Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kecenderungan Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) di Gereja Krisren Indonesia Soka Salatiga T1 712007034 BAB I
BAB :1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anggota gereja adalah juga anggota masyarakat di mana gereja itu berada, dan
masyarakat adalah merupakan lingkungan sosial bergereja. Hubungan gereja dengan
lingkungan sosialnya terjadi baik pada aras lembaga maupun melalui interaksi antar
anggota masyarakat. Dalam interaksi ini kemungkinan untuk terjadinya saling pengaruh
mempengaruhi tidak dapat dipungkiri. Gereja dapat menularkan norma dan nilai yang
dianutnya kepada lingkungan sosialnya. Tetapi juga bisa terjadi norma dan nilai yang
berkembang dalam masyarakat memberi warna dan pertumbuhan gereja.
1
Menjadi
keanggotaan gereja harus memiliki suatu kedudukan atau menjadi bagian dari gereja.
Menjadi bagian dari gereja bukan berarti hanya diam saja tanpa memberikan sesuatu
terhadap gereja.
Dari perspektif theologis salah satu pemahaman tentang gereja adalah “Gereja
sebagai tubuh Kristus” (1 Kor 12 : 27). Pemahaman ini menggambarkan bahwa gereja
selain berada dalam kondisi yang berorientasi secara horisontal terhadap dunia dengan
lingkungannya, gereja pun berorientasi secara vertikal kepada Yesus Kristus sebagai
kepalanya. Orientasi vertikal ini menandakan bahwa gereja bukan semata – mata hasil
produk tangan manusia. Gereja merupakan wujud nyata karya penyelamatan Allah
didalam dunia melalui Yesus Kristus. Gereja memiliki otoritas Ilahi, yaitu kuasa yang
diberikan Allah kepadanya, dan Allah menjadikan gereja sebagai kawan sekerjaNya di
dunia ini.
Manifestasi gereja sebagai fenomena sosiologis dapat dilihat dari sistem
organisasi, sistim komunitas dan berbagai aktifitasnya baik sebagai lembaga maupun
pribadi Kristen. Adanya sinode, jemaat serta programnya adalah suatu realitas bahwa
gereja berada dan memanfaatkan unsur – unsur budaya lingkungan sebagai sarana dalam
1
P. Aturut, Gereja Kristen Di Luwuk Banggai Dalam Konteks Sosialnya (Salatiga : Theology UKSW, 1992) 1
1
pemberitaannya. Kehadiran gereja ditengah
– tengah masyarakat dan
keterlibatannya sebagai subyek pembuatan sejarah, merupakan kenyataan historis yang
memperlihatkan bagaimana gereja turut menentukan perkembangan sejarah. Dan
sebaliknya bagaimana kenyataan dunia mempengaruhi sikapnya, seperti tergambar dalam
kebijakan – kebijakan pelayanannya.
Gereja Kristen Indonesia (GKI ) merupakan bagian dari gereja di Indonesia. GKI
adalah Gereja baru atau gereja yang mempunyai aliran baru. Nama “Gereja Kristen
Indonesia” barulah dipakai pada tahun 1956, atas keputusan sinode sidang Sinode ke-VI
di Purwakerto. Sebelum pemakaian nama baru ini, di pakailah beberapa nama dalam
bahasa Tionghoa. Kebanjakan Gereja setempat memakai nama “Tiong Hoa Kie Tok
Kauw Hwee” (T.H.K.T.K.H), ada juga yang memakai nama “Hoa Kiauw Kie Tok Kauw
Hwee” yang lain memakai nama “Kie Tok Kauw Hwee”. Nama – nama ini menunjukkan
bahwa pada masa yang telah lampau ( sebelum tahun 1960), hampir semua anggota
gereja terdiri dari golongan orang – orang keturunan Tionghoa kecuali di Gereja Kwitang
(Jakarta). Walaupun nama – nama gereja setempat bunyinya berbeda, namun bahasa yang
dipakai adalah bahasa melayu. 2
Akan tetapi, pada tahun 1877 Gereformeerd di Jakarta mendirikan sebuah jemaat
“Melayu” Kwitang menggabungkan diri dengan gereja THKTKH. Dalam usaha
pekabaran Injil dilakukan atas inisiatif dari beberapa orang Kristen, kemudian dilanjutkan
oleh utusan dari Badan Zending. Sejak 1902 usaha pekabaran Injil diambil alih langsung
oleh Gereja – gereja Gereformeerd di negeri Belanda. Mereka mengutamakan diri kepada
orang – orang pribumi dan pembentukan gereja – gereja di Jawa. Walaupun demikian
golongan Tionghoa tidak diabaikan sama sekali oleh mereka.3 Melalui badan
perhimpunan zending (NGZV) mereka memilih Jawa Tengah sebagai pusat pekabaran
Injil. 4
Cara pendekatan yang dilakukan oleh para pembawa Injil Gereformeerd ialah
melalui sekolah – sekolah Kristen, kolportasi, rumah – rumah sakit, dan sebagainya yang
2
Budipranoto. S, Benih Yang Tumbuh (Jawa Tengah : BPK, 1973) 19
3
Ibid.
