PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMILU PADA PEMILIHAN LEGISLATIF TAHUN 2014 DI PENGADILAN NEGERI KLAS IB LUBUKLINGGAU

PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMILU
PADA PEMILIHAN LEGISLATIF TAHUN 2W4 DI PENGADILAN
NEGERI KLAS I B LUBUKLINGGAU

SKRIPSI
DiajnluB sebagai salah sata syarat natuk
Mencmpuh ujian Sarjaaa Hukum
Oleh
Bobby Maha Putra Wijaya
NIM: 502011071

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
2015

PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMILU
PADA PEMILIHAN LEGISLATIF TAHUN 2014 DI PENGADILAN
NEGERI KLAS I B LUBUKLINGGAU

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah sata syarat untuk

Meaempah ajiaa Sarjaaa Hukum
Oleh
Bobby Maha Putra Wijaya
NIM: 502011071

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
2015
1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Judul Simpsi:

PROSES PENYELESAIAN PERKARA TINDAK
PIDANA PEMILU PADA
PEMILIHAN
LEGISLATIF TAHUN 2014 DI PENGADILAN

NEGERI KLAS I B LUBUKLINGGAU
Nama
Nim
Program Studi

: Bobby Maha Putra Wijaya
: 50 2011 071
: Dmu Hukum

Program kekhusnsan : Hukum Pidana
Pembimbing
HENDRl. S. SH.^.HUM
(
Persetujuan Oleh Thn Pengnji:
Ketua : DR. Arief Wbuu Wardhana, SH., M.Hum
Anggota: 1. Ridwau Hayatnddin, SHJMH
(
2. Drs. Edy Kastro., M.Hum
(
Palembang,


April 2015

DISAHKAN OLEH
FAKULTAS HUKUM
AMMADIYAHPALEMBANG
\\ 2 R \^!^Jh^

SUATMIATI. SH.JVl.Hnm
NBM/MDN: 791348/0006046009

tAOTTOi

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan Qalan keluar).
(QS. Al-Insyrah: 5)

Kupersembahkon kepado:
*> Ayahcndo dan Ibunda tercinta
Herman Sawiran S.Pd dan

Endang Sri Martini
ehi(ldin.wordprcss.com/2010/0i/I l/masalah-yang-kerap-muncul-dalamproses-pemiIu/.Diakses 28-9-2014.

8

penyelesaian yang diatur dalam Undang-Undang hanya mengenai
pelanggaran pidana. Pelanggaran administrasi diatur lebih lanjut melalui
peraturan KPU dan selisih hasil suara telah diatur dalam UU Mahkamah
Konstitusi.
Hukum yang baik akan melahirkan masyarakat yang aman.
Keamanan merupakan salah satu syarat untuk membangun suatu bangsa
kearah yang lebih baik, Namun demikian, hukum harus bersifat luwes dan
fleksibel, terutama dalam menyelesaikan suatu perkara agar keadilan dan
kedamaian dapat tercapai.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis skripsi hendak
mengkajinya

kedalam

suatu penulisan


skripsi

yang

berjudul

"PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMILU PADA
PEMILIHAN LEGISLATIF TAHUN 2014 DI PENGADILAN NEGERI
KELAS I B LUBUKLINGGAU"

9

B. PermasalabaD
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penyelesaian perkara tindak pidana pemilu pada
pemilihan legislatif tahun 2014 di Pengadilan Negeri kelas I B
Lubuklinggau?
2.


Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemilu di
Kota Lubuklinggau ?

C. Ruang Lingkup dan Tujuan penelitian
1. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini di titik beratkan pada
penelusuran terhadap proses penyelesaian perkara tindak pidana
pemilu legislatif tahun 2014 di Pengadilan Negeri kelas I B
Lubuklinggau.
2.

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan menjelaskan proses penyelesaian perkara
tindak pidana pemilu pada pemilihan legislatif tahun 2014 di
Pengadilan Negeri kelas I B Lubuklinggau .

