KONSEP PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM DAN BARAT : STUDI PEMIKIRAN Al-ZARNUJI DAN PAULO FREIRE.

(1)

KONSEP PENDIDIK DALAM PANDANGAN

ISLAM DAN BARAT

( Studi Pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire )

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Islam

Oleh

Moh. Miftahul Choiri NIM. F13213146

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Moh. Miftahul Choiri (F.13213146), Konsep Pendidik Dalam Pandangan Islam dan Barat (Studi Pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire). Thesis, Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Dosen Pembimbing: Dr.H. Ibnu Anshori,SH, M.A

Dalam penelitian ini penulis mendiskusikan/ mengkaji keunikan pemikiran Al-zarnuji dan Paulo Freire tentang konsep pendidik, dilihat dari model pembelajarannya, kedudukan guru, serta kualifikasi guru menurut kedua tokoh tersebut. Apa yang melatarbelakangi keunikan tersebut bisa terjadi, apakah pengaruh paradigma filsafat pendidikan Barat dan Timur atau konteks sosial. Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan Filsafat Pendidikan dan Sosiologi pendidikan. Karena itu alat untuk mengkaji permasalahan pada Tesis menggunakan pendekatan Filsafat Pendidikan dan Sosiologi Pendidikan. Jenis penelitian library research, teknik pengumpulan data adalah dokumentasi dan teknik analisis data adalah menggunakan analisis isi (content analysis).

Dari kajian penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh ini memiliki keunikan sebagai berikut; Dilihat dari model pembelajaran pada zaman Al-Zarnuji masih bersifat klasik, yaitu proses pembelajaran yang kurang memberikan ruang bagi murid untuk berpendapat. Model pembelajaran Paulo Freire bersifat humanis, yaitu proses pembelajaran yang memberikan apresiasi kepada murid untuk mengembangkan serta mendayagunakan semua potensi yang dimilikinya. Dari segi kedudukan guru, dalam pandangan Al-Zarnuji guru adalah tingkatannya diatas murid dalam proses pembelajaran. Guru merupakan sumber nilai, sedangkan murid adalah penerima nilai. Oleh karena itu kewajiban murid adalah harus menghormati gurunya secara mutlak. Dalam pandangan Paulo Freire, bahwa guru dan murid harus belajar bersama dan sejalan dalam sebuah proses yang dialogis serta tidak memaksakan satu pihak untuk menerima pengetahuan ibarat gelas yang harus diisi. Mereka berada pada posisi yang saling memberi/ saling memanusiakan (Humanisme).

Berkaitan dengan kompetensi guru, Al-Zarnuji mempunyai kriteria tentang guru ideal yaitu; guru harus alim, mempunyai sifat wara’, dan lebih tua/senior. Menurut Paulo Freire, bahwa pembelajaran humanis bukan berarti menolak peran guru sebagai figur, tetapi yang lebih ditekankan adalah interaksi dialogis antara guru dan murid dalam proses pembelajaran. Keunikan pemikiran kedua tokoh tersebut berbeda, yaitu karena pengaruh perbedaan konteks sosial/ keadaan sosial yang terjadi pada masa kedua tokoh tersebut. Selain itu dipengaruhi oleh cara pandang filsafat Barat dan Islam. Barat mengedepankan rasionalitas dan logika, sedangkan filsafat Islam berpijak pada wahyu ilahiyah yang mengajarkan kepatuhan, ketaatan dan lain sebagainya.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN...iii

PENGESAHAN PEMBIMBING ... iv

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI... vi

MOTTO ... vii

ABSTRAK...viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... x

DAFTAR ISI...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah...7

C. Rumusan Masalah...7

D. Tujuan Penelitian...8

E. Kegunaan Penelitian...8

F. Kerangka Teoritik...9

G. Penelitian Terdahulu...13

H. Metode Penelitian...20

I. Sistematika Pembahasan...24

BAB II KAJIAN TEORI ...26

A. Konsep Pendidik Menurut Pandangan Islam dan Barat...26


(7)

C. Kompetensi Guru Menurut Pandangan Islam dan Barat...36

D. Proses Instruksional Pembelajaran Dalam Pandangan Islam dan Barat...39

BAB III OBJEK KAJIAN...48

A.Biografi dan Konteks Sosial Al-Zarnuji………48

1.Biografi Al-Zarnuji...48

2. Konteks Sosial Konsep Pendidikan Al-Zarnuji...54

B. Biografi dan Konteks Sosial Paulo Freire………59

1. Biografi Paulo Freire...59

2. Konteks Sosial Konsep Pendidikan Paulo Freire...63

BAB IV KONSEP PENDIDIK...68

A. Konsep Pendidik Menurut Al-Zarnuji………..68

1. Strukturalisme Dalam Pembelajaran...68

2. Kedudukan Guru Menurut Al-Zarnuji...69

3. Kompetensi Guru Menurut Al-Zarnuji... 72

4. Instruksional Pembelajaran Al-Zarnuji...75

B. Konsep Pendidik Menurut Paulo Freire………..90

1. Humanisme Dalam Pembelajaran...90

2. Kedudukan Guru Menurut Paulo Freire...92

3. Kompetensi Guru Menurut Paulo Freire...94

4. Instruksional Pembelajaran Paulo Freire...95

BAB V ANALISIS PERBANDINGAN... A.Deskripsi Keunikan Konsep Pendidik Menurut Al-Zarnuji dan Paulo Freire...98


(8)

B.Analisis Mengapa Keunikan Bisa Terjadi pada

Kedua Tokoh Tersebut...102

BAB VI KESIMPULAN...107

DAFTAR PUSTAKA...110


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dalam latar belakang ini penulis mendiskusikan tentang konsep pendidik dalam pandangan Islam dan Barat. Apa keunikan masing-masing dari keduanya, agar dapat kita ambil hikmah untuk diterapkan dalam pembelajaran era modern seperti sekarang ini. Tetapi sebelum membahas hal tersebut akan dipaparkan beberapa urgentnya seorang guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagaimana berikut.

Guru merupakan salah satu komponen penting dalam menggapai tercapainya pendidikan yang berkualitas untuk mendorong lahirnya insan Indonesia yang cerdas, kompetitif dan bermartabat. Kapasitas guru sangatlah berperan penting dalam sebuah pendidikan, yang menjadi ujung tombak untuk melakukan proses mendidik tersebut sebagaimana tujuan pendidikan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa. Masalah guru (tenaga kependidikan) dianggap paling urgen dalam komponen pendidikan. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik.

Ada suatu pendapat mengatakan manusia itu adalah jelas tujuan hidupnya, bukan sekedar bayang-bayang semu sebagaimana binatang. Jika tujuan hidup binatang untuk beradaptasi dengan alam, maka tujuan hidup


(10)

2

manusia adalah memanusiakan (humanizing) dunia melalui proses transformasi. Oleh karena itu mengajari manusia dewasa untuk membaca dan menulis harus dilihat, dianalisa dan dipahami dalam kerangka seperti diatas. Orang yang melakukan analisa secara kritis terhadap metode dan teknik yang diterapkan guru disekolah akan menemukan kepentingan praksis yang mengingkari nilai filosofis manusia secara tersirat atau tersurat, dalam alur berfikir yang koheren.1

Dari kutipan diatas penulis dapat mengambil maksud yaitu manusia diciptakan atas dasar humanisme dalam hal apa saja termasuk pendidikan. Oleh karenanya tidak bisa disamakan antara manusia dengan benda mati. Manusia mempunyai karakteristik yang unik, yang mempunyai ciri khas. Maka lembaga pendidikan disini mempunyai peran agung yaitu mengembangkan bakat dan potensi peserta didik, agar mereka menjadi manusia yang baik dan berguna.

