Dalam Pem bangu nan Bidang Ci pta Karya di K abupaten Labuhanbat u Selatan
B a b
8 B a b
8 A s p e k L i n g k u n g a n d a n S o s i a l D a l a m
A s p e k L i n g k u n g a n d a n S o s i a l D a l a m
P e m b a n g u n a n B i d a n g C i p t a K a r y a d i
P e m b a n g u n a n B i d a n g C i p t a K a r y a d i
K a b u p a t e n L a b u h a n b a t u S e l a t a n
K a b u p a t e n L a b u h a n b a t u S e l a t a n
8.1. Gambaran Umum dan Kondisi Eksisting Lingkungan
Kabupaten Labuhanbatu Selatan merupakan salah satu daerah yang berada di kawasan Timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan propinsi Riau.Labusel yang beribukota di Kota Pinang adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2008 pada 24 Juni 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Labuhanbatu Selatan memiliki konsekuensi logis terhadap pentingnya kualitas dan kejujuran dalam melaksanakan penilaian analisa dampak lingkungan (AMDAL) dalam setiap rencana pembangunan fisik sarana dan prasarana fisik diwilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Perlunya peningkatan komitmen pemerintah daerah dan masyarakat Labuhanbatu Selatan terhadap pembangunan wilayah berbasiskan ramah lingkungan untuk meminimalkan tingkat pencemaran air yang dewasa ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan berbagai pihak pencinta lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan da makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakuknya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU Nomor 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif, akan tetapi jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas
Pembangunan diperlukan untuk mengatasi banyak permasalahan, termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman menunjukkan, pembangunan dapat dan telah mempunyai dampak negatif. Dengan adanya dampak negatif tersebut, haruslah diwaspada. Pada suatu pihak kita tidak boleh takut untuk melakukan pembangunan, karena tanpa pembangunan kita pasti ambruk. Pada lain pihak kita harus memperhitungkan dampak negatif dan berusaha untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Pembangunan harus berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan dapat berkelanjutan.
Setiap kegiatan dalam bangunan atau lingkungan yang mengganggu dan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus disertai dokumen AMDAL sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan yang diperkirakan memiliki dampak penting terhadap perkotaan, yaitu kegiatan yang menyebabkan perubahan fisik dan atau hayati lingkungan, kegiatan yang menyebabkan perubahan pada komponen lingkungan, kegiatan yang menyebabkan spesies langka dan endemik terancam punah, kegiatan yang menimbulkan kawasan cagar alam, taman nasional, kegiatan yang merusak peninggalan benda bersejarah, menimbulkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat/pemerintah. Bangunan atau lingkungan yang menimbulkan dampak tidak penting terhadap lingkungannya tidak perlu dilengkapi AMDAL, tetapi harus melakukan UKL (Unit Pengelolaan Lingkungan) dan UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan). Pengelolaan lingkungan untuk daerah bencana, daerah banjir dan sejenisnya perlu ditetapkan larangan membangun atau menetapkan persyaratan khusus dalam membangun dengan memperhatikan keamanan, keselamatan dan kesehatan lingkungan. Sementara untuk lingkungan yang baru mengalami kebakaran dapat ditetapkan sebagai daerah tertutup dalam jangka waktu tertentu, dibatasi atau dilarang.
RPI2JM Bidang Cipta Karya Kabupaten Labuhanbatu Selatan membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2JM Bidang Cipta Karya Kabupaten Labuhanbatu Selatan telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: 1.
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Instrumen Pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), ANalisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan, Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL
- – UPL) dan SUrat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH) 3.
UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 4. Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip – prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang
5. Peraturan PResiden Nomor 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010
- – 2014
8.2. Analisis Perlindungan Lingkungan dan Sosial
Analisis ini dilakukan untuk mengenali karakteristik sumber daya fisik lingkungan, ekonomi dan sosial budaya daerah sehingga pemanfaatan lahan dalam pengembangan wilayah dan kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem. Analisis aspek fisik dan lingkungan adalah analisa untuk mengenali karakteristik sumber daya alam dengan menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan agar pemanfaatan lahan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem. Analisis aspek sosial budaya adalah analisa struktur social budaya serta prasarana dan sarana budaya untuk mencapai pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bersifat lahiriah, batiniah, atau spiritual.