10


b. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor penyebab
terjadinya tindak pidana pemilu di kota Lubuklinggau.
£. Metode penelitian
Pada metode penelitian terbagi atas 4 bagian, sejalan dengan ruang
lingkup dan tujuan, terutama berkaitan dengan upaya menelusuri tentang
proses penyelesaian perkara tindak pidana pemilu pada pemilihan legislatif
tahun 2014 di Pengadilan Negeri Klas 1 B Lubuklinggau.
1. Jenis penelitian
Sesuai dengan ruang lingkup pembahasan, jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi adalah penelitian hukum sosiologis.
2. Sifat penelitian
Adapun penelitian ini bersifat penelitian dekskriptif, penelitian
dekskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang
sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu.^ (menggambarkan) dan
tidak bermaksud menguji hipotesa.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menerapkan cara
sebagai berikut:

^Waluyo bambang, penelitian hukum dalam praktek. JI. Sawo raya No 18, Jakarta 2008,

him s

11

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu melakukan
pengkajian dengan menggunakan data sekunder berupa bahan
hukum primer (peraturan perundang-undangan), bahan hukum
sekunder (literature,laporan hasil penelitian,makalah,karya ilmiah
yang dimuat dalam majalah ilmiah), dan bahan hukum
tersier(kamus bahasa indonesia) yang relevan

dengan

permasalahan penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan ( Field Research), yaitu pengumpulan data
primer dengan melakukan observasi dan wawancara dengan
pihak terkait, yakni pihak Pengadilan Negeri kelas I B
Lubuklinggau. Yaitu Hakim dan Panitera Perkara dengan cara
mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
4. Pengolahan data

Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan cara
menganalisis data primer dan data sekunder untuk dapat memberikan
penjelasan atau gambaran mengenai data yang berkenaan dengan penulisan
skripsi. Kemudian analisis ini di uraikan secara sistematis sehingga dapat
menjawab secara keseluruhan dari permasalahan-peimasalahan yang timbul
di dalam skripsi ini lalu dikontruksikan suatu kesimpulan.

10

b. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor penyebab
terjadinya tindak pidana pemilu di kota Lubuklinggau.
£. Metode penelitian
Pada metode penelitian terbagi atas 4 bagian, sejalan dengan ruang
lingkup dan tujuan, terutama berkaitan dengan upaya menelusuri tentang
penyelesaian perkara tindak pidana pemilu pada pemilihan legislatif tahun
2014 di Pengadilan Negeri Kelas 1 B Lubuklinggau.
1. Jenis penelitian
Sesuai dengan ruang lingkup pembahasan, jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi adalah penelitian hukum sosiologis.
2. Sifat penelitian

Adapun penelitian ini bersifat penelitian dekskriptif, penelitian
dekskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang
sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu.^ (menggambarkan) dan
tidak bermaksud menguji hipotesa.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menerapkan cara
sebagai berikut:

^WMuyo bambang, penelitian hukum dalam praktek, JI. Sawo raya No !8. Jakarta 2008,
him 8

12

F. Sistematika Penulisan
Penulisan Rancangan penelitian skripsi ini disusun secara
keseluruhan dalam 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini diuraikan mengenai latar belakang,

permasalahan, ruang lingkup dan tujuan, metode penelitian
dan sistematika penulisan.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisikan pengertian pemilu, pengertian tindak
pidana pemilu, jenis-jenis tindak pidana pemilu, Komisi
Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

BAB HI

: PEMBAPIASAN
Dalam bab III ini akan dipaparkan mengenai prosedur
penyelesaian perkara tindak pidana dalam pemilu pada
pemilihan legislatif tahun 2014 di Pengadilan Negeri klas 1 B
Lubuklinggau dan faktor- faktor penyebab terjadinya tindak
pidana dalam pemilu di kota Lubuklinggau. Serta
menguraikan hasil wawancara terhadap pihak pengadilan

13

negeri kelas I B Lubuklinggau mengenai sengketa tindak
pidana dalam pemilu pada pemilihan legislatif tahun 2014.
BAB IV

: PENUTUP
Dalam bab terakhir ini akan diuraikan kesimpulan dan saransaran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pemilu
Pemilu merupakan singkatan dari pemilihan umum, Pemilihan
Umum adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat, serta
salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik.
Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat
tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara
untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara dalam jangka
waktu tertentu. Pemilihan Umum mempunyai tiga fiingsi utama, yaitu
sebagai:
1. Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan)
2. Sarana pertanggungjawaban pejabat pub!ik,dan
3. Sarana pendidikan politik rakyat.
Menurut Austin Ranney pemilu dikatakan demokratis apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Penyelenggaran secara periodik (reguler election)
b. Pilihan yang bermakna (meaningful choice)
c. Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth
candidate)
d. Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage)
14