Terdapat beberapa pandangan tentang konsep pendidik dalam teori Islam dan Barat. Sebelum mengkaji hal tersebut penulis akan memaparkan secara umum pendidikan dalam pandangan Islam dan Barat. Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education); akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Selain itu Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,

1

Paulo Freire, Politik Pendidikan : Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, terj: Agung Prihantoro(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007),82-84.


(11)

3

memindahkan2 pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.3

Dari pendapat dua tokoh Islam di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Jadi pendidik dalam pandangan Islam harus dapat membimbing serta memfasilitasi peserta didik dalam hal perkembangan jasmani dan rohaninya. Juga dapat mengembangkan potensi intelektual dan spiritualnya. Yang mana kedua aspek ini harus seimbang dengan tujuan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Di satu sisi paham yang dikembangkan di Barat adalah rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, atheisme, dan lainnya yang dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi: dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective). Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjut, sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.

3 Rahmat Hidayat Zakaria, Ilmu dan Pendidikan: Perspektif antara Islam dan Barat, (Januari 2016)


(12)

4

Pendidikan dalam pandangan Barat lebih menekankan aspek kognitif intelektual. Karena hal tersebut dapat diketahui dari ranah yang dikembangkan yaitu, rasionalisme, empirisme dan humanisme. Ketiga ranah ini lebih menekankan perkembangan peserta didik dari sisi intelektualnya. Misalnya paham humanisme yang memberikan penghargaan terhadap manusia dalam hal ini peserta didik, yaitu menempatkan pendidik dan peserta didik sebagai subjek dalam proses pendidikan. Karena mereka memiliki kedudukan yang sejajar. Pendidikan adalah sebuah kegiatan belajar bersama antara pendidik dan peserta didik. Keduanya bertanggung jawab bersama atas proses pencapaian kegiatan belajar.

Sebuah pernyataan Rene Descartes misalnya, yang memperkuat arah pendidikan yang dikembangkan di Barat. Tokoh filsafat Barat asal Prancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti yang penulis paparkan di atas. Yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya.

Menurut Syeh Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional.


(13)

5

Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.

Ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan.4

Dari beberapa pandangan tentang konsep pendidikan Islam dan Barat, maka pendidik dalam pandangan islam adalah seseorang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang perkembangan peserta didik baik jasmani maupun rohaninya.5 Suryasubrata memberikan penguatan tentang konsep pendidik menurut Islam yaitu Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.6

Pendidik dalam pandangan Islam harus dapat memfasilitasi murid dalam perkembangan jasmani dan rohaninya. Pendidikan dalam Islam menghendaki adanya

4 Muhammad Deden Suryadiningrat, Karakter Pendidikan Islam vs Pendidikan Barat, (Januari 2016)

5

Muhammad fadhil al-Jamali, Tarbiyah al-insan al-Jadid, (Al-Tunisiyah : al-Syarikah, tt), hal. 74 6


(14)

6

keseimbangan antara intelektual kognitif dan aspek sikap murid. Selain menghendaki pintar dalam hal intelektual juga harus mempunyai perilaku yang baik. Karena akhlak yang baik merupakan pokok dalam pendidikan Islam. Hal ini tujuannya adalah agar siswa mendapat ilmu yang bermanfaat dan akhirnya mereka bahagia dunia dan akhirat.

Pendidik dalam pandangan barat lebih menekankan aspek intelektual kognitif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat kita lihat dari filsafat yang dikembangkan di Barat misalnya Empirisme, Rasionalisme, dan humanisme. Semua filsafat ini menghendaki pengembangan dari sisi intelektual. Maka dalam pandangan Barat ada istilah yaitu pembelajaran yang humanis, yaitu pembelajaran yang menyenangkan. Dalam pembelajaran humanis ini para siswa diberi ruang seluas-luasnya untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Termasuk menggali bakat dan minat mereka masing-masing sehingga pada akhirnya menjadi manusia yang dapat bersaing dengan yang lainnya, serta menjadi manusia yang unggul.

Oleh karena itu dari berbagai pandangan serta perdebatan tentang pendidikan dalam Islam dan Barat, maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang; KONSEP PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM DAN BARAT; ( Studi Pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire ). Dengan harapan dapat mengetahui secara jelas kekhasan atau keunikan masing-masing tentang konsep pendidik dalam pandangan Islam dan Barat. Dilihat dari model pembelajarannya, kedudukan guru, serta kualifikasi guru menurut kedua tokoh Islam dan Barat tersebut.


(15)

7

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisa serta kajian selanjutnya, penulis memberikan Identifikasi dan Batasan masalah, yaitu kajian Tesis ini berfokus pada kajian konsep pendidik dalam pandangan Islam dan Barat studi pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire. Pada kajian ini penulis mengambil pemikiran dari Paulo freire dan Al-Zarnuji. Pemikiran Paulo Freire

yang terkenal yaitu “pendidikan yang membebaskan” dan juga “pendidikan humanisme”. Lain halnya dengan Al-Zarnuji yang terkenal dengan

karangannya yang berjudul “Ta’limul Muta’allim” yang berisi tentang penjelasan seputar bagaimana etika dalam menuntut ilmu. Juga berisi hal-hal yang harus dipenuhi sebagai seorang pendidik.

Tentu dari kedua pemikir ini mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda sehingga keduanya memberikan kontribusi yang berbeda pula tentang pendidikan. Khususnya yaitu tentang konsep seorang pendidik. Sehingga pada Tesis ini penulis ingin mengetahui sejauh mana keduanya memberikan definisi tentang seorang pendidik, dan hal-hal yang berkaitan dengan tugas kependidikan. Penulis mencari keunikan pemikiran kedua tokoh tersebut tentang konsep pendidik. Pada akhirnya kita mengetahui dengan jelas bagaimana karakteristik masing-masing dari kedua tokoh tersebut.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah yang dipaparkan di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:


(16)

8

1. Bagaimana keunikan pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire terkait tentang konsep pendidik?

2. Bagaimana keunikan bisa terjadi, apakah terpengaruh oleh paradigma filsafat pendidikan Barat dan Timur atau konteks sosial masing-masing dari kedua tokoh ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam Tesis merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian kegiatan penelitian, karena segala sesuatu yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan permasalahannya.

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Untuk mengidentifikasi bagaimana keunikan pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire terkait tentang konsep pendidik.

2. Untuk mengidentifikasi bagaimana keunikan bisa terjadi, apakah terpengaruh paradigma filsafat pendidikan Barat dan Timur atau konteks sosial masing-masing dari kedua tokoh tersebut.

