BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Emosi 1. Pengertian Emosi - BAB II RATIH F SYARIF PSIKOLOGI'16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Emosi 1. Pengertian Emosi Emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak

  dapat satu pun definisi yang diterima secara universal. Para ahli mencoba mendefinisikan teori sehingga didapatkan tiga grand theory mengenai emosi, yaitu :

  a. Teori James-Lange Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari toeri paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika Wiliam James. James mengusulkan serangkain kejadian dalam keadaan emosi yaitu kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi, kita bereaksi ke situasi tersebut dan kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi atau emosi yang dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh memunculkan pengalam emosional.

  b. Teori Cannon-Bard Teori ini menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri. Menurut teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari dunia luar, kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti

  13 hipotalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian mengirim out put dalam 2 arah yaitu pertama ke organ-organ tubuh dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, kedua ke korteks cerebral diaman pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan.

  c. Teori Schachter-Singer (Interpretasi tentang pembangkitan tubuh) Teori kontemporer ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan adalah benar dari interpretasi kita tentang sesuatu yang membangkitkan keadaan tubuh. Schachter dan Singer berpendapat bahwa keadaan tubuh dari keterbangkitan emosional adalah sama pada hampir semua emosi yang kita rasakan dan itu terjadi jika perbedaan psikologis dalam pola respon tubuh. Orang dikatakan memiliki perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam cara mereka mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis mereka.rangkaian kejadian dalam memproduksi emosi menurut teori ini adalah pertama, persepsi dari situasi potensial yang menghasilkan emosi kedua, keadaan tubuh yang terbangkitkan dengan hasil dari persepsi ini yang ambigus dan ketiga, interpretasi dan menamai keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang diterima.

  Franken (Baihaqi dkk, 2007) menjelaskan bahwa emosi merupakan hasil interaksi antara faktor subyektif (proses kognitif), faktor lingkungan (hasil belajar), dan faktor biologik (proses hormonal). Dengan kata lain, emosi muncul pada saat manusia berinteraksi dengan lingkungan dan merupakan hasil upaya untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Baihaqi dkk, 2007).

  Menurut pandangan neurologi, emosi mengandung dua keadaan yaitu cara bertindak (ekspresi emosional) dan cara merasa (pengalaman emosional). Sedangkan Bard mengungkapkan bahwa ekspresi emosional tergantung dari aksi integratif hyphotalamus, dan bukan oleh kerja thalamus atau cortex cerebri. Sedangkan menurut pandangan psikologi emosi adalah pengalaman yang sadar dan kompleks yang memberi pengaruh pada aktivitas-aktivitas tubuh, menghasilkan sensasi-sensasi organis dan kinestetik, disertai dengan penjelmaan yang jelas, impuls-impuls yang bersamaan serta nada perasaan yang kuat (Baihaqi dkk, 2007).

  Berdasarkan teori-teori diatas, dapat kita ketahui bahwa emosi adalah interpretasi kita meliputi aspek fisiologi terhadap sesuatu yang membangkitkan keadaan tubuh kita, menghasilkan sensasi-sensasi organis dan kinestetik sehingga kita bereaksi ke situasi tersebut dan kita memperhatikan reaksi kita.

2. Bentuk-Bentuk Emosi

  Goleman (2009) menggolongkan bentuk emosi sebagai berikut:

  a. Amarah yaitu beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, tersinggung, bermusuhan, hingga tindakan kekerasan dan kebencian patologis. b. Kesedihan yaitu pedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, kesedihan, ditolak, dan depresi berat.

  c. Rasa takut yaitu takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspara, tidak senang, ngeri, takut sekali, fobia dan panic.

  d. Kenikmatan yaitu bahagia, gembira, puas, terhibur, bangga, takjub, terpesona, senang sekali dan manis.

  e. Cinta yaitu persahabatan, penerimaan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat.

  f. Terkejut yaitu terpana dan takjub.

  g. Jengkel yaitu hina, jijik, muak, benci.

  h. Malu yaitu rasa bersalah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

3. Macam - Macam Emosi

  Goleman (2009) mengemukakan beberapa macam emosi yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Dia juga menyatakan bahwa perilaku individu yang muncul sangat banyak diwarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup emosi positif dan emosi negatif. Emosi negatif yaitu perasaan-perasaan yang tidak diinginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman.

