s pkn 0907334 chapter1

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang

begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar

kelompok-kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing

plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam” (Kusumohamidjojo,

2000:45)”. Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi

kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan

potensi untuk membangun negara multikultur yang besar “multikultural nation-state”.Berdasarkan data sensus Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape, Institute of Southeast Asian Studies

(http://id.wikipedia.org):

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus Tahun 2000 sebagai berikut: Suku Jawa (41,7%), Sunda (15,4%), Tionghoa-Indo (3,7%), Melayu (3,4%), Madura (3,3%), Batak (3,0%), Minangkabau (2,7%), Betawi (2,5%), Bugis (2,5%), Arab-Indo (2,4%), Banten (2,1%), Banjar (1,7%), Bali (1,5%), Sasak (1,3%), Makassar (1.0%), Cirebon (0,9%), dan banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua dengan populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Hasil sensus diatas menggambarkan kekayaan multietnik dan multikultur yang terdapat di Indonesia. Selain itu, multiagama juga menambah khazanah

tersendiri bagi Indonesia sebagai negara yang besar. “Pada tahun 2010, dari 240.271.522 penduduk Indonesia, terdiri dari kira-kira 85,1% pemeluk Islam,

9,2% Protestan, 3,5% Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% Buddha

(http://id.wikipedia.org)”. Pemerintah Indonesia secara resmi hanya mengakui

enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Namun, diluar itu ada beberapa agama dan kepercayaan yang berkembang di


(2)

Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin dari uraian tersebut diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan semboyan

“Bhineka Tunggal Ika” yang mengandung makna meskipun Indonesia

berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Kemajemukan yang terintegrasi dalam kesatuan merupakan keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bersatu dalam perbedaan harus disadari oleh setiap orang sebagai suatu kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi konflik yang berujung pada perpecahan. Pada dasarnya, bukan hal yang mudah mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat multikultural.

Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat rawan memicu konflik dan perpecahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasikun(2007: 33) bahwa:

Kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Analisis di atas membuktikan secara defacto maupun dejure bahwa secara

vertikal maupun horizontal, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling majemuk di dunia, selain Amerika Serikat dan India. Dalam pandangan Geertz (Hardiman, 2002: 4) mengemukakan bahwa:

Indonesia ini sedemikian kompleksnya, sehingga sulit melukiskan anatominya secara persis. Negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), melainkan juga menjadi arena pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hindhuisme, Buddhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalis, dan seterusnya). Namun, menurut Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Syaifudin yang disampaikan dalam Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan pada Jurusan Pendidikan

Kewarganegaraan UPI mengemukakan bahwa “Perbedaan jangan dipandang

dengan suatu kacamata yang memisahkan, tetapi seharusnya perbedaan dipandang


(3)

bangsa kita bukan hanya berupa sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga warisan kekayaan berupa keanekaragaman budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Negara yang memiliki keunikan multientis dan multimental seperti Indonesia dihadapkan pada suatu dilematis tersendiri yang di satu sisi membawa

Indonesia menjadi bangsa yang besar sebagai multicultural nation-state, tetapi di

sisi lain menjadi ancaman tersendiri, seperti bara dalam sekam yang mudah tersulut dan memanas. Kondisi ini merupaka suatu kewajaran sejauh perbedaan-perbedaan disadari dan dihayati keberadaannya sebagai sesuatu yang harus disikapi dengan toleransi. Namun, ketika perbedaan-perbedaan tersebut mengemuka dan menjadi sebuah ancaman untuk kerukunan hidup, perbedaan tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan.

Masyarakat Indonesia yang multikultur, multietnis, dan multiagama, memiliki potensi yang besar untuk terjadinya konflik antarkelompok, etnis, agama, dan suku bangsa. Hal ini mulai dikhawatirkan terjadi karena munculnya beberapa indikasi ke arah yang dikhawatirkan. Salah satu indikasinya yaitu mulai tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, agama, dan organisasi lainnya yang berjuang dan bertindak atas nama kepentingan kelompoknya atau kepentingan lainnya yang dikhawatirkan memicu munculnya berbagai konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).

Tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, dan agama, bahkan munculnya berbagai organisasi radikal yang mengatasnamakan agama tertentu, serta munculnya berbagai aliran keagamaan merupakan indikasi nyata potensi konflik bernuansa SARA. Agama yang pada dasarnya merupakan pedoman hidup bagi manusia yang terdiri atas nilai-nilai kebaikan tidak luput dijadikan suatu legitimasi oleh pemeluk agamanya menjadi salah satu faktor pemicu konflik. Kahmad (2009: 151) mengemukakan bahwa:

Agama sangat rentan memunculkan persoalan-persoalan konflik (intoleransi). Ini diakibatkan posisi agama disejajarkan dengan kesukuan dan rasisme sehingga terkadang mengusik apa yang disebut dengan istilah SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan).


(4)

Munculnya konflik yang berlatar belakang agama pada dasarnya bukan dipicu oleh ajaran agamanya, tetapi dipicu oleh umat beragama yang menjadikan agama sebagai legitimasi paling ampuh bagi manusia untuk melakukan suatu perbuatan, termasuk perbuatan-perbuatan yang memicu konflik. Burhani (2001:

22) mengatakan bahwa “ekstrimisme dan radikalisme banyak menjalar dan agama

merupakan medan yang paling subur untuk tumbuhnya tindakan-tindakan itu.

Tidak ada satu kelompok agama pun yang imun atau kebal terhadap masalah ini”.

Munculnya konflik baru sebagai manifestasi lahirnya berbagai organisasi radikal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya dipengaruhi oleh paradigma bahwa kelompok lain, golongan lain, atau agama lain adalah salah dan hanya kelompoknya yang benar. Organisasi radikal ini menjadi ancaman bagi tatanan masyarakat yang sudah ada serta kepentingan dari kelompok lainnya. Hal ini menggambarkan semakin berkembang sikap etnosentrisme, yang menganggap hanya kelompok dan golongannya saja yang paling baik, benar, dan sempurna, sedangkan kelompok yang lainnya jelek dan salah, serta berbagai kekurangan lainnya.

Dewasa ini Indonesia sebagai multicultural nation-statedihadapkan pada

persoalan yang mendera dan menggoncang kebhinekaan bangsa yaitu praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme yang akhir-akhir ini semakin marak di tanah air. Salah satu konflik komunal yang terjadi yaitu konflik di Maluku pada tahun 1999, menurut ICG (2002a), van Klinken (2001) dan Thalib (2001) (dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2010:140) mengemukakan bahwa:

Konflik komunal di Maluku bermula pada tanggal 19 Januari 1999 setelah sebuah perselisihan antara penduduk Ambon asli yang beragama Kristen dan seorang penduduk Ambon pendatang yang beragama Islam. Perselisihan ini dengan cepat menyulut kekerasan antar agama yang bersifat masal di seluruh pelosok kota yang berujung dengan pembakaran mesjid dan gereja. Dalam jangka waktu kurang dari setahun, konflik menyebar ke pulau-pulau lain, membunuh lebih dari 7000 orang, melukai lebih dari 1000 orang dan memaksa sedikitnya 250 ribu orang untuk mengungsi.


(5)

Kasus Maluku yang dilatarbelakangi kekerasan atas nama agama muncul dari masalah pribadi yang sepele yang akhirnya berkembang menjadi kekerasan agama yang menimbulkan korban ribuat orang. Kasus ini merupakan salah satu kasus kekerasan agama terbesar yang terjadi di Indonesia. Masalah sekecil apapun yang dilatarbelakangi intoleransi perbedaan-perbedaan ras, suku, maupun agama berpotensi menjadi konflik besar yang memakan ribuan korban jiwa. Selain kasus Maluku, kekerasan atas nama agama juga terjadi di Poso Sulawesi tengah yang bermula pada tahun 1998 hingga menjatuhkan ratusan korban jiwa. Kasus lain yang terjadi akibat intoleransi adalah munculnya terorisme yang melakukan pemboman di beberapa wilayah Indonesia.