E.Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama pada pihak-pihak yang terkait:

1. Bagi Masyarakat: Sebagai bahan refleksi untuk analisis serupa. Serta agar memahami tentang pemikiran kedua tokoh tentang konsep pendidik dan standarisasi yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik


(17)

9

2.Bagi Guru: Sebagai rujukan dalam pelaksanaan pembelajaran, sebagai bahan refleksi tentang bagaimana seharusnya hal-hal yang harus dilakukan sebagai seorang guru yang baik dan seorang guru yang humanis.

3.Bagi Peneliti: Memperdalam dan memperluas wawasan dalam bidang pendidikan dan penelitian sehingga peneliti bisa memberikan kontribusi terkait bagaimana sesungguhnya konsep pendidik yang dinyatakan oleh Paulo Freire dan Al-Zarnuji. Dan bagaimana relevansinya dengan pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia

F. Kerangka Teoritik

Pendidik merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan. Ia memegang peranan penting dalam memajukan peradaban sebuah bangsa. Sehingga perlu adanya suatu standar atau kualifikasi yang harus dicapai oleh seseorang pendidik. Tujuannya tidak lain adalah agar ia cakap dalam menjalankan tugas profesionalnya. Dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) juga ikut andil dalam memberikan standar kualifikasi akademik yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kompentensi guru, Pemerintah menetapkan sejumlah kriteria minimal yang harus dipenuhi guru agar dapat berperan maksimal menjalankan tugasnya mendorong lahirnya generasi Indonesia yang aktif mengembangkan potensi dirinya, serta cerdas dan bermoral tidak hanya


(18)

10

demi kepentingan pribadi namun juga demi kepentingan masyarakat bangsa dan negara.7

Membahas terkait pendidik tentu tidak lepas dengan konsep pendidikan secara umum. Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini paradigma pendidikan Barat dan Timur sangatlah berbeda. Hal ini dikarenakan bangunan filsafat yang digunakan kedua negara tersebut tidak sama. Karakteristik Pendidikan Barat Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.8

Dari alur berpikir inilah maka tampaknya paradigma filsafat pendidikan Barat menghendaki adanya sekulerisasi antara ilmu dan agama. Sebab mereka membangun kerangka keilmuan dari kebenaran logika dan rasio, tidak dari sumber agama dan wahyu. Oleh karena itu Agus Purnomo megatakan bahwa Karakteristik Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan.9

7

Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru.

8 Agus Purnomo, “ Antara Pendidikan Barat dan Islam”, Aguspurnomosite, (Januari, 2015), 14 9 Ibid., 14


(19)

11

Penulis menyimpulkan bahwa paham rasionalisme yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Oleh karena itu kita harus mengetahui seperti apakah pendidikan di mata Islam itu, Dan bagaimanakah sistem pendidikan di dalam Islam itu sendiri. Karakteristik Pendidikan Barat seperti tokoh John Locke, Immanuel Kant, menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu. Mereka melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya. Yang berpengaruh terhadap berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya.

Paradigma filsafat pendidikan Islam berbeda dengan Barat. Akar filsafat pendidikan Islam bersumber dari wahyu dan agama. Sehingga yang diutamakan tidak semata-mata rasio dan akal akan tetapi lebih mengedepankan sikap dan etika serta kebenaran ilahiyah. Karakteristik pendidikan Islam: pendidikan yang tinggi, pendidikan yang komprehensif dan integral, pendidikan yang realistis, pendidikan yang berkontinuitas, pendidikan yang seimbang pendidikan yang tumbuh dan berkembang, pendidikan yang global/ internasional.10

Salah satu ciri khas Filsafat Islam adalah tak lepas hubungan filsafat dengan agama. Filsafat Islam memiliki perbedaan dengan Filsafat Barat karena

10Agus Purnomo, “ Antara Pendidikan Barat dan Islam”,


(20)

12

Filsafat Islam lebih mengedepankan agama. Pada akhirnya muncul banyak perdebatan antara para tokoh filsafat Barat dengan filsafat Islam.11

Penulis dapat menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara filsafat Barat dan filsafat Islam, namun mereka memiliki keunikan masing-masing. Meskipun sama-sama bertujuan menemukan kebenaran, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Agama mengajarkan kepatuhan, sedangkan filsafat mengandalkan kemampuan berfikir kritis yang sering muncul dalam keraguan, mempertanyakan, dan membongkar sampai ke akar-akarnya. Semoga dengan paradigma kedua filsafat ini dapat menambah wawasan serta keilmuan kita semakin luas. Dan kita makin bijaksana dalam menyikapi sesuatu.

Implikasi filsafat pendidikan terhadap praktek pendidikan yaitu mempengaruhi corak proses pendidikan itu sendiri. Maksudnya ketika berpegang pada filsafat Barat maka aktivitas pembelajaran lebih mengembangkan kreativitas berpikir siswa karena berpijak pada rasionalitas. Sedangkan filsafat Islam selain mengembangkan pola pikir siswa, juga melatih dan membiasakan berperilaku baik, bersikap baik dan sopan santun terhadap guru dan hal-hal lain yang berkenaan dengan pembiasaan tingkah laku baik.

Dari latarbelakang perbedaan paradigma filsafat pendidikan Barat dan Islam inilah, sehingga penulis ingin meneliti terkait keunikan masing-masing dari keduanya. Khususnya yaitu tentang konsep pendidik yang dinyatakan Paulo Freire dan Al-Zarnuji. Penelitian ini tidak untuk mencari siapa yang lebih baik pandangannya akan tetapi mendudukkan sesuai

11


(21)

13

paradigma yang dipegang oleh kedua tokoh tersebut. Apakah Paulo Freire yang notabene tokoh barat dalam pemikirannya benar-benar mengesampingkan aspek sikap dan etika dalam filsafat pendidikannya, ataukah tetap mempertahankan hal tersebut. Sehingga perlu kajian lebih lanjut

G. Penelitian Terdahulu

1. Muhammad Harir. Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Tesis UIN Maulana Malik Ibrahim Malang). Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a). Pendidikan merupakan pendekatan dan pemikiran yang berangkat dari asumsi bahwa pendidikan adalah proses pembebasan dari sistem yang menindas. Yaitu pendidikan yang menolak adanya hegemoni kaum sepihak yang mengabaikan keadaan pihak lain. Maka dalam pengertian Freire, pendidikan adalah produksi kesadaran kritis, terhadap kelas, gender, dan lain sebagainya.

b).Pendidikan adalah pembebasan dari ketertutupan, dari pesimisme menuju optimisme dan pembongkar terhadap kedhaliman sosial.

c). Pendidikan bertugas membangun kehidupan yang demokratis.12

Muhammad Harir sudah sampai memberikan beberapa konsep pendidikan yang membebaskan menurut Paulo Freire. Akan tetapi pada Tesis tersebut belum memberikan gambaran secara utuh terkait konsep pendidik, kualifikasi pendidiknya, serta hal lain yang berkaitan dengan konsep pendidik.

12 Muhammad Harir, “

Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif


(22)

14

Sehingga Tesis tersebut penulis gunakan sebagai acuan dan dasar untuk mengkaji lebih lanjut terkait konsep pendidiknya.