  Menurut Lazarus (1991) emosi-emosi yang terdapat pada seorang individu, yaitu: anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut), jealously (perasaan bersalah), shame (malu), disgust (jijik),

  happiness (gembira), pride (bangga), relief (lega), hope (harapan), love (kasih sayang), compassion (kasihan).

  Sedangkan menurut Descrates (Gunarsa, 2003), ada 6 emosi dasar pada setiap individu, terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci),

  sorrow (sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta) dan joy (kegembiraan).

  Jadi, berdasarkan uraian para ahli diatas disimpulkan bahwa terdapat berbagai macam emosi yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, terkejut, cemas, perasaan bersalah, malu, jijik, hasrat, benci, gembira, bangga, lega, harapan, kasih sayang, dan mengasihi.

B. Regulasi Emosi 1. Pengertian Regulasi Emosi

  Regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif (Gross, 2007).

  Sementara itu, menurut Shaffer (2005) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi.

  Sedangkan menurut Gottman dan Katz (Wilson, 1999) regulasi emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.

  Walden dan Smith (Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000) juga menjelaskan bahwa regulasi emosi merupakan proses menerima, mempertahankan dan mengendalikan suatu kejadian, intensitas dan lamanya emosi dirasakan, proses fisiologis yang berhubungan dengan emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat diobservasi.

  Thompson (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000) mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor, mengevaluasi dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang efektif meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai dengan tuntutan lingkungan.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk menerima, mempertahankan dan mengendalikan emosi yang muncul dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku dan nada suara) serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakan untuk mencapai suatu tujuan.

2. Bentuk-Bentuk Regulasi Emosi

  Pengendalian emosi sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi yang memuncak. Emosi menyebabkan terjadinya keseimbangan hormonal di dalam tubuh, memunculkan ketegangan psikis, terutama pada emosi-emosi negatif. Emosi adalah suatu gejala psiko-fisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta dalam bentuk ekspresi tertentu. Emosi dirasakan secara psiko-fisik karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik. Menurut Atwater (1991), ekspresi pengendalian emosi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu : a. Represi Represi merupakan suatu proses ketidaksadaran. Pada represi, diri menyangkal untuk mengetahui perasaan dan jika sengaja mengajui dapat menjadi ancaman yang besar. Biasanya individu cenderung untuk melupakan berbagai hal yang merupakan ancaman, misalnya kegagalan-kegagalan yang memalukan. Pada represi juga terdapat penipuan terhadap diri sendiri yang meliputi ketidaktahuan individu pada ancaman atau rasa cemas. Biasanya individu akan menekan emosi yang belum terselesaikan ke dalam alam ketidaksadaran.

  b. Supresi Dalam supresi, individu biasanya menyadari emosi-emosi yang terjadi, individu secara sadar menolak perasaan-perasaan yang dirasakan dan memikirkan hal yang lain. Namun, kebiasaan supresi emosi menyebabkan efek-efek yang dapat mempengaruhi rasio dan tidak tidak berkonsentrasi dengan baik. Supresi kronik (menahun) dapat menyebabkan tingkah laku yang meledak-ledak dan dapat memperburuk masalah. Dengan kata lain, supresi kronik tidak lebih menyehatkan dari pada represi, meskipu secara umm tidak berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena supresi terjadi dengan kesengajaan maka individu mengetahui apa yang dilakukan. c. Ekspresi Verbal Jika anda tiba-tiba menjadi marah, takut atau gembira, mungkin anda tidak berpikir tentang apa yang ingin anda katakan sebelum anda mengatakannya. Tapi pemikiran itu merupakan bagian yang penting dalam mengekspresikan emosi yang sehat.

