PERKEMBANGAN TAFSIR ALQURAN DI SULAWESI SELATAN (Studi Kritis terhadap Tafesere Akorang Mabbasa Ugi Karya MUI Sulawesi Selatan)

  

RINGKASAN DISERTASI

PERKEMBANGAN TAFSIR ALQURAN DI SULAWESI

SELATAN (Studi Kritis terhadap Tafesere Akorang Mabbasa

  

Ugi Karya MUI Sulawesi Selatan)

  Diajukan sebagai salah Persyaratan untuk mendapatkan Pertimbangan untuk menduduki jabatan Guru Besar (Professor) Madya dalam Ilmu Tafsir Oleh: Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

  

N.I.P. 19741231 200501 1 032

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN

MAKASSAR

  

2010-2016 Pendahuluan Perkembangan tafsir Alquran di Sulawesi Selatan mengalami dinamika seiring dengan perkembangan studi Islam secara umum. Hal ini didukung oleh posisi strategis Alquran sebagai sumber utama ajaran Islam. Karya-karya tafsir bermunculan dengan aneka karakter dan khasnya masing-masing dipengaruhi maksud dan tujuan penulisannya. Tafsir-tafsir yang berciri lokal umumnya dipengaruhi oleh penulisnya serta rujukan-rujukan tafsir yang digunakan, yaitu tafsir-tafsir otoritatif yang ditulis oleh ulama Timur-Tengah. Kitab-kitab tafsir tersebut pada mulanya merupakan bacaan santri di pondok-pondok pesantren. Selain itu, karya-karya tafsir yang ditulis oleh sarjana muslim dari perguruan tinggi Islam memiliki karakter dan ciri ilmiah dengan pendekatan saintifik, yaitu lebih banyak pada kepentingan akademik.

  Terdapat beberapa karya tafsir yang ditulis oleh tim dan invidu yang muncul sebagai implementasi komitmen ulama dalam melaksanakan fungsinya sebagai khadim al-ummah (pelayan umat). Muncullah beberapa karya terjemah Alquran dan karya tafsir dalam bahasa lokal khususnya bahasa Bugis dengan aksara Lontarak. Karya-karya terjamah Alquran berbahasa Bugis misalnya karya KH. Hamzah Manguluang utuh 30 juz dari surah al-Fatihah hingga surah al-Nas. Demikian pula halnya yang ditulis oleh KH. Muhammad Djunaid Sulaiman.

  Sedangkan karya-kaya tafsir dalam dengan cirinya yang khas lokal yaitu karya tim MUI Sulsel yang diketuai oleh KH. Abd. Muin Yusuf sebagai Ketua Umum MUI Sulsel ketika itu. Selain itu, terdapat pula karya KH. Daud Ismail. Kedua tafsir itu merupakan karya tafsir lokal terlengkap di Sulsel. Keduanya ditulis dalam aksara Lontarak Bugis, sehingga menonjol sebagai karya tafsir lokal. Selain kedua tafsir tersebut terdapat beberapa karya tafsir lokal yang tidak atau belum lengkap 30 juz, ada yang merupakan kajian pada surah tertentu, juz tertentu, dan tema tertentu. Semuanya lahir sebagai respon terhadap kebutuhan umat pada masanya masing-masing.

  Kajian dalam disertasi ini lebih mengerucut atau fokus pada kajian tafsir berbahasa Bugis karya MUI Sulsel. Tulisan ini diwarnai dengan kajian tentang (1) maksud dan tujuan penulisannya, (2) sistematika bahasan dan metode penafsirannya, dan (3) pengaruhnya terhadap masyarakat.

  Maksud dan Tujuan Penulisan Tafsir Berbahasa Bugis Tafsir al-

  Qur’an al-Karim dan judul berbahasa Bugis Tafessere Akorang Mabbasa Ogi karya tim Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan didorong oleh maksud dan tujuan. Pertama, untuk menghadirkan sebuah penjelasan utuh yang dalam rangka memudahkan masyakat Bugis memahami kandungan Alquran.

  Hal ini berangkat dari sebuah realitas bahwa mayoritas umat Islam di Sulawesi Selatan saat itu mengalami kesulitan untuk memahami Alquran melalui khazanah tafsir klasik ( turats) yang ditulis dalam bahasa Arab. Dalam konteks itu, bahasa Bugis menempati posisi strategis sebagai medium yang memudahkan bagi masyarakat Bugis muslim untuk memahami kitab sucinya. Kedua, sebagai ikhtiar untuk melestarikan khazanah budaya lokal, yakni melestarikan bahasa Bugis.

  Munculnya tafsir berbahasa Bugis sebagai bagian dari khazanah tafsir di Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri, khususnya bagi masyarakat muslim di Sulawesi Selatan. Hal tersebut diharapkan akan semakin mengkristal dan terjaga kelestariannya dari ancaman kepunahan dengan digunakannya melalui penggalian makna-makna Alquran. Di tengah-tengah gelombang globalisasi, budaya lokal terancam punah, secara perlahan digantikan oleh budaya global. Ketiga, sebagai sumber inspirasi dan memberikan kontribusi secara intelektual. Karya-karya tafsir yang muncul dari generasi ke generasi sepanjang sejarah Alquran mulai awal nuzulnya sampai saat ini merupakan mata rantai yang tak terpisahkan. Tafsir Alquran berbahasa Bugis yang ditulis oleh tim MUI Sulawesi Selatan terinspirasi oleh tafsir-tafsir berbahasa daerah lainnya dan tafsir berbahasa Bugis yang lahir sebelumnya menyebarkan atau mengkomunikasikan Alquran secara efektif.

