Tata Ruang - Repositori Dokumen Elektronik 2 bulletinCK des10

LiPuTAn Khusus
Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi
Rusun Bidara Cina 9

inFO BAru 2
Penanganan Permukiman Kumuh
Melalui Aset-Aset Produktif Komunitas 17

ADB PuAs,
KinerjA ris-PnPM TAhAP ii
LeBih BAiK

Edisi 12/Tahun VIII/Desember 2010

Rusunaw a
untuk M engurangi,
Bukan M enambah Kekumuhan

daftar isi
DESEMBER 2010


Berita Utama
4

Rusunaw a untuk
M engurangi, Bukan
M enambah Kekumuhan

6

Kinerja dan M anfaat
Rusunaw a Dari Kaca M ata
Building Life Cycle

http://ciptakarya.pu.go.id

Pelindung
Budi Yuwono P
Penanggung Jawab
Danny Sutjiono
Dewan Redaksi

Antonius Budiono, Tamin M. Zakaria
Amin, Susmono, Guratno Hartono,
Joessair Lubis,
Budi Hidayat
Pemimpin Redaksi
Dwityo A. Soeranto, Sudarwanto
Penyunting dan Penyelaras Naskah
T.M. Hasan, Bukhori
Bagian Produksi
Djoko Karsono, Emah Sadjimah,
Radja Mulana MP. Sibuea,
Djati Waluyo Widodo, Aulia UI Fikri,
Indah Raftiarty
Bagian Administrasi & Distribusi
Sri Murni Edi K, Ilham Muhargiady,
Doddy Krispatmadi, A. Sihombing,
Ahmad Gunawan, Didik Saukat Fuadi,
Harni Widayanti, Deva Kurniawan,
Mitha Aprini, Nurfhatiah
Kontributor

Panani Kesai, Rina Agustin Indriani,
Nieke Nindyaputri, Hadi Sucahyono,
Amiruddin, Handy B. Legowo,
Endang Setyaningrum, Syamsul Hadi,
Didiet. A. Akhdiat, Muhammad Abid,
Siti Bellafolijani, Djoko Mursito,
Ade Syaeful Rahman,
Th. Srimulyatini Respati,Alex A.Chalik,
Bambang Purwanto,
Edward Abdurahman, Alin B. Setiawan,
Deddy Sumantri,
M. Yasin Kurdi, Lini Tambajong
Alamat Redaksi
Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru
12110 Telp/Fax. 021-72796578
Email
publikasi_djck@yahoo.com
Redaksi menerima artikel, berita,
karikatur yang terkait bidang cipta
karya dan disertai gambar/foto

serta identitas penulis. Naskah
ditulis maksimal 5 halaman A4,
Arial 12. Naskah yang dimuat akan
mendapat insentif.

Liputan Khusus
9

Efektivitas Pengelolaan
Sistem Sanitasi Rusun
Bidara Cina

4

Info Baru
12 ‘Jangan Bicara PAM SIM AS
Tanpa Dampak Terukur’

17 Penanganan Permukiman
Kumuh M elalui Aset-Aset

Produktif Komunitas

20 M enimbang Solusi Relokasi
Korban M erapi

Inovasi
23 Bio-Butanol, Energi Baru
dari Sampah M akanan

26 Peduli Air M inum dan
Sanitasi, Untuk Kita Sendiri

20

28 BLUD SPAM di ‘Duo’
Kupang Banyak Untungnya

Gema PNPM
29 ADB Puas, Kinerja RIS-PNPM
Tahap II Lebih Baik


Resensi
33 STATE OF THE WORLD
2010 Transforming
Cultures:From Consumerism
to Sustainability

29

editorial
Bangun Rusunaw a Harus Disertai Sinergi
Sejak pertama dibangunnya Rumah Susun Sederhana Sewa oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dari
RPJMN 2004-2009 lalu, permasalahan tak kunjung usai. Karenanya, dambaan agar Rusunawa menjadi
model alternatif penurunan kawasan kumuh di perkotaan melalui penyediaan hunian vertikal semakin
memudar. Dari masalah lahan, infrastruktur dasar seperti air minum, listrik, hingga aksesibilitas dan fasilitas
umum. Dari 193 Twin Block yang telah dibangun Ditjen Cipta Karya lima tahun terakhir, permasalahan
tersebut menjadikan 53 TB diantaranya belum dihuni. Sebenarnya kondisi tersebut bisa dicegah jika sejak
awal ada sinergi pemerintah pusat dan daerah dan dibarengi komitmen yang kuat dari Pemda sesuai
peraturan yang berlaku.
Pembangunan Rusunawa adalah salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi

masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rusunawa seharusnya mampu membantu perkotaan dalam
menyediakan hunian yang layak untuk warganya. Perkotaan masih menjadi penanggung beban paling
berat terkait penyediaan perumahan. Saat ini pembangunan atau pengembangan rumah baru mencapai
600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit
pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi
tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan
rumah tangga baru rata-rata sebesar 820.000 unit rumah per tahun.
Buletin Cipta Karya edisi akhir tahun 2010 ini akan sedikit mengulas tentang permasalahan Rusunawa
di Indonesia. Selain itu, perlu kami sajikan juga permasalahan PAMSIMAS dalam tahapannya dengan
mengungkapkan kasus-kasus di beberapa daerah. Kemudian simak juga pernyataan Direktur Jenderal
Cipta Karya bahwa jika kita bicara Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau
PAMSIMAS tidak bisa dilihat dari ketersediaan air minum belaka. Di sana ada unsur sanitasi, perilaku hidup
sehat, masyarakat yang mampu memberdayakan dirinya sendiri, mampu menentukan program dan
keberlanjutannya.
Di bidang air minum, tidak kalah menariknya ulasan tentang SPAM Regional, di mana pertengahan
Desember lalu telah disepakati antara Bupati Kupang, Gubernur NTT, Walikota Kupang dan Dirjen Cipta
Karya tentang penyerahan pengelolaan sarana dan prasarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang
melayani air minum di wilayah Kota Kupang ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya
Pemprov NTT membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk mengelola unit produksi, transmisi,
dan distribusi dari mata air Baumata, Oenesu, Kolhua, dan Bonem. Diharapkan SPAM Regional ini mampu

menyumbangkan keuntungan yang lebih dibandingkan jika dikelola sendiri-sendiri. Tentu juga menjadi
pelajaran bagi daerah lain yang masih bermasalah dalam pengelolaan air minum dan air bakunya.
Foto Cover :

Rusunaw a M arisso, M akassar
2009

Selamat membaca dan berkarya!

.....Suara Anda
Acuan Biaya Konsultan
Mohon saya dibantu untuk mendapatkan lampiran SK Ditjen SK yang
berisikan acuan biaya konsultan untuk perencanaan gedung pemerintah, terima kasih.
Mesranie dan Ikhsan
Kepada Yth. Mesranie dan ikhsan
1. Ralat, lampiran SK Ditjen CK sudah berubah menjadi Peraturan
Menteri PU yang berisikan acuan biaya konsultan untuk perencanaan
gedung pemerintah yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/

PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan

Gedung Negara.
2. Untuk mendapatkan peraturan menteri tersebut diatas dapat meng­
hubungi Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta
Karya dengan nomor telepon: 021­72799256 atau Badan Penerbit PU
Jalan Pattimura No.20 Kebayoran Baru. Telp: 7394647 atau 7395588
pesawat (350).
Terima Kasih

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email publikasi_djck@yahoo.com atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

 3

Berita Utama

Rusunaw a
untuk M engurangi,
Bukan M enambah Kekumuhan
Tujuan pembangunan Rusunawa untuk mengurangi kekumuhan di perkotaan,
dengan tarif yang rendah dikhawatirkan menjadikan Rusunawa itu sendiri yang

mengalami kekumuhan. Masih ada Pemda yang menetapkan tarif Rp 80 ribu.
Bagaimana bisa dialokasikan untuk pemeliharaan lingkungannya? Jika Pemda
menetapkan tarif murah, artinya Pemda harus mensubsidi Rp 100 ribu.

S

Selain menyediakan permukiman yang layak
bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
fungsi utama pembangunan rusunawa
adalah meningkatkan kualitas lingkungan
permukiman, sehingga jangan sampai pembangunan rusunawa justru menciptakan
lingkungan kumuh baru.
Untuk itu ada tiga hal yang penting dalam
pembangunan rusunawa. Pertama, persiapan
baik lahan maupun penghuninya. Kedua,
teknologi yang digunakan serta desain arsitektur yang tepat. Ketiga, pembangunan
perilaku sosial masyarakat, khususnya para
penghuni rusunawa, yang menunjang pemeliharaan lingkungan.