Menurut ICG (2001, 2002c) dan Tempo (14 Januari 2001, 25 Februari 2001) (dalam Jurnal Ilmu Sosial Ilmu Politik 2010:136) memaparkan bahwa:

“Serangkaian bom meledak dalam waktu yang nyaris bersamaan di dalam atau di

sekitar 38 gereja Katolik dan Protestan di 11 kota di Sumatra, Jawa dan Nusa

Tenggara Barat (NTB)”. Jauh sebelum kasus-kasus kekerasan di atas terjadi,

gerakan-gerakan radikal di Indonesia sudah terjadi sejak 1970an dan 1980an yang berakar pada gerakan DI/TII yang bergerak di beberapa wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra (Aceh), Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institut yang disusun oleh Ismail Hasani

(2010)mengemukakan bahwa: “Jawa Barat merupakan daerah yangmenjadi basis

perjuangan untuk merebut kekuasaan dan mendirikan Negara Islam melalui Gerakan Darul Islam. Basis utamanya adalah Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan

Ciamis”.

Terorisme dan radikalisme khususnya radikalisme agama merupakan ancaman tidak hanya bagi multikultur tetapi juga menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ironisnya kasus-kasus kekerasan atas nama agama ini menjadikan mahasiswa sebagai sasaran utamanya. Hal ini terlihat dari munculnya kasus cuci otak NII pada mahasiswa dibeberapa kampus, hingga kasus penculikan mahasiswa yang disinyalir dilakukan oleh gerakan NII KW IX yang terjadi pada pertengahan tahun 2010. Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang disinyalir menjadi dalang dari kasus-kasus cuci otak dan radikalime agama marak


(6)

terjadi terutama di lingkungan kampus. Kasus ini menjadi kecemasan bagi kampus sebagai lingkungan yang kental dengan dunia pendidikan dan dakwah kampus.

Kampus merupakan ranah publik dengan mahasiswa dan alumni terkait kealmamaterannya menjadi sasaran berbagai pengaruh serta infiltrasi paham,

wacana, dan gerakan radikalisme agama dari luar. Menurut

Azra(http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel Radikal di Kampus” menyatakan

bahwa:

Dari masa ke masa di lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal dan ekstrem, baik kanan maupun kiri.Beragam penelitian dan pengakuan mereka yang keluar dari sel-sel radikal dan ekstrem mengisyaratkan, mahasiswa perguruan tinggi umum lebih rentan terhadap rekrutmen daripada mahasiswa perguruan tinggi agama Islam. Gejala ini berkaitan dengan kenyataan bahwa cara pandang mahasiswa perguruan tinggi umum, khususnya bidang sains dan teknologi, cenderung hitam-putih. Mahasiswa perguruan tinggi agama Islam yang mendapat keragaman perspektif tentang Islam cenderung lebih terbuka dan bernuansa.

Menanggapi hal tersebut, menjadi suatu kehawatiran bagi dunia kampus dalam menghadapi masalah radikalisme agama yang terjadi pada mahasiswa. Mahasiswa yang dianggap sebagai kaum intelektual justru banyak terjaring oleh kelompok NII sebagai organisasi gerakan radikal. Menurut Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali M (http://www.antaranews.com):

Dari empat kampus ITB, Unpad, Polban dan UPI, Kampus ITB sudah sejak dulu digoyang NII. Mahasiswa ITB menjadi yang terbanyak direkrut sebagai anggota NII oleh aktivitis NII gadungan, data mahasiswa di Kota Bandung yang direkrut NII Gadungan didasarkan pada data yang dimiliki FUUI pada 2002-2003, jumlah mahasiswa ITB yang direkrut oleh NII Gadungan mencapai 200 orang.

Berdasarkan data Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) dari penyelidikan yang dilakukan organisasi Forum Komunikasi Dakwah Fakultas (FKDF)

(http://kampus.okezone.com), “ada 257 mahasiswa UNPAD terlibat gerakan NII.