2. Unun Zumairoh Asr Himsyah. Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh al-Zarnuji Studi kitab Ta’limul Muta’allim (Tesis UIN Maulana Malik Ibrahim Malang). Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a). Pendidikan menurut konsep Islam antara lain berarti mengembangakan, melatih, memfungsionalkan serta mengoptimalkan fungsi-fungsi macam-macam alat manusia yang telah dianugerahkan oleh Allah tersebut, secara integral sebagai manifestasi dan rasa syukur kepada Allah. Agar manusia dapat bermanfaat sebagaimana mestinya sebagai makhluk Allah SWT. Seperti kita ketahui bersama bahwasanya tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah menjadikan manusia yang baik dan bertakwa yang menyembah Allah. Dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syari'at Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya kepada Tuhan

b). al-Zarnuji seorang tokoh dan cendekiawan klasik telah menuangkan pemikirannya dalam konteks moral yang ketat dalam karyanya yaitu

kitab Ta’limul Muta’allim thariqat al-ta’allum. al-Zarnuji mengklasifikasikan pemikirannya dalam 13 fasal. Namun kitab ini menimbulkan kontroversi dikalangan ulama dan tokoh-tokoh pendidikan. Kupasan-kupasan teknis-aplikatif al-Zarnuji tentang etika belajar-mengajar itu kemudian mengesankan bahwa Ta’lim masih kental dengan


(23)

15

pengaruh budaya lokal.13

Unun Zumairoh pada Tesisnya telah mengkaji terkait pemikiran Al-Zarnuji dari sisi konsep pendidikan Islam secara umum yang terdapat di dalam

kitab Ta’limul Muta’allim. Ia juga mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam itu menjadikan manusia yang baik dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sehingga belum menyentuh dari sisi konsep pendidiknya. Sehingga perlu penulis kaji lebih lanjut.

3. Miftahuddin. Konsep Profil guru dan siswa (mengenal pemikiran Al-Zarnuji dalam Ta’limul Muta’allim dan relevansinya), Artikel. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Artikel ini mencoba mengungkap perlunya pemikiran al-Zarnuji yang terdapat dalam Ta’limul Muta’allim untuk diaktualisasikan sebagai salah satu metodologi pendidikan. Pengungkapan ini didasari atas penglihatan beberapa konsep yang terdapat dalam Ta’limul Muta’allim tampak tetap relevan sampai kapanpun untuk dijadikan pegangan, baik oleh para pendidik maupun anak didik, agar tercapai tujuan pendidikan.

Ada beberapa konsep yang perlu dipegang untuk mencapai tujuan pendidikan, bahwa pendidik harus orang yang ‘alim (profesional), wara’ (orang yang dapat menjauhi diri dari perbuatan tercela), dan tawadlu (tidak sombong dengan keilmuannya). Di sisi lain, sebagai anak didik harus berniat yang tulus; sabar dan tabah dalam belajar; jangan sampai salah dalam memilih teman; menghormati atau mengagungkan ilmu; menjaga diri

25 Unun Zumairoh Asr Himsyah, “Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh al-Zarnuji


(24)

16

dari perbuatan-perbuatan yang tercela; bersungguh-sungguh dan selalu mengulang-ulang pelajarannya.14

Miftahuddin pada artikelnya membahas terkait konsep profil guru dan siswa. Serta hubungan guru dan siswa yang dijelaskan dalam kitab

Ta’limul Muta’allim. Ia sudah sampai memberikan gambaran terkait konsep

pendidik, kualifikasi seorang pendidik yaitu pendidik harus ‘alim (profesional), wara’(orang yang dapat menjauhi diri dari perbuatan tercela),

dan tawadlu’(tidak sombong dengan keilmuannya). Sehingga dapat penulis

simpulkan seperti yang diungkapkan Miftahuddin, ternyata pada masa itu

kitab Ta’limul Muta’allim sudah memberikan standar kualifikasi yang harus dimiliki seorang guru.

4. Rahmawati. Aspek pendidikan Tasawuf kitab Ta’limul Muta’allim karya Al-Zarnuji, Artikel. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Ta’līmul Muta’allim mengandung nilai-nilai tasawuf yang merupakan literatur klasik yang membahas strategi belajar dan konsep pendidikan yang dipadukan secara harmonis dengan konsep ajaran-ajaran tasawuf. Sekalipun hal ini tidak disampaikan secara eksplisit oleh pengarang, tetapi konsep dan strategi pendidikan yang dikemukakannya sangat sufistik dengan bahasa yang selalu mengacu pada landasan etik-religi.15

14

Miftahuddin, “Konsep Profil guru dan siswa “mengenal pemikiran Al-Zarnuji dalam Ta’limul Muta’allim dan relevansinya” (Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2012) 25

15 Rahmawati, “Aspek pendidikan Tasawuf kitab Ta’lim A

l-Muta’allim karya Al-Zarnuji” (Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2012) , 20


(25)

17

Rahmawati sudah sampai memberikan kesimpulan bahwa

Ta’limul Muta’allim kitab klasik yang membahas strategi belajar dan

konsep pendidikan yang dipadukan secara harmonis dengan konsep-konsep ajaran tasawuf. Akan tetapi ia belum sampai membahas secara detail terkait konsep pendidiknya

5. Nurul Huda. Konsep Pendidikan al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul

Muta’allim, Artikel. Dapat diambil kesimpulan sebagaimana berikut: Al-Zarnuji berusaha mengemukakan konsep-konsep praktis yang mudah dilaksanakan dan sejalan dengan aturan-aturan Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah) yang dikenal masyarakat, terlepas apakah hadits-hadits tersebut shahih ataupun dhaif atau bahkan maudhu’. Ia cenderung memahami persoalan belajar dari sisi pendekatan etis (ethic approach), dipandang dari ukuran baik dan tidak baik. Siswa yang memahami kitab tersebut selalu berusaha menerapkan seluruh isi kitab yang dipelajari dalam kehidupan keseharian mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim yang ditulis pada abad 13 M, cukup mendapat perhatian dari sebagian komunitas masyarakat Islam. Bahkan diawal abad ini kitab Ta’limul Muta’allim telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Orientalis Amerika kenamaan Von Grunebaum, pendiri Islamic Studies UCLA.16

Nurul Huda menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran yang terdapat

pada Ta’limul Muta’allim mengemukakan konsep-konsep praktis yang

16Nurul Huda, “Konsep Pendidikan al

-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim”(Januari, 2014), 26


(26)

18

mudah dilaksanakan dan sejalan dengan (Al-Qur’an dan Al-Sunnah). Artikel ini tidak memaparkan konsep pendidik secara utuh.