  Dalam emosi terdapat elemen kognitif yaitu interpretasi dan penilaian.Sebaliknya, berpikir juga meliputi proses yang tidak rasional, seperti : imajinasi, imagery, memori dan intuisi serta alasan abstrak. Jadi hal itu bukan merupakan hal yang mengejutkan bahwa individu menginginkan pengendalian secara rasional untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi secara verbal. Mengekspresikan emosi secara bebas dan terbuka biasanya membantu dalam menghadapi situasi-situasi yang menyakitkan.

  d. Ekspresi Wajah dan Tubuh Emosi biasanya dapat ditunjukkan melalui komunikasi non- verbal dan komunikasi verbal. Gerakan tubuh berbicara dan ekspesi wajah yang khas mungkin merupakan indikator yang kuat mengenai apa yang dirasakan oleh individu. Penelitian antar budaya dengan menggunakan foto pada beberapa ekspresi wajah menunjukkan beberapa kesamaan pada beberapa emosi dari beberapa negara diantaranya Jepang, Brazil, dan Amerika Serikat. Kesamaan yang terbanyak ditemukan apada beberapa ekspresi senang, marah, dan takut. Sedangkan ekspresi sedih dan jijik lebih sedikit ditemukan kesamaannya. Perbedaan komponen-komponen ekspresi wajah terhadap emosi diantara berbagai kelompok yaitu

  a). rangsangan yang sama dapat menimbulkan emosi yang brbeda pada budaya yang berbeda pula. b) kebudayaan tertentu memiliki harapan yang berbeda dimana emosi dapat dikendalikan atau ditunjukkan. c). konseksuensi dari emosi yang berbeda dari masing-masing budaya.

  Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa emosi dapat dikendalikan melalui represi, supresi, akspresi verbal, ekspresi wajah, maupun ekspresi tubuh dan keadaan rileks.

3. Ciri – Ciri Regulasi Emosi

  Individu dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul.

  Kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dalam lima kecakapan yang dikemukakan oleh Goleman (2004), yaitu : a. Kendali diri, dalam arti mampu mengelola emosi dan impuls yang merusak dengan efektif.

  b. Memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain.

  c. Memiliki sikap hati-hati.

  d. Memiliki adaptibilitas, yang artinya luwes dalam menangani perubahan dan tantangan.

  e. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi. f. Memiliki pandangan yang positif terhadap diri dan ingkungannya.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang dapat melakukan regulasi emosi ialah memiliki kendali diri, hubungan interpersonal yang baik, sikap hati-hati, adaptibilitas, toleransi terhadap frustasi, dan memiliki pandangan yang positif.

4. Aspek-Aspek Regulasi Emosi

  Regulasi emosi merupakan faktor yang sulit, mungkin karena keadaaan dan sumber perasaan tersebut tidak teridentifikasi secara jelas. Meregulasi emosi berarti mampu mengenali dan memahami perasaan serta mengelola emosi pada diri sendiri. Menurut Gross (2007) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu : a. Strategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

  b. Engaging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik. c. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.

  d. Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

  Jadi menurut Menurut Gross (2007) bahwa terdapat empat aspek regulasi emosi yaitu strategi regulasi emosi , tujuan regulasi emosi, dorongan hati untuk mengontrol emosi, dan penerimaan emosi.

5. Strategi Regulasi Emosi

  Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan regulasi emosi. Menurut Gross (2007) regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan banyak cara, yaitu: a.

   Situation selection

  Suatu cara dimana individu mendekati atau menghindari orang atau situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang lebih memilih nonton dengan temannya daripada belajar pada malam sebelum ujian untuk menghindari rasa cemas yang berlebihan.

  b.

   Situation modification

  Suatu cara dimana seseorang mengubah lingkungan sehingga akan ikut mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang timbul. Contohnya, seseorang yang mengatakan kepada temannya bahwa ia tidak mau membicarakan kegagalan yang dialaminya agar tidak bertambah sedih.

  c.

   Attention deployment

  Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari situasi yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang menonton film lucu, mendengar musik atau berolahraga untuk mengurangi kemarahan atau kesedihannya.

  d.