  Sistematika Bahasan dan Metodologi Penafsirannya Sistem atau pola penulisannya menurut penulisnya mengikuti pola al-

  Tafsir

  al-Wadhih yang ditulis oleh Muhammad Mahmud al-Hijazi. Sistimatika penyusunannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Penulisan teks ayat dimulai ayat 1 dan seterusnya; 3. Ayat-ayat tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Bugis dalam aksara Lontarak; 4. Dilakukan interpretasi dengan pendekatan sistemik (munasabah); 5. Dikemukakan penjelasan kandungan ayat; 6. Dijelaskan dengan mengemukakan aspek sosio-historis (asbab al-nuzul); 7. Penafsiran ayat dengan ayat atau riwayat Nabi dan pendapat ulama; 8. Adakalanya ayat-ayat Alquran dikomentari tanpa merujuk pada tafsir-tafsir rujukannya dan adakalnya merujuk pada tafsir otoritatif secara jelas

  Al-Tafsir al-Wadih yang ditulis oleh Muhammad Mahmud al-Hijazi yang menjadi rujukan dalam pola dan sistem penulisannya, walaupun dalam hal-hal tertentu, termasuk pengelompokan ayat seringkali jumlahnya berbeda dengan pengelompokan ayat pada al-Tafsir al-Wadih. Berdasarkan timbangan teori-teori penafsiran Alquran, khususnya metode penafsirannya, Tafessere Akorang Mabbasa

Ogi menggunakan metode ijmali, yakni mengemukakan secara umum, praktis, dan ringkas dalam menampilkan sisi hidayah Alquran. Akan tetapi, di sisi lain uraian

  aspek kebahasaan - yang merupakan ciri tafsir tahlili - pada kasus tertentu juga ditemukan. Tafessere Akorang Mabbasa Ogi ini dari segi konstruk metodologi masih tetap mengikuti penafsir-penafsir pendahulunya. Apa yang dilakukan oleh tim penulisnya terhadap Alquran lebih kepada tabyin, yaitu suatu usaha mufasir untuk memahami ayat-ayat Alquran setelah mendapatkan informasi dari tafsir dan takwil .

  Sitematika penyusunannya senantiasa bersandar pada kitab-kitab tafsir yang otoritatif, bahkan terkesan adakalanya hanya menyadur atau mengutip dari pendapat-pendapat ahli tafsir. Kesimpulan ini memperkuat pandangan Drewes yang menyatakan bahwa karya-karya umat Islam Indonesia, termasuk karya tafsirnya masih sangat kuat ketergantungan terhadap sumber-sumber berbahasa Arab ( turats). Di sisi lain, patut diteladani kejujuran ilmiah yang dimiliki oleh para penulisnya, khususnya ketika menyebutkan referensi yang digunakan. Dari segi sumber-sumber yang digunakan, tafsir lebih tampak sebagai perpaduan antara pendekatan riwayat dengan metode penalaran logis, atau dengan meminjam teori Tahir ibn ‘Asyur yaitu metode tafsir atsari nazhari.

  Dalam mengelaborasi ayat-ayat Alquran para penulis tafsir ini cenderung kepada pemikiran tekstual, yaitu suatu praktik penafsiran yang lebih berorientasi pada teks dalam dirinya. Artinya, dalam memahami suatu teks, penulisnya hanya melacak konteks penggunaannya pada masa ketika teks itu muncul. Dengan begitu pendekatan tekstual itu cenderung bersifat ke araban, karena teks Alquran turun pada masyarakat Arab sebagai audiensnya. Model seperti ini, analisisnya cenderung bergerak dari refleksi (teks) ke praksis (konteks). Itu pun, praksis yang menjadi muaranya lebih bersifat konteks turunnya ayat (sosio-historis) dibandingkan konteks realitas lokal (sosio-kultural) sehingga pengalaman lokal (sejarah dan budaya) tempat mufasir dengan audiensnya berada tidak menempati posisi yang signifikan

  .

  Akibatnya, tafsir model ini hampir tidak menyentuh konteks lokal khususnya wacana pemikiran keagamaan kontemporer, yaitu dinamika keagamaan bagi masyarakat Bugis. Tafsir ini lebih kepada sisi pengambilan hidayah dari Alquran dibandingkan pengambilan inspirasi menjawab permasalahan kontemporer dan prediksi ke masa depan dengan membaca tanda-tanda zaman sebagai sasaran teks.

  Kesimpulan di atas didasarkan analisis terhadap penafsiran ayat-ayat yang sering dihubungkan dengan beberapa masalah dan isu kontemporer khususnya masail fiqhiyyah yang diangkat, misalnya dalam masalah gugatan kewarisan 1 : 2. Dalam hal ini tafsir tidak banyak mengelaborasi ayat-ayat yang menjelaskan persoalan ini dan penafsirannya hampir hanya berkutat pada ayat itu sendiri. Artinya, tafsir ini tidak banyak melihat konteks masyarakat Islam dimana penulis tafsir dan audiensnya berada. Demikian pula halnya persoalan posisi perempuan, baik dalam wilayah domestik maupun wilayah publik. Argumen yang dikemukakan, hal ini dilakukan karena sasarannya masyarakat awam, dan demi terhindarnya umat Islam dari perdebatan yang dikhawatirkan meruntuhkan nilai-nilai kebersamaan.

  Keistimewaan dan Kekurangannya

  Tafsir al- Qur’an al-Karim atau Tafesere Akorang Mabbasa Ogi mempunyai beberapa keistimewaan sekaligus beberapa kelemahan dibandingkan dengan karya- karya tafsir berbahasa Bugis yang lain. Keistimewaannya meliputi: 1.

  Tafsir ini merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang otoritatif yang terdiri dari rujukan primer dan referensi sekunder;

  2. Tafsir ini dengan rujukannya yang bervariasi mempertemukan penafsiran dengan pendekatan riwayat dan pendekatan tafsir bi al- ra’yi; 3. Tafsir ini merupakan media komunikasi antara ulama Sulawesi Selatan dari berbagai latar belakang organisasi, mazhab, dan menghimpun potensi ulama senior dan junior; 4. Tafsir ini merupakan jawaban terhadap kesulitan umat Islam khususnya orang

  Bugis dalam memahami kitab sucinya melalui kitab-kitab tafsir yang ditulis dalam bahasa Arab;

  5. Tafsir ini mempunyai fungsi ganda; menjelaskan makna ayat-ayat Alquran dan melestarikan khazanah budaya lokal khususnya bahasa Bugis.

  Selain keistimewaannya, Tafsir al- Qur’an al-Karim atau Tafesere Akorang

  Mabbasa Ogi karya tim Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan mempunyai beberapa kekurangan.

  1. Tafsir ini sangat tergantung pada kitab-kitab tafsir rujukannya, sehingga penjelasannya bersifat kearaban atau kurang menyentuh persoalan aktual yang bersifat lokal; 2. Penafsiran dengan menggunakan riwayat tidak dilakukan secara selektif dan kritis;

  3. Otoritas keilmuan para penulis tidak berlatar belakang tafsir secara khusus meskipun kualitas wawasan keilmuannya tidak dapat diragukan; 4. Tafsir ini tidak mengalami perkembangan dalam merespon perkembangan globalisasi;

  5. Dari aspek fisik, penampilan sampul (desain cover) yang kurang menarik menurut beberapa informan.

  Pengaruhnya di Masyarakat.