Data ini diperoleh FUUI justru dari UNPAD, Tapi data 257 mahasiswa itu bukan


(7)

Banyaknya mahasiswa yang terlibat dalam kasus radikalisme agama tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal pada mahasiswa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penyusun melalui tanya jawab dengan berbagai kalangan mahasiswa baik kalangan mahasiswa aktifis, mahasiswa rohis, maupun mahasiswa non aktifis didapat beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang didapat pada studi pendahuluan yaitu pada dasarnya mahasiswa rawan dimasuki berbegai ideologi radikal karena secara internal dipengaruhi oleh psikologis. Faktor psikologis tersebut diantaranya jiwa muda mahasiswa yang memiliki daya kritis tinggi, hasrat ingit tahu yang tinggi serta masih labilnya emosi yang sulit terkontrol.

Selain faktor internal tersebut diatas, faktor eksternal sedikit banyak membawa pengaruh yaitu berupa kondisi kultural dunia kampus yang terbuka dan mudah dimasuki berbagai ideologi, termasuk ideologi radikal. Hal ini dikarenakan kampus dan segala kegiatannya cenderung sulit dikontrol mengingat dunia kampus memberikan kebebasan bagi setiap organisasi ektra maupun intra kampus untuk melakukan berbagai kegiatan di kampus. Selain itu, gerakan penanaman ideologi radikal melalui cuci otak pada mahasiswa ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau tertutup dengan menggunakan modus dakwah.

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, penyusun merasa ironis dengan fakta yang ada. Oleh karena itu, dirasakan perlu adanya penelitian yang mengkaji dan menganalisis masalah tersebut secara ilmiah dan logis yang diharapkan dapat memberikan soludi terkait kasusu radikalisme agama di dunia kampus. Untuk itu, maka perlu kiranya mencari suatu bentuk upaya pencegahan terhadap radikalisme agama di kampus yang digali dari mahasiswa sebagai objek

kasus ini. Menurut Azra dalam (http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel

Radikal di Kampus” menyatakan bahwa:

Ideologi radikal dan teroristik tak bisa dihadapi hanya dengan wacana, bahkan tindakan represif aparat hukum sekalipun. Ia harus dihadapi dengan kontraideologi dan perspektif keagamaan keindonesiaan yang utuh. Tak perlu redesain kurikulum menyeluruh karena hal itu mengganggu

stabilitas akademis-keilmuan. Yang mendesak dilakukan adalah

revitalisasi mata kuliah yang bersifat ”ideologis”: Pancasila, Pendidikan


(8)

mengandung penguatan paham kebangsaan-keindonesiaan dalam berbagai aspeknya.Agama semestinya tak hanya mengulangi ajaran teologis-normatif agama, tetapi juga penguatan perspektif keagamaan-kebangsaan dan diorientasikan untuk penguatan sikap intelektual tentang keragaman agama sekaligus toleransi intraagama dan antaragama serta antara umat beragama dan negara.

Berdasarkan pemaparan Azra diatas, maka pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam upaya deradikalisasi di dunia kampus. Melalui pendidikan kewargaenaraan dengan pendekatan multikultural, toleransi bisa ditanamkan dalam proses belajar mengajar didunia kampus. Penanaman nilai-nilai multikultur dalam pendidikan kewarganegaraan akan memberikan pemahaman kebangsaan- keagamaan yang kuat pada mahasiswa. Pedidikan kewarganegaraan tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual tetepi juga kecerdasan sosial

karena dalam pendidikan kewarganegaraan terkandung kompetensi

kewarganegaraan yang terdiri dari civic knowledge, civic skill, civic disposition.

Kompetensi kewarganegaraan menurut Branson (Budimansyah dan Suryadi, 2008:33) terdiri atas tiga komponen penting yaitu:

1) Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan

kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara; 2) Civic

skill (kecakapan kewarganegaraan), adalah kecakapan intelektual dan

partisipatoris warga negara yang relevan; dan 3) Civic disposition (watak

kewarganegaraan).