15

• Kesetaraan bobot suara {equal weighting votes)
• Kebebasan dalam memilih (free registration of choice)
• Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil
(accurate of choice and reporting of results)
B. Pengertian tindak pidana
1. Istilah tindak pidana
Hukum pidana dalam arti luas terdiri atas hukum pidana formil dan
materiil. Hukum dibagi atas hukum publik dan hukum privat, maka hukum
acara pidana tennasuk hukum publik. Dalam masyarakat dahulu, tidak
terdapat batas antara hukum publik dan hukum privat sehingga tidak ada
pemisahan yang jelas antara perdata dan pidana.
"Istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti objektif,
yang juga sering disebut jus peonale:
(1) Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau
pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badanbadan negara yang berwenang; peraturan-peraturan yang harus di taati
dan diindahkan oleh setiap orang.
(2) Ketentutuan-ketentuan yang menetapkan dengan apa atau alat
apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan
itu;hukum sanksi
(3) Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya
peraturan-peraturan itu pada waktu dan wilayah negara tertentu".^
Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa hak negara untuk
memidanakan haruslah berdasarkan hukum materiil, dan karena itu adanya
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memungkinkan
berlakunya hukum pidan materiil dalam kenyataan. Kedua bidang itu
^ Abidin Zainal, 2010, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, him. 1

16

berhubungan erat, yang pertama menentukan apa yang dilarang dan
diperintahkan untuk dilakukan, sedangkan yang kedua menentukan
pedoman dan cara menemukan perbuatannya.
Suatu peristiwa agar dapat dikatakan suatu peristiwa pidana
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang atau sekelompok orang,
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam
undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan
dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dipertanggungjawabkan. jadi, perbuatan
itu memang dapat di buktikan sebagai suatu perbutan yang
melanggar hukum.
d. Harus ada ancaman hukumnya, Dengan kata lain, ketentuan hukum
yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Suatu negara hukum tidaklah cukup memiliki Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana yang menjamin hak-hak sosial manusia
belaka, tetapi harus mempunyai kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
atau hukum pidana tertulis ataupun hukum tak tertulis dan tidak boleh
bertentangan dengan prinsip dan asas negara hukum.

17

2.

Tujuan Hukum Acara Pidana

Reformasi berarti memperbaiki atau merehabitasi menjadi orang
baik dan berguna bagi masyarakat. Masyarakat akan memperoleh
keuntimgan dan tiada seorangpun yang merugi jika penjabat menjadi baik.
Reformasi perlu digabungkan dengan tujuan yang lain seperti pencegahan,
Kritikan terhadap reformasi bisa dikatakan tidak berfiasil. Sebagai contoh
ketidakberhasilan nyata banyaknya residvis setelah menjalani pidana
penjara.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana adalah
peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat-alat perlengkapan
pemerintah melaksanakan tuntutan, memperoleh Keputusan Pengadilan,
oleh siapa Keputusan Pengadilan itu harus dilaksanakan, jika ada seseorang
atau sekelompok orang yang melakukan perbuatan pidana".^
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan hukum pidana,
maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara
bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian,
Kejaksaan, dan Pengadilan hams bertindak guna mencapai tujuan negara
dengan mengadakan hukum pidana.
"Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah
kebenaran yang selengkap-iengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum ketentuan acara pidana secara jujur dan
^ C.S.T Kansil,2011, Pengantar Hukum Indonesia, Rineka Cipla. Jakarta, him.

84

18

tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menemukan apakah
terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan".
Di dalam memeriksa suatu kasus tindak pidana guna menentukan
siapa yang bersalah dan harus dihukum serta siapa yang bersalah dan
harus dihukum serta siapa yang benar haruslah mencari kebenaran dengan
itu memerlukan serangkaian tindakan penyelidikan, penyidikan, dan
berakhir pada pelaksanaan pidana.
Menurut Undang-Undang no 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana, Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana, Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana
untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Hukum Acara Pidana memberikan petunjuk kepada aparat penegak
hukum bagaimana prosedur untuk mempertahankan hukum pidana
materiil, bila seseorang atau sekelompok orang disangka/dituduh
melanggar hukum pidana.