6. Nurul Zainab. Paradigma pendidikan kritis (Studi komparasi pemikiran Paulo Freire dan Murtadha Muthahhari), Tesis. Dapat diambil kesimpulan sebagaimana berikut:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan menurut Paulo Freire, merupakan pendidikan yang dijalankan bersama-sama oleh pendidik dan peserta didik sehingga peserta didik tidak menjadi cawan kosong yang diisi oleh pendidik yang mana hal tersebut merupakan penindasan terhadap potensi dan fitrah peserta didik. Sedangkan pendidikan manusiawi dalam pandangan Murtadha Muthahhari dalam konteks pendidikan kritis adalah pendidikan yang mengembangkan potensi berpikir kreatif pada diri peserta didik serta membekali mereka dengan semangat kemerdekaan dalam proses pengembangan potensi berpikir.17

Tujuan pendidikan Freire adalah menumbuhkan kesadaran kritis, sedangkan tujuan pendidikan Muthahhari adalah menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Karakteristik utama pendidikan Freire adalah konsientisasi, sedangkan karakteristik pendidikan Muthahhari adalah sosialisasi dan berpikir kritis. Pendidikan Freire diterapkan dengan pola praxis, kemanunggalan antara aksi dan refleksi yang berjalan terus menerus, sedangkan metode penerapan pendidikan

17

Nurul Zainab, “Paradigma pendidikan kritis (Studi komparasi pemikiran Paulo Freire dan Murtadha Muthahhari)” (Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2013) 80


(27)

19

Muthahhari tidak terbatas pada aksi dan refleksi semata tetapi mencakup muhasabah, muraqabah dan amal.18

Pada Tesis Nurul Zainab tersebut mengungkapkan bahwa pendidikan menurut Paulo Freire, ialah pendidikan yang dijalankan bersama-sama antara pendidik dan peserta didik. Keduanya terjadi komunikasi dialogis antara guru dan murid. Sehingga dengan komunikasi yang dialogis inilah pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan dan bermakna. Pada tesis Nurul Zainab diatas sebenarnya sudah memberikan gambaran terkait konsep pendidik meskipun dalam makna tersirat. Sehingga Tesis ini penulis gunakan sebagai tambahan literatur untuk menambah khasanah keilmuan.

Dari beberapa penelitian terdahulu di atas dijelaskan tentang konsep profil guru dan murid menurut Al-Zarnuji, konsep pendidikan menurut Al-Zarnuji, konsep pendidikan menurut Paulo Freire dan lain-lain. Pada penelitian ini penulis merujuk dari berbagai pandangan pada penelitian terdahulu guna sebagai dasar penelitian yang sedang dikaji. Keunikan penelitian ini adalah penulis mengkaji dan mendiskusikan konsep pendidik dalam pandangan Islam dan Barat, (Studi Pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire). Penelitian ini belum pernah diteliti dalam studi penelitian terdahulu. Harapan penulis adalah semoga penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan.

18


(28)

20

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan Filsafat Pendidikan dan Sosiologi Pendidikan. Karena alat untuk mengkaji permasalahan pada Tesis ini yaitu dengan menggunakan pendekatan Filsafat Pendidikan dan Sosiologi Pendidikan. Dua disiplin ilmu itu yang nanti akan membantu penulis untuk mengkaji lebih dalam terkait judul penelitian ini.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini Library Research (penelitian kepustakaan), karena data yang diteliti berupa naskah-naskah,buku-buku atau majalah-majalah yang bersumber dari khazanah kepustakaan. Penelitian ini digunakan untuk meniliti tentang validitas menurut sejarah yang ada, serta mengidentifikasi bagaimana sesungguhnya konsep pendidik yang dinyatakan oleh Paulo Freire dan tokoh Islam al-Zarnuji, dan bagaimana pandangan keduanya kalau dihubungkan dengan pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan.

2. Instrumen Penelitian

Salah satu dari sekian banyak karakteristik penelitian kualitatif adalah manusia sebagai instrument atau alat. Moleong mengatakan bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus


(29)

21

merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.19

Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis data, penafsir data tentang “Konsep Pendidik Dalam Pandangan Islam dan Barat (Studi Pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire)”. Pada akhirnya, peneliti menjadi pelapor hasil penelitian ini.

3. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data itu bisa diperoleh. Untuk itu dalam penelitian ini penulis menggunakan Personal document sebagai sumber data dalam penelitian kualitatif ini. Personal document adalah dokumen pribadi di sini adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis mengenai tindakan, pengalaman, kepercayaan.20 Personal bacaan sebagai sumber dasar utama atau data primer dan sekunder dalam penelitian ini:

a. Data Primer

Yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah berupa dokumen-dokumen, buku-buku yang membahas tentang pemikiran Paulo Freire, yaitu buku yang berjudul Pendidikan Kaum Tertindas; Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, terj: Agung Prihantoro; Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan

19 Nurul Zainab, “Paradigma pendidikan kritis, 121


(30)

22

Radikal Paulo Freire; Pendidikan Sebagai Proses: Surat-Menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik: Pendidikan Masyarakat Kota. Serta pemikiran al-Zarnuji tentang pendidikan, khususnya pada konsep seorang pendidik. Yaitu kitab Ta’līmul Muta’allim Tarīqatta'allum ;

Ta’līmul Muta’allim Tarīqatta'allum, terj. Abdul Kadri al-Jufri; Az-Zarnuji Tokoh Pendidikan dan Pedagogi; Etika menuntut ilmu terjemah

Ta’lim muta’allim makna jawa pegon dan terjemah Indonesia;

Bimbingan bagi Penuntut Ilmu; Pelita Penuntut; Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu.Al-Qur’an terjemah Departemen Agama RI.

b. Data sekunder

Yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah buku karya Saiful Arif; Pemikiran-pemikiran Revolusioner, (Malang: Pustaka Pelajar), Buku Moh Yamin; Menggugat Pendidikan Indonesia Belajar dari Paulo Freire dan Kihajar Dewantara (Jogjakarta: Ar-ruz Media), buku Firdaus M. Yunus; Pendidikan Berbasis Realitas Sosial (Jogjakarta: Logung Pustaka), buku H.A.R. Tilaar Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta), Buku Safiul Arif, Pemikiran Pemikiran Revolusioner (Malang: Pustaka Pelajar) dan buku penunjang yang lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian library research adalah dengan mengumpulkan, buku-buku, makalah, artikel dan


(31)

23

referensi lainnya. Langkah ini biasanya dikenal dengan metode dokumentasi.

Suharsimin berpendapat bahwa metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, dan lain sebagainya21

Teknik ini digunakan oleh penulis dalam rangka mengumpulkan data yang berkaitan dengan pemikiran Paulo Freire dan al-Zarnuji tentang pandangannya terkait konsep pendidik.

5. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan jenis dan sifat data yang di peroleh dari peneliti ini, maka teknik analisa yang digunalan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan Filsafat Pendidikan dan Sosiologi Pendidikan. Masalah dalam penelitian ini penulis kaji dari sudut pandang Filsafat Pendidikan dan Sosiologi Pendidikan. Kedua disiplin ilmu inilah yang nantinya membantu penulis untuk mencari jawaban dari permasalahan yang sedang dikaji. Untuk teknik analisa data penulis menggunakan analisis isi (content analysis). Weber, sebagaimana dikutip oleh Soejono dan Abdurrahman, mengatakan bahwa analisis isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan separangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen22

21 Suharsimin Arikunto,Prosedur Penelitian(Jakarta:PT Rineka Cipta,2002), 206 22

Soejono dan Abdurrahman,Metode Penelitian:Suatu pemikiran dan Penerapan (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1999), 13


(32)

24

Analisis isi (content analysis) dipergunakan dalam rangka untuk menarik kesimpulan yang sahih dari berbagai sumber atau referensi yang berhubungan dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu

“Konsep Pendidik Dalam Pandangan Islam dan Barat (Studi Pemikiran Al-Zarnuji dan Paulo Freire).