Kompetensi kewarganegaraan tersebut merupakan kompetensi yang semestinya dimiliki warganegara/ masyarakat multikultur sebagai upaya pengembangan wawasan multikultural. Menurut Tim Departemen Agama RI (PKUB: 2003) menyatakan bahwa:

Dalam kaitan pengembangan wawasan multikultural pada setiap unsur dan lapisan masyarakat hasilnya kelak diharapkan terwujudnya masyarakat tidak saja mengakui perbedaan, tetapi mampu hidup saling menghargai, menghormati secara tulus, komunikatif, dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat terhadap keragaman keyakinan, tradisi, adat, maupun budaya dan paling utama adalah berkembangnya kerjasama sosial dan tolong menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan yang dalam dari ajaran agama masing-masing.


(9)

Berangkat dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap Radikalisme Atas Nama Agama. Mengingat mahasiswa menjadi salah satu sasaran dari tindakan makar radikalisme ini, maka penulis merasa tertarik untuk mencari tahu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap persepsi mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama. Dengan demikian, penulis mencoba mencari jawabannya melalui suatu

penelitian berjudul “PERSEPSI MAHASISWA TENTANG

MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA (Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia)”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan yaitu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama? Berdasarkan masalah penelitian diatas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung?

2. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang multikulturalisme?

3. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang radikalisme atas nama agama?

4. Bagaimana pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme

terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang menjadi motif seseorang untuk melakukan tindakan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalis persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama. Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:


(10)

1. Mengetahui kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

2. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang multikulturalisme.

3. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang radikalisme atas nama agama.

4. mengetahui pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme

terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama. sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara empiris (praktis). Adapun manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Secara Teoretis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan baru yang akan berguna bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), serta menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang multikulturalisme dan radikalisme atas nama agama dengan menganalisis, mengkaji, dan mengungkapkan informasi argumentatif dan teoritikpersepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap pencegahan radikalisme atas nama agama.

2. Secara Praktis

a. Bagi Mahasiswa

1) Meningkatkan wawasan dan pemahaman multikultural sebagai

upayapencegaran radikalisme atas nama agama.

2) Menanamkan sikap toleransi dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan


(11)

3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan pemahaman empat pilarkebangsaan

(UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) sebagai

wujud warga negara yang baik.

b. Bagi Dosen

1) Mengembangkan inovasi dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan

dengan pendekatan multikultural untuk menanamkan toleransi dalam keberagaman sebagai upaya deradikalisasi pada mahasiswa melalui proses belajar mengajar.

2) Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang keberagaman berbangsa

dan beragama untuk menumbuhkan sikap kerukunan dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan penanaman empat pilar kebangsaan

(UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) untuk

mencegah masuknya radikalisme agama pada mahasiswa.

c. Bagi Perguruan Tinggi

1) Sebagai motivasi untuk lebih mengembangkan pengetahuan tentang

multikultural mahasiswa dalam rangka menamkan sikap toleransi dan Bhineka Tunggal Ika.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan pendekatan multikultural dalam proses pembelajaran di kampus.

3) Sebagai upaya mengembangkan multikultural dalam mencegah

radikalisme atas nama agama di kampus.

4) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan khususnya yang

terkait dengan upaya pencegahan radikalisme atas nama agama di kampus.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi mulai dari bab satu hingga bab terakhir.Skripsi ini terdiri atas lima bab, pada bab satu sebagai pendahuluan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan


(12)

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan anggapan dasar. Pada bab dua yang merupakan kajian pustaka dipaparkan tentang teori dan konsep persepsi, eksistensi multikulturalisme di Indonesia, fenomena radikalisme

di Indonesia, paham radikalisme atas nama agama dan eksistensi

multikulturalisme dalam perhatian PKn, penelitian terdahulu serta hipotesis. Pada bab tiga dipaparkan mengenai pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data, operasionalisasi variabel, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, pengujian data, tahap penelitian, serta tahap pengolahan dan analisis data. Pada bab empat dipaparkan mengenai deskripsi lokasi penelitian, deskripsi data hasil penelitian, pengujian data dan pembahasan hasil penelitian. Sementara itu, pada bab lima dipaparkan mengenai hasil kesimpulan penelitian dan saran.