Hamzah Andi, 2013, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
him. 7

19

B. Jenis-jenis tindak pidana pemilu
Pengertian tindak pidana pemilu dalam kepustakaan sebagaimana
dikemukakan oleh Djoko Prakoso, "tindak pidana pemilu adalah
setiap orang atau badan hukum ataupun organisasi yang dengan
sengaja melanggar hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau
mengganggu jalannya pemilihan umum yang diselenggarakan
menurut undang-undang".^ Defenisi yang dikemukakan oleh Djoko
Prakoso ini amat sederhana, karena jika diperhatikan beberapa
ketentuan pidana dalam Undang-undang Pemilu saat ini perbuatan
mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu jalannya
pemilihan umum hanya merupakan sebagian dari tindak pidana
pemilu.
1. Ruang lingkup tindak pidana pemilu
Tindak pidana pemilu memang amat luas cakupannya,
meliputi

semua tindak pidana yang terjadi pada proses

penyelenggaraan pemilu, termasuk tindak pidana biasa pada saat
kampanye atau penyelenggaraan keuangan yang terjadi dalam tender
pembelian perlengkapan pemilu. Maka Topo Santoso memberikan
defenisi tindak pidana pemilu dalam tiga bentuk meliputi:
1.1 Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemilu yang diatur di dalam Undang-undang Pemilu.
' Ramdansyah, 2010, Sisi Gelap Pemilu 2009, Rumah Demokrasi. Jakarta, him. 14

20

1.2Seimia tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemilu yang diatur di dalam maupun di luar Undang-undang
Pemilu (misalnya dalam Undang-undang Partai Politik ataupun di
dalam KUHP).
1.3 Semua tindak pidana yang terjadi pada saat pemilu (termasuk
pelanggaran lalu lintas, penganiayaan, kekerasan, perusakan dan
sebagainya.
"Sengketa hukum dan pelanggaran pemilu dapat dibagi menjadi
enam jenis yakni: (1) pelanggaran pidana pemilu (tindak pidana
pemilu); (2) sengketa dalam proses pemilu; (3) pelanggaran
administrasi pemilu; (4) pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu;
(5) perselisihan sengketa hasil pemilu; dan (6) sengketa hukum
lainnya"."*
Masing-masing masalah hukum pemilu itu diselesaikan oleh
lembaga-lembaga yang berbeda. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2008 mengenai Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
hanya menyebut dengan tegas tiga macam maslah hukum, yaitu:
pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu, dan
perselisihan hasil pemilu, Dua macam jenis masalah hukum lainnya
meskipun tidak disebut secara tegas dalam jenis masalah hukum
Arifin Zainal. 2005, Membongkar Sengketa Pemilu, Hadiri Pena Publishing,
Jakarta, him 7.

21

lainnya, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Undang-Undang
No 10 Tahun 2008, yaitu kode etik penyelenggara pemilu dan
sengketa dalam proses atau tahapan pemilu. Sementara sengketa
hukum lainnya tidak diatur secara eksplisit baik nama maupun
materinya, tetapi praktik mengakui keberadaannya, yaitu masalah
hukum lainya.
Penting diingat bahwa semua tidak semua persoalan hukum yang
terjadi adalah sengketa hukum atau pelanggaran pemilu, karena jika
diartikan terlampau luas, hal itu sangat menyulitkan dalam
memfokuskan pengawasan pemilu. Misalnya saja pelanggaran lalu
lintas pada saat masa kampanye. Hal ini bukanlah pelanggaran
kampanye pemilu karena merupakan pelangaran atas perundangundangan umum. Sama halnya jika penyelenggara pemilu dituduh
melakukan korupsi dan bukan perundang-undangan pemilu.
Berdasarkan standar intemasional, kerangka hukum harus
mengatur sanksi untuk pelanggaran Undang-Undang Pemilu. Banyak
negara menciptakan aturan pelanggaran pemilu dalam undang-undang
pemilu mereka, setiap ketentuan pidana yang dibentuk untuk
keperluan hukum harus merefleksikan tujuan penyusunan UndangUndang. Misalnya, setiap upaya tindakan pencegahan pelanggaran,
praktik korup, dan praktik-praktik ilegal di pemilu dan aluran tentang
gugatan pemilu.