  Beberapa indikator untuk mengukur tingkat pengaruh keberadaan tafsir tersebut di masyarakat meliputi:

  1. Sebagai bacaan dan rujukan dalam pengajian, 2.

  Sumber inspirasi penulisan terjemah dan tafsir Alquran, 3.

Kontribusi intelektual dalam dunia akademik

  Berdasarkan pengamatan, tafsir ini terlihat belum banyak mengisi beberapa perpustakaan dan toko-toko buku di Sulawesi Selatan kecuali di perpustakaan MUI Sulawesi Selatan, di Masjid Raya Makassar, Perputsakaan Pesantren al-Urwatul Wutsqa di Kab. Sidarap, sebagian masyarakat di Maros, Sengkang, Bone Selatan. Dibandingkan dengan jumlah toko buku, perpustakaan, dan populasi masyarakat muslim di Sulsel, Perputakan Digital Sulsel, dan di beberapa masjid. Keberadaanya belum signifikan diminati oleh masyarakat termasuk para jamaah dan pengunjung perpustakaan dibandingkat literatur tafsir berbahasa Indonesia dan berbahasa Arab. Keberadaan tafsir ini sulit ditemukan termasuk pada pengurus MUI sekarang kecuali hanya jilid 6-11 dapat ditemukan di kantor MUI Sulawesi Selatan, sedangkan jilid 1- 5 hanya diarsipkan oleh pihak keluarga K.H. Abd. Muin Yusuf di Kabupaten Sidrap. Tafsir ini lebih dikenal di Sidrap khususnya di kalangan keluarga K.H. Abd. Muin Yusuf dan santri al-‘Urwatul Wutsqa.

  Sebuah temuan penting dalam penelitian ini, yaitu bahwa akibat tidak maksimalnya perhatian masyarakat, pemerintah, dan MUI dalam merawat dan mempromosikan kitab ini maka terjadi pengambilalihan yang berujung pada terjadinya perubahan judul menjadi Tafsir al-

Mu‘in”. Jejak sejarah perjalanan tafsir menjadi hampir hilang atau “gelap”. Berdasarkan temuan ini, MUI Sulsel dan

  Pemerintah Propinsi mengembalikan kitab itu pada poros sejarahnya yang jelas dan memperjelas status tafsir itu sebagai karya tim MUI Sulsel yang penulisannya disokong oleh Pemerintah Propinsi (Gubernur) melalui dana BAZIS Propinsi Sulsel.

  Tafsir dan terjemah berbahasa daerah yang muncul itu dipengaruhi oleh beberapa karya-karya lokal yang lainnya. Karya-karya lokal baik terjemah dan tafsir tidak ditemukan secara khusus adanya pengaruh tafsir yang ditulis oleh MUI terhadapnya. Akan tetapi secara umum, ditemukan bahwa karya-karya terjemah dan tafsir lokal yang terpengaruh dan terinspirasi oleh tafsir-tafsir dan terjemah berbahasa Bugis umumnya. Karya terjemah dalam bahasa Makassar terinspirasi oleh tafsir berbahasa Bugis. Demikian pula halnya terjemah Alquran dalam bahasa Mandar.

  Pengaruh tafsir berbahasa Bugis ini terhadap dunia akdemik pada awalnya kurang mendapat perhatian. Hal ini terjadi karena tim penulisnya lebih aktif di luar kampus perguruan tinggi sehingga untuk memperkenalkan tafsir ini aksesnya terbatas, apalagi ketika para penulis satu persatu meninggal. Tafsir ini mendapat perhatian ketika dibukanya Program Pascasarjana (PPs) UIN Alauddin jurusan tafsir didukung oleh adanya misi UIN Alauddin untuk mengkaji Islam dan sains berbasis kearifan lokal. Disamping itu, salah satu matakuliah yang berperan mendorong terbukany akses ini adalah matakuliah “Sejarah Tafsir di Indonesia”. Para Professor yang memiliki otoritas dalam hal ini mengangkat tafsir lokal sebagai salah satu khazanah tafsir Nusantara yang perlu dikaji. Pengkajian terhadap tafsir ini dilakukan dalam bentuk makalah dan karya disertasi.

  Salah satu tantangan tafsir ini tidak memberi daya tarik yang signifikan, karena kesulitan membaca Lontarak, tidak hanya sulit bagi non Bugis, melainkan juga sulit bagi orang Bugis sendiri. Dari aspek fisiknya, desain sampul ( cover) yang

  • –menurut beberapa informan - kurang menarik. Tampilan covernya termasuk komentar-komentar penulis pada kulit buku yang tidak berisi bahasa yang memotivasi pembaca. Selain itu, munculnya berbagai karya tafsir yang “lebih dipercaya” memberikan jawaban tuntas terhadap permasalahan yang dihadapi. Faktor yang paling menentukan juga, yaitu kurangnya sosialisasi para pengurus MUI Sulsel dan lemahnya kerjasama serta dukungan, apalagi kuatnya pengaruh globalisasi, yakni perhatian terhadap informasi global mengalihkan perhatian para generasi Islam. Penutup 1.

   Simpulan

  Tafsir Alquran berbahasa Bugis merupakan salah satu karya tafsir yang memperkaya khazanah tafsir di Sulawesi Selatan yang muncul sebagai refleksi atau respon ulama terhadap kebutuhan umat Islam suku Bugis. Peran MUI, sebagai khadim al-ummah (pelayan masyarakat), mendorong lahirnya tafsir berbahasa Bugis. Selain itu, tafsir ini lahir sebagai upaya pemerintah melalui MUI Sulawesi Selatan untuk melestarikan khazanah lokal, yakni bahasa Bugis. Hal ini dipandang sebagai langkah strategis dalam rangka menghadapi persaingan global yang demikian berpengaruh terhadap budaya lokal. Globalisasi dapat mendukung kepunahan budaya lokal di satu sisi, karena perhatian masyarakat terhadap hal-hal baru yang tinggi di sisi lain, dunia menjadi tanpa batas, dan nilai-nilai dan kearifan lokal seolah tidak berpengaruh secara signifikan.