Tabel 8.1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta KaryaTidak berdampak terhadap kriteria penapisan Tidak berdampak terhadap kriteria penapisan
Peningkatan risiko kesehatan dan keselamatan manusia kemungkinan dapat terjadi.
7 Peningaktan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Sangat signifikan.
Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak pada alih fungsi hutan/lahan, sedangkan untuk penghidupan sekelompok masyarakat tidak ada yang terancam.
6 Peningkatan jumlah penduduk miskin/terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat.
Sangat signifikan dampaknya.
Akan berdampak ketika alih fungsi kawasan hutan/lahan.
5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
4 Penurunan mutu dan kelimpahan Sumber Daya Alam (SDA).
No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan (Signifikan/Tidak) (1) (2) (3) (4)
Sangat signifikan karena Kabupaten Labuhanbatu Selatan di keliling dan hutan lindung.
Ada beberapa wilayah rawan longsor, kebakaran hutan dan lahan
3 Peningkatan intensitas cakupan wilayah bencana, banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
Tidak berdampak terhadap kriteria penapisan.
Tidak berdampak terhadap kriteria penapisan.
2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati.
Sangat signifikan
1 Perubahan Iklim Iklim di Kabupaten Labuhanbatu Selatan relatif intensitasi hujan cukup tinggi
Sangat signifikan.
Tabel 8.2 Tabel Indentifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)Hidran Umum.
Seiring dengan semakin meningkatnya masalah lingkungan hidup di seluruh pelosok bumi yang terbentang dari lokal hingga global, langkah-langkah pencegahan timbulnya dampak negatif terhadap kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi semakin mendesak untuk ditempuh. Penanggulangan dan pengendalian dampak negatif terhadap lingkungan hidup serta isu keberlanjutan lingkungan hidup terasa tidak cukup dan kurang efektif jika dilakukan pada saat kegiatan telah memasuki masa operasi dan sepenuhnya hanya mengandalkan pendekatan teknologi. Salah satu kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup yang
Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kabupaten Labuhanbatu Selatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Ranperda Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Mutu Laboratorium Lingkungan. Prasarana Pengolahan Persampahan. masyarakat dalam Pengelolahan Persampahan.
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman dan Akses Informasi
Seluruh Kecamatan dan Desa. Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Seluruh Kecamatan dan Desa. Seluruh Kecamatan dan
Mengikuti Program Pamsimas dan Sanimas. Membangun di masing- masing Kecamatan atau Desa
No Kompone n Kebijakan/Rencana/Progra Kegiatan Lokasi (1) (2) (3) (4)
Peningkatan Jaraingan SPAM untuk seluruh Kecamatan dan Desa.
Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Pengembangan Air Minum
Penguatan Perda Tentang tentang Permukiman. Menjaga bangunan adat.
Penataan Bangunan dan Lingkungan
Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Pengembangan Permukiman Penataan existing bangunan di Kabupaten. Melakukan sosialisasi masalah permukiman.
8.2.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
diamanahkan oleh Undang ‐Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UU PPLH) adalah penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hal penting yang tertuang di dalam UU PPLH diantaranya adalah kewajiban Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menyelenggarakan KLHS terhadap Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang disusunnya, khususnya yang berpeluang menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Dengan demikian, KLHS berperan sebagai salah satu instrumen atau approach untuk aspek lingkungan yang berfungsi menjembatani pengintegrasian konsep pembangunan berkelanjutan dalam Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang dilaksanakan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan upaya terobosan yang berupa rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif, untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sudah diintegrasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program Kajian Lingkungan Hidup Strategis dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan, rencana dan/atau program, sebagai bagian dari akuntabilitas pembuat Kebijakan, rencana dan/atau program (KRP) kepada publik. Untuk itu dibutuhkan political will pembuat KRP untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, termasuk memperhatikan kepentingan lingkungan hidup, dalam penyusunan kebijakan, rencanadan/atau program.
Dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diamanatkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan atau evaluasi : a.
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional,provinsi dan kabupaten/kota; dan b.
Kebijakan, rencana dan/atau program (KRP) yang berpotensi menimbulkan dan/atauprogram yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
KLHS memuat kajian antara lain kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan/atau tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati (Pasal 16 UU 32/2009) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme (Pasal15 ayat 3 UU 32/2009): a.
Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup wilayah; b. Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program; dan c. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana dan/atauprogram yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dokumen penyelenggaraan KLHS merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh setiap orang dengan memperhatikan peraturan perundang ‐undangan di bidang keterbukaan informasi publik. KLHS penting karena: a.
Aspek lingkungan hidup perlu dipertimbangkan sejak pengambil keputusan untuk K/R/P; b.
Pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kumulatif secara sistematis dan menyeluruh terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; c.
KLHS suatu K/R/P selain dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik, juga dapat memperkuat dan mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. KLHS digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi kebijakan, rencana dan/atau program yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan.
KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan. Tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan adalah;
1. Keterkaitan (interdependency), Keterkaitan (interdependency) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan global- lokal. Nilai ini juga be rmakna holistik dengan adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.
2. Keseimbangan (equilibrium) Keseimbangan (equilibrium) bermakna agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antar kepentingan, seperti antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang dan kepentingan pembangunan pusat dan daerah.
3. Keadilan (justice).
Keadilan (justice) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal atau pengetahuan
KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana, dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS b ersifat “persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Adapun 6 (enam) prinsip KLHS adalah:
Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)
Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang muncul dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan/atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana, dan/atau program.
Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
Prinsip ini menekankan pada upaya penyempurnaan pengambilan keputusan suatu kebijakan, rencana, dan/atau program. Berdasarkan prinsip ini, KLHS tidak dimaksudkan untuk menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program di Indonesia selama ini belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal.
Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial
Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum maupun para birokrat dan pengambil keputusan. Dengan prinsip ini, pelaksanaan KLHS memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS diharapkan masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.
Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan Prinsip ini menekankan bahwa KLHS memberikan pengaruh positif pada pengambilan keputusan.
Dengan prinsip ini, KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana, dan/atau program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip 5: Akuntabel
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Prinsip akuntabel KLHS sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak. Dengan prinsip ini pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana, dan/atau program bagi seluruh pihak.
Prinsip 6: Partisipatif
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program.
Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan, rencana, dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik. Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2JM per sektor dengan mempertimbangkan isu- isu pokok seperti: 1)
Perubahan iklim; 2)
Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; 3)
Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan; 4)
Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam; 5)
Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan; 6)
Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau; 7)
Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu- isu tersebut.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup Nomor 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2JM. Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut: a)
Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah: 1)
Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS; 2)
Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU NoMOR 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan:
1) Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
2) Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 3)
Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 4) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
KLHS fokusnya adalah pada tataran konsep dan bukan pada tataran disain teknis yang bersifat fisik, yang terakhir ini menjadi tekanan/fokus studi AMDAL.
8.2.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
Semua kegiatan investasi di bidang keciptakaryaan yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup memerlukan kajian lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Rencana kegiatan yang wajib AMDAL tertuang dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL, maka pihak pemilik kegiatan (pemrakarsa) wajib melaksanakan studi AMDAL. Studi AMDAL akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya dampak penting terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan alam maupun sosial di sekitar lokasi kegiatan. Sedangkan kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia tetap menyusun kajian lingkungan berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sebagai upaya dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh pemilik kegiatan (pemrakarsa). Pedoman pelaksanaan UKL-UPL tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan: 1.
Izin Lingkungan adalah: izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan
yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupsebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.