22

Dalam rangka penegakan demokrasi, upaya perlindungan
integritas pemilu sangat penting. Oleh karenanya, pembuat UndangUndang hams mengatur beberapa praktik kecurangan pelanggaran
dalam pemilu. Dalam keterkaitannya dengan peraturan pemilu,
Undang-Undang tidak hanya mengatur proses pemilu, tetapi mereka
juga melarang perlakuan yang dapat menghambat esensi pemilu yang
bebas dan adil.
2. Peraturan Pelanggaran pemiln
Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa maksud
penyusunan peraturan pelanggaran pemilu tidak hanya melindungi
peserta pemilu (partai politik atau kandidat), tetapi juga lembaga
pelaksanaan dan pemilih. Ketentuan tentang pelanggaran pemilu
ditujukan untuk melindungi proses pemilu dari segala bentuk
pelanggaran. Perlindunagn ini akan meningkatkan kualitas pelayanan
yang ditujukan oleh perwakilan terpilih atau pemimpin pemerintah
dalam merepresentasikan aspirasi pemilih.
Untuk menjamin pemilu yang bebas dan adil, diperlukan
perlindungan bagi para pemilih, bagi para pihak yang mengikuti
pemilu, maupun bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan,
intimidasi, penyuapan, penipuan, dan praktik-praktik curang lainnya
yang akan mempengaruhi kemumian hasil pemilihan umum. Jika
pemilihan dimenangi melalui cara-cara curang (malpractices), sulit

23

dikatakan bahwa para pemimpin atau para legislator yang terpilih
diperlemen merupakan wakil-wakil rakyat dan pemimpin sejati. Guna
melindungi kemumian pemilu yang sangat penting bagi demokrasi itu
adalah suatu keterbukaan dan kejujuran.
Undang-Undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang
dlam pemilu sebagai suatu tindak pidana. Dengan demikian, UndangUndang tentang pemilu di samping mengatur tentang bagaimana
pemilu dpat dilaksanakan , juga melarang sejumlah perbuatan yang
dapat menghancuikan hakikat free and fair election itu serta
mengancan pelakunya dengan hukuman.
3. Batasan Tindak Pidana Pemilu
Untuk memberikan batasan mengenai apa yang dimaksud dengan
tindak pidana pemilu, pembahasan ini mengacu pada ketentuan
sebagaimana disebut pada Pasal 252 Undang-Undang no 10 tahun
2008, yang secar garis besar menyatakan sebagai pelanggaran
terhadap ketentuan pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang
tersebut. Berdasarkan rumusan dalam ketentuan itu dapat diartikan
bahwa tidak semua tindak pidana yang terjadi pada masa pemilu atau
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, digolongkan sebagai
tindak pidana pemilu.
Sebagai contoh, pembunuhan terhadap lawan politik pada saat
berkampanye, atau seorang calon anggota DPR yang diduga

24

melakukan penipuan. Meski peristiwanya terjadi pada saat tahapan
pemilu berlangsung atau berkaitan dengan kontestan pemilu tertentu,
namun karena pidana tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang
pemilu. Perbuatan tersebut adalah tindak pidana umum yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Begitu juga tindak pidana lainnya yang bisa berkaitan dengan
pemilu, tetapi tidak diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Misalnya
penyimpangan keuangan dalam pengadaan suarat suara bukanlah
tindak pidana pemilu, melainkan tindak pidan korupsi. Secara singkat
dikatan bahwa tindak pidana pemilu dipandang sebagai sesuatu
tindakan terlarang yang serius sifatnya dan harus diselesaikan agar
dapat tercapai tujuan mengadakan ketentuan pidana untuk melindungi
proses demokrasi melaui pemilu,
"Tindak pidana pemilu diatur pada Bab XXI, mulai pasal 260
sampai Pasal 311, Pasal 252 UU No. 10 Tahun 2008 selengkapnya
berbunyi: Pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggaran terhadap
ketentuan pidana pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang
penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum"."

Jenedjri M. Gaflar, 2012, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Kompress,
Jakarta, him 36.