  Konstruksi metodologi penafsiran Alquran yang dikembangkan oleh tim MUI Sulawesi Selatan merujuk pada kitab-kitab tafsir otoritatif. Para tim penulis tafsir berbahasa Bugis ini menampilkan uraian yang bersifat global ( ijmali). Uraiannya tidak bergerak dari masalah-masalah aktual dan kontemporer, melainkan berangkat dari ayat-ayat Alquran itu sendiri. Ayat-ayat Alquran dibiarkan berbicara apa adanya sehingga adakalanya terkesan antara satu ayat dengan ayat lain maknanya “kontradiktif”.

  Seperti lazimnya karya-karya tulis yang lain, tafsir berbahasa Bugis yang ditulis oleh tim MUI Sulawesi Selatan tidak lahir dalam “ruang hampa”. Tafsir ini merupakan karya tafsir yang lahir dalam kitaran kondisi yang menuntut adanya figur pemimpin umat yang mampu tampil dalam posisi yang moderat. Ketika itu, hegemoni yang terjadi antara Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama serta organisasi Islam lainnya menuntut adanya figur pemimpin umat Islam yang mampu berdiri di atas semua golongan. Pemimpin yang dibutuhkan bukanlah pemimpin organisasi, tetapi pemimpin umat. MUI yang notabene saat itu merupakan organisasi Islam yang dianggap netral dan moderat, MUI mesti tampil sebagai perekat persatuan. Sebagai implementasinya, anggota tim penulis yang ada merupakan representasi dari semua organisasi Islam. Konsekuensinya, penafsiran yang dibangun tidak melakukakan keperpihakan, khususnya dalam masalah khilafiyya h furu‘iyyah untuk mencegah terjadinya perdebatan “jilid dua” diantara para penganut mazhab-mazhab dan organisasi yang berbeda.

  Munculnya tafsir ini membawa maksud dan tujuan strategis, yakni untuk mempersatukan umat Islam dengan membangun toleransi dan kebersamaan dan perjumpaan ilmiah. Keterwakilan dari setiap organisasi Islam dalam penulisan tafsir tersebut merupakan tujuan penting dari pembentukan tim penulis tafsir. Hal ini merupakan sesuatu yang mesti dipahami generasi Islam berikutnya. Terjadinya “kegelapan sejarah” pada tafsir ini disebabkan antara lain tidak adanya informasi sejarah yang akurat dan komprehesif. Sejarah penulisan tafsir dengan judul “Tafsir al-

  Qur’an al-Karim” atau “Tafesere Akorang Mabbasa Ogi” karya tim MUI Sulawesi Selatan” mengandung pesan-pesan historis-filosofis untuk mempererat silaturrahmi antara para ulama Sulawesi Selatan dan menujukkan kekompakan pemimpin umat.

  Terjadinya perubahan judul pada cetakan berikutnya menjadi “Tafsr al-

Mu‘in” yang mengandung kesan karya individu K.H. Abd. Muin Yusuf merupakan bentuk

  kegelapan jejak sejarah bagi tafsir ini.

  Dalam kaitan tesebut terdapat beberapa alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, tafsir ini ditulis oleh tim yang diketuai oleh K.H. Abd. Muin Yusuf dalam kapasitasnya sebagai ketua umum MUI Sulawesi Selatan. Kedua, penulisannya dibiayai oleh pemerintah propinsi dari dana BAZIZ diberikan kepada MUI. Ketiga, penulisan tafsir ini dalam bentuk tim bertujuan agar MUI mempersatukan ulama dalam melayani umat. Keempat, penulisan tafsir ini merupakan program kerja MUI Sulawesi Selatan ketika itu. Atas dasar inilah, indikasi klaim kepemilikan ( ownership claim) dan karya pribadi adalah tindakan yang tidak berdasar dan mendesak untuk diluruskan karena merupakan bentuk pelanggaran hak cipta.

  Hal ini juga terjadi karena kurangnya peran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dalam mendorong umat Islam khususnya pengurus MUI untuk melakukan pelestarian, perbaikan, dan penerbitan, serta pengembangannya. Pengurus MUI Sulawesi Selatan tidak mampu berbaat sendiri karena mengalami kendala finansial untuk hal tersebut. Hal ini sekaligus menunjukkan salah satu bentuk tidak efektifnya komunikasi antara pemerintah dan MUI Sulawesi Selatan yang perlu dibangun kembali dengan baik karena MUI merupakan mitra pemerintah.

  Tafsir yang ditulis oleh MUI Sulsel tersebut menggunakan metode ijamali (global). Dengan metode ini, penafsir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat, sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal lain selain arti yang dikehendaki. Di dalam uraiannya, penafsir membahas secara runtut berdasarkan urutan mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dikehendaki oleh ayat- ayat Alquran tersebut sebagaimana yang diaplikasikan oleh MUI Sulsel.

  Penafsirannya masih mengikuti penafsir-penafsir pendahulunya yakni senantiasa bersandar pada kitab-kitab tafsir yang otoritatif, bahkan terkesan seringkali hanya menyadur atau mengutip dari pendapat-pendapat ahli tafsir. Hal itu terjadi karena apa yang dilakukan oleh tim MUI Selawesi Selatan terhadap Alquran hanya lebih kepada “ tabyin”. Tabyin yaitu suatu usaha untuk memahami ayat-ayat Alquran setelah mendapatkan informasi baik tafsir maupun ta’wil. Selain itu, dari segi otoritas kesarjanaan, para anggota tim penulisnya tidak berlatarbelakang sarjana tafsir meskipun mereka sering membaca literatur tafsir. Akan tetapi karena menjelaskan Alquran merupakan tugas ulama sebagai pelayan umat ( khadim al- ummah) maka yang dilakukan oleh MUI adalah meletakkan dasar yang perlu dilanjutkan oleh generasi sesudahnya khususnya para sarjana tafsir agar mereka melakukan penafsiran Alquran yang lebih baik dan lebih komprehensif, metodologis, serta mendialogkan Alquran dengan persoalan kontemporer.

  Metodologi penafsiran yang relevan Alquran untuk menjawab masalah atau kasus-kasus tertentu yang ada adalah metode tematik ( mawdu‘i). Metode tafsir maw du‘i yaitu metode penafsiran ayat Alquran dengan cara menghimpun seluruh ayat Alquran yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Dengan metode ini, penafsir akan dapat meletakkan ayat-ayat Alquran secara proporsional dan dapat melahirkan kesimpulan ( istinbat) hukum secara tepat yang didukung oleh berbagai ayat yang saling berkaitan secara utuh.

