PERBEDAAN TINGKAT KESULITAN CARA BELAJAR MATEMATIKA ANTARA SISWA PUTERA DAN PUTERI KELAS VII SMP PIRI I YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20062007 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Kons

  PERBEDAAN TINGKAT KESULITAN CARA BELAJAR MATEMATIKA ANTARA SISWA PUTERA DAN PUTERI KELAS VII SMP PIRI I YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2006/2007 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling OLEH: KIKI PUSPA DAMAYANTI 001114058 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  i

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Saya melakukan sesuatu dengan cara terbaik yang saya ketahui, cara terbaik sebisa

saya, cara terbaik yang saya mengerti, entah itu berhasil seluruhnya, setengahnya atau

tidak sama sekali namun saya telah mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan

saya mencoba untuk terus begitu sampai akhir.

  (Aku disetiap mimpi yang kadang kesampaian dan kadang gagal) Skripsi ini kupersembahkan untuk : ª Papa dan Mama Tercinta ª Suamiku Eko Budy Karuniawan

  ª Bidadari kecilku Zafira Nurul Farah

  

ABSTRAK

PERBEDAAN TINGKAT KESULITAN CARA BELAJAR MATEMATIKA

ANTARA SISWA PUTERA DAN PUTERI KELAS VII SMP PIRI I

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2006/2007

Kiki Puspa Damayanti

  

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2007

  Penelitian ini adalah penelitian deskriptif bidang bimbingan belajar dengan menggunakan metode survey. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perbedaan tingkat kesulitan cara belajar matematika. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 dengan populasi penelitian berjumlah 97 siswa. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner tingkat kesulitan belajar matematika yang disusun oleh peneliti dengan memodifikasi kuesioner milik Sisilia Sia.

  Masalah pertama yang diteliti adalah bagaimanakah tingkat kesulitan cara belajar matematika antara siswa putera dan puteri kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007? Masalah kedua adalah apakah ada perbedaan tingkat kesulitan cara belajar matematika antara siswa putera dan puteri kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007? Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) Teknik statistik dengan dasar kategorisasi dan tabulasi skor-skor dalam kuesioner tingkat kesulitan kegiatan belajar dalam mata pelajaran matematika. (2) Teknik statistik Chi-Kuadrat untuk menguji hipotesis dengan taraf signifikasi 5%.

  Hasil penelitian ini adalah (1) jumlah siswa putri yang mengalami tingkat kesulitan rendah cara belajar matematika lebih banyak (53%) dari pada jumlah siswa putra yang mengalami tingkat kesulitan tinggi cara belajar matematika (47%). (2) Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kesulitan cara belajar siswa putra dan putri dalam mata pelajaran matematika

  

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF DIFFICULTY LEVEL OF LEARNING IN

MATHEMATIC SUBJECT BETWEEN MALE AND FEMALE STUDENTS

  

IN THE SEVENTH GRADE OF SMP PIRI I YOGYAKARTA IN THE

ACADEMIC YEAR 2006/2007

Kiki Puspa Damayanti

Sanata Dharma University

  

Yogyakarta

2007

  This was a descriptive research in educational guidance by using survey method. This research aimed to get a clear image of the differences of difficulty level in learning Mathematic. The subject of this research was the seventh grade of SMP PIRI I Yogyakarta in the academic year 2006/2007 with 97 students as the population. The instrument used in this research was questionnaire on the level of difficulty in learning Mathematic composed by the researcher by modifying the questionnaire of Sisilia Sia.

  The first problem researched was, how is the difficulty level in learning Mathematic between male and female students in the seventh grade of SMP PIRI I Yogyakarta in the academic year 2006/2007? The second problem, are there any differences of difficulty level in learning Mathematic between male and female students in the seventh grade students of SMP PIRI I Yogyakarta based on genders in the academic year 2006/2007? The data analysis techniques which were used in this research were (1) Statistical technique based on categorization and scores tabulation in the questionnaire of the students’ level of difficulty in learning Mathematic. (2) Statistical technique to count the reliability and validity of the questionnaire. (3) Chi-Square technique to test the hypothesis in significance level of 5%.

  The results of this research were (1) The number of female students who were in the low level of difficulty in learning Mathematic was larger than (53%) them are who were in the higher level of difficulty in learning Mathematic (47%). (2)There was no significant differences of difficulty level in learning mathematic.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur atas segala rahmat Allah SWT yang telah membimbing dan menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di program studi Bimbingan dan Konseling.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat berjalan dengan baik berkat bantuan, perhatian dan kasih sayang, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihah. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya.