4
Van den End. Th, Ragi Carita 2 (Jakarta : BPK, 1860) 24
2
di pandang sebagai alat – alat pembantu pekabaran Injil. Perlu disebutkan juga bahwa
selama periode ini ada beberapa Gereja Gereformeerd yang menggabungkan diri dengan
sinode GKI Jateng. Penggabungan ini sangat wajar karena mengingat latar belakang
historis – gerejani dan perkembangan zaman di Indonesia. 5
Salah satu bagian Gereja Kristen Indonesia yaitu Gereja Kristen Indonesia Soka.
GKI Soka juga sebagai bagian dari gereja Tuhan yang kudus, yang hadir di tengah –
tengah masyarakat Salatiga propinsi Jawa Tengah, juga tidak terlepas dari lingkungan
sosialnya dan gereja GKI Soka merupakan salah satu Gereja Gereformeerd. Gambaran
tentang kehidupan warga jemaat dan berbagai moment atau peristiwa sejarah,
memperlihatkan keterkaitan yang sangat kuat dengan lingkungannya.
Gereja Kristen Indonesia di Soka dari awal berdiri sampai sekarang ini tahun
2012 perubahan yang terjadi sangat pesat. Majelis Jemaat memiliki visi, bahwa daerah
Soka cukup potensial untuk dapat menjadi lahan yang subur bagi Injil Tuhan Yesus
Kristus. Itulah sebabnya segera gagasan untuk membuka Pos PKP dilaksanakan pada
tahun 1996 dengan membeli sebidang tanah di daerah tersebut. Adapun pelaksananya
adalah Komisi Pekabaran Injil GKI Salatiga, yang dibantu oleh beberapa anggota jemaat.
Kendati demikian, secara resmi Panitia Pos PKP ini baru diteguhkan pada tanggal 16
Agustus 1998, dengan tugas melaksanakan secara rutin kebaktian hari Minggu pukul
07.00, membentuk kelompok pemahaman Alkitab, dan melayani Sekolah Minggu pada
setiap Minggu pukul 07.00.
Selanjutnya, tugas panitia ini pun berkembang dengan persekutuan doa malam,
latihan paduan suara dan perkunjungan. Praktis semua tugas gerejawi juga menjadi tugas
panitia PKP ini. Kebaktian hari Minggu perdana dilaksanakan pada tanggal 6 September
1998 dan bertempat di rumah kosong milik keluarga Pramudya, Kompleks Perumahan
Soka Lembah Hijau, Jl. Merdeka Utara I/B-10. Semnetara itu, Sekolah Minggunya
dimulai seminggu kemudian dan bertempat di rumah keluarga Agus Purnomohadi, Jl.
Merdeka Utara I/C-11, yang berjarak 15 meter dari tempat kebaktian umum. Kemudian,
persekutuan remaja terlaksana pada tanggal 25 April 1999 di tempat kebaktian umum
5
Budipranoto. S, Benih Yang Tumbuh, .... 34
3
pada pukul 09.30. Oleh karena itu, lengkaplah sudah kegiatan sebagaimana lazimnya
dipunyai oleh sebuah jemaat. Selanjutnya, dibentuklah panitia pembangunan gedung
gereja. Seiring dengan perkembangan yang pesat dari jemaat ini, dirasakan perlu untuk
meningkatkan statusnya sebagai bakal jemaat.