  2. Rekomendasi Sebagai kajian awal terhadap karya tafsir yang menggunakan bahasa Bugis, karenanya penulis merekomendir untuk kajian selanjutnya. Penelitian terhadap tafsir berbahasa Bugis ini memberikan beberapa catatan penting bagi penelitian tafsir secara khusus dan penelitian sebuah karya secara umum.

  1. Pengetahuan mengenai sejarah penulisan sebuah tafsir akan memberikan petunjuk mengenai substansi penafsiran serta latar belakang sosio historis lahir suatu pendapat, karena tafsir merupakan respon terhadap situasi dan wacana yang terjadi ketika tafsir itu ditulis. Kegagalan menghubungkan suatu pendapat dengan konteksnya akan berdampak pada terjadinya perdebatan yang tidak efektif.

  2. Penulisan tafsir secara kolektif yang penting dikembangkan oleh para sarjana dalam rangka menghimpun keragaman latar belakang keilmuan para penulis kandungan Alquran agar dapat terungkap secara komprehensif sebagai upaya mengintegrasikan berbagai ilmu pengetahuan dengan Alquran. Pemisahan ilmu pengetahuan telah mengakibatkan terjadinya otoritas mufasir yang hanya melihat Alquran dari aspek yang parsial dan dikotomistis. muslim, juga dibutuhkan untuk memberikan jawaban terhadap berbagai masalah kontemporer di Sulawesi Selatan khususnya. Dalam kaitan itu, sudah saatnya metode tematik diaplikasikan agar mufasir mampu menjawab secara komprehensif terhadap masalah-masalah yang dihadapi umat manusia dan menjadikan Alquran berlaku universal ( hudan li al-nas), petunjuk bagi manusia.

  4. Perbedaan pendapat antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya adalah suatu keniscayaan. Dalam konteks itulah, sikap terbuka dan toleran adalah salah satu solusi untuk mempererat persaudaraan ( ukhuwwah) antarsesama umat. Penulisan “Tafesere Akorang Mabbbasa Ogi” dalam bentuk tim memberikan sebuah keteladanan kepada umat Islam untuk lebih mengedepankan nilai ukhuwwah dalam menyikapi perbedaan aliran dan mazhab karena tafsir ini lahir berkat kerjasama yang baik dari sumber daya ulama dan sarjana Islam.

  Bugis dengan aksara Lontarak untuk dilestarikan sebagai bagian dari kebudayaan Nasional. Kekayaan bangsa dan pembangunan berkelanjutan harus berangkat dari akar budaya dan kearifan lokal yang dimiliki oleh suku-suku bangsa di seluruh Nusantara termasuk nilai-nilai budaya Bugis. Sebuah bangsa akan eksis dan besar jika pembangunannya berangkat dari akar budayanya sendiri. Alquran sebagai teks, ia merupaka respon Ilahi terhadap budaya masyarakat Arab sebelum dan ketika turunnya Alquran. Hal ini memberikan isyarat untuk terus mendialogkan Alquran konteks dan dinamika yang terjadi.

  • . “Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan.” dalam Taufiq Abdullah (ed).
  • . Selayang Pandang Uraian tentang Islam dan Kebudayaan dalam
  • .
    • .
    • .
    • .

  Syeikh Yusuf: Seorang Ulama, Sufi, dan Pejuang, t.tp., 2005. Abu> al-

  Naqd al-Khit}a>b al-Di>ni>. Kairo: S\i>na> li al-Nas}r, 1992.

  IV; Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005.

  Tekstualiatas Alquran: Kritik terhadap ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Cet.

  Mafhu>m al-Nas}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Terj. Khoiron Nahdhiyyin.

  Menalar Firman Tuhan: Wacana Majaz dalam Alquran Menurut Mu’tazilah. Cet. I; Bandung: Mizan,2003.

  H{asan, ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn H{abi>b al-Mawardi> al-Bas}ri> al-Nukatu wa ‘Uyu>n Tafsi>r al-Mawardi>. Juz I, Cet. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t. th. Abu> Zayd, Nas}r H{a>mid. al-Ittija>h al- ‘Aqli> fi> al-Qur’a>n: Dira>sah fi> Qad}iyyat al-Maja>z fi> al- Qur’a>n ‘Inda al-Mu‘tazilah. Terj. Abdurrahman Kasdi & Kamka Hasan dengan judul

  Buku Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi di Indonesia. Ujung Pandang: IAIN Alauddin 1980.

  DAFTAR PUSTAKA

  Agama dan Perubahan Sosial. Cet. III, Jakarta: PT. Rajawali,1983.

  Mahasin et.al (ed.). Ruh Islam dalam Budaya Bangsa, Aneka Budaya Nusantara. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996.

  Abu Hamid . “Sistem Nilai Islam dalam Budaya Bugis-Makassar.” dalam Aswab

  ” dalam Muhammad Ruslan, et. al. Ulama Sulawesi Selatan: Biografi Pendidikan dan Dakwah. Cet. I; Makasar: Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Sulawesi Selatan, 2007.

  Tingkah Laku dan Pandangan Hidup Bugis-Makassar, Jakarta: Inti Dayu, 1985. Abdullah, Taufik (Ed.). Sejarah dan Masyarkat. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987 . Abna, Nurjannah. “AG. H. Muhammad Djunaid Sulaiman, Ulama “Berdarah Biru.

  A. Buku/Kitab Abdullah, Hamid. Manusia Bugis-Makassar: Suatu Tinjauan Historis terhadap Pola

  Rethinking the Quran. t. tp.: Towards a Human istic Press, 2004.

  Us}u>l al-Bah}s\ al- ‘Ilmi> wa Us}u>luh. Libya: t.p., 1977.

  Anre Gurutta’ Ambo Dalle Maha Guru dari Bumi Bugis. Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009.

  Badr, Ahmad.

  Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Cet. IV, Bandung: Mizan, 1998.

  Awsi>, ‘A<li>. al-T}ab a’t}aba‘i> wa Manhajuhu> fi> Tafsi>rihi> al-Mi>za>n. Taheran: al- Jumhu>riyyah al-Isla>miyyah fi> I<ra>n, 1975. Azi>zi>, A. Qodri. Pengembangan Ilmu-ilmu Keislaman. Cet. I; Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, 2003. Azra, Azyumardi.