  Secara khusus ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada :

  1. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

  2. Dra. C.L. Milburga CB, M.Ed., Dosen Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi.

  3. Bapak Bagus Hendratno. S.Pd., Kepala Sekolah SMP PIRI I Yogyakarta yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.

  4. Bapak Purwiyadi, S.Pd., Wakil Kepala Sekolah SMP PIRI I Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam pembagian waktu dan jadwal penelitian

  5. Bapak Jumal Hasan, S.Pd., Koordinator Bimbingan dan Konseling SMP PIRI

  I Yogyakarta yang telah banyak membantu memberikan informasi dan pengalamannya.

  6. Adik-adikku terkasih di SMP PIRI I Yogyakarta. Banyak cerita dan pengalaman indah bersama kalian semua.

  7. Papa dan mama Tercinta yang telah memberikan semangat dan dukungan.

  8. Eko Budy Karuniawan suamiku tersayang yang tidak pernah bosan mengingatkan dan memberikan semangat.

  9. Bidadari kecilku Zafira Nurul Farah yang selalu berdoa untuk Mama agar cepat selesai.

  10. Tante Dinda dan Om Anton yang banyak membantu untuk menggendong Fira

  11. Mbak Didy dan Ona yang tidak pernah lelah membantu dan selalu memberikan semangat.

  12. Teman-teman almamaterku di Prodi BK angkatan 2000, terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan, dan kebahagiaan selama kuliah.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang berguna dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini berguna bagi siapa saja yang berminat dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ v ABSTRAK ............................................................................................................ vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................viii DAFTAR ISI.......................................................................................................... x DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv

  BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah................................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian.................................................................................. 5 E. Batasan Operasional dan Variabel.......................................................... 6 F. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 8 A. Belajar dan Ciri-ciri Belajar ................................................................. 8

  1. Belajar Matematika ............................................................................ 8

  2. Ciri-ciri Belajar .................................................................................. 9

  B. Pengertian Belajar Matematika ........................................................... 12

  C. Pendekatan Cara Belajar Matematika .................................................. 13

  D. Kesulitan Belajar .................................................................................. 18

  1. Definisi Kesulitan Belajar ................................................................ 18

  2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar .................................................. 19

  3. Gejala Kesulitan Belajar................................................................... 21

  4. Karakteristik Kesulitan Belajar ........................................................ 21

  5. Kesulitan Belajar Matematika .......................................................... 22

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 24 A. Jenis Penelitian..................................................................................... 24 B. Alat Pengumpulan Data ....................................................................... 24

  1. Kuesioner Tingkat Kesulitan Belajar ............................................. 25

  C. Populasi Penelitian............................................................................... 27

  D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 28

  1. Uji Coba Kuesioner Kesulitan Belajar Matematika ....................... 28

  2. Pengumpulan Data Penelitian ........................................................ 28

  E. Teknik Analisis Data............................................................................ 29

  1. Perhitungan Realibilitas Hasil Uji Coba dan Penelitian ................ 30

  2. Perhitungan Validitas Hasil Uji Coba dan Penelitian .................... 31

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 35 A. Hasil Penelitian..................................................................................... 35

  1. Masalah Penelitian ........................................................................... 35

  2. Sampel Penelitian ............................................................................ 36

  3. Tingkat Kesulitan Cara Belajar Matematika Antara Siswa Putera Dan Puteri ......................................................................................... 36

  4. Tingkat Kesulitan Cara Belajar Matematika Antara Siswa Putera Dan Puteri ......................................................................................... 37

  5. Penegasan Hipotesis Statistik dan Hipotesis Nol............................. 38

  B. Pembahasan Hasil Penelitian................................................................ 40

  BAB V PENUTUP............................................................................................... 42 A. Kesimpulan........................................................................................... 42

  1. Gambaran Umum ............................................................................. 42

  2. Hasil Pengujian Hipotesis ................................................................ 42

  B. Saran ..................................................................................................... 43

  DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39 LAMPIRAN......................................................................................................... 41

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Indikator Kuesioner Tingkat Kesulitan Cara Belajar Dalam Mata Pelajaran Matematika Antara Siswa Putera dan Puteri kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta........................................................ 20

  Tabel 2. Sebaran Responden kuesioner Kesulitan Belajar Matematika ............. 23 Tabel 3. Jadwal Pengumpulan Data Penelitian ................................................... 23 Tabel 4. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas dan Validitas suatu Tes ................... 27 Tabel 5. Koefisien Korelasi Reliabilitas dan Validitas Uji Coba Kuesioner

  Kesulitan Belajar Matematika .............................................................. 27 Tabel 6. Data Sampel Penelitian SMP PIRI I Yogyakarta kelas VII tahun