Adapun langkah-langkahnya adalah dengan menseleksi teks yang akan diselidiki, menyusun item-item yang spesifik, melaksanakan penelitian, dan mengetengahkan kesimpulan23

I. Sistematika Pembahasan

Secara sistematis penulisan Tesis ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri atas sub-sub bab yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut:

Bab Pertama merupakan bab pendahuluan, berisi secara global permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini serta dikemukakan beberapa masalah meliputi: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan, outline penelitian dan daftar kepustakaan sementara ruang lingkup pembahasan dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua membahas tentang diskursus pendidik. Kemudian kita lihat keunikan masing-masing dari pemikiran tokoh tersebut. Bagaimana konsep pendidik dalam pandangan barat, bagaimana konsep pendidik dalam

23 Ibid, 16-17


(33)

25

pandangan Islam, bagaimana kedudukan guru dalam pandangan Islam dan Barat, bagaimana kualifikasi guru dalam pandangan Islam dan lain-lain.

Bab Ketiga membahas tentang objek kajian tentang biografi Al-Zarnuji dan Paulo Freire serta konteks sosial konsep pendidikan Al-Al-Zarnuji dan Paulo Freire.

Bab Keempat membahas tentang konsep pendidik menurut Al-Zarnuji dan Paulo Freire. Mulai dari kedudukan guru, lalu kemudian kualifikasi guru, serta proses instruksional pembelajaran menurut Al-Zarnuji dan Paulo Freire.

Bab Kelima mengkaji tentang analisis keunikan masing-masing dari kedua tokoh tersebut tentang konsep pendidik. Kemudian analisis mengapa keunikan tersebut dapat terjadi, apakah pengaruh konteks sosial konsep pendidikan kedua tokoh tersebut atau paradigma filsafat pendidikan Islam dan Barat.


(34)

107

BAB VI PENUTUP A.Kesimpulan

Dari pembahasan Tesis diatas dapat diambil kesimpulan tentang konsep pendidik dalam pandangan tokoh Islam yaitu Al-Zarnuji dan tokoh Barat Paulo Freire. Bahwa keduanya mempunyai keunikan masing-masing ketika mengkaji tentang konsep pendidik, baik dilihat dari model pembelajaran, kedudukan guru, kualifikasi guru menurut kedua tokoh tersebut. Model pembelajaran pada zaman Al-Zarnuji masih bersifat strukturalis, pada waktu itu belum ada model pembelajaran yang bervarian seperti sekarang. Guru berperan sebagai pemberi informasi sedangkan murid sebagai penerima informasi. Peran murid kurang maksimal dalam pembelajaran karena tidak ada ruang untuk berpendapat. Model pembelajaran Paulo Freire bersifat humanis. Proses pembelajaran yang memberikan apresiasi kepada murid untuk mengembangkan serta mendayagunakan semua potensi yang dimilikinya. Guru hanya sebagai pemandu atau fasilitator dalam belajar yang mana membantu murid dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

Kemudian dari segi kedudukan guru, dalam pandangan Al-Zarnuji guru adalah tingkatannya diatas murid dalam segala aspek. Guru merupakan sumber nilai, sedangkan murid sebagai penerima nilai. Guru dituntut bagaimana untuk selalu berusaha membekali dirinya agar dapat menjadi tauladan, sedangkan

kewajiban murid adalah harus menghormati gurunya, harus memuliakan beliau serta tidak boleh sedikitpun membantah apa yang dikatakan oleh seorang guru.


(35)

108

Karena kalau hal tersebut dilakukan maka murid tidak akan mendapatkan kemanfaatan ilmu. Dalam pandangan Paulo Freire guru dan murid harus belajar bersama dan sejalan dalam sebuah proses yang dialogis serta tidak memaksakan satu pihak untuk menerima deposito pengetahuan sebagai celengan yang harus diisi. Guru dan murid harus sama-sama belajar untuk saling memanusiakan antara satu sama lain. Hubungan guru dan murid tidak posisi atas bawah akan tetapi sama-sama saling mengisi satu sama lain dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya untuk kualifikasi guru Al-Zarnuji mempunyai kriteria tentang guru ideal yaitu; guru harus alim, mempunyai sifat wara’, dan lebih tua/senior. Guru harus mempunyai moral dan integritas yang baik (akhlak mulia), disamping mempunyai sifat penyayang dan sabar. Tujuannya adalah agar guru benar-benar dapat mengemban tugas sebagai seorang pendidik. seseorang yang dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Menurut Paulo Freire pembelajaran humanis tidak berarti menolak peran guru sebagai figur, tetapi yang lebih ditekankan adalah interaksi dialogis antara guru dan murid dalam proses pembelajaran. Jadi posisi keduanya bukan sebuah posisi atas bawah, tapi mereka berdua setara dan saling belajar untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.

Mengapa keunikan pemikiran kedua tokoh tersebut berbeda, yaitu karena pengaruh perbedaan konteks sosial konsep pendidikan pada masa tokoh tersebut. Al-Zarnuji yaitu berusaha membangkitkan kembali peradaban keilmuan pada zamannya. Karena pada zaman tersebut adalah masa


(36)

109

kemunduran dinasti abasiyah dan ditandai dengan disintegrasi politik di Bagdad. Sehingga membutuhkan kondisi sosial yang menjamin pada keutuhan suatu negara. Maka untuk merealisasikan hal tersebut maka muncul suatu doktrin ketaatan yang harus dipegang oleh masyarakat pada waktu. Oleh karenanya pemikiran Al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim dapat kita lihat disitu mengajarkan tentang ketaatan, kesopanan, penghormatan terhadap guru dan lain sebagainya.

Sedangkan Paulo Freire adalah tokoh abad modern, pada waktu itu dinegaranya sedang terjadi krisis besar-besaran. Oleh karenanya banyak masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Seseorang yang dapat duduk dibangku sekolah sedikit sekali dan itupun mereka kurang mendapat pelayanan baik dari pemerintah. Dari latarbelakang itulah maka Paulo ingin mengentaskan masyarakat dari ketertindasan. Yang dimaksud ketertindasan adalah kebodohan dan buta huruf. Semua manusia harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dengan tujuan agar dapat mengangkat martabat seseorang tersebut. Akhirnya muncul suatu pandangan tentang humanisme, yaitu bagaimana memperlakukan manusia dengan sebaik-baiknya sesuai fitrah dan potensi yang dimilikinya. Pandangan humanisme ini mengedepankan yaitu kebebasan berpikir bagi siswa. Mereka diberi kesempatan untuk mengeksplor semua potensi yang dimiliki. Mengasah dan mendayagunakan kelebihannya tersebut. Oleh karena itu penulis dapat menyimpulkan bahwa pada masa ini peranan rasionalitas lebih dominan.


(37)

110

DAFTAR PUSTAKA

Freire,Paulo. Politik Pendidikan : Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, terj: Agung Prihantoro. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.

Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas, terj:tim redaksi. Jakarta: LP3ES, 2008.

Paulo Freire dalam Siti Murtiningsih, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire. Yogyakarta: Resist Book, 2004.

Freire, Paulo. Pendidikan Sebagai Proses: Surat-Menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea Bisseau.

Freire, Paulo. Pendidikan Masyarakat Kota. Yogyakarta: Lkis, 2008.