  Arkoun, Muhammad. al-Isla>m: al-Akhla>q wa al-Siya>sah. Beiru>t: al-Markaz al-Inma’ al-Qaumi, 1986. A.W. Munawwir. Kamus al-Munawwir. Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984. al-

  Samudra al-Fatihah. Cet. IV; Surabaya: Bina Ilmu, 1976. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Pendekatan dan Praktek. Ed. IV, Cet. XII; Jakarta: Renika Cipta, 1999.

  Arifin, Bey.

  Amal, Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Quran. Cet. I; Yogyakarta: Foruka Kajian Budaya dan Agama, 2001. Anshory, M. Nasrudin.

  Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya>, Abu> al-H{usayn.

  ‘a>ni> fi> Tafsi>r al- Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Mas\a>ni>. Jilid I, II, VIII, XV, Beiru>t: Da>r al- Fikr, t. th.

  A.M. Saifuddin, et. al. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islami. Cet. II; Bandung: Mizan, 1990. al-Alu>si>, Abu> al-Fad}l Syiha>buddi>n al-Sayyid Mah}mu>d. Ru>h} al-Ma

  Alma> ‘i>, Z}a>hir Ibn ‘Iwa>d. al-Dira>sah fi> Tafsi>r al-Mawd }u>‘i> li al-Qur’a>n. Riya>d}: t.p., t. th.

  Sebuah Tinjauan Filosofis”. dalam Amin Abdullah, et. al., “Mazhab Jogja: Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer. Cet. I; Jogyakarta: Ar-Ruzz Press, 2002.

  “Tranformasi Kelekturan di Pesantren al-‘Urwat al-Wus\qa>”. dalam Abd Azis di Bone. Transformasi Kelekturan di Pesantren Sulawesi Selatan. Ujungpandang: Balai Penelitian Lektur Keagamaan, 1993. Ainurrafiq. “Menawarkan Epistemolgi Jama>‘i> sebagai Epistemologi Ushul Fiqh

  Mu‘jam Maqa>yis al-Lugah. Di- tah}qi>q oleh ‘Abd al-Sala>m Muh}ammad Ha>run, Juz II, t. tp.: Da>r al-Fikr, 1979. Ahmad , Kadir.

  • . (ed.), Perspektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989.
al-Bagawi>. Tafsi>r Ma ‘a>li>m al-Tanzi>l. Juz I, Misra: Maktabah al-Tija>riyyah al-Kubra>, t. th.

  Baidan, Nasruddin. Metodologi Penafsiran Alquran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

  • . Perkembangan Tafsir Alquran di Indonesia. Cet. I; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.
  • . Wawasan Baru Ilmu Tafsi>r. Cet I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
  • . Metodologi Penafsiran Alquran. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

  al-Baid}a>wi>, Zakiuddi> n. “Al-Ruju>‘ ila> al-Qur’a>n” dalam Pradana Boy-M-Hilmi Faiq (Ed.) Kembali ke Alquran Menafsir Makna Zaman. Malang: UMM Press, 2004. al-Ba>qi>, Muh}ammad Fua>d. al-Mu ‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m.

  Kairo: Da>r al-Sya ‘bi, 1945. al-Baqilla>ni>/al-Qa>d}i> Abu> Bakar Muh}ammad ibn Ayyib. al-Ins}a>f fi> ma> yajib

  I’tiqa>duhu> wa la> Yaju>zu al-Jahl bih. (ed.), Mesir: Maktabat Nasyr al- S\|aqa>fah, 1950. al-Biqa>

  ’i>, Ibra>hi>m ibn ‘Umar. Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar. Juz III, t.t.p., t.th. Bodi, Muhammad Idham Khalid. al-

  Qur’a>n al-Kari>m wa Tarjamatuhu> ila> al- Lugatayn, al-Indu>ni>siyyah wa al-

  Mandariyyah/Karoang Mala’bi anna Battuanna Tama di Basa Indonesia anna Mabasa Mandar. Cet. I, al- Madi>nah al-Munawwarah: Mujamma ‘al-Ma>lik Fahz, 1423 H.

  Bogdan, Robert C & Biklen. Qualitative Reseach for Education; and Introduction to Theory and Methods, Allyn and Bacon.Boston London: t.p., 1982. Brenner, Louis

  . “Introduction”. dalam Louis Brenner (ed). Muslim Identity and ocial Change in Sub-Saharian Afrika. London: Hursand Company, 1993. Brinkerhoff, Robert O, et.al. Programe Evaluation:

  Practitioner’s Guide for Trainers and Educators. Michigan: Evaluation Center, Westen Michigan University, 1983. Bruinessen, Martin van. dalam Pesantren dan Kitab Kuning: Pemeliharaan dan Kesinambungan Tradisi Pesantren.

  “Ulu>m al-Qur’a>n.” III (4) 1992. Burha>nuddi>n, Ibra>hi>m ibn

  ‘Umar ibn H{asan al-Ruba>t} ibn A<li> ibn Abi> Bakar.Naz}m al- Durar fi> Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar. Jilid I, Mesir: Da>r al-Kutub al- Isla>miyyah, 1976. Burhanuddin, Mamat S.. Hermeneutika Alquran ala Pesantren; Analisis terhadap Tafsi>r Mara>h Labi>d Karya K. H. Nawawi Banteng. Cet. I; Yogyakarta: UII Press, 2006.

  Cawidu, Harifuddin. Konsep Kufr dalam Alquran; Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1991. CA. Qadir. Philosophy and Science in the Islamic World. diteriemahkan oleh Hasan

  Basri dengan judul. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Ed. I, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989. Chirzin, Muhammad. Al-

  Qur’a>n dan ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Cet. I; Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998. Darra>z, Abdulla>h. al-Naba ’ al-’Az}i>m. Cet. III; Kuwait: Da>r al-Qiblat, 1974. Departemen Agama RI. Alquran dan Tafsirnya. Jilid I-X, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran, 1981/1982. Departemen Agama. Sya>mil al-

Qur’a>n, Al-Qur’an Terjemah Per-Kata. Jakarta:

  Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran Revisi Terjemah, Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Departemen Agama RI, 2007. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet.

  VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

  • . Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002
  • . Upacara Tradisional Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Dirjen Kebudayaan, 1982.