  Ajaran 2006/2007 ................................................................................ 32 Tabel 7. Perbedaan Tingkat Kesulitan Cara Belajar Matematika

  Antara Siswa Putera dan Puteri kelas VII ........................................... 33 Tabel 8. Tingkat Kesulitan Kegiatan Belajar dalam Mata Pelajaran

  Matematika Para Siswa kelas VII berdasarkan Jenis Kelamin ............ 34

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Kuesioner Kesulitan Belajar Matematika....................................... 41 Lampiran 2. Hasil Tabulasi Data Uji Coba Kuesioner Kesulitan Cara

  Belajar Matematika Antara Siswa Putera dan Puteri Kelas VII ....................................................................... 52 Lampiran 3. Hasil Tabulasi Data Penelitian Kuesioner Kesulitan Cara

  Belajar Matematika Antara Siswa Putera dan Puteri Siswa Kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 .................................................................. 61

  Lampiran 4. Data Hasil Uji Coba Kuesioner Kesulitan Cara Belajar Matematika Antara Siswa Putera dan Puteri Kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007........................... 73

  Lampiran 5. Data Hasil Penelitian Kuesioner Kesulitan Cara Belajar Matematika siswa Kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 .................................................................. 75

  Lampiran 6. Kategori Skor-skor Hasil Penelitian Kesulitan Belajar Matematika Antara Siswa Putera dan Puteri Kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta................................................. 78

  Lampiran 7. Surat Ijin Uji Coba dan Penelitian dari Prodi Bimbingan Konseling dan Surat Keterangan dari SMP PIRI I Yogyakarta .......................................................... 80

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan definisi operasional. A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan keadaan sosial budaya

  yang berlangsung pesat telah membawa banyak perubahan pada setiap individu. Penyesuaian diri terhadap perubahan menuntut individu untuk terus belajar. Melalui belajar terjadi perubahan-perubahan dimana individu mengalami perkembangan yang membawa penyempurnaan pada dirinya.

  Supaya perkembangannya berlangsung utuh dan optimal, individu perlu mendapat pendidikan. Kegiatan belajar dilakukan oleh siswa dengan tujuan ia memperoleh pengetahuan baru, keterampilan baru, sikap baru. Kegiatan belajar siswa itu terikat pada pendidikan sekolah yang ditempuh.

  Belajar merupakan suatu hal yang selalu aktual dan dihadapi oleh setiap orang. Belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan belajar seseorang mengalami perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan.

  Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan unsur yang sangat pokok. Kegiatan belajar bagi setiap siswa di sekolah tidak selamanya dapat berlangsung secara baik; kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak.

  2 Pada umumnya belajar bukan merupakan hal yang serba mudah bagi setup siswa, melainkan dapat juga timbul kesulitan. Salah satu hal yang dapat menunjukkan kesulitan belajar bagi para siswa ialah rendahnya nilai rapor pads akhir semester, misalnya untuk mata pelajaran IPA, Matematika, atau Bahasa Inggris nilai rata-rata siswa hanya 5 atau bahkan kurang.

  Ada siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan belajar dan ada siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar. Siswa yang mengalami kesulitan maupun siswa yang tidak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan belajar berharap akan memperoleh pengetahuan baru, keterampilan baru, dan sikap baru; selain itu ada pula perbedaan tingkat kesulitan belajar siswa, sebab kemampuan siswa yang satu berbeda dengan siswa yang lain.

  Definisi kesulitan belajar ada bermacam-macam. Pembahasan bermacam-macam definisi tersebut di atas, memberikan gambaran adanya keperluan sebagai berikut (Janet Leanner, 1995): (1) Kesulitan belajar telah datang dari berbagai disiplin ilmu. Permasalahan diterima dan disetujui secara luas dari seorang berkesulitan belajar, telah diidentifikasi oleh banyak disiplin ilmu, profesi, organisasi, dan bangsa-bangsa di dunia. (2) Sasaran dari penemuan salah satu definisi tentang kesulitan belajar yang dapat diterima oleh semua ahli mungkin tidak mudah. Hakikat dari permasalahan kesulitan belajar sangat tinggi individualitasnya dan solusi penerapannya harus luwes dan adaptif. Beberapa sekolah mengusulkan perlu adanya beberapa tips kesulitan belajar dan perbedaan beberapa definisi yang diperlukan untuk masing-masing tips; (3) Tampaknya diperlukan definisi kesulitan belajar.

