PENGARUH INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN TINGKAT PEREKONOMIAN KELUARGA TERHADAP KEPUTUSAN SISWA-SISWI MAN 2 KOTA MADIUN DALAM MENENTUKAN STUDI LANJUTAN SKRIPSI

  

PENGARUH INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN TINGKAT

PEREKONOMIAN KELUARGA TERHADAP KEPUTUSAN SISWA-SISWI

MAN 2 KOTA MADIUN DALAM MENENTUKAN STUDI LANJUTAN

SKRIPSI

MEI PANGESTUTI

  

NIM: 210314038

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

JUNI 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang

  dihayati sepanjang hidup seseorang, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Sedangkan kehidupan karir merupakan pengalaman seseorang di dalam dunia kerja. Pada hakikatnya, kehidupan anak di dalam

  1 pendidikan merupakan awal kehidupan karirnya.

  Pada dasarnya, pendidikan merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, seseorang mampu memperluas khazanah ilmu pengetahuan dan meningkatkan intelegensinya. Namun tidak semua orang menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang penting. Di kalangan anak-anak dan masyarakat miskin, kesadaran akan arti penting

  2 pendidikan dalam banyak hal memang masih belum berkembang.

  Kelangsungan pendidikan anak sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian keluarga.

  Di tengah-tengah era globalisasi seperti sekarang, perekonomian menjadi aspek yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena dampak dari 1 perekonomian berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan lainnya, salah satunya terhadap pendidikan anak. Biaya memegang peranan penting selama proses pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan sampai perguruan tinggi tidak ada batasan bagi siapapun. Namun, oleh karena biaya yang tidak sedikit perlu dipersiapkan sebelum menempuh pendidikan (studi lanjutan), maka tidak sedikit pula anak memilih pilihan karir yang lain.

  Selain karena faktor ekonomi, orang tua dan kawan-kawan sebaya memiliki pengaruh yang kuat terhadap pilihan karir remaja. Beberapa ahli berpendapat bahwa para orang tua Amerika memiliki ekspetasi yang terlalu rendah terhadap prestasi anak-anaknya, sementara sejumlah ahli lainnya berpendapat bahwa beberapa orang tua cenderung berlebihan mendorong

  3 remajanya untuk berprestasi di luar orangtuanya.

  Sama halnya dengan pendidikan, orang tua berpotensi mempengaruhi pilihan pekerjaan anak melalui bagaimana orang tua memaparkan informasi mengenai pekerjaan dan nilai-nilai, maupun melalui pengalaman yang diberikan kepada anaknya. Sebagai contoh, orang tua dapat mengatakan kepada anak-anak dan remaja bahwa mereka menilai penting untuk melanjutkan pendidikan dan memperoleh gelar profesional sebagai suatu cara menekuni karir. Orang tua lainnya mungkin berkomunikasi bahwa kuliah tidak penting dan lebih mengutamakan menjadi olahragawan atau bintang

  4

  film. Berdasarkan hal tersebut, profesi atau pekerjaan menjadi salah satu hal yang menjadikan seseorang memiliki minat dalam menempuh pendidikan.

  Besarnya minat anak terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Kalau remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan dianggap sebagai batu

  5

  loncatan. Terlepas dari itu semua, sebenarnya tidak sedikit seseorang yang menginginkan dapat menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Baik itu yang berasal dari kalangan keluarga dengan tingkat perekonomian rendah maupun yang tinggi. Namun, sebenarnya permasalahan ekonomi tidak selalu menjadi hambatan seseorang dalam menempuh suatu pendidikan.

  Bagi anak usia sekolah, motivasi agar dapat menempuh pendidikan seseorang berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri. Sedangkan faktor dari luar atau eksternal berasal dari lingkungan anak itu berada, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Di lingkungan sekolah, anak berinteraksi dengan teman-temannya. Banyak hal yang berpengaruh dari interaksi tersebut terhadap anak, termasuk kemantapan keputusan dalam menentukan studi lanjutan.

  Semua orang memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan sampai 4 jenjang tertinggi. Namun, semua itu kembali lagi pada faktor-faktor yang mampu membawa seseorang dalam memutuskan apakah mengambil kesempatan itu atau tidak.

  MAN 2 Kota Madiun merupakan salah satu madrasah aliyah negeri yang ada di Kota Madiun. Madrasah ini dikenal dengan prestasi baik yang diraih oleh siswa-siswi maupun tenaga pendidik/non-pendidiknya di berbagai kejuaraan lomba di bidang akademik maupun non-akademik. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 2 Maret 2018 yang didukung dengan dokumen yang menunjukkan bahwa selama tahun 2017, per tanggal tersebut, MAN 2 Kota Madiun berhasil menjuarai 52 perlombaan yang terdiri dari lomba akademik maupun non-akademik, dan di awal tahun 2018, 2 siswa kelas X dan XI mendapat juara 3 perlombaan pencak sillat ITS Cup V 2018

  6 Kelas D Remaja di ITS 10 November Surabaya pada tanggal 7 Januari 2018.

  Hal tersebut menunjukkan bahwa madrasah ini memiliki siswa-siswi yang berpotensi dan prestasi yang baik, dan hal ini merupakan salah satu nilai yang menjadikan MAN 2 Kota Madiun masuk ke dalam kategori madrasah unggulan di kota Madiun, selain karena prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh para siswa dan tenaga pendidik/non-pendidik.