Hal ini terlaksana pada tanggal 24 Oktober 1999, yang disusul dengan peletakan
batu pertama pembangunan gedung gereja pada tanggal 26 Desember 1999. Gedung itu
diresmikan penggunaannya tepat setahun kemudian (26 Desember 2000), dengan alamat
Jl. Merdeka Utara I/B-2 A, Kompleks Perumahan Soka, Salatiga. Mengingat semua
sarana untuk menjadi sebuah jemaat dewasa telah terpenuhi, Majelis Jemaat mengajukan
permohonan ke Persidangan XX Majelis Klasis GKI Jateng Klasis Magelang, agar dapat
mendewasakan bakal jemaat ini. Dengan tekad yang dipergumulkan dalam doa selama 77
hari, pada setiap malam pukul 21.00 di rumah anggota jemaat masing-masing, untuk
rencana pendewasaan bakal jemaat ini, akhirnya terlaksana pada tanggal 24 Oktober
2001. Tak lupa jemaat pun menaikkan doa syukur untuk pimpinan Tuhan dalam proses
pendewasaan ini. Sebuah proses yang amat cepat, karena hanya dalam dua tahun sejak
kebaktian peneguhan bakal jemaat diadakan dan tiga tahun lebih sedikit sejak kebaktian
perdana dilaksanakan. Kini, terhampar tantangan untuk tampil sebagai sebuah jemaat
dewasa, dengan nama `GKI Soka Salatiga', dalam menghadapi tugas yang diamanatkan
oleh Tuhan Yesus. 6
Berbeda halnya dengan dengan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). GKST
salah satu bagian dari Gereja Hervormd yang merupakan Misi Belanda dalam pekabaran
Injil. Dalam lingkungan sosial pada abad ke – 19 Gereja Hervormd mencakup 55%
penduduk negeri Belanda; 38% oleh Gereja Katolik Roma dan sisanya terbagi atas
kelompok – kelompok kecil, yaitu Lutheran, Doopsgezind (yang berasal dari Anabaptis
abad ke-16)7. Gereja Hervormd adalah gereja yang reformasi dan menganut sistem
calvinisme
yang
berarti
sebuah
sistem
teologis dan
pendekatan
kepada
kehidupan Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu.
Kekristenan Protestan yang kadang-kadang disebut sebagai tradisi Hervormd, iman
6
7
Sejarah GKI Soka, (Salatiga : 2001 ) hal 1 – 2
Van den End. Th, Ragi Carita 2..... 11
4
Hervormd, atau teologi Hervormd. Gereja-gereja Hervormd, dan juga Calvin, tergolong
pada tahap kedua dari Reformasi Protestan, ketika gereja-gereja Injili mulai tebentuk
setelah Martin Luther dikucilkan dari Gereja Katolik. Calvin adalah seorang pengungsi
Perancis di Geneva. Ia telah menandatangani Pengakuan Augsburg Lutheran setelah
direvisi oleh Melancthon pada 1540, tetapi pengaruhnya pertama-tama dirasakan dalam
Reformasi Swiss, yang tidak bersifat Lutheran, melainkan lebih mengikuti Ulrich
Zwingli. Sejak awal telah jelas bahwa doktrin gereja-gereja Hervormd berkembang
dalam arah yang bebas dari Luther, di bawah sejumlah penulis dan pembaharu, termasuk
Calvin yang kelak menjadi sangat menonjol. Jauh di kemudian hari, ketika
kemashyurannya dihubungkan dengan gereja-gereja Hervormd, seluruh kumpulan
ajarannya kemudian disebut sebagai “Calvinisme”.
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
salah satu gereja yang sudah
berkembang. GKST juga bagian gereja Tuhan yang kudus. Berkembangnya GKST di
karenakan datangnya misionaris Belanda ke Poso yang bernama Albert Christian Kruyt
(1869 – 1949). Ia tiba di Poso pada tahun 1892, setelah melewati Manado dan
Gorontalo.8 Menyusul kemudian pada bulan Maret 1895 NZG mengutus seorang ahli
bahasa dan etnolog bernama N. Adriani untuk membantu A.C. Kruyt dalam memahami
budaya dan bahasa setempat, demi kepentingan pembangunan sekolah, proses
pengajaran, dan penterjemahan Alkitab. Mereka berdua, A.C. Kruyt dan N. Adriani,
serta beberapa tenaga misi lainnya yang diutus oleh NZG kemudian memulai pekabaran
Injil terhadap suku Pamona di daerah sekitar muara sungai Poso sampai ke dataran tinggi
di sekitar Danau Poso. Upaya pertama yang mereka lakukan adalah mempelajadi bahasa,
budaya, dan menjalin persabahatan dengan para „Tadulako‟ dan „Wa’a ngKabosenya ‟9 di
Poso. Selain itu mereka mendirikan sekolah sebagai tempat mengajar anak-anak
membaca dan menghitung.
Setelah menunggu selama tujuh belas tahun sejak kedatanggannya di sana,
akhirnya
pada tanggal 26 Desember 1909, baptisan pertama dilaksanakan terhadap
„Papa I Wunte‟, „Tadulako‟ suku Pamona Pebato, bersama keluarga dan 168 anggota
8
J. Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso. ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977), 84.
Tadulako’ adalah pemimpin-pe i pi suku atau kla di Poso. Seda gka wa’a ngKabose adalah tua-tua
kampung dan dewan adat yang bersama Tadulako memimpin suku-suku di Poso.