  3 Perbedaan definisi diinginkan oleh berbagai profesi, tingkat umur, populasi, dan tingkat kesulitan belajar.

  Kesulitan belajar menunjuk pada suatu keadaan yang menandakan siswa tidak lancar melakukan kegiatan belajar. Keadaan dapat menjadi sebab hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Kesulitan belajar dapat dipengaruhi kemampuan memahami yang rendah dari siswa; siswa tidak mempunyai waktu sebab terlalu sibuk; siswa malas, siswa menderita penyakit kronis dan lain-lain. Pembahasan selanjutnya Dipusatkan pada kesulitan kegiatan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika.

  Matematika merupakan salah satu dasar yang sangat penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hudoyo (1980) mengatakan matematika adalah salah satu cara untuk mengemukakan jawaban terhadap masalah yang dihadapi oleh manusia; suatu cara menggunakan informasi; menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran. Menggunakan pengetahuan tentang menghitung; dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri. Dalam melihat dan mengamati hubungan- hubungan.

  Kesulitan belajar dapat diatasi dengan cara memberi bimbingan belajar baik secara individu maupun kelompok kepada siswa. Seorang pembimbing dapat mengajar siswa untuk memahami dirinya sendiri, dengan memahami diri sendiri siswa diharapkan dapat mengetahui kesulitan belajar yang dialaminya. Setelah siswa dibantu mengetahui penyebab kesulitan belajar

  4 seorang pembimbing yang membantu menemukan cara yang tepat untuk siswa.

  Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai kesulitan cara belajar matematika yang dialami oleh siswa SMP PIRI I Yogyakarta. Ada tiga alasan mengapa peneliti tertarik untuk mempelajari masalah kesulitan belajar siswa. Pertama, peneliti pernah melaksanakan PPL (Program Pengalaman Lapangan) di SMP tersebut. Selama ber-PPL peneliti memperoleh pengalaman bahwa siswa sering mengeluh mengenai kesulitan belajarnya. Kedua, dari pengalaman pribadi peneliti yang menemukan kesulitan belajar matematika ketika duduk di bangku SMP.

  Ketiga, dari pembicaraan dengan guru pembimbing, peneliti memperoleh informasi bahwa pihak sekolah ingin mengetahui kesulitan belajar siswa dengan lebih jelas.

  Pembimbing juga mengadakan layanan konseling bagi siswa yang benar-benar membutuhkan layanan konseling untuk mengatasi kesulitan belajarnya. Guru pembimbing berperan mendampingi dan memberikan layanan bimbingan konseling baik secara individu atau kelompok dan penguasaan cara-cara belajar. Siswa yang sudah mengetahui penyebab kesulitan kegiatan belajar yang dialamainya serta mengetahui cara-cara belajar yang tepat diharapkan dapat mengembangkan keterampilan belajar matematika.

  5 B.

   Perumusan Masalah

  Perumusan masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah tingkat kesulitan cara belajar pada siswa Kelas VII SMP PIRI I dalam mata pelajaran matematika?

  2. Apakah ada perbedaan tingkat kesulitan cara belajar antara siswa putra dan putri Kelas VII SMP PIRI I dalam mata pelajaran matematika?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan memperoleh:

  1. Gambaran tentang tingkat kesulitan cara belajar di sekolah dalam mata pelajaran matematika.

  2. Gambaran perbedaan tingkat kesulitan cara belajar dalam mata pelajaran matematika antara siswa putra dan putri.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

  1. Guru pembimbing Guru pembimbing memperoleh gambaran secara umum mengenai kesulitan cara belajar yang dialami oleh siswa dan gambaran mengenai topik bimbingan yang cocok untuk membantu siswa mengatasi kesulitan cara belajar.

  6

  2. Guru Bidang Studi Mendapat informasi atau masukan dari guru pembimbing mengenai hal-hal yang diperlukan dalam menciptakan situasi dan kondisi belajar yang menguntungkan bagi siswa.

  3. Peneliti Peneliti sendiri sebagai calon guru pembimbing dapat mengetahui kesulitan-kesulitan belajar siswa, sehingga dapat menjadi bekal bila kelak terjun dalam dunia pendidikan, khususnya sebagai guru pembimbing di sekolah.

E. Batasan Operasional

  Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini :

  1. Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran keadaan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci.

  2. Belajar siswa di sekolah adalah suatu kegiatan siswa mempelajari dan mengolah bahan pelajaran, pembimbingan, pelatihan, sehingga siswa mengalami perubahan dalam tingkah laku.

  3. Matematika Matematika merupakan bidang studi eksakta yang mencakup kegiatan berpikir logis, mengenal pola hubungan dan generalisasi pengalaman.