Afandi, Mochtar. “ The Method of Muslim Learning as Illustrated In Al-Zarnuji’s

Ta’lim Al-Muta’allim Tariq Al-Ta’allum”. Thesis—Institute of Islamic Studies McGill University, Montreal, 1993

Yamin, Moh. Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara. Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2009.

al-Zarnuji. Ta’līm al-Muta’allim Tarīqatta'allum, terj. Abdul Kadri al-Jufri. Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995.

Al-Zarnuji, t. Th. Ta’lim al-Muta’allim Thoriq al-Ta’allum. Semarang: Toha Putra.

al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Tariqatta’allum. Jakarta : Darurrohmah, 1995 Islamic Studies Jurnal, The Pedagogik of Al-Zarnuji, vol 1 No. 2 Juli-Desember

2013

Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru

Mulyasa, E. Kurikulum Yang Disempurnakan : Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:Logos, 1997.

Harir, Muhammad “Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire

Dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Malang : Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011.


(38)

113

Fadhil al-Jamali, Muhammad, Tarbiyah al-insan al-Jadid, (Al-Tunisiyah : al-Syarikah, tt),

B, Suryosubrata, Beberapa Aspek Dasar kependidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1983.

Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung: CV ROSDA, 1988. Jurnal Al Banjari. Wacana Dikotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Dan

Pengaruhnya, Vol. 5, No 9, Januari-Juni 2006.

Masdar Hilmi, Ta’lim al-Muta’allim Dalam Bayangan Modernisasi Pendidikan, (Agustus 2015)

Gandhung Fajar Panjalu, “ Analisis Kritits Terhadap Kitab Ta’limul Muta’allim”, (Agustus 2015)

Indra Mustofa, Analisis Terhadap Konsep pendidikan Al-Zarnuji, (Agustus 2015) Kholis Akbar, Pendidikan karakter Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim (Agustus

2015)

Rahmat Hidayat Zakaria, Ilmu dan Pendidikan: Perspektif antara Islam dan Barat, (Januari 2016)

Muhammad Deden Suryadiningrat, Karakter Pendidikan Islam vs Pendidikan Barat, (Januari 2016)


(39)

111

Asr Himsyah, Unun Zumairoh. “Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh al-Zarnuji Studi kitab Ta’lim al-Muta’allim”. Malang : Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim, 2012.

Nurul Zainab, “Paradigma pendidikan kritis ( Studi komparasi pemikiran Paulo Freire dan Murtadha Muthahhari )”. Malang: Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim, 2013.

Arikunto, Suharsimin. Prosedur Penelitian. Jakarta:PT Rineka Cipta, 2002. Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian:Suatu pemikiran dan Penerapan

Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1999.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosdakarya, 2004.

Chomaidi. “Peranan Pendidikan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber

Daya Manusia”. Disampaikan di depan Rapat Senat Terbuka UNY, 15 Oktober 2005.

Musbikin, Imam. Mendidik Anak Ala Shinchan. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013.

Jurnal Al Banjari. Wacana Dikotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Dan Pengaruhnya, Vol. 5, No 9, Januari-Juni 2006.

Darajat, Zakiah. Kepribadian Guru. Jakarta : Bulan Bintang, 1982.

Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008. Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta:

AR-RUZZ MEDIA, 2010.

Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 1990. Bolla, John I, dkk. Keterampilan Mengelola kelas. Jakarta : Diktat Depdikbud,

1985.

Ibn Abd Allah Yaqut al-Hamawi, Syihāb al-Dīn, t. Th. Mu‘jam al-Buldan jilid III, Beirut: Dar al-Fikr.

Marwazi, Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta‘lim al-Muta‘allim Karya al-Zarnuji dan Aplikasinya di Pondok Pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri, Disertasi. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1998.


(40)

112

Ahwani, Ahmad Fuad. al-Tarbiyyah fî al-Islâm aw al-Ta‘lim fî Ra’si al-Qabis. al-Qahirah: Isa al-Babi al-Halabi, 1955.

Langgulung, Hasan. Pendidkan Islam Menghadapi abad ke-21. Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988.

Madjidi, Busyairy. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Press, 1997.

Mahali A, Mudjab dan Mahali, Mujawazah. Kode Etik Kaum Santri. Saduran. Yogyakarta: Al-Bayan, 1988.

Abdul Hakim, Sudarnoto. Islam Berbagai Perspektif: Didedikasikan Untuk 70 tahun Prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA. Yogyakarta: LPMI, 1995.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Salabi, Ahmad. Sejarah dan kebudayaan Islam, Terj. Muhammad Labieb Ahmad jilid 3. Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1997.

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara,1992.

Usman, Ahmad. Al-Ta’lim Inda Burhanul Islam Al-Zarnuji. Kairo:Maktabah Al-Anjalu Al-Misriyah, 1989.

Yunus, Firdaus M. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Jogjakarta: logung pustaka, 2004.

Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid; Studi Pemikiran Tasawuf al-Ghazali. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Latief, Ruslan. Cara Belajar Siswa Aktif CBSA . Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1985.

Usman, Basyiruddin. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Padang : IAIN IB Press, 1999.

Murni, Wahid. dkk, Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011.

Sutiah, Buku Ajar Perencanaan Sistem Pengajaran, Malang : STAIN Malang, 1997.


(1)

108

Karena kalau hal tersebut dilakukan maka murid tidak akan mendapatkan kemanfaatan ilmu. Dalam pandangan Paulo Freire guru dan murid harus belajar bersama dan sejalan dalam sebuah proses yang dialogis serta tidak memaksakan satu pihak untuk menerima deposito pengetahuan sebagai celengan yang harus diisi. Guru dan murid harus sama-sama belajar untuk saling memanusiakan antara satu sama lain. Hubungan guru dan murid tidak posisi atas bawah akan tetapi sama-sama saling mengisi satu sama lain dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya untuk kualifikasi guru Al-Zarnuji mempunyai kriteria tentang guru ideal yaitu; guru harus alim, mempunyai sifat wara’, dan lebih tua/senior. Guru harus mempunyai moral dan integritas yang baik (akhlak mulia), disamping mempunyai sifat penyayang dan sabar. Tujuannya adalah agar guru benar-benar dapat mengemban tugas sebagai seorang pendidik. seseorang yang dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Menurut Paulo Freire pembelajaran humanis tidak berarti menolak peran guru sebagai figur, tetapi yang lebih ditekankan adalah interaksi dialogis antara guru dan murid dalam proses pembelajaran. Jadi posisi keduanya bukan sebuah posisi atas bawah, tapi mereka berdua setara dan saling belajar untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.

Mengapa keunikan pemikiran kedua tokoh tersebut berbeda, yaitu karena pengaruh perbedaan konteks sosial konsep pendidikan pada masa tokoh tersebut. Al-Zarnuji yaitu berusaha membangkitkan kembali peradaban keilmuan pada zamannya. Karena pada zaman tersebut adalah masa


(2)

109

kemunduran dinasti abasiyah dan ditandai dengan disintegrasi politik di Bagdad. Sehingga membutuhkan kondisi sosial yang menjamin pada keutuhan suatu negara. Maka untuk merealisasikan hal tersebut maka muncul suatu doktrin ketaatan yang harus dipegang oleh masyarakat pada waktu. Oleh karenanya pemikiran Al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim dapat kita lihat disitu mengajarkan tentang ketaatan, kesopanan, penghormatan terhadap guru dan lain sebagainya.