Fungsi utama pembangunan rusunawa adalah meningkatkan kualitas lingkungan permukiman.


4 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

Pengelola Rusunawa diharapkan menetapkan tarif yang layak kepada penghuni
Rusunawa yang ditujukan kepada keluarga
yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta.
“Minimal Rp 200 ribu untuk sewa kamar.
Angka itu diharapkan bisa memberikan
konstribusi mewujudkan lingkungan yang
tertata rapih dan tidak kumuh,” kata Direktur
Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan
Umum Budi Yuwono.
Budi Yuwono menyebut contoh Rusunawa
di Batam, dengan menetapkan tarif Rp 200
ribu, pengelola bisa membangun wahana
bermain anak-anak di lingkungan Rusunawa
tersebut.

BERITAUTAMA
“Kami terus meningkatkan jumlah Rusunawa untuk lima tahun
ke depan, jika digabungkan dengan programnya Kementerian
Perumahan Rakyat, maka secara nasional
ada sekitar 600 TB akan terbangun sampai 2014”
Dirjen CIpta Karya, Budi Yuwono

Tahun 2010, Ditjen Cipta Karya membangun 37 Twin Block dengan rata-rata biaya pembangunannya Rp 12 miliar. Semua
pembangunan Rusunawa bersifat multi years
karena biasanya Pemerintah Daerah tidak
sanggup menyediakan lahan di awal-awal
tahun.
Pembangunan Rusunawa berawal dari
sinergi pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah sanggup membangun asal Pemda
memiliki program penataan kumuh di daerahnya. Kerjasama pemerintah pusat dan
Pemda tak hanya sampai di situ, setelah Rusun
terbangun, Pemda juga harus berkomitmen
untuk menyediakan prasarana dasar lainnya
seperti air dan listrik.
“Dari 193 TB yang telah dibanguan sejak
lima tahun terakhir, listrik masih menjadi
masalah di 53 TB yang mengakibatkan belum dihuninya Rusunawa tersebut. Hal itu
disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak
adanya power, terlambatnya APBD menganggarkan fasilitas listrik,” kata Budi.
Angka kekumuhan yang dirilis Kementerian Perumahan Rakyat tahun ini seluas 57
ribu ha, meningkat dari tahun sebelumnya
yang tersebar di 54 ribu ha. Menurut Budi,
pengaruh dibangunnya Rusunawa dalam
mengurangi luasan kawasan kumuh tidak bisa dilihat secara nasional, tapi perhatikanlah
perlokasi. Ia kemudian mencontohkan seperti di Gresik, Solo, Pekalongan, dan di kota
lain yang sudah memiliki Rusunawa. Bertambahnya luasan kawasan kumuh karena
bermunculannya kawasan kumuh di tempat
lain.
SPPIP dan RPKPP
Karena itu, kata Budi Yuwono, saat ini Direktorat Jenderal Cipta Karya memfasilitasi
kabupaten/kota dalam menyusun Strategi
Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP). Di tahun 2010 ini, Ditjen
Cipta Karya akan melakukan pendampingan
terhadap 49 daerah dalam penyusunan SPPIP
dan 29 daerah dalam menyusun Rencana

Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP).
SPPIP merupakan strategi yang sifatnya
sektoral, dimana SPPIP merupakan turunan
dari rencana tata ruang wilayah (RT/RW)
kota/kabupaten. Strategi tersebut memuat visi, misi dan arah pembangunan permukiman suatu kota. Dimana nantinya program-program prioritas dalam SPPIP ini akan
dituangkan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Ditjen Cipta
Karya untuk mendapatkan pendanaan atau
investasi.
Jika pada Renstra sebelumnya Cipta Karya
mampu membangun 193 TB Rusunawa, maka pada Renstra 2010-2014, hunian vertikal
Rusunawa sebanyak 270 TB, yang diharapkan
mampu mengurangi kawasan kumuh di perkotaan setara 414 ha atau setara dengan 207
kawasan (sumber: Renstra 2010-2014).
“Kami terus meningkatkan jumlah Rusunawa untuk lima tahun ke depan, jika digabungkan dengan programnya Kementerian Perumahan Rakyat, maka secara nasional
ada sekitar 600 TB akan terbangun sampai
2014,” ujar Budi.
PR 37 TB hingga April 2011
Direktorat Jenderal Cipta Karya pada tahun
2010 ini akan menyelesaikan pembangunan
37 Twin Block (TB) rusunawa di 27 lokasi di 12
provinsi pada April 2011. Dengan jumlah 99
unit rusunawa dalam 1 TB, pembangunan 37
TB rusunawa yang dimulai pada September
2010 ini akan mampu melayani kebutuhan
permukiman layak huni bagi 3.663 Kepala
Keluarga (KK).
Untuk pembangunan rusunawa di pulau
Jawa, Provinsi Jawa Timur menjadi prioritas
pembangunan dengan 8 TB, diikuti oleh
Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing
dengan 6 TB, Yogyakarta dan Banten masingmasing dengan 2 TB. Sementara untuk provinsi di luar Pulau Jawa, pembangunan rusunawa diprioritaskan di Kepulauan Riau
dengan 4 TB, Sumatera Barat, Sumatera Se-