  7

  4. Kesulitan cara belajar siswa Kesulitan cara belajar siswa berarti menunjuk pada suatu keadaan yang menandakan siswa tidak lancar melakukan kegiatan belajar.

  5. Tingkat kesulitan cara belajar siswa dalam mata pelajaran matematika merupakan suatu keadaan yang dialami siswa, sehingga ia tidak lancar melakukan kegiatan belajar. Tingkat kesulitan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika mencakup kegiatan berpikir logis, mengenal pola hubungan dan generalisasi pengalaman.

  6. Jenis kelamin siswa adalah putra dan putri.

F. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian adalah “Ada perbedaan signifikan tingkat kesulitan cara belajar dalam mata pelajaran matematika berdasarkan jenis kelamin siswa kelas VII SMP PIRI I Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007.”

BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan cara belajar dan ciri-ciri belajar, pelajaran

  matematika, faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, gejala kesulitan belajar dan kesulitan belajar

A. Belajar dan Ciri-ciri Belajar 1. Belajar

  Ada banyak definisi tentang belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi belajar menurut beberapa ahli.

  a. Ernest (Usman dan Setiawati, 1993: 7) mendefinisikan belajar sebagai ”suatu proses ditimbulkannya atau diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi suatu keadaan”.

  b. James (Ahmadi dan Widodo, 1991: 119) mendefinisikan belajar sebagai ”suatu proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman”.

  c. Winkel (1996: 53) mendefinisikan belajar sebagai : ”suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas”.

  Berdasarkan definisi belajar yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah

  9 laku atau kecakapan manusia. Perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang berlangsung karena belajar dapat berupa perubahan dalam kebiasaan, kecakapan/keterampilan atau dalam aspek pemahaman, pengetahuan dan sikap. Kecakapan/keterampilan merupakan kemampuan yang telah dikuasai oleh seseorang pada suatu saat, seperti berbicara, menulis, memecahkan soal-soal dan lain-lain. Keterampilan adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan cepat, tepat dan mudah.

2. Ciri-ciri Belajar

  Winkel (1996: 53 - 55) mengatakan bahwa tidak setiap perubahan yang dialami individu merupakan hasil dari proses belajar. Perubahan hasil belajar itu meliputi hal-hal yang bersifat internal seperti pemahaman dan sikap, serta mencakup hal-hal yang bersifat eksternal seperti keterampilan motorik dan berbicara dalam bahasa asing. Senada dengan apa yang dikatakan oleh Winkel di atas, Ahmadi (1991: 121 - 123) mengungkapkan bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar di sekolah mempunyai ciri-ciri, yaitu : perubahan terjadi secara sadar, bersifat kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat menetap, bertujuan dan terarah, mencakup seluruh aspek tingkah laku.

  Berikut ini dijelaskan beberapa ciri belajar yang dialami siswa di sekolah:

  10 a.

   Terjadi perubahan yang proses dan hasilnya bisa disadari maupun tidak disadari

  Individu yang belajar dengan sengaja biasanya menyadari perubahan yang terjadi dalam dirinya. Maka pada siswa berlangsunglah banyak perubahan yang disadari, tetapi tidak selalu semua perubahan disadari penuh. Misalnya siswa menyadari atau merasakan adanya pengetahuan yang bertambah, pemikiran yang semakin luas berkembang.

  b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional

  Perubahan yang terjadi dalam diri siswa berlangsung terus- menerus. Suatu perubahan, terutama perubahan positif yang terjadi, akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. Misalnya siswa belajar meringkas, siswa mengalami perubahan dari tidak dapat meringkas menjadi dapat meringkas. Perubahan tersebut berlangsung terus hingga kecakapan meringkas menjadi lebih baik.

  c. Perubahan terjadi sesuai dengan banyaknya usaha belajar yang dilakukan

  Perubahan dalam perbuatan belajar senantiasa bertambah dan tertuju untuk perolehan sesuatu yang lebih baik dari yang sebelumnya. Makin banyak usaha belajar dilakukan, makin banyak perubahan terjadi. Proses belajar juga bersifat aktif, artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri dan bukan hanya karena suatu proses kematangan.

  11 d.