9
5
klannya.10 Baptisan pertama ini menjadi momentum bagi proses penerimaan iman
Kristen di antara suku Pamona Poso. Dari suku Pamona mereka bergerak ke sebelah
Barat terhadap suku Lore, kemudian ke sebelah Timur (1914) terhadap suku Mori, dan
perluasan pekabaran Injil NZG berakhir pada tahun 1926 terhadap suku Wana, yaitu
kelompok-kelompok suku terpencar yang hidup terasing di puncak-puncak gunung
pedalaman Sulawesi Tengah.11 Gereja ini berdiri pada tanggal 18 Oktober 1947 dengan
pusat sinodenya di kota kecil yang bernama Tentena. Kota Tentena adalah sebuah kota
kecamatan yang terletak di tepi danau Poso dengan jarak 56 km dari Ibu kota kabupaten
Poso.
Dari kedua gereja ini mempunyai denominasi yang sangat berbeda, dan kedua
gereja juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial dan budaya. GKI adalah gereja
baru yang masih kuat dengan pengaruh nasionalisme Tianghoa dan Katolik Roma,
sedangkan GKST salah gereja yang di mulai dengan pekabaran Injil yang dilakukan oleh
para zending di mulai dengan pembaptisan menjadi Kristen yang awalnya masih agama
suku menjadi agama kristen murni. Seharusnya anggota GKST masuk di gereja yang
denominasinya yang sama seperti GPIB yang merupakan bagian gereja Hervormd. Tapi
kenyataannya tidak yang terjadi di Salatiga bahwa Jemaat atau anggota GKST lebih
memilih masuk di GKI Soka sebagai tempat beribadah, berorganisasi, serta melakukan
pelayanan. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
penulis ingin mengadakan penelitian terhadap keanggotaan dalam gereja yang semakin
berkembang. Dengan demikian maka skripsi ini diberi judul
Kecenderungan Bergereja Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) di
Gereja Kristen Indonesia (GKI )Soka di Salatiga.
B. Rumusan Masalah
Anggota Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang masuk menjadi anggota jemaat
di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Soka sekitar enam puluh dua (62) orang dari seratus
dua puluh (120) orang yang masih jemaat simpatisan. Kedua gereja ini sangatlah berbeda.
Seharusnya anggota GKST yang ada di Salatiga masuk di gereja yang denominasinya
10
11
J. Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso., 161.
Ibid., 157.
6
sama. Tetapi kenyataannya adalah anggota GKST lebih memilih GKI Soka sebagai
tempat beribadah dan terlibat dalam kebaktian maupun organisasi. Yang menjadi
pertanyaannya adalah :
Apa alasan warga jemaat (GKST) masuk menjadi anggota jemaat di GKI Soka?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian sebagai berikut
Mendeskripsikan alasan warga GKST msuk menjadi anggota GKI Soka !
D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas – asas gejala alam,
masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu tertentu.12 Dalam melakukan
penelitian penulis menggunakan pendekatan metode kualitatif dan deskriptif.
Penelitian
kualitatif
adalah
suatu
penelitian
yang
ditunjukan
untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa
deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip – prinsip dan penjelasan yang mengarah
pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif.13
Penelitian Deskriptif adalah merupakan peneltian yang mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada,yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian yang dilakukan. Dan penelitian deskriptif ini tidak diperlukan administrasi
dan pengontrolan terhadap perlakuan.14 Didalam penelitian penulis menggunakan
penelitian Deskriptif Kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah penelitian evaluasi yang
disajikan. Penelitian deskriptif ini sangat dibutuhkan atau bermanfaat karena bertujuan
untuk menilai sejauh mana variabel yang diteliti telah sesuai dengn tolak ukur yang sudah
ditentukan15
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci.16 Oleh karena itu, peneliti
12
Suryanto Sigit., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Penerbit KARISMA 2006)hal 380
Zainul Asmawi,M.Ed., Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : REMAJA ROSDAKARYA)60
14
Arikunto Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta :Penerbit RINEKA CIPTA. 2010) 234
15
Ibid 268
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Penerbit CV. Alfabeta, 2009) 1
13
7
harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas untuk bertanya, menganalisis, dan
mengkonstruksi obyek yang diteliti.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam mengumpulkan data penulis akan melakukan teknik pengumpulan data yaitu:
1. Data primer adalah data - data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian
yaitu dengan cara :
a. wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara melontarkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh Pendeta dan jemaat
b. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang fakta
dan cukup efektif. Observasi adalah pengamatan atau peninjauan secara cermat terhadap
lingkungan warga gereja GKI Soka Salatiga
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka,dan juga dari sumbersumber yang lain misalnya foto, dan dokumen cetak maupun non cetak
F. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Sistematika Penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI
A. Denominasi Gereja
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENELITIAN
BAB IV
: REFLEKSI TEOLOGIS
BAB V
: PENUTUP
8
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anggota gereja adalah juga anggota masyarakat di mana gereja itu berada, dan
masyarakat adalah merupakan lingkungan sosial bergereja. Hubungan gereja dengan
lingkungan sosialnya terjadi baik pada aras lembaga maupun melalui interaksi antar
anggota masyarakat. Dalam interaksi ini kemungkinan untuk terjadinya saling pengaruh
mempengaruhi tidak dapat dipungkiri. Gereja dapat menularkan norma dan nilai yang
dianutnya kepada lingkungan sosialnya. Tetapi juga bisa terjadi norma dan nilai yang
berkembang dalam masyarakat memberi warna dan pertumbuhan gereja.