25

4. Modus Operandi Tindak Pidana Pemiln
Dari berbagai kasus pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu,
modus operandi tindak pidana pemilu dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, modusnya
melalui beberapa cara diantaranya:
1. Salah satu cara dengan sengaja tidak mendaflarkan dalam
Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Tetap (DPT),
dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTB), walau telah memenuhi
syarat sebagi pemilih yaitu berumur 17 tahun atau lebih, atau
sudah pemah kawin, mempunyai hak untuk memilih tetapi karena
tidak terdaftar atau tidak didaftarkan dengan motivasi tertentu
sebagai hak pilih pada saat pendaftaran pemilih sehingga pada
waktu pelaksanaan pemiluh nama orang tersebut tidak ada dalam
daftar i>emilih.
2. Dengan sengaja mencoret nama orang yang mempunyai hak
pilih dengan alasan karena sudah meninggal atau sudah pindah
alamat dan seterusnya padahal orangnya masih hidup dan ada
ditempat domisilinya.
3. Dengan sengaja tidak menerbitkan Kartu Tanda Penduduk baru
bagi para penduduk yang telah habis masa berlaku Kartu Tanda
Penduduknya dengan berbagai alasan, sehingga mengakibatkan

26

penduduk tetap yang tidak mempunyai KTP dianggap sebagai
penduduk liardan tidak diberatkan hak pilihnya.
4. Dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar
mengenai diri sendiri atau orang lain tentang suatu hal yang
diperlukan untuk pengisian daftar pemilih (DPS, DPT, DPTB).
i

5. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan
menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran
pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai
pemilih dalam Pemilihan Umum tersebut.
b. Pemalsuan dokumen/ surat dan menggunakan doknmen/
surat palsu, modusnya melalui beberapa cara diantaranya sebagi
berikut:
1. Dengan sengaja membuat surat atau dokumen dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang memakai surat atau
dokumen tersebut khususnya dalam pendaftaran sebagai syarat
administrasi bakal calon anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD)
juga dipergunakan sebagai dasar untuk mendapatkan hak pilih
dari rakyat dalam pemilihan umum legislatif.
2. Khususnya bagi pemilihan anggota DPD melalui modus
pengumpulan fotocopy KTP dalam pembagian sembako,
sembako murah atau pembagian beras Raskin baik yang

27

dilakukan oleh tim suksesnya langsung maupun yang dilakukan
oleh RT maupun RW setempat.
3. Bahkan dibeberapa daerah maka foto copy sebagai syarat
bukti dukungan terhadap calon anggota DPD diambil dari
koperasi-koperasi yang seluruh anggota tidak tahu bahwa KTPnya dijadikan sebagai syarat dukungan pencalonan anggota
DPD.
c. Politik uang (moneypolitic) yang dilakukan oleh peserta
pemilu anggota legislatif, dengan modus-modus sebagai berikut:
1.Dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya untuk memperolah dukungan bagi pencalonan
pemilu legislatif, biasanya dengan cara membagi-bagikan
sembako, uang dan barang pada saat kampanye, hari tenang,
menjelang pencotrengan/ pencoblosan (serangan fajar) kepada
penduduk yang dsertai dengan

permintaan

untuk

mendukungnya pada pelaksanaan Pemilihan Umum.
2. Peserta pemilu mendapatkan sumbangan dana dari pihak
ketiga dengan modus sipemberi sumbangan disamakan
alamatnya dan perusahaannya, bahkan ada perusahaan yang
fiktif dan alamat yang fiktif sehingga sangat susah untuk
dilacak keakuratannya.

28

3. Dengan sengaja

memobilisasi penduduk dari tempat

tinggabiya menuju keTempat Pemungutan Suara khususnya
kalau tempat tinggal dengan Tempat Pemungutan Suara
berjauhan maka diperlukan tumpangan kendaraan, para calon
anggota legislatif baik secara langsung maupun melalui tim
suksesnya yang ada di daerah mencoba memanfaatkan kondisi
ini dengan memberi tumpangan gratis kepada pemilih dengan
maksud ingin mendapatkan simpati dan dukungan dari para
pemilih.
4. Dengan memanfaatkan para tokoh masyarakat baik agama,
budaya, dengan iming-iming atau memberikan janji akan
mendapatkan imbalan berupa proyek, bantuan (sarana dan
prasarana), bahkan jabatan tertentu agar mendapatkan
dukungan dari masyarakat padasaat pencoblosan suara dalam
pemilu legislatif.
5. Dengan sengaja membagi-bagikan uang pada saat menjelang
pemungutan suara dengan dalil sebagai pengganti penghasilan
yang seharusnya di dapat jika pada hari itu pemilih bekerja
ditempat lain, dengan maksud untuk mendapatkan dukungan
dari para pemilih dalam pelaksanaan pencoblosan tersebut.
6. Dengan sengaja membagi-bagikan kepada parapemilih berupa
barang: korek api, semen, cat, kalender dan Iain-lain yang