latan, Bangka Belitung, dan Lampung masing-masing dengan 2 TB, serta Sumatera
Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan masing-masing
dengan 1 TB.
Pembangunan 37 TB tersebut merupakan
bagian dari Rencana Strategis (Renstra)
2010-2014 Direktorat Jenderal Cipta Karya
yang menargetkan pembangunan 270 TB
rusunawa atau meningkat hampir 50% dari
target Rencana Strategis tahun 2005-2009
yang sebanyak 193 TB, dengan anggaran
sekitar Rp 3,24 triliun atau Rp 12 miliar untuk
setiap pembangunan TB rusunawa.
Budi Yuwono mengatakan, “Pembangunan rusunawa merupakan salah satu bentuk
upaya pemerintah untuk mengentaskan permukiman kumuh dalam rangka pencapaian
MDGs 2015 tujuan ke tujuh sasaran ke 11, yaitu mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020, khususnya
pengentasan permukiman kumuh di perkotaan atau urban renewal. Melalui pembangunan rusunawa diharapkan terjadi peremajaan kota atau pengurangan kawasan
kumuh perkotaan.”
Berdasarkan data pemerintah, saat ini
jumlah penduduk Indonesia yang bermukim
diperkotaan telah mencapai 112 juta jiwa,
dengan 23,1% penduduk perkotaan atau
sekitar 25 juta jiwa bertempat tinggal di
kawasan kumuh. Dengan kata lain, hampir
10% dari total penduduk Indonesia tinggal di
kawasan kumuh.
Sejak 2003 hingga 2009, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah membangun 18.653
unit rusunawa, atau 193 TB, yang tersebar di
142 lokasi di 25 provinsi. Dari ke 25 provinsi
tersebut, tingkat hunian rusunawa tertinggi
terdapat di provinsi Jawa Barat (93%), Jawa
Timur (84%) dan Jawa Tengah (73%). Sementara tingkat hunian terendah berada di
provinsi DKI Jakarta (6,7%), serta Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tenggara yang tingkat
huniannya masih di bawah 5%.
“Dalam beberapa pembangunan, pemanfaatan rusunawa belum mencapai target.
Masih terdapat sejumlah rusunawa yang belum diisi atau dihuni oleh masyarakat, karena
kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.
Untuk itu saya meminta kepada seluruh Kepala Daerah, Kepala Dinas dan Satuan Kerja
untuk menindaklanjuti penyediaan rusunawa
dengan pemanfaatan dan pemeliharaan,”
tambah Budi Yuwono.
(bcr)

Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

 5

Berita Utama
Kinerja dan M anfaat Rusunaw a

Dari Kaca M ata
Building Life Cycle
Ratih Fitriani*)

Dibalik nilai positif Rusunawa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai
dari perencanaan hingga pasca pembangunan karena data menunjukkan pada
akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang terbangun, baru terhuni sejumlah
2.260 unit (± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Bisa dipastikan ada yang salah
dalam proses pelaksanaannya.