   Cognitive change

  Suatu strategi dimana individu mengevaluasi kembali situasi dengan mengubah cara berpikir menjadi lebih positif sehingga dapat mengurang pengaruh kuat dari emosi. Contohnya, seseorang yang berpikir bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai suatu tantangan daripada suatu ancaman.

  a. Acceptance Mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya. b. Refocus on planning Mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam mengahadapi peristiwa negatif yang dialami.

  c. Positive refocusing Kecenderungan individu untuk lebih memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan daripada memikirkan situasi yang sedang terjadi.

  d. Positive reappraisal Kecenderungan individu untuk mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi.

  Dari penjelasan strategi-strategi diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi regulasi emosi yang perlu dimiliki seseorang yaitu

  

situation selection, situation modification, attention deployment,

cognitive change, acceptance, refocus on planning, positive

refocusing, dan positive reappraisal.

6. Faktor - Faktor Regulasi Emosi

  Menurut Hurlock (2006), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi regulasi emosi antara lain : a. Kondisi kesehatan

  Kesehatan yang baik mendorong emosi yang positif menjadi dominan, sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan emosi yang negatif menjadi dominan. b. Suasana rumah Individu yang tumbuh dalam lingkungan rumah dengan kondisi yang menyenangkan jauh dari suasan pertengkaran, cemburu, dendam atau suasana yang tidak menyenangkan akan mempunya kesempatan yang lebih baik untuk timbul menjadi individu bahagia.

  c. Hubungan dengan anggota keluarga Hubungan yang tidak rukun dan harmonis diantara orang tua atau saudara akan banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini cenderung menguasai kehidupan individu.

  d. Hubungan dengan teman sebaya Jika individu meras diterima dengan baik oleh kelompok teman sebayanya, maka emosi yang positif akan mendominasi.namun, sebaliknya , jika individu ditolak oleh kelompok teman sebanyanya maka emosi yang negatif akan mendominasi.

  e. Bimbingan mengendalikan emosi Bimbingan dengan titik berat pada penanaman pengertian bahwa mengalami frustasi kadang diperlukan, dapat mencegah kemarahan dan kebencian menjadi emosi yang dominan.

  Selain itu menurut Brener dan Salovey (Salovey & Skufter, 1997) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi regulasi emosi, yaitu : a. Usia

  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seiring berjalannya usia, semakin dewasa individu semakin adaptif strategi regulasi emosi yang digunakan (Gross, Richards, & John, 2004).

  b. Gender Penelitian dilakukan oleh Karista (2005) memperlihatkan bahwa perbedaan gender juga berhubungan dengan perbedaan strategi regulasi emosi yang digunakan. Karista menemukan bahwa laki-laki dewasa muda lebih banyak menyalahkan diri sendiri saat meregulasi emosinya, sedangkan perempuan dewasa muda lebih sering menyalahkan orang lain.

  c. Hubungan Interpersonal Salovey dan Sluyter (1997) juga mengemukakan bahwa hubungan interpersonal dan individual juga mempengaruhi regulasi emosi. Keduanya berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga emosi meningkat bila individu yang ingin mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan individu lainnya. Biasanya emosi positif meningkat bila individu mencapai tujuannya dan emosi negatif meningkat bila individu kesulitan dalam mencapai tujuannya.

  d. Pengetahuan Mengenai Emosi Pengetahuan mengenai emosi berhubungan dengan bagaimana orang tua memperkenalkan emosi-emosi tertentu kepada anaknya. Orang tua yang mengajarkan anaknya mengenai emosi yang ia rasakan dan memberikan label terhadap emosi yang dirasakan oleh orang lain , akan dapat membantu mereka melakukan regulasi emosi secara lebih adaptif (Brener & Salovey dalam Salovey & Skufter, 1997).

  Berdasarkan teori diatas disimpulkan bahwa terdapat 8 faktor yang mempengaruhi regulasi emosi yaitu usia, gender, kondisi kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman, pengetahuan mengenai emosi dan bimbingan mengendalikan emosi.