29

yang bertuliskan pilihan yang harus diambil oleh penerima
barang tersebut dengan tujuan ingin mendapatkan dukungan
pada saat Pemilihan Umum tersebut.
d. Pelanggaran kampanye, kampanye terselubung, kampanye
di luar jadwal, dengan modus sebagai berikut:
1. Dengan sengaja melalkukan kampanye di luar jadwal waktu
yang ditentukan oleh KPU, KPU Provisni, KPU Kabupaten/
Kota misalnya pada masa tenang masih dilaksanakan
kampanye baik secara terang-terangan atau terbuka maupun
secara terselubung misalnya melalui cara pengajian, diskusi dan
pertemuan-pertemuan yang isinya adalah kampanye.
2. Pemasnagan atau penyebaran bahan kampanye kepada
umum pada saat masa tenang bisanya dilakukan setelah Panwas
melakukan upaya jTembersihan seluruh atribut kampanye pada
masa tenang, maka para tim kampanye menyebarkan atribut
kampanye kembali dengan maksud agar pada saat pelaksanaan
pemilihan atribut kampanye mampu mengingatkan kembali
masyarakat akan pilihan khususnya calon yang diusungnya.
3. Peretemuan tatap muka pada masa sebelum masa kampanye
baik setelah masa kampanye biasanya banyak dilaksanakan
dengan argumentasi konsolidasi baik hanya pertemuan biasa

30

dalam artiansilaturrahmi yang ada di dalam materinya
disisipkan kamapanye terselubung.
4. Pelanggaran kampanye yang dapat terjadi salah satunya berupa
pelanggaran lalu lintas misalnya peserta kampanye tidak
memakai helm pada saat berkonvoi (beramai-ramai) menuju
tempat kampanye atau pulang dari tempat kamapnye baik
kampanye terbuka maupun kampanye tertutup.
5. Palanggaran rute kampanye yang dilakukan oleh peseta
kampanye pada saat pelaksanaan kampanye baik pada saat
berangkat,

maupun

pulang

kampanye

dengan

tidak

mengindahkan rutejalan

yang telah ditetapkan oleh KPU

sehingga pada'akhimya

mengganggu ketertiban, dapat

mengakibatkan pelanggaran lalu lintas bahkan yang paling fatal
bertemunya dua peserta kampanye yang berbeda sehingga
berpotensi mengakibatkan bentrokan antara peserta kampanye.
e. Pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabat Negara yang
harusnya netral atau tidak berpihak, dengan modus sebagai
berikut:
i
I. Pejabat Negara tertentu turut mengatur dan memfasilitasi
pertemuan antara masyarakat dengan peserta kampanye atau tim
kampanye dengan maksud agar masyarakat melihat keberadaan
pejabat tersebut dapat mempengaruhi pilihan masyarakat.

31

2. Peserta pemilu yang merupakan mantan pejabat mempunyai
potensi untuk mempergunakan fasilitas Negara, misalnya dalam
berkampanye mempergunakan mobil dinas atau fasilitas Negara
lainnya yang mengakibatkan kerugian terhadap Negara dengan
berpotensi pada kecemburuan dari peserta pemilu yang lain.
3. Pejabat Negara secara langsung atau tidak langsung
memperkenaikan peserta pemilu tertentu kepada masyarakat atau
khalayak umum dengan harapan agar masyarakat terpengaruh
dalam menentukan pilihannya.
Diantara sekian masalah yang menyulut kepermukaan menjadi
bahagian dari pelanggaran tindak pidana pemilu, paling tinggi kasus
pelanggaran tindak pidana pemilu, biasanya terjadi pada saat
penyelenggaraan kampanye pemilu oleh anggota legislatif. Pada tahap
ini karena melibatkan bukan hanya calon anggota legislatif namun
melibatkan juga peserta kampanye sehingga tindak pidana kekerasan
terhadap peserta kampanye lain seringkali terjadi. Pasca perubahan
Undang-undang Pemilu, pengaturan tentang sanksi terhadap modus
tindak pidana sebagaimana yang telah di kemukakan di atas ketentuan
pidana dalam UU Pemilu (UU No 8 Tahun 2012) telah menghapuskan
pidana minimum pada UU pemilu sebelumnya (UU Nomor 10 tahun
2008), guna memberikan asas kepastian hukum dan memudahkan bagi
hakim dalam memberikan putusan