  Madrasah ini menerima peserta didik tidak hanya dari wilayah kota Madiun saja, akan tetapi juga dari wilayah kabupaten Madiun maupun di luar kota/kabupaten Madiun. Keberagaman latar belakang keluarga siswa, budaya tempat siswa berasal, dan interaksi yang berada di dalam lingkungan madrasah tersebut menjadi hal yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih lanjut, apakah keberagaman tersebut mampu mempengaruhi siswa dalam menciptakan suatu nilai yang nantinya berdampak pada pengambilan keputusan.

  Berdasarkan hasil observasi yang didukung dengan dokumentasi data tentang daftar nama siswa MAN 2 Kota Madiun yang lolos PTN/PTAIN jalur SNMPTN dan SNMPTAIN periode 2014 sampai 2017 pada tanggal 2 Maret 2018, lebih dari separuh dari jumlah siswa dari setiap angkatan terdaftar lolos seleksi ke perguruan tinggi jalur SNMPTN maupun SNMPTAIN, yang itu artinya tidak sedikit siswa yang berkesempatan melanjutkan studi di perguruan tinggi. Namun, kenyataan di lapangan terdapat bahwa beberapa siswa yang tidak memanfaatkan kesempatan itu sebagaimana mestinya dengan berbagai alasan. Bahkan ada siswa yang lolos masuk ke perguruan tinggi ternama akan tetapi ia terpaksa membiarkan kesempatan itu terbuang percuma karena keluarga yang tidak mendukung, dengan alasan dia harus membantu perekonomian keluarga. Namun, ada juga siswa yang memanfaatkan kesempatan itu dengan baik karena memang sesuai dengan minatnya, meskipun siswa tersebut berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah.

  Dari permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pertimbangan-pertimbangan yang menjadi alasan dari keputusan pengaruh lingkungan yang dalam hal ini dikhususkan dengan interaksi teman sebaya dan latar belakang keluarga yang dalam hal ini maksudnya adalah tingkat perekonomian keluarga terhadap keputusan siswa-siswi dalam menentukan studi lanjutan.

  B. Batasan Masalah

  Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan penelitian pada proses interaksi teman sebaya dan tingkat perekonomian keluarga serta keputusan siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam menentukan studi lanjutan.

  C. Rumusan Masalah

  1. Adakah pengaruh yang signifikan antara interaksi teman sebaya terhadap keputusan siswa MAN 2 Kota Madiun dalam menentukan studi lanjutan?

  2. Adakah pengaruh yang signifikan antara tingkat perekonomian keluarga terhadap keputusan siswa MAN 2 Kota Madiun dalam menentukan studi lanjutan?

  3. Adakah pengaruh yang signifikan antara interaksi teman sebaya dan tingkat perekonomian keluarga terhadap keputusan siswa MAN 2 Kota Madiun dalam menentukan studi lanjutan? D.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara interaksi teman sebaya terhadap keputusan siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam menentukan

  2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara tingkat perekonomian keluarga terhadap keputusan siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam menentukan studi lanjutan.

  3. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara interaksi teman sebaya dan tingkat perekonomian keluarga terhadap keputusan siswa-siswi MAN

  2 Kota Madiun dalam menentukan studi lanjutan.

E. Manfaat Penelitian

  Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti berharap penelitian ini memiliki manfaat, baik secara teoritis maupun praktis:

  1. Secara teoritis Untuk kepentingan studi ilmiah dan sebagai tambahan khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan dan juga dapat digunakan sebagai bahan informasi acuan bagi peneliti selanjutnya.

  2. Secara praktis

  a. Pembaca Sebagai sarana untuk menambah wawasan mengenai interaksi teman sebaya dan juga faktor-faktor lain berserta pengaruhnya terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh seseorang.

  b. Penulis Sebagai tambahan wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan interaksi yang dilakukan siswa dan latar belakang ekonomi keluarga serta bagaimana pengaruhnya terhadap pengambilan setiap keputusan yang mereka tentukan.

  c. Siswa Diharapkan dengan adanya penelitian ini, siswa kedepannya lebih tau bagaimana mengenali interaksi teman sebaya yang baik, sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik pula terhadap dirinya.

  d. Guru Dengan mengetahui bagaimana interaksi siswa di sekolah dan latar belakang ekonomi keluarga siswa, diharapkan guru dapat berpijak pada penelitian ini sebagai dasar dalam memotivasi siswa agar siswa percaya dengan kemampuan yang mereka miliki, sehingga dapat memilih suatu keputusan dengan bijak.