1
Menjadi
keanggotaan gereja harus memiliki suatu kedudukan atau menjadi bagian dari gereja.
Menjadi bagian dari gereja bukan berarti hanya diam saja tanpa memberikan sesuatu
terhadap gereja.
Dari perspektif theologis salah satu pemahaman tentang gereja adalah “Gereja
sebagai tubuh Kristus” (1 Kor 12 : 27). Pemahaman ini menggambarkan bahwa gereja
selain berada dalam kondisi yang berorientasi secara horisontal terhadap dunia dengan
lingkungannya, gereja pun berorientasi secara vertikal kepada Yesus Kristus sebagai
kepalanya. Orientasi vertikal ini menandakan bahwa gereja bukan semata – mata hasil
produk tangan manusia. Gereja merupakan wujud nyata karya penyelamatan Allah
didalam dunia melalui Yesus Kristus. Gereja memiliki otoritas Ilahi, yaitu kuasa yang
diberikan Allah kepadanya, dan Allah menjadikan gereja sebagai kawan sekerjaNya di
dunia ini.
Manifestasi gereja sebagai fenomena sosiologis dapat dilihat dari sistem
organisasi, sistim komunitas dan berbagai aktifitasnya baik sebagai lembaga maupun
pribadi Kristen. Adanya sinode, jemaat serta programnya adalah suatu realitas bahwa
gereja berada dan memanfaatkan unsur – unsur budaya lingkungan sebagai sarana dalam
1
P. Aturut, Gereja Kristen Di Luwuk Banggai Dalam Konteks Sosialnya (Salatiga : Theology UKSW, 1992) 1
1
pemberitaannya. Kehadiran gereja ditengah
– tengah masyarakat dan
keterlibatannya sebagai subyek pembuatan sejarah, merupakan kenyataan historis yang
memperlihatkan bagaimana gereja turut menentukan perkembangan sejarah. Dan
sebaliknya bagaimana kenyataan dunia mempengaruhi sikapnya, seperti tergambar dalam
kebijakan – kebijakan pelayanannya.
Gereja Kristen Indonesia (GKI ) merupakan bagian dari gereja di Indonesia. GKI
adalah Gereja baru atau gereja yang mempunyai aliran baru. Nama “Gereja Kristen
Indonesia” barulah dipakai pada tahun 1956, atas keputusan sinode sidang Sinode ke-VI
di Purwakerto. Sebelum pemakaian nama baru ini, di pakailah beberapa nama dalam
bahasa Tionghoa. Kebanjakan Gereja setempat memakai nama “Tiong Hoa Kie Tok
Kauw Hwee” (T.H.K.T.K.H), ada juga yang memakai nama “Hoa Kiauw Kie Tok Kauw
Hwee” yang lain memakai nama “Kie Tok Kauw Hwee”. Nama – nama ini menunjukkan
bahwa pada masa yang telah lampau ( sebelum tahun 1960), hampir semua anggota
gereja terdiri dari golongan orang – orang keturunan Tionghoa kecuali di Gereja Kwitang
(Jakarta). Walaupun nama – nama gereja setempat bunyinya berbeda, namun bahasa yang
dipakai adalah bahasa melayu. 2
Akan tetapi, pada tahun 1877 Gereformeerd di Jakarta mendirikan sebuah jemaat
“Melayu” Kwitang menggabungkan diri dengan gereja THKTKH. Dalam usaha
pekabaran Injil dilakukan atas inisiatif dari beberapa orang Kristen, kemudian dilanjutkan
oleh utusan dari Badan Zending. Sejak 1902 usaha pekabaran Injil diambil alih langsung
oleh Gereja – gereja Gereformeerd di negeri Belanda. Mereka mengutamakan diri kepada
orang – orang pribumi dan pembentukan gereja – gereja di Jawa. Walaupun demikian
golongan Tionghoa tidak diabaikan sama sekali oleh mereka.3 Melalui badan
perhimpunan zending (NGZV) mereka memilih Jawa Tengah sebagai pusat pekabaran
Injil. 4
Cara pendekatan yang dilakukan oleh para pembawa Injil Gereformeerd ialah
melalui sekolah – sekolah Kristen, kolportasi, rumah – rumah sakit, dan sebagainya yang
2
Budipranoto. S, Benih Yang Tumbuh (Jawa Tengah : BPK, 1973) 19
3
Ibid.