32

5. Penanganan Pelanggaran Pemilu Undang-Undang No. 10 tahun
2008
Mengingat kebiasaan indonesia, Undang-Undang diubah setiap
pemilu, kemungkinan pengaturan tindak pidana pemilu ini juga
mengalami perubahan dalam Undang-Undang pemilu yang akan
datang. Subyek tindak pidana pemilu ini meliputi pengurus partai
politik ,pelaksana kampanye, calon anggota DPR, DPD, DPRD,
penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, hingga setiap orang. Dari
segi kesalahan tindak pidana pemilu diancam sanksi, tindak pidana
pemilu ada yang berunsur sengaja dan kealpaan. Dari segi sanksi,
tindak pidana pemilu diancam sanksi penjara dan denda

yang

diancam secara komulatif dan tidak altematif seperti Undang-Undang
No. 12 tahun 2003. Artinya, terdakwa yang terbukti bersalah harus
dijatuhi penjara dan denda sekaligus. Untuk sanksi penjara, ada
ancaman pidana minimum dan maksimum.
Dengan demikian, dari segi politik hukum, sejak di dalam KUHP,
para pembuat undang-undang telah melihat adanya sejumlah
perbuatan yang berkaitan dengan pemilu yang berbahaya bagi
pencapaian tujuan pemilihan ssehingga harus dilarang dan diancam
dengan pidana. Terlihat kecenderungan Undang-Undang pemilu
yanga ada di indonesia. Misalnya, jumlah tindak pidana pemilu pada
Undang-Undang No. 10 tahun 2008 lebih dua kali lipat dibanding

33

tindak pidana pemilu yang diatur dalam Undang-Undang No 12 tahun
2013.

I

Hal ini dapat dipahami sebagai suatu politik hukum pembuat
Undang-Undang guna mencegah terjadinya tindak pidana ini, dalam
Undang-Undang No. 10 tahun 2008 , hampir seluruh penambahan
tindak pidana adlah menyangkut penyelenggara pemilu. Tennasuk
diantaranya adalah hal-hal yang masuk wilayah administrasi pemilu
dan layak diberi sanksi administrasi atau kode etik, namun justru
diancam dengan sanksi pidana.
Tindak pidana pemilu harus diproses melaui sistem peradilan
pidana, yakni melalui Kepolisian, Kejaksaan,dan Pengadilan. Hal
serupa terjadi di negara-negar lain. Sanksi pidana adalah yang paling
keras sehingga hanya negara melalui pengadilan yang bisa
menjatuhkan saksi untuk pelaku tindak pidana pemilu. Hal ini berbeda
dengan san ksi administrasi di mana pemerintah atau lembaga negara
(seperti Komisi Pemilihan Umum) yang duberi wewenang dapat
menjatuhkan sanksi administrasi, tanpa melalui proses peradilan.
Karenanya KPU atau KPUD yang emndapat penerusal laporan atau
temuan dari pengawas pemilu, dapat memproses dan menjatuhkan
sanksi administrasi kepada pelanggar tersebut.

34

D. Komisi Pemilihan Umum
"Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang
menyelenggarakan pemilihan di Indonesia, yakni meliputi pemilihan
umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan
wakil Presiden, serta Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Sebelum Pemilu 2004," KPU dapat terdiri dari
anggota-anggota yang merupakan anggota sebuah partai politik,
namun setelah dikeluarkannya UU No.4/2000 pada tahun 2000, maka
diharuskan bahwa anggota KPU adalah non-pertisipan. Pada awal
2005, KPU digoyang dengan tuduhan korupsi yang diduga melibatkan
beberapa anggotanya, termasuk ketua KPU periode tersebut Nazarudin
Syamsudin.
KPU yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk
setelah Pemilu demokratis reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001)
dibentuk dengan keppres No 16 tahun 1999 Partai politik dan dilantik
oleh presiden BJ Habibie. Image KPU harus diubah sehingga KPU
dapat berfungsi secara efektif dan mamou memfasilitasi pelaksanaan
Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil
tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang
lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Tepat 3
" Santoso, 2007, Kumpulan SURATKPUTUSAN
LUBUKLINGGAU, Lubuklinggau, him. 16

KOMISI PEMILIHAN UMUM, KPU