Development. Isinya adalah rekomendasi
arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan
berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang
diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12
sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:
a.

Mengakhiri kemiskinan

b.

Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan
gender

c.

Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur
hidup

II - 17

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

d.

Menjamin kehidupan yang sehat

e.

Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

f.

Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

g.

Menjamin energi yang berkelanjutan

h.

Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan
pertumbuhan berkeadilan

i.

Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j.

Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

k.

Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong

l.

pembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam
pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan
sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut
adalah:
a.

Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di
rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

b.

Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses
universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan
meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

c.

Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan
pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian
sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan
sebanyak z%,

II - 18

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

d.

Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah
perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan
tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global
maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan
yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana
seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan
saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan.

2.5.

Prioritas Bidang Cipta Karya
Penyelenggaraan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

salah satunya mengacu pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007
tentang

Pembagian

Pemerintahan

Urusan

Daerah

Kabupaten/Kota. Dengan

Pemerintahan

Provinsi,
mengacu

dan

antara

Pemerintah,

Pemerintahan

kepada peraturan

Daerah

perundangan

tersebut, maka prioritas penanganan infrastruktur Bidang Cipta Karya
diarahkan pada kabupaten/kota yang berfungsi strategis secara nasional.
Pada pelaksanaannya, alokasi APBN Bidang Cipta Karya terdapat 5 (lima)
klaster penanganan Bidang Cipta Karya sebagai berikut:
a.

Klaster A, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional
yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat
Kegiatan

Strategis

Nasional

(PKSN)

di

dalam

KSN

dan

kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan
strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan
Perda Bangunan Gedung.

II - 19

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2-JM) Bidang Cipta Karya
KABUPATEN BIREUEN

b.

Klaster B, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional
yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat
Kegiatan

Strategis

Nasional

(PKSN)

di

dalam

KSN

dan

kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan
strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW.
c.

Klaster C, terdiri dari kabupaten/kota yang menjadi prioritas
pemenuhan

Standar

Pelayanan

Minimal

(SPM),

berdasarkan

karakteristik antara lain daerah yang rawan bencana alam, memiliki
cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan daerah
kritis atau miskin.
d.

Klaster

D

ditujukan

dalam

rangka

pengembangan

kegiatan

pemberdayaan masyarakat Bidang Cipta Karya yang bertujuan
penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.

II - 20