4
Van den End. Th, Ragi Carita 2 (Jakarta : BPK, 1860) 24
2
di pandang sebagai alat – alat pembantu pekabaran Injil. Perlu disebutkan juga bahwa
selama periode ini ada beberapa Gereja Gereformeerd yang menggabungkan diri dengan
sinode GKI Jateng. Penggabungan ini sangat wajar karena mengingat latar belakang
historis – gerejani dan perkembangan zaman di Indonesia. 5
Salah satu bagian Gereja Kristen Indonesia yaitu Gereja Kristen Indonesia Soka.
GKI Soka juga sebagai bagian dari gereja Tuhan yang kudus, yang hadir di tengah –
tengah masyarakat Salatiga propinsi Jawa Tengah, juga tidak terlepas dari lingkungan
sosialnya dan gereja GKI Soka merupakan salah satu Gereja Gereformeerd. Gambaran
tentang kehidupan warga jemaat dan berbagai moment atau peristiwa sejarah,
memperlihatkan keterkaitan yang sangat kuat dengan lingkungannya.
Gereja Kristen Indonesia di Soka dari awal berdiri sampai sekarang ini tahun
2012 perubahan yang terjadi sangat pesat. Majelis Jemaat memiliki visi, bahwa daerah
Soka cukup potensial untuk dapat menjadi lahan yang subur bagi Injil Tuhan Yesus
Kristus. Itulah sebabnya segera gagasan untuk membuka Pos PKP dilaksanakan pada
tahun 1996 dengan membeli sebidang tanah di daerah tersebut. Adapun pelaksananya
adalah Komisi Pekabaran Injil GKI Salatiga, yang dibantu oleh beberapa anggota jemaat.
Kendati demikian, secara resmi Panitia Pos PKP ini baru diteguhkan pada tanggal 16
Agustus 1998, dengan tugas melaksanakan secara rutin kebaktian hari Minggu pukul
07.00, membentuk kelompok pemahaman Alkitab, dan melayani Sekolah Minggu pada
setiap Minggu pukul 07.00.
Selanjutnya, tugas panitia ini pun berkembang dengan persekutuan doa malam,
latihan paduan suara dan perkunjungan. Praktis semua tugas gerejawi juga menjadi tugas
panitia PKP ini. Kebaktian hari Minggu perdana dilaksanakan pada tanggal 6 September
1998 dan bertempat di rumah kosong milik keluarga Pramudya, Kompleks Perumahan
Soka Lembah Hijau, Jl. Merdeka Utara I/B-10. Semnetara itu, Sekolah Minggunya
dimulai seminggu kemudian dan bertempat di rumah keluarga Agus Purnomohadi, Jl.
Merdeka Utara I/C-11, yang berjarak 15 meter dari tempat kebaktian umum. Kemudian,
persekutuan remaja terlaksana pada tanggal 25 April 1999 di tempat kebaktian umum
5
Budipranoto. S, Benih Yang Tumbuh, .... 34
3
pada pukul 09.30. Oleh karena itu, lengkaplah sudah kegiatan sebagaimana lazimnya
dipunyai oleh sebuah jemaat. Selanjutnya, dibentuklah panitia pembangunan gedung
gereja. Seiring dengan perkembangan yang pesat dari jemaat ini, dirasakan perlu untuk
meningkatkan statusnya sebagai bakal jemaat.