(1)

Banyaknya mahasiswa yang terlibat dalam kasus radikalisme agama tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal pada mahasiswa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penyusun melalui tanya jawab dengan berbagai kalangan mahasiswa baik kalangan mahasiswa aktifis, mahasiswa rohis, maupun mahasiswa non aktifis didapat beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang didapat pada studi pendahuluan yaitu pada dasarnya mahasiswa rawan dimasuki berbegai ideologi radikal karena secara internal dipengaruhi oleh psikologis. Faktor psikologis tersebut diantaranya jiwa muda mahasiswa yang memiliki daya kritis tinggi, hasrat ingit tahu yang tinggi serta masih labilnya emosi yang sulit terkontrol.

Selain faktor internal tersebut diatas, faktor eksternal sedikit banyak membawa pengaruh yaitu berupa kondisi kultural dunia kampus yang terbuka dan mudah dimasuki berbagai ideologi, termasuk ideologi radikal. Hal ini dikarenakan kampus dan segala kegiatannya cenderung sulit dikontrol mengingat dunia kampus memberikan kebebasan bagi setiap organisasi ektra maupun intra kampus untuk melakukan berbagai kegiatan di kampus. Selain itu, gerakan penanaman ideologi radikal melalui cuci otak pada mahasiswa ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau tertutup dengan menggunakan modus dakwah.

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, penyusun merasa ironis dengan fakta yang ada. Oleh karena itu, dirasakan perlu adanya penelitian yang mengkaji dan menganalisis masalah tersebut secara ilmiah dan logis yang diharapkan dapat memberikan soludi terkait kasusu radikalisme agama di dunia kampus. Untuk itu, maka perlu kiranya mencari suatu bentuk upaya pencegahan terhadap radikalisme agama di kampus yang digali dari mahasiswa sebagai objek kasus ini. Menurut Azra dalam (http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel

Radikal di Kampus” menyatakan bahwa:

Ideologi radikal dan teroristik tak bisa dihadapi hanya dengan wacana, bahkan tindakan represif aparat hukum sekalipun. Ia harus dihadapi dengan kontraideologi dan perspektif keagamaan keindonesiaan yang utuh. Tak perlu redesain kurikulum menyeluruh karena hal itu mengganggu stabilitas akademis-keilmuan. Yang mendesak dilakukan adalah

revitalisasi mata kuliah yang bersifat ”ideologis”: Pancasila, Pendidikan


(2)

mengandung penguatan paham kebangsaan-keindonesiaan dalam berbagai aspeknya.Agama semestinya tak hanya mengulangi ajaran teologis-normatif agama, tetapi juga penguatan perspektif keagamaan-kebangsaan dan diorientasikan untuk penguatan sikap intelektual tentang keragaman agama sekaligus toleransi intraagama dan antaragama serta antara umat beragama dan negara.

Berdasarkan pemaparan Azra diatas, maka pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam upaya deradikalisasi di dunia kampus. Melalui pendidikan kewargaenaraan dengan pendekatan multikultural, toleransi bisa ditanamkan dalam proses belajar mengajar didunia kampus. Penanaman nilai-nilai multikultur dalam pendidikan kewarganegaraan akan memberikan pemahaman kebangsaan- keagamaan yang kuat pada mahasiswa. Pedidikan kewarganegaraan tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual tetepi juga kecerdasan sosial karena dalam pendidikan kewarganegaraan terkandung kompetensi kewarganegaraan yang terdiri dari civic knowledge, civic skill, civic disposition. Kompetensi kewarganegaraan menurut Branson (Budimansyah dan Suryadi, 2008:33) terdiri atas tiga komponen penting yaitu:

1) Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara; 2) Civic skill (kecakapan kewarganegaraan), adalah kecakapan intelektual dan partisipatoris warga negara yang relevan; dan 3) Civic disposition (watak kewarganegaraan).