F. Sistematika Pembahasan

  Sistematika pembahasan hasil penelitian ini terdiri dari bagian utama, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Adapun secara rincinya adalah sebagai berikut:

  Pada bagian awal terdiri dari halaman sampul, halaman judul, lembar persetujuan pembimbing, lembar pengesahan, moto, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel , daftar gambar, daftar lampiran, dan pedoman literasi.

  Pada bagian inti terdiri beberapa bab, antara lain:

  1. Bab pertama yaitu pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

  2. Bab kedua yang terdiri dari telaah hasil penelitian terdahulu, landasan teori, kerangka berpikir dan pengajuan hipotesis.

  3. Bab ketiga yaitu metode penelitian, yang terdiri dari rancangan penelitian, populasi dan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

  4. Bab keempat yaitu hasil penelitian, yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi data, analisis data (pengujian hipotesis) dan interpretasi dan pembahasan.

  5. Bab kelima yaitu penutup, yang terdiri dari simpulan dan saran.

  Sedangkan pada bagian akhir laporan hasil penelitian ini terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran, riwayat hidup, surat ijin penelitian, surat telah melakukan penelitian, dan pernyataan keaslian tulisan.

BAB II TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

  1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiji Susanto (2017,

  IAIN Ponorogo), dituliskan dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Ekonomi Keluarga terhadap Perilaku Siswa di SDN Ketro III Kecamatan Tulakan Kabuaten Pacitan Tahun Pelajaran

  2016/2017” dengan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara ekonomi keluarga terhadap perilaku siswa di SDN Ktero III Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan tahun pelajaran 2016/2017, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

  a. Untuk variabel ekonomi keluarga ditemukan, terdapat sebanyak 13,33 % dalam kondisi ekonomi tinggi, 86,6 % dalam kategori ekonomi keluarga sedang, dan 0% untuk kategori ekonomi rendah.

  b. Untuk variabel perilaku, ditemukan sebesar 13,33% dalam kategori perilaku sangat baik, 66,66% dalam kategori baik, dan 20% dengan

  7 kategori kurang baik.

  Dari deskripsi tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dengan 7 penelitian yang akan penulis lakukan. Adapun perbedaan dari hasil

  Wiji Susanto, “Pengaruh Ekonomi Keluarga terhadap Perilaku Siswa di SDN Ketro III penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan judul “Pengaruh Interaksi Teman Sebaya dan Tingkat Perekonomian Keluarga terhadap Keputusan Siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam Menentukan Studi Lanjutan

  ” adalah terletak pada variabel dependennya (Y). dalam penelitian yang akan dilakukan penulis ingin mengetahui adakah pengaruh tingkat perekonomian keluarga mempengaruhi keputusan siswa-siswi dalam menentukan studi lanjutan, sedangkan pada skripsi peneliti ini memaparkan pengaruh ekonomi keluarga terhadap perilaku siswa. Sedangkan persamaannya ada pada variabel X

  2 (independen) yaitu sama-sama membahas tentang pengaruh ekonomi keluarga.

  2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khamim Miftahudin (2005, STAIN Ponorogo) dan dituliskan dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Penghasilan Orang tua Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas II SLTPN 2 Puhpelem Wonogiri

  ” dengan keismpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat penghasilan keluarga terhadap prestasi belajar siswa di SLTPN 2 Puhpelem. Dengan harga C hitung lebih besar dari r tabel pada taraf

  8 signifikan 5 % dan 1%.

  Dari deskripsi tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dengan 8 penelitian yang akan penulis lakukan. Adapun perbedaan dari hasil

  Khamim Miftahudin, “Pengaruh Tingkat Penghasilan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan judul “Pengaruh Interaksi Teman Sebaya dan Tingkat Perekonomian Keluarga terhadap Keputusan Siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam Menentukan Studi Lanjutan

  ” adalah terletak pada variabel dependennya (Y). Pada penelitian yang akan dilakukan, penulis ingin meneliti pengaruh tingkat perekonomian keluarga terhadap keputusan siswa dalam menentukan studi lanjutan. Sedangkan peneliti dalam skripsi ini meneliti pengaruh tingkat penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar PAI.

  Sedangkan persamaannya ada pada variabel X

  2 (independen) yaitu tentang

  penghasilan keluarga yang masih satu pembahasan dengan tingkat perekonomian keluarga.

  3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heni Puji Rohmatin (2013, STAIN Ponorogo) dalam skripsinya yang berjudul

  “Studi Korelasi antara Interaksi Teman Sebaya dengan Hasil Belajar PAI di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo

  ” dengan kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara interaksi teman sebaya dengan hasil belajar PAI di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo.

  a. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya kelas X di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo tergolong cukup dengan prosentase73, 68 %. b. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, menunjukkan bahwa hasil belajar PAI kelas X di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo tergolong

  9 cukup dengan prosentase 70,17 %.