2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai
dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009, usaha dan/atau kegiatan wajib amdal adalah kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
3. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Berdasarkan Pasal 34 UU Nomor 32 Tahun 2009, usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL 4.
SPPL adalah Surat Pernyataan Kesanggupan dan Pemantuaan Lingkungan Hidup (SPPL) Berdasarkan
Pasal 35 UU 32/2009, Kegiatan tidak wajib UKL/UPL & tidak berdampak penting serta Kegiatan usaha mikro dan kecil membuat SPPL.
Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL atau SPPL ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota berdasarkan hasil penapisan. Penapisan dilakukan sesuai dengan pedoman penapisan UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam pelaksanaan penerbitan izin lingkungan, sehingga bagi usaha dan/atau kegiatan yang UKL-UPLnya ditolak maka pejabat pemberi izin wajib menolak penerbitan izin bagi usaha dan/atau kegiatan bersangkutan. UKL-UPL dinyatakan berlaku sepanjang usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan perubahan lokasi, desain, proses, bahan baku dan/atau bahan penolong. Bagi UKL-UPL yang telah dinyatakan sesuai dengan isian formulir atau layak, maka UKLUPL tersebut dinyatakan kadaluarsa apabila usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL diterbitkan.
8.3. Perlindungan Sosial Pada Tahap Perencanaan, Pelaksanaan Maupun Paska Pelaksanaan
Pembangunan Bidang Cipta Karya8.3.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada paska pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur Bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
o Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. o
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU Nomor 2/2012 tentang Pengadaan UU Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden Nomor 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.
o Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar. o
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden Nomor 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan.
o
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
o Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang Pedoman Penyusunan RPI2JM Bidang Cipta Karya berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing- masing.
Tugas dan wewenang pemerintah Kabupaten terkait aspek sosial Bidang Cipta Karya adalah: a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota; b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota; c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota; d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk Bidang Cipta Karya.
8.3.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan Bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran- saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program Bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan. Adapun tujuan dari konsultasi masyarakat adalah: o
Pengenalan dan pemberitahuan rencana kegiatan pembangunan kepada masyarakat; o Menumbuhkan rasa ketertarikan dan kepemilikan terhadap rencana kegiatan pembangunan; o Mengurangi kesenjangan (gap) antara pemilik proyek (pemerintah/swasta) dengan penerima manfaat/penduduk terkena proyek (masyarakat); o Menyiapkan dukungan untuk keberhasilan implementasi rencana kegiatan pembangunan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
8.3.3 Aspek Sosial pada Paska Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Output kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat.
Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk endapatkan akses pelayanan tersebut.
Tabel 8.3 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Paska Pelaksanaan Pembangunan3 Pengembangan Air Minum
Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Menjalin kerjasama dengan Pihak Swasta dalam penanganan Sampah, Air Limbah.
Melaksanakan sosialisasi PHBS. Pengelolaan sampai dengan metode 3R. Peningkatan sarana dan prasana sampah dan air limbah.
4 Penyehatan Lingkungan Permukiman
2015-2019 Seluruh Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Seluruh Kecamatan dan Desa Kabupaten Labuhanbatu Selatan Seluruh Kecamatan dan Desa Seluruh Kecamatan dan Desa
Membangun di masing- masing Kecamatan atau Desa Hidran Umum. Menjaga dan melestarikan sumber air bersih.
Peningkatan Jaraingan SPAM untuk seluruh Kecamatan dan Desa Mengikuti Program Pamsimas dan Sanimas.
2015-2019 Seluruh Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Bidang Cipta Karya
No. Sektor Program/Kegiatan Lokasi Tahun Jumlah Penduduk Yang Termanfaatkan Ket.Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Penguatan Perda Tentang tentang Permukiman. Menjaga bangunan adat.
2 Penataan Bangunan Dan Lingkungan
2015- 2019 Seluruh Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Penataan existing bangunan di Kabupaten. Melakukan sosialisasi masalah permukiman.
1 Pengembangan Permukiman
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2015-2019 Seluruh Kabupaten Labuhanbatu Selatan