Sedangkan Paulo Freire adalah tokoh abad modern, pada waktu itu dinegaranya sedang terjadi krisis besar-besaran. Oleh karenanya banyak masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Seseorang yang dapat duduk dibangku sekolah sedikit sekali dan itupun mereka kurang mendapat pelayanan baik dari pemerintah. Dari latarbelakang itulah maka Paulo ingin mengentaskan masyarakat dari ketertindasan. Yang dimaksud ketertindasan adalah kebodohan dan buta huruf. Semua manusia harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dengan tujuan agar dapat mengangkat martabat seseorang tersebut. Akhirnya muncul suatu pandangan tentang humanisme, yaitu bagaimana memperlakukan manusia dengan sebaik-baiknya sesuai fitrah dan potensi yang dimilikinya. Pandangan humanisme ini mengedepankan yaitu kebebasan berpikir bagi siswa. Mereka diberi kesempatan untuk mengeksplor semua potensi yang dimiliki. Mengasah dan mendayagunakan kelebihannya tersebut. Oleh karena itu penulis dapat menyimpulkan bahwa pada masa ini peranan rasionalitas lebih dominan.


(3)

110

DAFTAR PUSTAKA

Freire,Paulo. Politik Pendidikan : Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, terj: Agung Prihantoro. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.

Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas, terj:tim redaksi. Jakarta: LP3ES, 2008.

Paulo Freire dalam Siti Murtiningsih, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire. Yogyakarta: Resist Book, 2004.

Freire, Paulo. Pendidikan Sebagai Proses: Surat-Menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea Bisseau.

Freire, Paulo. Pendidikan Masyarakat Kota. Yogyakarta: Lkis, 2008.

Afandi, Mochtar. “ The Method of Muslim Learning as Illustrated In Al-Zarnuji’s Ta’lim Al-Muta’allim Tariq Al-Ta’allum”. Thesis—Institute of Islamic Studies McGill University, Montreal, 1993

Yamin, Moh. Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara. Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2009.

al-Zarnuji. Ta’līm al-Muta’allim Tarīqatta'allum, terj. Abdul Kadri al-Jufri. Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995.

Al-Zarnuji, t. Th. Ta’lim al-Muta’allim Thoriq al-Ta’allum. Semarang: Toha Putra.

al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Tariqatta’allum. Jakarta : Darurrohmah, 1995 Islamic Studies Jurnal, The Pedagogik of Al-Zarnuji, vol 1 No. 2 Juli-Desember

2013

Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru

Mulyasa, E. Kurikulum Yang Disempurnakan : Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:Logos, 1997.

Harir, Muhammad “Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire Dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Malang : Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011.


(4)

113

Fadhil al-Jamali, Muhammad, Tarbiyah al-insan al-Jadid, (Al-Tunisiyah : al-Syarikah, tt),

B, Suryosubrata, Beberapa Aspek Dasar kependidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1983.

Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung: CV ROSDA, 1988. Jurnal Al Banjari. Wacana Dikotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Dan

Pengaruhnya, Vol. 5, No 9, Januari-Juni 2006.

Masdar Hilmi, Ta’lim al-Muta’allim Dalam Bayangan Modernisasi Pendidikan, (Agustus 2015)

Gandhung Fajar Panjalu, “ Analisis Kritits Terhadap Kitab Ta’limul Muta’allim”, (Agustus 2015)

Indra Mustofa, Analisis Terhadap Konsep pendidikan Al-Zarnuji, (Agustus 2015) Kholis Akbar, Pendidikan karakter Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim (Agustus

2015)

Rahmat Hidayat Zakaria, Ilmu dan Pendidikan: Perspektif antara Islam dan Barat, (Januari 2016)

Muhammad Deden Suryadiningrat, Karakter Pendidikan Islam vs Pendidikan Barat, (Januari 2016)


(5)

111

Asr Himsyah, Unun Zumairoh. “Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh al-Zarnuji Studi kitab Ta’lim al-Muta’allim”. Malang : Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim, 2012.

Nurul Zainab, “Paradigma pendidikan kritis ( Studi komparasi pemikiran Paulo Freire dan Murtadha Muthahhari )”. Malang: Tesis—UIN Maulana Malik Ibrahim, 2013.

Arikunto, Suharsimin. Prosedur Penelitian. Jakarta:PT Rineka Cipta, 2002. Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian:Suatu pemikiran dan Penerapan

Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1999.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosdakarya, 2004.

Chomaidi. “Peranan Pendidikan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia”. Disampaikan di depan Rapat Senat Terbuka UNY, 15 Oktober 2005.

Musbikin, Imam. Mendidik Anak Ala Shinchan. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013.

Jurnal Al Banjari. Wacana Dikotomi Ilmu Dalam Pendidikan Islam Dan Pengaruhnya, Vol. 5, No 9, Januari-Juni 2006.

Darajat, Zakiah. Kepribadian Guru. Jakarta : Bulan Bintang, 1982.

Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008. Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta:

AR-RUZZ MEDIA, 2010.

Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 1990. Bolla, John I, dkk. Keterampilan Mengelola kelas. Jakarta : Diktat Depdikbud,

1985.

Ibn Abd Allah Yaqut al-Hamawi, Syihāb al-Dīn, t. Th. Mu‘jam al-Buldan jilid III, Beirut: Dar al-Fikr.

Marwazi, Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta‘lim al-Muta‘allim Karya al-Zarnuji dan Aplikasinya di Pondok Pesantren al-Falah Ploso Mojo Kediri, Disertasi. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1998.


(6)

112

Ahwani, Ahmad Fuad. al-Tarbiyyah fî al-Islâm aw al-Ta‘lim fî Ra’si al-Qabis. al-Qahirah: Isa al-Babi al-Halabi, 1955.

Langgulung, Hasan. Pendidkan Islam Menghadapi abad ke-21. Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988.

Madjidi, Busyairy. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Press, 1997.

Mahali A, Mudjab dan Mahali, Mujawazah. Kode Etik Kaum Santri. Saduran. Yogyakarta: Al-Bayan, 1988.

Abdul Hakim, Sudarnoto. Islam Berbagai Perspektif: Didedikasikan Untuk 70 tahun Prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA. Yogyakarta: LPMI, 1995.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Salabi, Ahmad. Sejarah dan kebudayaan Islam, Terj. Muhammad Labieb Ahmad jilid 3. Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1997.

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara,1992.

Usman, Ahmad. Al-Ta’lim Inda Burhanul Islam Al-Zarnuji. Kairo:Maktabah Al-Anjalu Al-Misriyah, 1989.

Yunus, Firdaus M. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Jogjakarta: logung pustaka, 2004.

Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid; Studi Pemikiran Tasawuf al-Ghazali. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Latief, Ruslan. Cara Belajar Siswa Aktif CBSA . Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1985.

Usman, Basyiruddin. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Padang : IAIN IB Press, 1999.

Murni, Wahid. dkk, Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011.

Sutiah, Buku Ajar Perencanaan Sistem Pengajaran, Malang : STAIN Malang, 1997.