   Perubahan dalam belajar bersifat menetap

  Tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat relatif menetap, artinya selama hasil belajar yang diperoleh tidak dihapus dan diganti dengan hasil yang baru. Misalnya kecakapan siswa dalam berhitung tidak akan hilang begitu saja, melainkan tetap dimiliki dan akan berkembang apabila terus digunakan.

  e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah

  Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai, misalnya siswa yang belajar mengarang, sebelumnya sudah menetapkan tujuan apa yang ingin dicapai yaitu supaya hasil karangannya bagus dan dapat dibaca oleh banyak orang. Jadi perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada suatu perubahan yang akhirnya terwujud dalam tingkah laku dan biasanya disertai intensi untuk mencapai suatu tujuan.

  f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

  Siswa yang telah belajar biasanya akan mengalami perubahan dalam sikap, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang semuanya akhirnya harus terungkap dalam suatu perbuatan yang membuktikan bahwa hasil sudah tercapai. Misalnya seseorang yang telah belajar menulis akan terampil menulis. Orang tersebut juga mengalami perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara-cara menulis, alat-alat yang digunakan untuk menulis, keinginan untuk

  12 memiliki alat tulis yang lebih bagus, dan sebagainya. Jadi, aspek yang satu berhubungan erat dengan aspek lainnya.

B. Pengertian Belajar Matematika

  Belajar matematika merupakan salah satu dasar yang amat penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD sampai SMA bahkan juga di perguruan tinggi. Mata pelajaran matematika merupakan ilmu terstruktur yang penuh dengan simbol-simbol. Dengan demikian mata pelajaran matematika dapat dikatakan sebagai bahasa simbol dan masing-masing simbol mempunyai makna tertentu. Dalam mempelajari mata pelajaran matematika, siswa berlatih membaca uraian-uraian atau kalimat-kalimat yang dinyatakan dalam simbol- simbol bilangan, gambar, dan grafik sehingga dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya. Pemahaman akan simbol matematika nampak dalam penyusunan kembali dalam bahasa siswa sendiri.

  Menurut Paling (1982:2), ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa matematika hanya perhitungan yang mencakup tambah, kurang, kali, dan bagi; tetapi ada pula yang melibatkan topik-topik seperti aljabar, geometri, dan trigonometri. Banyak pula yang beranggapan bahwa matematika mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan berpikir logis.

  Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu

  13 cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan jawaban atas tiap masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi; (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran; (3) kemampuan untuk menghitung; dan (4) kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan.

  Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (1982:38) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola- pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

C. Pendekatan Cara Belajar Matematika

  Ada beberapa pendekatan dalam pengajaran matmatika, masing-masing didasarkan atas teori belajar yang berbeda. Ada empat pendekatan yang paling berpengaruh dalam pengajaran matematika, (1)urutan belajar yang bersifat perkembangan (development learning sequences), (2) belajar tuntas (matery

  14

  learning ), (3) strategi belajar (learning strategies), dan (4) pemecahan masalah (problem solving).

  Pendekatan urutan belajar yang bersifat perkembangan menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa, penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran keterampilan matematika prasyarat. Pendekatan ini banyak dipengaruhi teori perkembangan kognitif Piaget. Mengingat kemampuan kognitif dan segala sesuatu yang terkait dengan berpikir berbeda-beda untuk tiap tahap perkembangan, maka guru harus menyesuaikan bahan pelajaran dengan tahap perkembangan anak. Ini berarti bahwa tidak ada manfaatnya mengajarkan konsep atau keterampilan matematika sebelum anak mencapai tahap perkembangan tersebut karena tidak akan berhasil.

  Teori ini juga menjelaskan perlunya pengajaran matematika dimulai dari benda atau peristiwa konkret, menuju ke semi konkret, baru akhirnya ke yang abstrak.

  Pendekatan belajar tuntas menekankan pada pengajaran matematika melalui pembelajaran langsung (direct instruction) dan terstruktur. Adapun langkah-langkah pendekatan belajar tuntas dalam bidang studi matematika adalah sebagai berikut :

  (1) Menentukan sasaran atau tujuan pembelajaran khusus. Sasaran tersebut harus dapat diukur dan diamati. Sebagai contoh, ”Siswa dapat menuliskan jawaban terhadap 25 soal perkalian 1 sampai 7 dalam waktu 10 menit dengan 90% benar.”

  (2) Menguraikan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

  15 (3) Menentukan langkah-langkah yang sudah dikuasai oleh siswa. Misalnya, siswa telah mampu menyelesaikan soal-soal perkalian 1 hingga 5 dengan mudah, dan dapat menyelesaikan soal-soal perkalian 6 dan 7 secara lambat.

  (4) Mengurutkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, jika siswa telah dapat menyelesaikan soal-soal perkalian 1 sampai 5 dengan mudah dan perkalian 6 sampai 7 secara lambat, maka pembelajaran yang diperlukan hanya melatih kecepatan siswa dalam menyelesaikan soal-soal perkalian 6 dan 7. Program matematika yang didasarkan atas pendekatan belajar tuntas memiliki struktur bertaraf tinggi, diurutkan secara sistematis, dan memerlukan pembelajaran yang sangat langsung. Mengingat sifat matematika yang berurutan maka pendekatan belajar tuntas sangat sesuai dengan kurikulum matematika.