7. Fungsi dan Proses Regulasi Emosi

  Menurut Goleman (2002) tujuan dari regulasi emosi ini bukan untuk menekan emosi yang akan diekspresikan , tetapi mengendalikan luapanluapan emosi yang dirasa akan hilang kendali agar kestabilan emosi tetap terjaga. Emosi berlebihan yang meningkat dengan intensitas terlalu lama akan mengoyak kestabilan diri dari individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan individu dalam meregulasi emosi merupakan salah satu indikator dari kecerdasan emosionalnya.

  Gross dan Thompson (2007) menjelaskan bahwa ada lima point dalam proses regulasi dengan fungsi yang berbeda-beda pada setiap penggunaannya, antara lain:

  a. Pemilihan kondisi atau situasi, merupakan bentuk dari proses regulasi dimana individu memilih situasi-situasi tertentu agar emosi yang di ekpresikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tujuannya adalah untuk meminimalisir atau memaksimalkan ekspresi dari emosi yang dirasakan.

  b. Modifikasi situasi, disini regulasi emosi terjadi dengan mengubah atau memodifikasi situasi yang menjadi stimulus munculnya emosi. Regulasi emosi yang dilakukan dengan memodifikasi situasi salah satunya dengan merubah suasana tegang yang dirasa akan menstimulus emosi negatif menjadi suasana yang lebih nyaman.

  c. Memfokuskan atau menjaga perhatian, dilakukan dengan cara memfokuskan perhatiannya untuk mempengaruhi emosinya dan dilakukan saat usaha regulasi emosi dengan mengubah situasi tidak mungkin dilakukan.

  d. Merubah kognitif, adalah bentuk regulasi emosi yang dilakukan dengan merubah pemahaman individu terhadap stimulus yang memicu emosinya. e. Modulasi respon, merupakan regulasi emosi yang dilakukan karena emosi sudah muncul dan mempengaruhi kognitif serta fisik dari individu.

  Jadi, dalam prosesnya terdapat 5 fungsi regulasi emosi yang berbeda-beda yaitu pemilihan kondisi atau situasi, modifikasi situasi, menjaga perhatian, merubah kognitif, dan modulasi respon.

C. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial

  Cobb (Taylor, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial adalah informasi dari individu lain bahwa seorang individu dicintai, diperhatikan, dihargai, dan dihormati dan menjadi bagian jaringan komunikasi dan kontrak kerja yang saling menguntungkan. Informasi tersebut dapat berasal dari pasangan hidup atau kekasihnya, rekan kerja, teman, kelompok lain (Siegel, dalam Taylor, 1995). Ganellen dan Blaney (Kurnia, 1996) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu, khususnya sewaktu dibutuhkan, oleh orang-orang yang memiliki kaitan erat dengan individu itu.

  Dukungan sosial berarti informasi ( tindakan nyata atau berupa potensi ) yang membuat individu berkeyakinan bahwa mereka disayangi, diperhatikan, akan mendapat bantuan dari orang lain bila mereka membutuhkannya. Dukungan sosial diartikan sebagai sumber coping yang mempengaruhi situasi yang dinilai stressful dan membuat orang yang stres mampu mengubah situasi, mengubah arti situasi atau mengubah reaksi emosinya terhadap situasi yang ada (Thoits, dalam Major, dkk, 1997).

  Hobfoll (Norris dan Kaniasty, 1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai interaksi atau hubungan sosial yang memberikan individu-individunya bantuan nyata atau yang membentuk keyakinan individu dalam suatu sistem sosial bahwa dirinya dicintai, disayangi dan ada kelekatan terhadap kelompok sosial atau pasangannya. Definisi ini menunjukkan ada dua aspek utama dalam dukungan sosial yaitu : received support (dukungan yang diterima) dan perceived support (dukungan yang dirasakan).

  

Received support artinya perilaku membantu yang muncul secara

  alamiah yang diberikan, sedangkan perceived support diartikan sebagai keyakinan bahwa perilaku membantu akan tersedia ketika diperlukan.

  Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah informasi yang diterima individu berupa tindakan nyata seperti kasih sayang, perhatian dan penghargaan dari orang-orang disekitanya yaitu keluarga, tetangga, dan teman-teman sehingga individu mampu mengubah arti situasi yang buruk menjadi lebih baik.