  Dari deskripsi tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Adapun perbedaan dari hasil penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan judul “Pengaruh Interaksi Teman Sebaya dan Tingkat Perekonomian Keluarga terhadap Keputusan Siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam Menentukan Studi Lanjutan

  ” adalah terletak pada variabel dependennya (Y). Penulis dalam penelitian yang akan dilakukan ini ingin meneliti tentang pengaruh interaksi teman sebaya terhadap keputusan siswa dalam menetukan studi lanjutan. Sedangkan peneliti dalam skripsinya ini memaparkan korelasi antara interaksi teman sebaya dengan hasil belajar PAI. Adapun persamaannya adalah pada variabel X

  2 (independen) yaitu sama-sama membahas tentang interaksi teman sebaya.

  4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Ali dan Mukhibat (2016, STAIN Ponorogo) dalam penelitian yang berjudul “Dukungan Keluarga, Peran Gender, Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir, dan Pengharapan Hasil terhadap Career Indecision Siswa Sekolah Menengah 9 Atas Negeri Kota Madiun” menunjukkan bahwa:

  a. Dukungan keluarga (X1) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel efikasi diri pengambilan keputusan karir (Y) dengan koefisien sebesar 0,521, berpengaruh positif dan signifikan pula terhadap variabel pengharapan akan hasil (Y2) yaitu dengan koefisien sebesar 0,288. Sementara itu, variabel dukungan keluarga (X1) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap career

  indecision (Z) yaitu dengan koefisien sebesar -0,266.

  b. Variabel peran gender (X2) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel efikasi diri pengambilan keputusan karir (Y1) yaitu dengan koefisien sebesar 0,109. Sedangkan hasil lain variabel peran gender (X2) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel career indecision (Z) yaitu dengan koefisien sebesar 1,07. Sementara itu, variabel peran gender (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengharapan akan hasil (Y2) dengan koefisien sebesar 0,06.

  c. Variabel efikasi diri pengambilan keputusan karir (Y1) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel pengharapan akan hasil (Y2) yaitu dengan koefisien jalur sebesar 0,323. Variabel efikasi diri pengambilan keputusan karir (Y1) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap variabel career indecision (Z) yatu dengan koefisien sebesar -0,374. Sementara itu, variabel pengharapan akan hasil (Y2) memiliki pengaruh yang negative dan signifikan terhadap variabel career indecision (Z) yaitu dengan koefisien sebesar

  10 -0,273.

  Dari deskripsi tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Adapun perbedaan dari hasil penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan judul “Pengaruh Interaksi Teman Sebaya dan Tingkat Perekonomian Keluarga terhadap Keputusan Siswa-siswi MAN 2 Kota Madiun dalam Menentukan Studi Lanjutan

  ” adalah terletak pada variabel dependen dan independennya yaitu tentang keputusan karir dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, hanya saja dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti dua dari faktor yang digunakan dalam penelitian Muhammad Ali dan Mukhibat tersebut, yaitu pengaruh keluarga yang dispesifikan dengan perekonomian keluarga dan faktor lingkungan yang dispesifikasikan dengan interaksi teman sebaya yang mana masih berhubungan dengan peran gender yang diuraikan dalam penelitian ini. Jadi, persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama- sama membahas tentang keputusan karir siswa setelah lulus dari sekolah menengah atas.

10 Muhammad Ali dan Mukhibat,

  “Dukungan Keluarga, Peran Gender, Efikasi Diri

B. Landasan Teori

  1. Interaksi Teman Sebaya a. Pengertian Interaksi Teman Sebaya

  Menurut Thibaut dan Kelley (1979), interaksi adalah peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi, dalam setiap kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi

  11 individu lain.

  Hubungan sosial adalah cara-cara individu bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimana pengaruh hubungan itu terhadap dirinya. Hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Namun demikian, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak dimulai dari rumah, dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian dengan

  

12

teman-temannya di sekolah.

  11 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Bumi Aksara,

  Teman sebaya (peers) adalah individu-individu yang memiliki

  13

  usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Interaksi di antara teman-teman sebaya yang berusia sama memiliki peran yang

  14

  unik dalam budaya AS. Teman sebaya memberikan sarana untuk melakukan perbandingan sosial dan dapat menjadi sumber informasi di luar keluarga. Relasi yang baik dengan teman sebaya perlu agar

  15

  perkembangan sosial dapat berlangsung dengan normal. Remaja akan merasa lebih baik jika belajar dengan teman sebayanya. Sehingga peran teman sebaya sangat berpengaruh terhadapnya.

  Jadi yang dimaksud dengan interaksi teman sebaya adalah hubungan antara dua individu atau lebih yang memiliki usia dan kematangan yang kurang lebih sama, yang mana antara satu dengan yang lain memiliki peran dan saling mempengaruhi satu sama lain.

b. Aspek perkembangan hubungan peserta didik dengan teman sebayanya:

  1) Karakteristik hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya Untuk anak usia sekolah, berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama 13 masa pertengahan dan akhir anak-anak. Barker dan Wright (dalam 14 John W.Starlock, Remaja Terj.(tt: Erlangga, 2007), 93.

  Santrock, 1995) mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10 % dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada usia 4 tahun, waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20 %.

  Sedangkan anak usia 7 hingga 11 meluangkan lebih dari 40 %

  16 waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya.

  Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin usia seorang anak bertambah, maka semakin banyak waktu yang diluangkan untuk teman-temannya, hal ini mengakibatkan semakin besar tingkat ketergantungan dengan teman sebayanya. Hal ini berkaitan dengan pencarian jati diri, yaitu keinginan anak untuk diakui keberadaan dirinya (eksistensi) di lingkungan sosialnya, terutama di lingkungan teman sebayanya. 2) Pembentukan kelompok

  Interaksi teman sebaya dari kebanyakan anak usia sekolah ini terjadi dalam grup atau kelompok, sehingga periode ini sering disebut dengan “usia kelompok” . Pada masa ini, anak tidak lagi puas bermain sendirian di rumah, atau melakukan kegiatan- kegiatan dengan anggota keluarga. Hal ini adalah karena anak memiliki keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok, serta merasa tidak puas bila tidak bersama teman-

  17 temannya.

  Pada dasarnya para guru dan teman-teman sekelas membentuk suatu sisitem yang kemudian menjadi lingkungan norma bagi dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anak tidak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya. Namun, jika satu kelompok lebih kuat dari lainnya, anak akan menyesuaikan dirinya dengan kelompok dimana dirinya dapat

  18

  diterima dengan baik. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya, akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila

  19 dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya.

  Berdasarkan penjelasan di atas, pembentukan kelompok berkaitan dengan pencarian jati diri anak. Anak atau remaja akan merasa diakui keberadaannya jika ia dapat diterima dalam lingkungan kelompok temannya. Dalam situasi seperti ini, biasanya anak anak cenderung mengikuti aturan yang baik secara disadari atau tidak telah terbentuk dalam kelompok pertemanan 17 tersebut. Hal ini karena anak ingin keberadaaanya diakui oleh 18 Ibid., 121.

  teman-temannya. Sehingga kesempatan untuk dapat menghabiskan waktu bersama dapat terus didapat oleh anak atau remaja tersebut.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Teman Sebaya

  Berdasarkan hasil penelitian, faktor utama yang menentukan daya tarik hubungan interpersonal di antara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam minat, nilai-nilai, pendapat, dan sifat-

  20 sifat kepribadian.

  Berdasarkan teori di atas, faktor kesamaan minat mampu mempengaruhi bagaimana remaja dapat mewujudkan aspirasi atau harapannya dalam pendidikannya, seperti saling berkompetensi dalam meraih prestasi yang sebaik-baiknya dengan mengerjakan tugas-tugas rumah. Sedangkan faktor kesamaan nilai-nilai dan pendapat mampu mempengaruhi tingkah laku yang berimplikasi pada sifat-sifat kepribadian yang baik atau bahkan buruk. Semua itu tergantung pada bagaimana nilai yang dianut oleh remaja berdasarkan pada apa yang diperolehnya selama ia bergaul dan berinteraksi dengan teman sebayanya. Oleh karena itu, sangatlah perlu berteman dengan teman yang baik, baik dari segi kepribadian maupun segi yang lainnya, karena itu sangat berpengaruh pada diri seseorang.

  20

d. Peranan Teman Sebaya

  Peran adalah aturan dan harapan yang dapat menggiring pada posisi tertentu di dalam suatu kelompok. Peranan kelompok teman sebaya bagi remaja adalah antara lain sebagai berikut: 1) Membantu belajar tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Kelly dan Hansen (1987) menyatakan bahwa salah satu fungsi dari teman sebaya adalah meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaaan dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, remaja belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan serta mengembangkan kemampuan mereka memecahkan

  21 masalah.

  2) Membantu belajar mengontrol tingkah laku sosial. Karena interaksi teman sebaya identik dengan sebuah kelompok pertemanan, maka kelompok apapun yang diikuti oleh remaja biasanya memiliki dua hal yang secara umum juga dimiliki oleh kelompok-kelompok lainnya: norma dan peran. Norma adalah aturan-aturan yang diterapkan ke semua anggota dari sebuah 21 kelompok. Sebuah kelompok elit misalnya, mungkin menuntut semua anggotanya memiliki indeks prestasi kumulatif. Sebuah sekolah mungkin mewajibkan para siswa laki-laki memotong pendek rambutnya sedemikian rupa sehingga tidak mengenai kerah mejanya. Sebuah tim sepakbola mungkin menuntut para anggotanya untuk menurunkan berat tubuh di musim libur pertandingan. Peran adalah posisi tertentu dalam sebuah kelompok yang dibuat berdasarkan aturan-aturan dan harapan-harapan. Peran menentukan bagaimana perilaku yang diharapkan seorang remaja

  22 terkait dengan posisinya.

  3) Membantu dalam mengembangkan ketrampilan dan minat yang relevan dengan usianya. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan dengan remaja-remaja lainnya. Mempelajari hal ini tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya

  23 lebih tua atau lebih muda.