Hal ini terlaksana pada tanggal 24 Oktober 1999, yang disusul dengan peletakan
batu pertama pembangunan gedung gereja pada tanggal 26 Desember 1999. Gedung itu
diresmikan penggunaannya tepat setahun kemudian (26 Desember 2000), dengan alamat
Jl. Merdeka Utara I/B-2 A, Kompleks Perumahan Soka, Salatiga. Mengingat semua
sarana untuk menjadi sebuah jemaat dewasa telah terpenuhi, Majelis Jemaat mengajukan
permohonan ke Persidangan XX Majelis Klasis GKI Jateng Klasis Magelang, agar dapat
mendewasakan bakal jemaat ini. Dengan tekad yang dipergumulkan dalam doa selama 77
hari, pada setiap malam pukul 21.00 di rumah anggota jemaat masing-masing, untuk
rencana pendewasaan bakal jemaat ini, akhirnya terlaksana pada tanggal 24 Oktober
2001. Tak lupa jemaat pun menaikkan doa syukur untuk pimpinan Tuhan dalam proses
pendewasaan ini. Sebuah proses yang amat cepat, karena hanya dalam dua tahun sejak
kebaktian peneguhan bakal jemaat diadakan dan tiga tahun lebih sedikit sejak kebaktian
perdana dilaksanakan. Kini, terhampar tantangan untuk tampil sebagai sebuah jemaat
dewasa, dengan nama `GKI Soka Salatiga', dalam menghadapi tugas yang diamanatkan
oleh Tuhan Yesus. 6
Berbeda halnya dengan dengan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). GKST
salah satu bagian dari Gereja Hervormd yang merupakan Misi Belanda dalam pekabaran
Injil. Dalam lingkungan sosial pada abad ke – 19 Gereja Hervormd mencakup 55%
penduduk negeri Belanda; 38% oleh Gereja Katolik Roma dan sisanya terbagi atas
kelompok – kelompok kecil, yaitu Lutheran, Doopsgezind (yang berasal dari Anabaptis
abad ke-16)7. Gereja Hervormd adalah gereja yang reformasi dan menganut sistem
calvinisme
yang
berarti
sebuah
sistem
teologis dan
pendekatan
kepada
kehidupan Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu.
Kekristenan Protestan yang kadang-kadang disebut sebagai tradisi Hervormd, iman
6
7
Sejarah GKI Soka, (Salatiga : 2001 ) hal 1 – 2
Van den End. Th, Ragi Carita 2..... 11
4
Hervormd, atau teologi Hervormd. Gereja-gereja Hervormd, dan juga Calvin, tergolong
pada tahap kedua dari Reformasi Protestan, ketika gereja-gereja Injili mulai tebentuk
setelah Martin Luther dikucilkan dari Gereja Katolik. Calvin adalah seorang pengungsi
Perancis di Geneva. Ia telah menandatangani Pengakuan Augsburg Lutheran setelah
direvisi oleh Melancthon pada 1540, tetapi pengaruhnya pertama-tama dirasakan dalam
Reformasi Swiss, yang tidak bersifat Lutheran, melainkan lebih mengikuti Ulrich
Zwingli. Sejak awal telah jelas bahwa doktrin gereja-gereja Hervormd berkembang
dalam arah yang bebas dari Luther, di bawah sejumlah penulis dan pembaharu, termasuk
Calvin yang kelak menjadi sangat menonjol. Jauh di kemudian hari, ketika
kemashyurannya dihubungkan dengan gereja-gereja Hervormd, seluruh kumpulan
ajarannya kemudian disebut sebagai “Calvinisme”.
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
salah satu gereja yang sudah
berkembang. GKST juga bagian gereja Tuhan yang kudus. Berkembangnya GKST di
karenakan datangnya misionaris Belanda ke Poso yang bernama Albert Christian Kruyt
(1869 – 1949). Ia tiba di Poso pada tahun 1892, setelah melewati Manado dan
Gorontalo.8 Menyusul kemudian pada bulan Maret 1895 NZG mengutus seorang ahli
bahasa dan etnolog bernama N. Adriani untuk membantu A.C. Kruyt dalam memahami
budaya dan bahasa setempat, demi kepentingan pembangunan sekolah, proses
pengajaran, dan penterjemahan Alkitab. Mereka berdua, A.C. Kruyt dan N. Adriani,
serta beberapa tenaga misi lainnya yang diutus oleh NZG kemudian memulai pekabaran
Injil terhadap suku Pamona di daerah sekitar muara sungai Poso sampai ke dataran tinggi
di sekitar Danau Poso. Upaya pertama yang mereka lakukan adalah mempelajadi bahasa,
budaya, dan menjalin persabahatan dengan para „Tadulako‟ dan „Wa’a ngKabosenya ‟9 di
Poso. Selain itu mereka mendirikan sekolah sebagai tempat mengajar anak-anak
membaca dan menghitung.
Setelah menunggu selama tujuh belas tahun sejak kedatanggannya di sana,
akhirnya
pada tanggal 26 Desember 1909, baptisan pertama dilaksanakan terhadap
„Papa I Wunte‟, „Tadulako‟ suku Pamona Pebato, bersama keluarga dan 168 anggota
8
J. Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso. ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977), 84.
Tadulako’ adalah pemimpin-pe i pi suku atau kla di Poso. Seda gka wa’a ngKabose adalah tua-tua
kampung dan dewan adat yang bersama Tadulako memimpin suku-suku di Poso.