Kompetensi kewarganegaraan tersebut merupakan kompetensi yang semestinya dimiliki warganegara/ masyarakat multikultur sebagai upaya pengembangan wawasan multikultural. Menurut Tim Departemen Agama RI (PKUB: 2003) menyatakan bahwa:

Dalam kaitan pengembangan wawasan multikultural pada setiap unsur dan lapisan masyarakat hasilnya kelak diharapkan terwujudnya masyarakat tidak saja mengakui perbedaan, tetapi mampu hidup saling menghargai, menghormati secara tulus, komunikatif, dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat terhadap keragaman keyakinan, tradisi, adat, maupun budaya dan paling utama adalah berkembangnya kerjasama sosial dan tolong menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan yang dalam dari ajaran agama masing-masing.


(3)

Berangkat dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap Radikalisme Atas Nama Agama. Mengingat mahasiswa menjadi salah satu sasaran dari tindakan makar radikalisme ini, maka penulis merasa tertarik untuk mencari tahu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap persepsi mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama. Dengan demikian, penulis mencoba mencari jawabannya melalui suatu

penelitian berjudul “PERSEPSI MAHASISWA TENTANG

MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA (Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia)”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan yaitu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama? Berdasarkan masalah penelitian diatas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung?

2. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang multikulturalisme?

3. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang radikalisme atas nama agama?

4. Bagaimana pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang menjadi motif seseorang untuk melakukan tindakan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalis persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama. Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:


(4)

1. Mengetahui kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

2. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang multikulturalisme.

3. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tentang radikalisme atas nama agama.

4. mengetahui pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama. sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara empiris (praktis). Adapun manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Secara Teoretis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan baru yang akan berguna bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), serta menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang multikulturalisme dan radikalisme atas nama agama dengan menganalisis, mengkaji, dan mengungkapkan informasi argumentatif dan teoritikpersepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap pencegahan radikalisme atas nama agama.

2. Secara Praktis

a. Bagi Mahasiswa

1) Meningkatkan wawasan dan pemahaman multikultural sebagai upayapencegaran radikalisme atas nama agama.

2) Menanamkan sikap toleransi dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.


(5)

3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan pemahaman empat pilarkebangsaan (UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) sebagai wujud warga negara yang baik.

b. Bagi Dosen

1) Mengembangkan inovasi dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan pendekatan multikultural untuk menanamkan toleransi dalam keberagaman sebagai upaya deradikalisasi pada mahasiswa melalui proses belajar mengajar.

2) Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang keberagaman berbangsa dan beragama untuk menumbuhkan sikap kerukunan dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan penanaman empat pilar kebangsaan (UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) untuk mencegah masuknya radikalisme agama pada mahasiswa.

c. Bagi Perguruan Tinggi

1) Sebagai motivasi untuk lebih mengembangkan pengetahuan tentang multikultural mahasiswa dalam rangka menamkan sikap toleransi dan Bhineka Tunggal Ika.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan pendekatan multikultural dalam proses pembelajaran di kampus.

3) Sebagai upaya mengembangkan multikultural dalam mencegah radikalisme atas nama agama di kampus.

4) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan upaya pencegahan radikalisme atas nama agama di kampus.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi mulai dari bab satu hingga bab terakhir.Skripsi ini terdiri atas lima bab, pada bab satu sebagai pendahuluan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan


(6)

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan anggapan dasar. Pada bab dua yang merupakan kajian pustaka dipaparkan tentang teori dan konsep persepsi, eksistensi multikulturalisme di Indonesia, fenomena radikalisme di Indonesia, paham radikalisme atas nama agama dan eksistensi multikulturalisme dalam perhatian PKn, penelitian terdahulu serta hipotesis. Pada bab tiga dipaparkan mengenai pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data, operasionalisasi variabel, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, pengujian data, tahap penelitian, serta tahap pengolahan dan analisis data. Pada bab empat dipaparkan mengenai deskripsi lokasi penelitian, deskripsi data hasil penelitian, pengujian data dan pembahasan hasil penelitian. Sementara itu, pada bab lima dipaparkan mengenai hasil kesimpulan penelitian dan saran.