  4) Saling bertukar perasaan dan masalah. Sahabat dapat bertindak 22 sebagai orang terpercaya yang dapat membantu remaja mengatasi masalah-masalah yang membingungkan (seperti masalah dengan orang tua atau patah hati) dengan memberikan dukungan emosi dan nasihat yang bersifat informatif. Ketika bercakap-cakap dan berusaha mengeksplorasi berbagai masalah dari rencana masa depan hingga isu-isu agama dan moral, sahabat dapat bertindak

  24 sebagai orang yang dapat mendukungnya.

  5) Kelompok teman sebaya yang suasananya hangat, menarik, dan tidak eksploitatif dapat membantu remaja untuk memperoleh pemahaman tentang konsep diri, masalah dan tujuan yang lebih jelas, perasaan berharga, dan perasaan optimis tentang masa depan. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki oleh seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman- pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yag

  25 mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.

  6) Membantu remaja untuk memahami identitas diri (jati diri) sebagai 24 suatu hal yang penting, sebab tidak ada fase perkembangan lainnya yang kesadaran identitas dirinya itu mudah berubah (tidak stabil),

  

26

kecuali masa remaja ini.

2. Tingkat Perekonomian Keluarga

a. Pengertian Tingkat Perekonomian Keluarga

  Keluarga adalah sekelompok orang yang diikat oleh perkawinan atau darah, biasanya meliputi ayah, ibu dan atau anak-anak. Berikut

  27

  definisi keluarga menurut beberapa tokoh: 1) Meyer F. Nimkoff : keluarga adalah ikatan yang sedikit banyak berlangsung lama antara suami istri, dengan atau tanpa anak.

  2) Sumner dan Keller: keluarga adalah miniatur dari organisasi sosial, meliputi sedikitnya dua generasi, dan terbentuk secara khusus melalui ikatan darah.

  Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok masyarakat (dapat berbentuk badan hukum maupun tidak serta dapat pula berbentuk penugasan atau pemerintah) dalam memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan material maupun spiritual (jasmani dan rohani) dimana kebutuhan tersebut cenderung mengarah menjadi tidak terbatas,

  28 26 sedangkan sumber pemenuhan kebutuhan tersebut sangat terbatas. 27 Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , 60. 28 Ibid., 35. Ekonomi keluarga merupakan aspek yang sangat berpengaruh terhadap aspek lainnya, salah satunya adalah mempengaruhi pelayanan pendidikan yang diberikan oleh keluarga tersebut kepada generasi- generasi penerus, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi terhambatnya pendidikan seorang anak adalah karena banyaknya jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh orang tua. Kepadatan dalam keluarga jelas berpengaruh besar terhadap hubungan antar pribadi dalam keluarga.

  Adanya perbedaan secara perseorangan, baik mengenai umur, pendidikan, tugas, kegiatan dan tanggung jawab akan mempersulit untuk menyesuaikan, apalagi kalau banyak beban lain yang harus

  29

  dihadapi dan sulit dihindari. Permasalahan ini terjadi pada keluarga yang memiliki penghasilan yang rendah atau tingkat perekonomian rendah, meskipun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada keluarga dengan tingkat perekonomian sedang/menengah.

b. Faktor-faktor Keluarga yang Mempengaruhi Pendidikan Anak 1) Tingkat Pendidikan Orangtua

  Menurut Fuad Ihsan tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan 29 tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan

  30

  pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 menerangkan bahwa jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan

  31

  menengah, dan pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari SD/MI atau bentuk lain yang sederajat. Jenjang pendidikan menengah umum (SMA/MA) dan pendidikan menengah kejuruan (SMK/MAK). Pendidikan tinggi terdiri dari jenjang/ program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor. Bentuk perguruan tinggi terdiri dari akademi,

  32 politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.

  Dalam sebuah keluarga, anak pertama kali belajar tentang sesuatu dari orang tuanya. Peran orangtua untuk membimbing dan mengasuh anak sangatlah penting. Pendidikan yang sudah terlebih dahulu diampu oleh orang tua, sedikit banyak memberi pengaruh pada sikap serta cara pandang orangtua terhadap sesuatu hal. Sebuah contoh yaitu tentang cara pandang orang tua mengenai

  30 Ahmad Addib Qonumi, Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga terhadap

Kemandirian dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS di MAN 1 Bojonegoro (Skripsi, UIN Maulana

Malik Ibrahim Malang, 2015), 17. 31 Suryosubroto, Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependididkan Edisi Revisi ( Jakarta: Roneka Cipta, 2010), 67. 32

  33

  pendidikan anak. Selain itu juga bagaimana orang tua memberikan dorongan positif maupun negatif yang mempengaruhi pendidikan anak.

2) Keadaan Ekonomi

  Tingkat perekonomian berkaitan dengan status sosial ekonomi keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang memiliki penghasilan rendah, cenderung mengalami kesulitan di sekolah dibandingkan dengan remaja yang berasal dari keluarga yang

  34

  berstatus sosial-ekonomi menengah. Hal ini berkaitan dengan keadaan ekonomi keluarga yang tidak bisa memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal karena terhimpit masalah ekonomi.