9
5
klannya.10 Baptisan pertama ini menjadi momentum bagi proses penerimaan iman
Kristen di antara suku Pamona Poso. Dari suku Pamona mereka bergerak ke sebelah
Barat terhadap suku Lore, kemudian ke sebelah Timur (1914) terhadap suku Mori, dan
perluasan pekabaran Injil NZG berakhir pada tahun 1926 terhadap suku Wana, yaitu
kelompok-kelompok suku terpencar yang hidup terasing di puncak-puncak gunung
pedalaman Sulawesi Tengah.11 Gereja ini berdiri pada tanggal 18 Oktober 1947 dengan
pusat sinodenya di kota kecil yang bernama Tentena. Kota Tentena adalah sebuah kota
kecamatan yang terletak di tepi danau Poso dengan jarak 56 km dari Ibu kota kabupaten
Poso.
Dari kedua gereja ini mempunyai denominasi yang sangat berbeda, dan kedua
gereja juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial dan budaya. GKI adalah gereja
baru yang masih kuat dengan pengaruh nasionalisme Tianghoa dan Katolik Roma,
sedangkan GKST salah gereja yang di mulai dengan pekabaran Injil yang dilakukan oleh
para zending di mulai dengan pembaptisan menjadi Kristen yang awalnya masih agama
suku menjadi agama kristen murni. Seharusnya anggota GKST masuk di gereja yang
denominasinya yang sama seperti GPIB yang merupakan bagian gereja Hervormd. Tapi
kenyataannya tidak yang terjadi di Salatiga bahwa Jemaat atau anggota GKST lebih
memilih masuk di GKI Soka sebagai tempat beribadah, berorganisasi, serta melakukan
pelayanan. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
penulis ingin mengadakan penelitian terhadap keanggotaan dalam gereja yang semakin
berkembang. Dengan demikian maka skripsi ini diberi judul
Kecenderungan Bergereja Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) di
Gereja Kristen Indonesia (GKI )Soka di Salatiga.
B. Rumusan Masalah
Anggota Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang masuk menjadi anggota jemaat
di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Soka sekitar enam puluh dua (62) orang dari seratus
dua puluh (120) orang yang masih jemaat simpatisan. Kedua gereja ini sangatlah berbeda.
Seharusnya anggota GKST yang ada di Salatiga masuk di gereja yang denominasinya
10
11
J. Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso., 161.
Ibid., 157.
6
sama. Tetapi kenyataannya adalah anggota GKST lebih memilih GKI Soka sebagai
tempat beribadah dan terlibat dalam kebaktian maupun organisasi. Yang menjadi
pertanyaannya adalah :
Apa alasan warga jemaat (GKST) masuk menjadi anggota jemaat di GKI Soka?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian sebagai berikut
Mendeskripsikan alasan warga GKST msuk menjadi anggota GKI Soka !
D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas – asas gejala alam,
masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu tertentu.12 Dalam melakukan
penelitian penulis menggunakan pendekatan metode kualitatif dan deskriptif.
Penelitian
kualitatif
adalah
suatu
penelitian
yang
ditunjukan
untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa
deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip – prinsip dan penjelasan yang mengarah
pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif.13
Penelitian Deskriptif adalah merupakan peneltian yang mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada,yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian yang dilakukan. Dan penelitian deskriptif ini tidak diperlukan administrasi
dan pengontrolan terhadap perlakuan.14 Didalam penelitian penulis menggunakan
penelitian Deskriptif Kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah penelitian evaluasi yang
disajikan. Penelitian deskriptif ini sangat dibutuhkan atau bermanfaat karena bertujuan
untuk menilai sejauh mana variabel yang diteliti telah sesuai dengn tolak ukur yang sudah
ditentukan15
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci.16 Oleh karena itu, peneliti
12
Suryanto Sigit., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Penerbit KARISMA 2006)hal 380
Zainul Asmawi,M.Ed., Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : REMAJA ROSDAKARYA)60
14
Arikunto Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta :Penerbit RINEKA CIPTA. 2010) 234
15
Ibid 268
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Penerbit CV. Alfabeta, 2009) 1
13
7
harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas untuk bertanya, menganalisis, dan
mengkonstruksi obyek yang diteliti.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam mengumpulkan data penulis akan melakukan teknik pengumpulan data yaitu:
1. Data primer adalah data - data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian
yaitu dengan cara :
a. wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara melontarkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh Pendeta dan jemaat
b. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang fakta
dan cukup efektif. Observasi adalah pengamatan atau peninjauan secara cermat terhadap
lingkungan warga gereja GKI Soka Salatiga
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka,dan juga dari sumbersumber yang lain misalnya foto, dan dokumen cetak maupun non cetak
F. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Sistematika Penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI
A. Denominasi Gereja
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENELITIAN
BAB IV
: REFLEKSI TEOLOGIS
BAB V
: PENUTUP
8