  Pendekatan strategi belajar memusatkan pada pengajaran bagaimana belajar matematika (how to learn mathematics). Pendekatan ini membantu siswa untuk mengembangkan strategi belajar metakognitif yang mengarahkan proses mereka dalam belajar matematika. Siswa diajak belajar memantau pikiran sendiri dan didorong untuk mengatakan kepada diri sendiri, mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, sebagai suatu metode untuk meningkatkan berpikir dan memproses informasi. Sebagai contoh, siswa bertanya ”Apa yang hilang?” atau ”Apakah harus menjumlah atau mengurangkan?” Atau siswa dapat memberi komentar, ”Oh, saya pernah

  16 mengerjakan soal semacam ini pada waktu yang lalu, tetapi keliru” atau mengatakan ”Saya harus menggambarkan ini pada kertas supaya saya dapat melihat apa yang hilang.” Banyak anak berkesulitan belajar yang memiliki kekurangan dalam strategi belajar kognitif yang sangat diperlukan untuk belajar matematika. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran matematika yang menggunakan strategi ini.

  Pendekatan pemecahan masalah menekankan pada pengajaran untuk berpikir tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi matematika. Dalam menghadapi masalah matematika, khususnya soal cerita, siswa harus melakukan analisis dan interpretasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan. Dalam memecahkan masalah matematika, siswa harus menguasai cara mengaplikasikan konsep-konsep dan menggunakan keterampilan komputasi dalam berbagai situasi baru yang berbeda-beda. Pemecahan masalah sering melibatkan beberapa langkah.

  Sebagai contoh, dalam mengukur luas selembar papan, siswa harus memahami konsep bujur sangkar dan sisi-sisi sejajar; dan memiliki keterampilan dalam mengukur, menjumlah, dan mengalikan. Dalam pendekatan pemecahan masalah, Fleischaer, Nuzum, dan Marcola seperti dikutip oleh Lerner (1988: 439) menyarankan agar siswa diperbolehkan menggunakan kalkulator. Penggunaan kalkulator dimaksudkan agar siswa dapat memusatkan perhatiannya pada pemecahan masalah, dan tidak terpusat pada komputasi. Dalam melaksanakan pendekatan ini, siswa diberi kartu saran

  17 guna membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika yang berisi langkah-langkah sebagai berikut :

  (1) Baca : Apa yang ditanyakan? (2) Baca kembali : Informasi apa yang diperlukan? (3) Pikirkan :

  a. meletakkan bersama = menambah,

  b. memisahkan = mengurang,

  c. apakah saya memerlukan semua informasi tersebut?

  d. apakah ini soal matematika dua-langkah? (4) Pemecahan masalah : Tulis persamaan tersebut! (5) Periksa : Hitung kembali dan bandingkan!

  Kennedy seperti dikutip oleh Lovitt (1989: 279) menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah matematika, yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan masalah; (3) melaksanakan pemecahan masalah; dan (4) memeriksa kembali.

  Dalam menyelesaikan soal-soal cerita banyak anak yang mengalami banyak kesulitan. Kesulitan tersebut tampaknya terkait dengan pengajaran yang menuntut anak membuat kalimat matematika tanpa lebih dahulu memberikan petunjuk tentang langkah-langkah. yang harus ditempuh. Sebagai contoh, dapat dikemukakan sebagai berikut :

  18 Ibu membeli 10 butir telur yang harganya Rp 100,00 tiap butir dan 2 kg gula yang harganya Rp 1.000,00 tiap kg. Ibu membayar barang- barang tersebut dengan uang Rp 10.000,00. Berapa uang kembali yang diterima oleh Ibu? Kalimat matematika : 10.000 - 10 X 100 + 2 X 1.000 = 7000

  Bagi anak berkesulitan belajar, dan bahkan juga bagi anak yang tidak berkesulitan belajar, menyelesaikan soal cerita semacam itu bukan pekerjaan yang mudah. Di samping itu, anak juga tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah matematika secara lebih sistematis. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan masalah dengan langkah-langkah yang telah dikemukakan tampaknya lebih baik untuk digunakan baik bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar.