  Dirjo, Sartono Karto. “Metode Penggunaan Bahan Dokumen” dalam Koentjara- ningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994. Djajasudarma, Fatimah. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco, 1993.

  Djunaid Sulaiman, K.H. Muhammad. al-Tiz|ka>r. Mekkah: t. p., 1364 H.

  Dot, Crippan. “Content Analysis: Introduction to its Theory and Methodology.

  ”Terj. Farid Wajdi dengan Judul Analisis Isi: Pengantar dan Metodologi. Cet. I; Jakarta: CV Rajawali, 1991.

  Esack, Farid.

  Qur’an Liberation and Pluralsim: an Islamic Perspective of Interrelegious Solidarity Against Oppression. Oxford: Oneworld, 1997. al-Farma>wi>

  , ‘Abd al-H{ayy. al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Muw d}u>‘i>. Cet. II; Cairo: al- H{ad}a>rah al- ‘Arabiyyah, 1977. Federspiel, Howard M. Kajian Alquran di Indonesia. Cet. I; Bandung: Mizan, 1996 .

  • .

  Popular Indonesian Literature of the Qur’an. Cet. I; Bandung: Mizan, 1996.

Getteng, Abd. Rahman. Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan Tinjauan Historis dari Tradisional Hingga Modern. Cet. I; Penerbit Graha Guru, 2005

  G. J. Wollhoof dan Abdurrahim. ”Sedjarah Goa.” Bingkisan, Seri A, No. 1.

  Makassar: Yayasan Kebudajaan Sulawesi Selatan & Tenggara, t. th. Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. Cet.

  I; Jakarta: Teraju, 2003. al-H{ami>d, Muh} sin ‘Abd. al-Alu>si> Mufassiran. Bagda>d: Mat}ba‘ah al-Ma‘a>rif 1388 H/1954 M.

  H{anafi, H{asan. al-Di>n wa al-S|awrah. Vol. 1, Kairo: Madbouly, 1989. H.A.R. Tilaar. Beberpa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perpektif Abad 21. Jakarta: Indonesia Tera, 1999.

  • . Mutiara Surah al-Fatihah; Analisa Syekh Muhammad Nawawi Banten. Jakarta: CV. Kafur , 2000.

  Hasan, AG. H. A. Marzuki. Shalat Malam Sumber Kekuatan jiwa: Tafsir Surah Al- Muzzammil. Cet. I, Makassar: Da>r al-Istiqa>mah Press, 2004. Hassan, Ahmad Rifa

  ’i. Warisan Intelektual Islam Indonesia; Telaah atas Karya- Karya Klasik. Bandung: Mizan, 1987. Hasrun, Muhammad dan St. Khadijah. AG. H. Abdul Muin Yusuf; Ulama Pejuang dari Sidenreng. dalam Muhammad Ruslan dan Waspada Santing (ed.). Ulama

  Sulawesi Selatan; Biografi Pendidikan dan Dakwah. Cet. I; Makassar: Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Sulawesi Selatan, 2007. Hastings, James (ed. In Chief). Encyclopedia of Relegion and Eyhics. Vol. III, New York: Scniber’s Sons, t. th. al-Ha>syimi>, Ayyid. Jawa>hir al-Bala>gah. Cet. XII; t.tp: Maktabah Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-

  ‘Arabiyyah, 1379H./1860 M. Head, C.F. Alfred North White. Science and the Modern World. London: A Mentor Book, 1925.

  Hornby, A S.

  Oxford Advanced Lea rner’s Dictionary of Current English. Fifth Edition, New York: Oxford University Press, 1995. Ibn H{anbal, Ah{mad. Musnad Ahmad. Ba>b Ba>qi> al-Musnad al-Sa>biq, al-Maktabah al-Sya>milah edisi ke-2. hadis no. 23959 dan Kita>b Ba>qi> Musnad al-Muks\iri>n Ba>b Musnad Anas ibn Ma>lik, nomor hadis 1109. Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, (CD ROM), Kita>b al-Muqaddimah Ba>b Fad}l ‘ala> al- ’Ulama> wa al-Has\s\u ‘ala> T{alab al-‘Ilm, nomor hadis 225.

  Ibn Manz\u>r. Lisa>n al- ‘Arab. Jilid V, Beiru>t: Da>r al-S}a>dir, t. th. Ibn al-Muni>r/Ah}mad ibn Muh}ammad al-Iskandari> al-Ma>liki>. al-Intis}a>f fi> ma>

  Tad}ammanuhu> al-Kasysya>f min al-Isti ‘za>l. Jili I, t.p., t.th. Ibn Quda>mah. al-Mugni> fî Fiqh Ima>m al-Sunnah Ahmad ibn H}anbal al-Syaiba>ni>. Juz III, Riya>d}: Maktabah al-Riya>d} al-Hadi>s\ah, 1980.

  I bn ‘Us\ma>n al-Sabt, Kha>lid.

  Qawa>‘id al-Tafsi>r Jam‘a>n wa Dira>satan. Kairo: Da>r Ibn ‘Affa>n,1421 H. Ibra>hi>m , Muh}ammad Isma>‘i>l. Al-

  Qur’a>n wa I‘ja>zuhu>- al-‘Ilmi>. Qa>hirah: Da>r al-Fikr al- ‘Arabi>, t. th. Ibrahim, Muhammad Kasim. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, Cet. I; Surabaya: Pustaka Tinta Emas, 1993 . Ismail, Daud.Tafsi >r al-Muni>r Mabbicara Ugi. jilid I-X, Makassar: CV. Bintang Lamumpatue, 2002.

  • . “Pengantar”, dalam H. Hamzah Manguluang.Tarjamah al- Qur’a>n al-

  Kari>m, Akorang Malebbié> Mabbicara Ogi. juz II, jilid I, Ujung Pandang: Toko Pesantren, t. th. al-Jazi>ri>,

  ‘

  Abd. al- Rah}ma>n ibn Muh}ammad ‘Aud}. Kita>b al- Fiqh ‘ala> Maz\a>hib al- Arba‘ah. Juz IV, Cet> I; Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, 1996 M/1416 H.

  J. J. G. Jansen. Diskursus Tafsir Alquran Modern. Terj. Hairussalim dan Syarif Hidayatullah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997. J. Noorduyn. Variation in The Bugis/Makassarese Script. Leiden: BKI 147, 1991.

  • .