6 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

Penyelenggaraan Rumah Susun Sederhana
Sewa (Rusunawa) dirintis sejak tahun 2003
dalam rangka mengurangi kawasan kumuh
di perkotaan. Pembangunan Rusunawa dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui upaya peremajaan, pemugaran dan relokasi.
Kegiatan pembangunan rusunawa ini dinilai positif dalam mengurangi kumuh perkotaan karena sangat menghemat lahan,
sebagaimana kita ketahui permukiman dengan pola pembangunan horizontal sangat
rakus dalam memakan lahan.
Namun, dibalik nilai positif Rusunawa,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan
mulai dari perencanaan hingga pasca pembangunan karena data menunjukkan pada
akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang
terbangun, baru terhuni sejumlah 2.260 unit
(± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Dari
data tersebut, bisa dipastikan ada yang salah
dalam proses pelaksanaannya.
Sedikit menengok dalam Building Life Cycle
(daur hidup sebuah bangunan) terdapat fasefase yang mempengaruhi kinerja sebuah ba-

P

BERITAUTAMA

ngunan. Adapun fase-fase tersebut adalah
fase predisain, fase desain, fase konstruksi,
dan fase pemakaian (Minnesota Sustainable
Design Guide, 2000). Fase predesain mencakup: project initiation, programming, dan
pemilihan site.
Fase desain mencakup: desain skematik,
desain pengembangan, dokumen konstruksi
dan spesiikasi. Fase konstruksi mencakup:
lelang dan penunjukan, konstruksi, dan
commissioning. Fase occupancy (pemakaian)
mencakup: startup, operation & maintenance,
dan pemakaian berikutnya.
Adapun dalam Rusunawa, daur hidup bangunan tersebut bisa dijabarkan ke dalam
fase-fase sebagai berikut.
Pertama, pada tahap Pra Perancangan. Pemerintah kab/kota yang memegang faktor
kunci. Pemerintah membangun Rusunawa
berdasarkan usulan dari pemerintah kabupaten/kota setempat, sehingga peranan pemerintah kabupaten/kota sangat besar dalam menentukan kebutuhan Rusunawa di
daerahnya berikut lokasi serta sasaran penghuni Rusunawa tersebut. Pada kenyataannya

Foto Kiri
Foto Kanan

: Rusunawa Tanjung Balai, akses menuju rusunawa kurang memadai.
: Rusunawa Bekasi, akses menuju rusunawa kurang memadai.

Dari hasil kunjungan ke Rusunawa Cingised Kabupaten Bandung
Barat, Jawa Barat, 10-12 Mei 2010 lalu, didapat fakta bahwa
Rusunawa yang dibangun secara bertahap (ada 4 blok) baru 2
blok yang terhuni.
banyak terdapat Rusunawa yang belum terhuni hingga sekarang (bahkan bangunannya
menjadi rusak).
Ada pula kasus Rusunawa terhuni, tapi
tidak tepat sasaran karena kurangnya kajian yang mendalam (termasuk sosialisasi)
terhadap kebiasaan/kebutuhan masyarakat
yang menjadi sasaran. Di bawah ini salah satu
contoh Rusunawa yang belum terhuni sebagian, dan sebagian lainnya terhuni tetapi
tidak tepat sasaran.
Kedua, tahap Desain, yang merupakan

tahap perencanaan isik bangunan. Pada tahap ini Pemerintah, dalam hal ini Direktorat
Jenderal Cipta Karya yang memegang faktor kunci, selain sebagai inisiator juga sebagai koordinator dalam pelaksanaan pembangunan Rusunawa. Pada tahap ini, karena
desain bangunan Rusunawa yang tipikal, maka yang perlu ditekankan adalah bagaimana
desain sarana dan prasarana yang hendak
dibangun oleh pemerintah kabupaten/kota. Perlunya sinkronisasi desain bangunan
Rusunawa dengan sarana dan prasarananya

Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

 7

BERITAUTAMA

Rusunawa Bekasi, Instalasi listrik banyak yang hilang.

Rusunawa ini direncanakan bagi penduduk yang berada di
Taman Sari/Cikapundung, tetapi mereka tidak mau dipindahkan
dikarenakan di Taman Sari mereka lebih mudah mencari nafkah
(lebih ramai).

Iuran yang dikenakan per KK Rp. 100.000/bulan. Saat ini dihuni
oleh masyarakat yang rata – rata karyawan swasta. Kondisi
bangunan tidak terawat (dinding retak-retak dan banyak
ditumbuhi ilalang), banjir, dan sarana penunjang tidak terawat
(drainase tidak terawat karena banyak ditumbuhi semak-semak
sehingga tidak berfungsi), sementara bangunan Posyandu serta
mushola tidak berfungsi.
8 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