  Secara teoritis, keluarga yang memiliki tingkat ekonomi menengah atau sedang memiliki sedikit aturan ketat mengenai pengaturan ekonomi keluarga, baik dari pemenuhan kebutuhan primer, sekunder atau tersier. Dan kebutuhan primer menjadi sesuatu yang penting dan utama, sehingga kebutuhan lain memiliki ruang gerak yang terbatas. Sementara itu, keluarga yang memiliki tingkat sosial ekonomi tinggi tidak memiliki hambatan dan 33 kesulitan dalam memenuhi kebutuhan. Karena alat atau sarana

  Arifa Nisrina Ayuni, “Kematangan Karir Siswa Kelas XI Ditinjau dari Tingkat Pendidikan

Orang Tua dan Keadaan Ekonomi Keluarga di SMA Negeri 1 Pakem Tahun Ajaran 2014/2015,” untuk mendapatkan kebutuhan tersebut tersedia, sehingga dapat

  35 menjadi penunjang dalam meraih prestasi yang ingin dicapai.

  Banyak orang yang meyatakan bahwa pendidikan itu mahal. Meskipun biaya sekolah bagi jenjang belajar wajib 12 tahun sudah digratiskan, tetapi ternyata masih ada biaya-biaya untuk bangunan, infak, maupun buku LKS (Lembar Kerja Siswa). Meskipun buku- buku LKS memang membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran, tetapi tetap saja biaya dibebankan kepada orang tua. Selain itu, orang tua dihadapkan pada permasalahan penyediaan pakaian seragam, sepatu, tas dan alat-alat penunjang belajar lainnya. Hal yang tidak kalah penting lainnya adalah adalah anak perlu diberi ongkos setiap hari untuk sampai ke sekolah. Andaikan orang tua memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, mungkin pengeluaran untuk biaya pendidikan tidak menjadi kendala.

  Sebaliknya, jika ekonomi keluarga tidak mencukupi untuk biaya

  36 pendidikan, anak mungkin akan terancam putus sekolah.

  Akibatnya tidak sedikit remaja yang berasal dari keluarga dengan tingkat perekonomian rendah memilih untuk sekolah sesuai dengan kemampuan keluarga dalam membiayainya. Begitu

35 Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi praktis: anak, remaja, dan

  sebaliknya dengan anak yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat perekonomian menengah/tinggi.

  3) Latar Belakang Budaya

  Di beberapa Negara, orang dewasa seringkali membatasi pergaulan dengan teman sebaya, khususnya terhadap anak-anak perempuan. Pembatasan ini meliputi lingkungan sosial sekolah, dimana anak perempuan dididik secara terpisah dari anak laki-

  37 laki.

  4) Pekerjaan dan Pendapatan

  Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan biasanya disebut dengan profesi. Pekerjaan dikategorikan menjadi tiga, yaitu pedagang atau pebisnis, buruh,

  38

  dan pegawai negeri sipil (PNS). Jadi, yang dimaksud dengan pekerjaan orang tua adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang di dalamnya terdapat tugas tertentu dan menghasilkan pendapatan.

  Pendapatan merupakan jumlah total uang yang terima rumah 37 tangga: gaji, upah, bonus, keuntungan, bunga, dividen, dan 38 John W.Starlock, Remaja Terj, 123 Ahmad Addib Qonumi, Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga terhadap sebagainya. Peningkatan pendapatan memberikan lebih banyak uang kepada masyarakat untuk dibelanjakan dan ditabung.

  Pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan masyarakat lebih banyak uang. Kalau mereka membelanjakannya, mereka

  39 meningkatakan konsumsi.

  Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan pendapatan penduduk menjadi 4 macam: a) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp 2.500.000, 00 - 3.500.000,00 per bulan.

  b) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara dari Rp 1.500.000,00 - 2.500.000,00 per bulan.

  c) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata di

  40 bawah Rp 1.500.000,00 per bulan.

3. Keputusan Memilih Studi Lanjut

a. Pengertian Keputusan Studi Lanjut

  Definisi pengambilan keputusan menurut Schermerhorn, Jr. Hunt, dan Osborn adalah “the process of choosing a course of action for

  dealing with a problem or opportunity

  ”. Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu tindakan dalam hubungannya dengan

  39 40 Arif Rakhman, Economics, Terj. (Jakarta: Prenada, 2009), 26.

  41

  suatu masalah atau peluang. Pembuatan keputusan mencakup dua buah alternatif atau lebih oleh karena apabila hanya terdapat sebuah

  42 alternatif, maka tidak ada keputusan yang perlu diambil.

  Menurut Sutikna, studi lanjut merupakan kelanjutan studi. Jadi, berdasarkan pendapat tersebut, studi lanjut adalah pendidikan lanjutan atau sambungan setelah tamat dari SMA atau pendidikan yang lebih

  43

  tinggi dari saat ini. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka yang disebut dengan pengambilan keputusan studi lanjut adalah suatu penentuan pilihan dari dua alternatif melalui sebuah pertimbangan tentang melanjutkan pendidikan lanjutan setelah SMA atau pendidikan di perguruan tinggi.