D. Kesulitan Belajar

  1. Definisi kesulitan belajar Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The

  

United States Office of Education (USOE) pada tahun 1977 yang dikenal

  dengan Public Law (PL) 94 – 142, yang hampir identik dengan definisi yang dikemukakan oleh The National Advisory Committee on

  

Handicapped Children pada tahun 1967. Definisi tersebut seperti dikutip

Hallahan, Kauffman, dan Llyod (1985:14) seperti berikut.

  Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan

  19 mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi. Ahmadi dan Widodo (1991: 76) mendefinisikan kesulitan belajar sebagai “keadaan yang dialami anak didik atau siswa yang membuatnya tidak dapat belajar sebagaimana mestinya”. Dalam buku pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Abdurahman 1999 menyebutkan antara lain kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademis yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain keterampilan dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya.

  2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Muhibbin Syah (2003 : 181) menyebutkan bahwa Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

  Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:

  20 1) Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, yang meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:

  a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa; b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap; c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga). 2) Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa, yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:

  a. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

  b. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer

  group ) yang nakal.

  c. Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

  21

  3. Gejala Kesulitan Belajar Siswa yang mengalami kesulitan belajar menurut Ahmadi dan Widodo (1991: 88) menunjuk beberapa gejala yaitu:

  a. Siswa menunjukkan hasil belajar yang rendah

  b. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan c. Sering tertinggal dalam melakukan tugas pembelajaran

  d. Menunjukkan tingkah laku yang bersumber pada sikap yang kurang wajar seperti acuh, berpura-pura dan iri hati.

  e. Menunjukkan perilaku yang bersumber pada reaksi emosional yang kurang wajar seperti murung, mudah tersinggung, mudah marah, dan kurang gembira.

  f. Menunjukkan tingkah yang bersumber pada sikap menentang dengan aturan, tidak teratur dalam belajar, tidak mau bekerja sama, dan mengasingkan diri.

  4. Karakteristik Kesulitan Belajar Cecil D. Mercer (1983) menyebutkan bahwa Karakteristik kesulitan belajar tampak pada (1) gangguan perhatian adalah hiperaktif, pengalihan perhatian; (2) kegagalan untuk mengembangkan dan memobilisasi strategi untuk belajar, mengorganisasi belajar, kerangka belajar aktif, dan fungsi- fungsi metakognitif; (3) lemah dalam kemampuan gerak antara koordinasi gerakan baik dan kasar, kegagalan umum dan canggung, persoalan-

  22 persoalan spasial; (4) permasalahan-permasalahan persepsi antara lain, pembedaan stimulus pendengaran, dan penglihatan; (5) kesulitan bahasa lisan, pendengaran berbicara daftar kata, kemampuan linguistik; (6) kesulitan membaca antara lain pengkodean, keterampilan dasar membaca, membaca komprehensif; (7) kesulitan menulis bahasa, antara lain mengeja, tulisan tangan, mengarang; (8) kesulitan matematika, antara lain pemikiran kuantitatif, berhitung, waktu, ruang, dan menghitung fakta; (9) tingkah laku sosial yang tidak pantas antara lain persepsi sosial, tingkah laku emosi, penegakan saling hubungan.

  5. Kesulitan Belajar Matematika Kesulitan belajar siswa menunjuk pada suatu keadaan yang menandakan siswa tidak lancar dalam kegiatan belajar. Belajar matematika dikatakan sulit oleh siswa karena siswa kurang sering mengerjakan latihan-latihan yang diberikan guru dan tidak mempelajari ulang bahan yang telah diterima di sekolah.

  Proses belajar menjadi lancar jika belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu dan banyak latihan soal. Latihan soal matematika baik jumlah soal, maupun variasi bentuk soal sehingga akan memperluas pandangannya terhadap berbagai masalah matematika. Semakin banyak bentuk soal dan jenis soal matematika yang pernah diselesaikan semakin mudah jika sewaktu-waktu menghadapi soal-soal yang serupa.

  23 Matematika dianggap sebagai suatu pelajaran yang sukar, dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Adanya anggapan seperti itu membuat situasi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan matematika, karena siswa tidak antusias dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa menjadi tidak bersemangat untuk mempelajari matematika secara lebih mendalam. Keadaan ini sangat memprihatinkan, karena secara tidak langsung berpengaruh pada hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika sehingga nilai yang mereka peroleh rendah. Di samping itu, kondisi ini menghambat siswa dalam memahami materi- materi matematika, sebab dasar-dasar matematika yang dipelajari pada pendidikan dasar sangat diperlukan untuk jenjang pendidikan selanjutnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pembahasan dalam bab ini mengenai jenis penelitian, alat pengumpulan

  data, populasi dan sampel terbatas, prosedur pengumpulan data dan, teknik analisis data.

  A. Jenis Penelitian