  Islamisasi Makassar. Jakarta: Bhratara, 1972. al-Jurja>ni>, Ahmad. Kita>b al-Ta ‘ri>fa>t. Mesir: Da>r al-Ma‘a>rif, 1965. al-Juwaini, Mus}t}afa> al-Shawy. Manhaj fi> al-Tafsi>r. Iskandariyyah: al-Ma‘a>rif, t. th. al-Kha>lidi>,

  ‘Abd al-Fatta>h}. Al-Tafsi>r al-Mawd }u>‘i> Bayn al-Naz}ariyyah wa al-Tat}bi>q; Dira>sah Naz}ariyyah wa Tat}bi>qiyyah Murfaqah bi Nama>z\ij wa Lat}a>if al-Tafsi>r al-Mawd }u>‘i>. Yordania: Da>r al-Nafa>is,1997. al-Khawa>rizmi>, Abu> al-Qa>sim Muh

  }ammad ibn ‘Umar al-Zamakhsyari>. al- Kasysya>f ‘an H{aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi> Wuju>h al-Ta’wi>l, tah}qi>q ‘Abd al- Razza>q al-

  Mahdi>, jilid I, Cet. I; Beiru>t: Da>r Ihya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi> dan Muassasah al- Ta>ri>kh al’Arabi>, 1997 M./1417 H. Krippendorf, Klaus. Content Analyisis Introduction to its Theory and Methodology.

  Terj. Farid Wajdi, Pengantar Teori dan Metodologi. Cet. I; Jakarta: Rajawali, 1991. Kuntowijoyo dalam “Tiga Tahap Perkembangan keilmuan di Indonesia: Mitologi, Ideologi,dan Rasional ”. Prisma. edisi ekstra, 1994. L.R. Simatupang. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajamadah University Press, 1996. Lubis, Nabilah. Syekh Yusuf, Menyingkap Intisari Segala Rahasia. Cet I; Bandung: Mizan, 1996. Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Cet. IV; Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000.

  • .

  “Konsep Asba>b al-Nuzu>l: Relevansinya bagi Pandangan Historis segi- segi Tertentu Ajaran Keagamaan”. dalam Budhy Munawwar Rahman (ed.). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994.

  Maershall, Catherine & Grethen B. Rossman, Designing Qualitative Research.

  Second Ed. London: Sage Publications International Educational and Professional Publisher, 1994. Malik bin Nabi. Le Phenomena Quranique. Terj. Abdussabur Syahin. al-Z}a>hirah al- Qur’a>niyyah. Libanon: Da>r al-Fikr, t.th. M. Amin, Miska. Epistemologi Islam dalam Perspektif dalam Islam Indonesia Menatap Masa Depan. Cet. I; Jakarta: LP3M, 1989. Manguluang, H. Hamzah. Riwayatku dan Riwayat Guru Besar K. H. M. As ‘ad.

  Sengkang: t. tp.: 1990. Manser, Martin H..

  Oxford Learner’s Pocked Dictionary. Oxford University Press, 1995. Mappangara, Suriadi dan Irwan Abbas. Sejarah Islam di Sulawesi Selatan. Cet. I; Makassar: Lamacca Press, 2003. Martan, K.H. M. Yunus.

  Tafsi>r al- Qur’a>n al-Kari>m bi al-Lugah al-Bu>qisiyyah, Tafsere Akorang Bettuang Bicara Ogi, Juz Tilkarrusulu. Cet. I; Sengkang: Adil, 1381 H./1961 M.

  Muh. As ‘ad, K.H. Tafsi>r Su> rah ‘Amma bi al-Lughah al-Bu>qisiyyah,Tafsere Bicara

  Ogina Su> rah ‘Amma. Sengkang: t.p., t. th.

  • .

  Tarjumah al- Qur’a>n al-Kari>m, Tarjumana Akorang Malebbie Mabbicara Ogi. Jlid I, Juz I-X, Ujung Pandang: Toko Buku Pesantren, 1985. Masri Singarimbun. “Metode dan Proses Penelitian”. dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (ed.). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 1989. Mattaliu, Abdurrazak dan Andhy Pallawa.

  H. M. Dg. Patompo Biografi Perjuangan. t. tp., Yayasan Pembangunan Indonesia, 1997. Matthes, Benjamin Frederik. Boegineesche Chrestomathie. dalam “Bicaranna Latoa” Amesterdam: Het Nederlan Bijbelgnootschap, 1874. Mattulada. Latoa: Suatu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Universitas Gaja Mada, 1985.

  .“Islam di Sulawesi Selatan ”. dalam Taufik Abdullah (ed.). Islam dan

  • Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Press, 1983.
  • . Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah. t.tp.: Bhakti Baru-Berita Utama, 1982.

  M. Galib M “Ahl al-Kita>b dan Cakupannya. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998. M. J. Bass, et. al., Conducting Research in Practice Setting. Newburry Park: Sage Publications, 1972.

  M. Ramli, Asep Syamsul. Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah bi al- Qalam. Cet I; Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2003. Mudzhar, M. Atho. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek.

  Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Muh}ammad,

  ‘Abdul ‘A<t}i>. al-Fikr al-Siya>si> li al-Ima>m Muh}ammad ‘Abduh. Kairo: al- Hai’ah al-Mis}riyyah li al-Kita>b, 1978.

  Muhammad Arkoun, Algeria dalam Shireen T Hunter (ed.). The Politics of Islam Revivalism. Blomington: Indiana University Press, 1989. Muh}ammad al-

  Qurt}ubi>, Abu> ‘Abdilla>h. al- Ja>mi‘ li Ah}ka>m al-Qur'a>n. Jilid I, Beiru>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s|\ al-‘Arabi>,1985. Mukhlis. (ed), Dinamika Bugis-Makassar. Cet. I; t. tp: Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan YIIS, 1986. al-Munawwar, Sayyid Agil Husin dan Masykur Hakim.

  I ‘ja>z al-Qur’a>n dan Metodologi Tafsir. Cet. I; Semarang: Dina Utama Semarang, 1994. Mus}t}afa> al-Mara>gi>, Ah}mad. Tafsi>r al-Mara>gi>. Jilid I, Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1394 H. Muslim.

  S}ah}}i>h} Muslim. bab Inqida>’ ‘Iddah al-Mutawaffa> ‘Anha> Zawjaha>, Juz VII, No. Hadis 2728. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rineka Cipta, 1990. al-Nami>ri>,