(termasuk waktu pelaksanaan pembangunan keduanya) harus dilakukan untuk menghindari masalah di kemudian hari.
Ketiga, tahap Konstruksi. Yaitu tahap pelaksanaan isik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Satker Rusunawa sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah harus
menunjuk kontraktor yang benar-benar
kompeten untuk membangun Rusunawa ini.
Selain itu, komitmen pemerintah kabupaten/kota terhadap penyediaan infrastruktur
juga harus dipenuhi seiring dengan penyelesaian bangunan Rusunawa oleh Pemerintah. Lamanya proses serah terima bangunan Rusunawa dari Pemerintah kepada
pemerintah kabupaten/kota juga menjadi
kendala dalam menganggarkan dana daerah untuk perawatan bangunan yang telah
selesai dibangun. Beberapa contoh penyediaan infrastruktur Rusunawa yang kurang
maksimal terlihat dalam gambar di bawah ini.
Keempat, tahap Occupancy. Seharusnya
tahap ini adalah tahap yang tidak sulit jika
beberapa tahap sebelumnya dilalui dengan
baik. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya,
pada beberapa kasus, tahap penghunian
(occupancy) menjadi tahap yang paling menyulitkan karena harus langsung berhadapan
dengan masyarakat yang kurang puas dengan
proses pembangunan Rusunawa tersebut.
Sehingga seringkali terjadi penolakan oleh
masyarakat karena tahap-tahap sebelumnya kurang melibatkan masyarakat. Pembentukan UPT oleh pemerintah kabupaten/
kota sedini mungkin (sejak tahap pra perancangan) dapat dijadikan solusi untuk bisa
segera melibatkan masyarakat (dalam bentuk sosialisasi, analisa kebutuhan dan kebiasaan, dll) sehingga mempermudah tahap
berikutnya hingga tahap penghunian.
Perlu ditingkatkan lagi kerjasama yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam pembangunan Rusunawa ini sehingga dapat memberikan
manfaat dalam mengurangi pertambahan
kawasan kumuh sesuai salah satu target Mil­
lennium Development Goals (MDGs), serta
menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang
tinggal di kawasan perkotaan. Dengan melalui tahap-tahap di atas, maka daur hidup
bangunan Rusunawa diharapkan akan terus
berjalan sehingga meningkatkan kinerja dan
manfaat dari kegiatan tersebut.
*) Staf Subdit Evaluasi Kinerja, Dit. Bina Prog­
ram Ditjen Cipta Karya

Liputan Khusus

LIPUTANKHUSUS

Wakil Walikota Jakarta Timur, K. Yasin (kiri) meninjau Rusun Bidara Cina.

Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi

Rusun Bidara Cina
Sugianto Tarigan*)

K

Kota Jakarta, hingga waktu yang tak bisa
diprediksikan, masih menghadapi permasalahan urbanisasi/migrasi penduduk yang
cukup tinggi. Fenomena ini sudah menjadi
masalah nasional dan telah mempengaruhi
pengembangan pertumbuhan kota seperti
kota metropolitan dan kota besar lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pertumbuhan penduduk di perkotaan cukup signiikan mencapai 3-4% pertahun (BPS, 2010), jauh lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk dengan rata-rata
pertumbuhan penduduk nasional 1,97%.

Kondisi ini terjadi karena tingkat urbanisasi
yang tinggi untuk mencari kehidupan yang
lebih layak di perkotaan, sehingga tingkat
kepadatan penduduk di perkotaan semakin
tinggi, berjalan seiring dengan tuntutan kebutuhan akan rumah tinggal.
Dalam upaya mengatasi fenomena di atas
pemerintah berupaya membangun Rumah
Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Tujuan
pembangunan Rusunawa ini adalah upaya
pemerintah DKI untuk memenuhi kebutuhan
rumah yang layak bagi masyarakat, terutama
bagi masyarakat golongan ekonomi lemah

yang mempunyai penghasilan rendah sesuai
dengan UU.RI.No.16 Tahun 1985.
Dari beberapa jumlah rumah susun yang
sudah dibangun lebih kurang 2.490 Unit
(Dinas Perumahan DKI. 2000) di 7 lokasi
untuk masyarakat berpenghasilan rendah,
menunjukan bahwa operasi dan pemeliharaan prasarana infrastruktur seperti sistem
sanitasi masih rendah. Hal ini mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan dan pelayanan rumah susun itu sendiri. Bahaya kerusakan lingkungan dan menurunnya kualitas
air baku. Karena kurangnya perhatian pada

Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

 9

masalah sanitasi, menyebabkan upaya perbaikan sepuluh kali lipat lebih mahal dari pada biaya pencegahannya.
Kerusakan lingkungan ini terjadi di lokasi pembangunan rumah susun Bidara
Cina, Jakarta Timur yang telah dibangun
pada tahun 1995 atas prakarsa Pemda DKI
Jakarta dengan pengusaha Indonesia. Tujuan awalnya adalah untuk merelokasi masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai
Ciliwung dan sekaligus peremajaan kota
sebagai proyek percontohan sepanjang 800
m pada tahun 1994/1995 melalui proyek
pengembangan DAS Ciliwung dan proyek
pengembangan rumah susun murah. Jumlah
bangunan rumah susun Bidara Cina terdiri
dari 7 Blok, 688 KK, dengan jumlah penduduk
lebih kurang 2.752 Jiwa.
Pemerintah DKI yang menjadi garda terdepan pengelolaan sistem sanitasi masih
belum dilengkapi dengan kebijakan dan
pengaturan soal organisasi dan tata kerja
institusi atau lembaga yang bertugas mengelola prasarana sistem sanitasi. Perangkat pengaturan masih jauh dari operasional
sehingga pengelolaan, terutama pemeliharaan, prasarana sanitasi masih terbatas. Lebih
jauh lagi, data-data yang realable dan valid
atas prasarana sistem sanitasi yang sangat
terbatas sehingga sulit untuk melakukan
identiikasi kebutuhan peningkatan pelayanan. Padahal menurut SK Gubernur No.122
tahun 2005 menyebutkan bahwa pemerintah
daerah DKI bertanggung jawab terhadap
pengelolaan air limbah/sistem sanitasi.
Menurut UU.No.16/1985, Pengelola Rumah Susun disebut Perhimpunan Penghuni Rumah Susun yang ditunjuk dari Dinas
Pemerintah Kota Jakarta yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang

10 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010

meliputi pengawasan terhadap penggunaan
bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dan pemeliharaan serta perbaikan,
namun kebijakan ini belum juga berjalan
dengan baik.
Berdasarkan kepada permasalahan tersebut disimpulkan bahwa efektifvitas Pengelolaan Sistem Sanitasi Rumah Susun
Bidara Cina saat ini masih rendah. Hal itu
menyebabkan lingkungan permukiman di
lingkungan rumah susun bidaracina terkesan
kumuh dan sudah tidak layak huni lagi. Hal
ini terbukti setiap hujan datang masyarakat
penghuni selalu merasakan bau tidak sedap
yang bersumber dari sistem sanitasi yang
sudah tidak berfungsi dengan baik.
Untuk memahami fenomena tersebut, penulis mencoba melakukan survey dan kajian
mengenai situasi atau kejadian secara s dan
sumber yang akurat mengenai fakta-fakta di
lapangan dengan melihat secara langsung
eksisting pengelolaan sistem sanitasi Rumah
Susun Bidara Cina, dengan melihat beberapa
aspek yaitu aspek teknis, aspek biaya
operasional/pemeliharaan, aspek institusi,
aspek karakteristik sosial ekonomi penghuni
rumah susun.
Jumlah penghuni rumah susun lebih kurang 688 KK atau 2.752 jiwa sebagai sumber
penghasil sanitasi rumah tangga sebasar 219
m3/hari (asumsi 60-80 l/org/hari JICA 2007).
Rusun mempunyai proses pengolahan septik
tank, Blower sebagai pengurai tinja dua unit
masing-masing mempunyai kapasitas 216
m3. Sanitasi rumah susun yang dimaksud
adalah yang menyangkut pembuangan air
kotor seperti grey water, black water yang
bersumber dari rumah tangga atau rumah
susun.
Sistem pembuangan air limbah rumah

susun Bidara Cina dari atas ke bawah dengan
sistem plumbing perpipaan yaitu sistem
perpipaan dengan pembuangan terpisah,
di mana air kotor dan air bekas untuk seterusnya digabungkan dan diteruskan ke bak
kontrol dan di oleh di septic tank dengan
memakai pengurai tinja (Blower). Hasil olahan
diteruskan ke badan sungai Ciliwung dengan
BOD (Biochemical Oxigen Demand) sesuai
(petunjuk Teknis Ditjen Cipta Karya 2004)
yaitu BOD > 300 mg/l dikategorikan kuat;
BOD 100-300 adalah sedang, dan BOD