  44

b. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan

  1) Mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang 2) Mengidentifikasi dan menganalisis sebagai alternatif dan tindakan 3) Memilih suatu tindakan yang lebih disukai 4) Menerapkan suatu tindakan yang dipilihnya 5) Mengevaluasi hasil dan tindak lanjut yang diperlukan

  41 42 Hartono, Bimbingan Karier (Jakarta: Kencana, 2016), 52.

  Winardi, Ilmu Ekonomi: dan Aspek-aspek Metodologinya(Jakarta: PT Melton Putra, 1990), 26. 43 Dwi Dessy Setyowati dan Mochamad Nursalim, “Pengaruh Layanan Informasi Studi Lanjut

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan

  Pengambilan keputusan merupakan proses berkelanjutan dan dinamis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Taylor (2006) melihat faktor-faktor itu dari dua sisi: yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor internal meliputi:

  a) Rendahnya kepercayaan diri Rasa percaya diri berkaitan dengan kemampuan individu dalam memahami kemampuan diri sendiri. Kemampuan merupakan kecakapan atau kecerdasan yang dimiliki

  45

  individu. Ketika individu yakin bahwa ia mampu melakukan sesuatu karena memiliki kompetensi untuk hal tersebut, maka rasa percaya diri itu akan timbul. Hal ini berarti kepercayaan diri itu melibatkan mental, yakni mental yang baik akan membuat individu yakin akan kemampuan diri sendiri. Sebaliknya, ketika mental itu tidak terlatih secara baik, maka rasa percaya diri juga akan tidak baik.

  b) Kecemasan Kecemasan timbul karena adanya konflik, yaitu ketidakcocokan antara hasrat individu dan tuntutan masyarakat

  46

  dan aturan. Kecemasan juga diartikan sebagai suatu respon yang beragam terhadap situasi-situasi yang mengancam, yang umumnya berwujud ketakutan kognitif, keterbangkitan syarat fisiologis, dan suatu pengalaman subyektif dari ketegangan

  47

  atau kegugupan (nervousness). Dalam diri peserta didik, biasanya kecemasan hadir ketika ada rasa khawatir terhadap hasil belajar yang tidak sesuai harapan dan impian yang telah dicita-citakan. Sebagai contoh, ketika peserta didik merasa belum siap dalam mengahadapi ujian akhir semester karena merasa belum cukup persiapan (belajar), maka biasanya peserta didik merasa cemas dengan hasil ujian akhir semester tersebut.

  c) Konflik nilai-nilai Nilai merupakan bagian penting dari pengalaman yang mempengaruhi individu. Nilai meliputi sikap individu, sebagai standar bagi tindakan dan keyakinan. Nilai dipelajari dari keluarga, budaya, dan orang-orang di sekitar individu. Nilai dapat menyatakan pada orang lain apa yang penting bagi individu dan menuntun individu dalam mengambil keputusan.

  Berbagai kajian membuktikan hubungan antara nilai dan 46 perilaku . Secara lebih spesifik, Lonnqvist dkk mengungkapkan

  . Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam bahwa keinginan menghindari penyesalan di kemudian hari mendorong konsistensi nilai dengan perilaku. Walaupun demikian, faktor lingkungan dan komunitas berpengaruh terhadap manisfestasi perilaku individu (Farina, Arce, & Novo, 2008). Oleh karena nilai sebagai motivator perilaku tersebut pada dasarnya diserap individu dari lingkungan, seperti budaya

  48 bangsa, keluarga, guru, dan teman.

  Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan nilai yang menjadi prioritas dalam suatu budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Asakawa (2001) bahwa terdapat perbedaan nilai terkait perbedaan nilai pendidikan dan kesuksesan akademik yang diinternalisasi remaja melalui praktik sosialisasi nilai dalam keluarga. Remaja Asia Amerika merasa lebih kompeten dalam aktivitas belajar, bekerja, dan aktivitas penting bagi tujuan masa depan mereka daripada remaja Amerika kulit putih. Persepsi kompetensi tersebut memudahkan mereka untuk menginternalisasi nilai-niai budaya mereka yakni bekerja keras, respek terhadap pendidikan, dan memiliki harapan yang tinggi dalam berprestasi. Ketika dibandingkan latar belakang keluarganya, diperoleh hasil bahwa orangtua Asia Amerika lebih memberikan kebebasan dalam aktivitas akademik dan bimbingan untuk mencapai kesuksesan akademik daripada orang tua Amerika kulit puti Temuan Astill, Feather dan Keeves (2002) mengungkapkan bahwa posisi sosial orangtua dan nilai yang dipegang oleh orangtua dan kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar kepada remaja daripada pengaruh sekolah dan guru. Lebih diperinci bahwa tingkat pendidikan ibu yang tinggi berpengaruh terhadap prioritas nilai keterbukaan terhadap perubahan pada remaja, sedangkan tingkat pendidikan ayah yang rendah berpengaruh terhadap prioritas tinggi terhadap nilai peningkatan diri. Dari aspek gender terugkap bahwa remaja laki-laki lebih memprioritaskan nilai-nilai peningkatan diri dan remaja perempuan lebih memprioritaskan

  49