2. Aspek- Aspek Dukungan Sosial

  Menurut Sarafino (2002), ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu: 1) Dukungan emosional

  Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta. 2) Dukungan penghargaan

  Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. 3) Dukungan instrumental

  Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres.

  4) Dukungan informasi Orang-orang yang berada di sekitar individu akan memberikan dukungan informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah yang membuatnya stres Terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaiman individu melakukan sesuatu. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi.

  5) Dukungan kelompok Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling berbagi. Misalnya menemani orang yang sedang stres ketika beristirahat atau berekreasi.

  Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 aspek dukungan sosial diantaranya dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi dan kelompok.

3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial

  Cohen & Syme (Ika, 2008) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah : a. Pemberi Dukungan Sosial.

  Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti daripada yang berasal dari sumber yang berbeda-beda setiap saat. Hal ini berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan yang akan memberikan keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.

  b. Jenis Dukungan.

  Jenis dukungan yang diterima akan mempunyai arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi, seperti orang yang kekurangan pengetahuan, dukungan informatif yang diberikan akan lebih bermanfaat bagi dirinya.

  c. Penerima Dukungan.

  Karakteristik atau ciri-ciri penerima dukungan akan menentukan keefektifan dukungan yang diperoleh.

  Karakteristik tersebut diantaranya kepribadian, kebiasaan, dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan mempertahankan dukungan yang diperoleh.

  Menurut Stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut : a. Kebutuhan Fisik Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial.

  Adapun memnuhi kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka inidivdu kurang mendapat dukungan sosial.

  b. Kebutuhan Sosial Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih dikenal oleh manyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Untuk itu pengakuan masyarakat sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.

  c. Kebutuhan Psikis Dalam kebutuhan psikis terdapat rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika inidividu tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka inidividu tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari sekitarnya sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

  Berdasarkan toeri diatas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial, jenis dukungan sosial, penerima dukungan sosial. Serta kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan kebutuhan psikis.

  4. Sumber Dukungan Sosial

  Menurut Rook dan Dootey (Kuntjoro,2002), terdapat dua sumber dukungan sosial yaitu : a. Dukungan sosial artifisial

  Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer individu. Misalnya dukungan sosial akibat bencana melalui berbagai sumbangan sosial.

  b. Dukungan sosial natural Dukungan sosial natural adalah dukungan sosial yang natural diterima individu melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Misalnya anggota keluarga (suami, istri, anak dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non formal.

  Jadi, terdapat dua dukungan sosial yaitu dukungan sosial artifisial yaitu dukungan yang dirancang ke dalam kebutuhan primer individu dan dukungan sosial natural yang mana inidividu menerima dukungan sosial melalu interaksi dalam kehidupan sehari-harinya.

  5. Manfaat Dukungan Sosial

  Setiap orang mempunyai pengalaman yang secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh hubungan antar individu dalam kelompok dan hubungan antar kelompok satu dengan lainnya, dimana dari hubungan tersebut memberikan manfaat pada setiap individu. Manfaat jenis-jenis hubungan sosial yang dirasakan seseorang menurut Cohen dan Syme, 1985 ( Ika, 2008) tergantung pada ketepatan dukungan yang diberikan ketika menghadapi situasi yang tengah terjadi dan tergantung pada penerimaan orang yang diberi dukungan tersebut.

  Tingkatan dukungan sosial tersebut dapat berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. Hal tersebut disebabkan persepsi yang berbeda dalam menerima dan merasakannya. Dukungan akan dirasakan artinya apabila diperoleh dari orang-orang yang dipercayainya. Dengan demikian individu mengerti bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya. Hal tersebut dapat mengurangi rasa cemas yang dirasakan dalam mengatasi permasalahannya.

  Manfaat dukungan sosial dalam bidang klinis sangat besar karena terbukti dapat membantu manusia dalam mencapai perkembangan yang maksimal. Penelitian La Rocco, dkk (Sarafino, 2002) menyimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki peranan yang sangat besar terhadap kesehatan mental. Dukungan sosial berhubungan dengan berkurangnya kecemasan, gangguan umum, somatisasi, dan depresi.

D. Diabetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes mellitus

  Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tertua pada

  manusia dan dikenal dengan kencing manis. Diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes berarti pancuran, mellitus berarti madu atau gula. Diabetes mellitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolut atau relatif dan berlangsung menahun, bahkan seumur hidup.

  Hal ini yang menjadikan masyarakat pada umumnya melihat

  Diabetes mellitus sebagai suatu penyakit yang sangat menakutkan

  dimana penderita akan menyandang gelar sebagai penderita selama hidupnya ( Almatsier, 2005 ). Menurut Sudoyo (2009) Diabetes

  mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

  karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

  Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

  kelompok. Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah

  diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi gangguan proses

  autoimun dimana tubuh menyerang sel beta pankreas sedangkan pada

  diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes

  Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi dimana pankreas

  memproduksi insulin , tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin ( Rizzo, 2001).

2. Penyebab Diabetes Mellitus

  Menurut Smeltzer & Bare (2001) Penyakit diabetes mellitus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah : a. Kelainan genetik

  Faktor keturunan sangat memungkinkan seseorang menderita diabetes mellitus karena jika ada riwayat keluarga yang ada salah satu anggotanya menderita diabetes mellitus dimungkinkan akan menurunkan kepada anaknya.

  b. Usia Faktor usia memungkinkan pada orang dewasa yang berusia 45 tahun ke atas atau orang

  • – orang yang berusia dibawah 45 tahun tetapi mengalami kegemukan

  c. Stres Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis- manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak. Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya . Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit diabetes mellitus . d. Pola makan yang salah Pola makan yang cenderung mengkonsumsi makanan yang mengandung gula dan bersifat manis akan cepat meningkatkan kadar gula darah seseorang sehingga pola makan yang salah harus dikendalikan dengan cara mengendalikan mengkonsumsi makanan yang bersifat manis.

E. Dinamika Psikologi Dinamika Psikologi Penderita Diabetes Mellitus

  Diabetes mellitus merupakan penyakit tidak menular yang banyak

  mengakibatkan perubahan bagi penderita baik secara biologis maupun psikologis. Dampak biologis yang timbul diantaranya perubahan pola hidup, perubahan pola makan dan aktivitas, kebutaan, mengganggu syaraf hingga amputasi. Selanjutnya dampak psikologis yang ditimbulkan juga menjadi masalah yang dialami penderita diabetes mellitus diantaranya muncul perasaan khawatir, cemas, perasaan takut, merasa terbebani, dan merasa jenuh dengan pola hidup baru.

  Saat penderita mengalami perasaan-perasaan diatas dan tidak mampu mengatur perasaan-perasaan negatif tersebut maka muncul keadaan stres. Saat stres, tubuh mempersiapkan diri dengan memastikan bahwa gula atau energi sudah tersedia. Kadar insulin yang menurun, glukogen dan epinefrin (adrenalin) meningkat dan banyak glukosa dilepaskan dari hati. Pada saat yang sama, tingkat hormon pertumbungan dan kortisol meningkat, yang menyebabkan jaringan tubuh (otot dan lemak) menjadi kurang sensitif terhadap insulin akibatnya, lebih banyak glukosa tersedia dalam aliran darah.

  Hal ini merupakan siklus metabolisme yang normal pada manusia namun berbeda dengan orang yang berstatus sebagai penderita diabetes

  

mellitus. Hormon kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga

  membuat gula darah meningkatkan (Watkins, 2010). Peningkatan gula darah ini berbahaya bagi penderita diabetes mellitus karena dapat menurunkan kesadaran penderita sehingga terjadi koma diabetika dimana penderita membutuhkan perawatan intensif oleh dokter dan pihak rumah sakit (Johnson, 2005).

F. Hubungan Dukungan Sosial dengan Regulasi Emosi pada Penderita

  Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

  dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Melihat komplikasi pada

  

diabetes mellitus dapat mengenai berbagai organ, maka penting sekali

  untuk melakukan pencegahan, agar tidak terjadi komplikasi. Salah satu untuk mencegah komplikasi terebut, tingkat stress harus selalu di kendalikan (Rasmun, 2004). Vranic et al. (2000) menyebutkan stres pada penderita diabetes mellitus dapat mengakibatkan gangguan pada pengontrolan kadar gula darah yang dilakukan oleh hormon dan pada keadaan stress akan terjadi peningkatan ekskresi hormon katekolamin, gkukagon, glukokortikoid, β-endorfin, dan hormon pertumbuhan.

  Penderita diabetes merasa bahwa penyakit ini mengganggu aktivitas keseharian penderita sehingga kelancaran aktivitas itu sendiri berjalan kurang baik (Tjikroprawino, 2001). Walaupun diabetes menggaggu sistem fisiologis manusia, kenyataan yang ditemukan di lapangan adalah penderita diabetes juga mengalami gangguan pada kondisi psikisnya. Ini ditandai dengan perubahan perilaku para penderita yang mudah menjadi emosi, kekhawatiran akan komplikasi seperti

  

diabetic food , vaskuler hingga stroke serta kurang dapat mengendalikan

  diri dengan baik, terutama dalam hal menjaga pola makan pola hidup sehat untuk mengurangi gejala diabetes. Oleh karena itu dibutuhkan cara agar penderita menjaga kondisinya agar tetap stabil yaitu dengan pengaturan emosi atau regulasi emosi.

  Regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi (Shaffer, 2005). Menurut Brener dan Salovey dan Hurlock bahwa beberapa faktor pendukung adanya pengaturan atau regulasi emosi adalah usia, gender, kondisi kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman, pengetahuan mengenai emosi dan bimbingan mengendalikan emosi. Semua factor pendukung dari para ahli tersebut masuk dalam kategori dukungan sosial.

  Sejalan dengan teori diatas, terdapat sebuah analisis secara kualitataif oleh Kafil (2012) pada klinik dokter keluarga Korpagama Sleman, yakni bentuk dukungan keluarga yang diberikan kepada penderita

  

diabetes mellitus adalah dukungan informasional, instrumental,

  emosional, dan penghargaan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dukungan keluarga penderita diabetes mellitus sangat penting karena partisipasi aktif dari penderita dan keluarga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengelolaan kadar glukosa darah, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kondisi penderita. Namun, banyak penderita belum menerima dukungan sosial.

G. Kerangka Pemikiran

  Penderita Diabetes Perubahan psikologis, timbul emosi negatif (kaget, sedih, khawatir, cemas)

  Aspek regulasi emosi Gross (2007), yaitu Aspek Dukungan sosial (Sarafino, 2002), yaitu

  1. Strategi regulasi emosi, (keyakinan untuk

  1. Dukungan emosional (perhatian, empati, dan prihatin) mengatasi masalah , menemukan cara

  2. Dukungan penghargaan (dorongan atau untuk mengurangi emosi negatif serta persetujuan terhadap ide ataupun perasaan menenangkan diri kembali) individu)

  2. Tujuan regulasi emosi (tidak terpengaruh

  3. Dukungan instrumental (bantuan nyata oleh emosi negatif, tetap berpikir dan seperti memberi atau meminjamkan melakukan sesuatu dengan baik.) uang,membantu meringankan tugas)

  3. Mengontrol emosi (kemampuan

  4. Dukungan informasi dan kelompok mengontrol dan menunjukkan emosi yang (individu merasa bahwa dirinya merupakan tepat) bagian dari kelompok dimana anggota-

  4. Penerimaan emosi (menerima peristiwa anggotanya dapat saling berbagi) yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut)

  Rendah Rendah

  Tinggi Tinggi

  Gambar 1. Kerangka Pikir

H. Hipotesis

  Berdasarkan data dan studi pendahuluan diatas maka hipotesis yang dapat diambil yaitu “ada hubungan antara dukungan sosial dengan regulasi emosi pada penderita Diabetes mellitus di Komunitas PROLANIS (Program Penyuluhan Penyakit Kronis) Sokaraja.